• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERUBAHAN PERMAINAN ANAK DARI TRADISIONAL KE MODERN

5.2. Konsekuensi Perubahan Permainan Anak dari Tradisional ke Modern

5.2.2. Pengaruh Perubahan Permainan Anak dari Tradisional Ke Modern Terhadap Pelestarian Budaya Folklor kepada Anak

Alvin Toffler (1980), berpendapat bahwa hingga kini dunia telah dilanda tiga gelombang peradaban. Gelombang peradaban pertama ditandai dengan ketergantungan manusia pada alam, gelombang peradaban kedua mengutamakan kekuatan fisik manusia, dan gelombang peradaban ketiga yang melanda dunia sejak tahun 1970-an lebih mengutamakan kekuatan otak manusia (Alvin Toffler dalam Kosasih, 1997)

Perubahan-perubahan sosial semacam itu juga terjadi dalam masyarakat Indonesia. Namun demikian, perubahan-perubahan tersebut berbeda dengan yang terjadi di negara-negara maju. Perubahan sosial dan kebudayaan di negara maju berkembang secara bertahap, mulai dari tahap yang pertama hingga terbentuknya masyarakat yang modern sekarang ini. Akan tetapi, faktor kemajuan atau modernitas dari setiap tahap perkembangan di negara-negara maju yang melanda masyarakat Indonesia terbentuk justru secara serempak, akibatnya mendesak nilai-nilai luhur budaya tradisional dan sistem sosial kita.

Derasnya arus globalisasi yang tidak bisa dibendung lagi menyebabkan perubahan pada perilaku dan kebiasaan masyarakat. Akibatnya, masyarakat kita tidak bisa berbuat banyak, terutama perubahan yang menimpa dunia anak-anak. Banyak orang tua, pendidik, dan pemerhati dunia anak-anak yang merasa prihatin melihat perilaku anak-anak sekarang dalam bermain

karena banyak permainan anak-anak sekarang ini tidak mendidik dan cenderung ke arah sikap yang konsumtif dan individualistis.

Anak-anak tempo dulu sangat tertantang oleh alam dan lingkungan hidupnya berada. Mereka mampu memanfaatkan apa yang ada di lingkungannya. Sebagai akibatnya, mereka harus kreatif, selalu siap menghadapi tantangan dan rintangan yang muncul setiap saat.

Bagi anak-anak di Kelurahan Batang Terab pada tempo dulu, sangat banyak tersedia sarana bermain bagi mereka. Anak laki-laki dan perempuan memiliki jenis permainan sendiri atau permainan yang dimainkan secara bersama-sama. Anak laki-laki biasanya bermain bola, perang-perangan, layangan, kelereng, dan kasti; anak perempuan biasanya bermain congklak, engklek, lompat tali, pasaran (masak-masakan); dan permainan yang dimainkan baik oleh laki-laki maupun perempuan misalnya petak umpet/alip brondok, pecah piring, dan keliling cina buta.

Permainan tradisional bukanlah permainan yang tanpa makna melainkan permainan yang penuh nilai-nilai dan norma-norma luhur yang berguna bagi anak-anak untuk memahami dan mencari keseimbangan dalam tatanan kehidupan. Oleh karena itu, permainan tradisional yang diciptakan oleh leluhur bangsa ini pun berdasar atas banyak pertimbangan dan perhitungan. Hal ini karena leluhur kita mempunyai harapan agar nilai-nilai yang disisipkan pada setiap permainan tersebut dapat dilaksanakan anak-anak dalam setiap tindakan dan perbuatannya dengan penuh kesadaran atau tanpa adanya paksaan.

Namun yang kita lihat saat ini justru banyak orangtua yang tidak begitu perduli dengan apa yang dimainkan oleh anak-anak mereka. Mereka membelikan mainan kepada anak tanpa memikirkan dampak permainan tersebut bagi perkembangan anak-anak mereka. Hal ini teramat disayangkan mengingat banyaknya hal positif yang diberikan oleh permainan tradisional bagi perkembangan dan kreativitas anak. Jika permainan tradisional tak lagi diajarkan kepada

anak-anak maka kelestarian permainan tradisional sebagai bagian dari budaya bangsa (folklor) akan terancam punah dan anak tak akan merasakan manfaat yang diperoleh melalui permainan tradisional.

Sukirman Dharmamulya (2008:29) mengemukakan realitas bahwa perubahan-perubahan yang terjadi pada fenomena permainan tradisional anak di Jawa, dan mungkin juga di Indonesia pada umumnya, paling tidak terdapat tiga pola perubahan, yaitu: (1) menurunnya popularitas jenis-jenis permainan tradisional tertentu, (2) munculnya jenis-jenis permainan anak tertentu; dan (3) masuknya jenis-jenis permainan baru yang modern. Selain itu juga faktor pengaruh lainnya adalah masuknya pesawat televisi ke daerah-daerah pedesaan maupun juga keterbatasan lahan bermain anak-anak yang kian mengecil, kalau tidak hilang sama sekali, terutama di daerah-daerah perkotaan, dan meningkatnya kualitas transportasi antara desa dan kota, yang membuat anak-anak remaja lebih suka pergi bekerja di kota, sehingga di desa tidak banyak lagi anak-anak mementaskan permainan tradisional anak-anak (Sujarno dalam Sukirman Dharmamulya, dkk, 2008:28). Padahal permainan tradisional anak merupakan unsur-unsur kebudayaan yang tidak dapat dianggap remeh, karena permainan ini memberikan pengaruh yang tidak kecil terhadap perkembangan kejiwaan, sifat, dan kehidupan sosial anak di kemudian hari.

Para orang tua di Kecamatan Batang Terab pada umumnya sudah jarang yang mau memperkenalkan anak-anak mereka dengan permainan tradisional. Berdasarkan kutipan wawancara dengan salah seorang Informan yang bernama Bapak Zulfikar, diperoleh keterangan bahwa ia, istrinya, maupun orang tua lain di Batang Terab pada umumnya enggan untuk mengajarkan ataupun memperkenalkan permainan tradisional pada anak-anak mereka dengan beragam alasan, mulai dari sibuk bekerja, tidak ada waktu, merepotkan, tidak praktis, hingga

kekhawatiran anaknya akan menjadi kuper dan ketinggalan zaman. Berikut ini hasil wawancara dengan Pak Zulfikar (50 tahun):

“Bapak sibuk kerja dek, masalah anak-anak bapak serahkan sama istri bapak saja. Lagipula sekarang bapak lihat anak bapak sering minta dibelikan mainan yang canggih-canggih kayak playstation. Sekarang malah minta dipasangin speedy biar bisa internetan dirumah katanya. Kalau dulu bapak pernah ngajarin anak bapak main layangan, tapi itu dulu waktu bapak masih ada waktu untuk main sama anak. Sekarang ini bapak gak ada waktu lagi untuk nemenin anak main. Lagipula sekarang anak bapak sudah besar-besar.”

Keengganan untuk memperkenalkan permainan tradisional kepada anak yang dirasakan oleh Bapak Zulfikar pada umumnya dirasakan pula oleh sebagian besar orang tua di Kelurahan Batang Terab. Para orang tua mungkin tidak menyadari dampak negatif yang membayangi anak mereka. Bagi orang tua membelikan permainan modern yang diinginkan anak-anak merupakan cara mereka untuk menunjukkan kasih sayang dan untuk menebus rasa bersalah atas kurangnya quality time yang mereka berikan pada buah hatinya.

Anak-anak di Kelurahan Batang Terab sendiri merasa tidak ada yang aneh dengan permainan modern yang mereka gemari. Mereka tidak merasa ada yang hilang dari dunia anak-anak karena mereka sudah terbiasa dengan permainan modern tersebut. Mereka mengatakan sangat sedikit jenis permainan tradisional yang mereka ketahui, dan sangat jarang memainkannya. Hal ini diungkapkan oleh informan yang bernama Ryan (10 tahun) sebagai berikut.

“ Permainan tradisional yang aku tau gak banyak bang, paling yang dulu aku mainin sama kawan disekolah ya guli (kelereng), main tebak-tebakan. Terus kalo dirumah main alip brondok, main perang-perangan. Tapi sekarang uda jarang main itu bang, sekarang aku lebih suka main PS, PB, City Ville, atau Facebook. Lagipula sekarang gak ada kawan yang bisa diajak maen alip lagi. Semua suka main PB bang. Soalnya lebih seru, gak capek lari-lari bang”

Dari hasil wawancara diatas diperoleh gambaran bahwa saat ini anak-anak merasa asing dengan permainan tradisional. Selain karena kurangnya jenis permainan tradisional yang mereka ketahui, juga karena tidak ada teman yang bisa diajak bermain bersama. Hal ini sangat berbeda

dengan tempo dulu dimana anak-anak dengan senang hati akan bersedia diajak bermain bersama. Ironisnya, anak-anak merasa permainan modern lebih banyak dampak positifnya daripada permainan tradisional, mereka menganggap memainkan permainan modern membuat mereka tidak mudah capek, padahal permainan tradisional bermanfaat bagi kesehatan karena ada fungsi olahraga didalamnya.

Para orang tua hendaknya mulai mewaspadai dampak negatif dari permainan modern bagi anak. Selain bahaya bagi kesehatan anak mulai dari gangguan mata karena terlalu lama melihat dan dekat dengan layar komputer, juga gangguan syaraf/kaku otot yang umumnya dirasakan anak karena terlalu lama memegang mouse komputer atau stick PS dan duduk dengan posisi yang sama berjam-jam. Selain itu, jika tidak ditindaklanjuti dengan serius maka permainan tradisional sebagai budaya bangsa bisa punah sama sekali dan anak-anak tidak akan merasakan keasyikan serta manfaat dari permainan tradisional.