• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kecemasan berat yaitu kecemasan yang berhubungan dengan sangat menurunnya persepsi. Individu hanya akan memikirkan hal-hal yang kecil saja dan mengabaikan lainnya yang mungkin bisa bermanfaat bagi dirinya. Di sinilah posisi individu yang tidak mampu berpikir lagi dan sudah membutuhkan pertolongan. Tingkat Kecemasan berat, ditandai dengan tanda-tanda sebagai berikut.

a) Respon fisiologis seperti aktivitas sistem saraf simpatik (peningkatan epinefrin, tekanan darah, pernafasan, nadi, vasokonstriksi, dan peningkatan suhu tubuh), diaphoresis, mulut kering, ingin buang air kecil, hilang nafsu makan karena penurunan aliran darah ke saluran pencernaan dan peningkatan produk glukosa oleh hati, perubahan sensori seperti penurun kemampuan mendengar, nyeri, pupil, dilatasi, ketengangan otot dan kaku. b) Respon kognitif seperti lapang persepsi sangat menyempit, sulit

memecahkan masalah, fokus pada satu hal.

c) Respon tingkah laku dan emosi seperti lapang personal meluas, aktifitas fisik meningkat dengan penurunan mengontrol, contoh meremas tangan, jalan bolak-balik. Perasaan mual dan kecemasan mudah meningkat dengan stimulus baru seperti suara. Bicara cepat dan mengalami blocking, menyangkal dan depresi (Stuart and Laraia, 2005: 261).

4) Panik

Panik adalah kecemasan yang berhubungan dengan sudah sangat sempitnya persepsi. Seseorang yang panik tidak dapat mengendalikan diri, salah orientasi dalam menghadapi masalah yang pelik, rasa tidak berfungsi lagi, tegang terus menerus, tidak bisa berlaku santai, serta kadang-kadang berbicara cepat dan

terputus-putus. Tingkat panik, ditandai dengan tanda-tanda sebagai berikut. a) Respon fisiologi seperti pucat, dapat terjadi hipotensi, berespon terhadap

nyeri, bising dan stimulus eksternal menurun. Koordinasi motorik buruk. Penurunan aliran darah ke otot skeletal.

b) Respon kognitif seperti tidak terkontrol, gangguan berfikir secara logis, tidak mampu memecahkan masalah.

c) Respon tingkah laku dan emosi seperti perasaan marah, takut dan segan. Tingkah laku menjadi tidak biasa seperti menangis dan menggigit. Suara menjadi lebih tinggi, lebih keras, bicara cepat dan blocking (Stuart and Laraia, 2005: 261). Rincian dari tingkatan panik menurut Stuart and Laraia dapat dilihat dalam bagan pada gambar 2.1 sebagai berikut.

Gambar 2.1 Rentang Respon Kecemasan (Stuart and Laraia, 2005: 261).

Berdasarkan uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa secara umum kecemasan itu mempunyai berbagai tingkatan sesuai dengan kadarnya, di antaranya yaitu sebagai berikut. 1). Kecemasan ringan, yaitu kecemasan yang berhubungan dengan permasalahan sehari-hari. 2). Kecemasan sedang, yaitu kecemasan yang berhubungan dengan menurunnya lapangan persepsi individu terhadap lingkungan. 3). Kecemasan berat, yaitu kecemasan yang berhubungan dengan sangat menurunnya persepsi. Individu hanya akan memikirkan hal-hal yang kecil saja dan mengabaikan lainnya yang mungkin bisa bermanfaat bagi dirinya. 4). Panik, adalah kecemasan yang berhubungan dengan sudah sangat sempitnya persepsi.

f. Jenis - Jenis Kecemasan (Anxiety)

Respon Maladaptif Respon Adaftif Panik Berat Sedang Ringan Antisipasi

Beberapa ahli telah mengemukakan tentang jenis-jenis kecemasan, di antaranya sebagai berikut. Pertama, Freud dalam (Hall dan Lindzey, 1993: 81) membedakan kecemasan menjadi tiga macam di antaranya yakni, sebagai berikut.

1) Objective Anxiety atau Kecemaan Realitas

Objective anxiety timbul akibat dari lemahnya ego terhadap id, hal tersebut dikarenakan sejak lahir seorang individu telah dihadapkan pada keadaan-keadaan objektif yang bersifat menekan (Freud dalam Hall dan Lindzey, 1993: 81).

2) Neurotic Anxiety atau Kecemasan Neurotik

Neurotic anxiety timbul dari Objective anxiety khusunya anxiety yang muncul karena perasaan takut akan akibat-akibat yang timbul bila tuntutan-tuntutan libido terpenuhi. Pada dasarnya neurotic anxiety memiliki dua bentuk, yaitu: a) Free floating anxiety yaitu suatu keadaan kecemasan (anxiety) di mana individu

selalu menantikan sesuatu yang paling buruk yang mungkin terjadi. Hal tersebut mengakibatkan seseorang selalu dalam keadaan cemas karena takut menghadapi akibat yang buruk dalam situasi yang tidak menentu.

b) Phobia yaitu kecemasan yang abnormal, tidak rasional, dan tidak bisa dikontrol terhadap suatu situasi atau objek tertentu (Freud dalam Hall dan Lindzey, 1993: 81).

3) Moral Anxiety atau Perasaan-Perasaan Bersalah

Secara umum moral anxiety muncul akibat dari lemahnya ego terhadap super ego. Super ego berkembang karena larangan-larangan dan pembatasan- pembatasan moral yang berasal dari orang tua dan lingkungan. Di sisi lain, moral anxiety bersumber dari lingkungan yang bersifat objektif yaitu, takut akan

kehilangan kasih saying dan dukungan “good will” dari orang lain. Selain hal-hal tersebut, moral anxiety juga terjadi karena adanya perasaan takut terhadap hukuman dari orang lain (Hall dan Lindzey, 1993: 81).

Berdasarkan pembagian jenis kecemasan yang dilakukan oleh Freud tersebut, maka dapat dipahami bahwa tipe pokok jenis kecemasan yang utama adalah objective anxiety/kecemaan realitas atau rasa takut akan bahaya-bahaya nyata di dunia luar. Kedua tipe kecemasan lainnya (neurotic anxiety atau kecemasan neurotik dan moral anxiety atau perasaan-perasaan bersalah) berasal dari kecemasan realitas ini. Di sisi lain, neurotic anxiety atau kecemasan neurotik dimaknai sebagai rasa takut di mana muncul anggapan bahwa seolah insting-insting akan lepas dari kendali dan menyebabkan sang pribadi berbuat sesuatu yang bisa membuat dihukum. Pada dasarnya kecemasan neurotik bukanlah ketakutan terhadap insting-insting itu sendiri melainkan ketakutan terhadap hukuman yang mungkin terjadi jika suatu insting dipuaskan. Kecemasna neurotik mempunyai dasar dalam kenyataan, sebab dunia sebagaimana diwakili oleh orang tua dan berbagai autoritas lain akan menghukum anak bila seseorang melakukan tindakan- tindakan impulsif (Hall dan Lindzey, 1993: 81).

Moral anxiety atau perasaan-perasaan bersalah dimaknai sebagai rasa takut terhadap suara hati. Orang-orang yang super egonya berkembang dengan baik cenderung merasa bersalah jika mereka melakukan atau bahkan berpikir untuk melakukan sesuatu yang bertentangan dengan moral di mana mereka dibesarkan (Hall dan Lindzey, 1993: 81). Selain mempengaruhi tingkat aspirasi, situasi belajar yang menekan juga cenderung menimbulkan kecemasan pada diri siswa.

Kedua, Spielberger dalam (Slameto, 2013: 185) juga membedakan kecemasan menjadi dua jenis, yaitu sebagai berikut.