• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

I. 5.5) Kecerdasan Emosional

Selama ini banyak orang menganggap bahwa jika seseorang memiliki tingkat kecerdasan intelektual (IQ) yang tinggi, maka orang tersebut memiliki peluang untuk meraih kesuksesan yang lebih besar di banding orang lain. Pada kenyataannya, ada banyak kasus di mana seseorang yang memiliki tingkat kecerdasan intelektual yang tinggi tersisih dari orang lain yang tingkat kecerdasan intelektualnya lebih rendah. Ternyata IQ (Intelligence Quotient) yang tinggi tidak menjamin seseorang akan meraih kesuksesan.

Kecerdasan Emosional (EQ) tumbuh seiring pertumbuhan seseorang sejak lahir hingga meninggal dunia. Pertumbuhan EQ dipengaruhi oleh lingkungan, keluarga, dan contoh-contoh yang didapat seseorang sejak lahir dari orang tuanya

Sementara Yale, Salovey dan Meyer mendefinisikan kecerdasan emosional atau yang sering disebut EQ sebagai :

“Kemampuan untuk memahami perasaan diri sendiri, untuk berempati terhadap perasaan orang lain dan untuk mengatur emosi yang secara bersama berperan dalam peningkatan taraf hidup seseorang”(Martin, 2003: 41)

Selanjutnya Howes dan Herald (1999) mengatakan pada intinya, kecerdasaan emosional merupakan komponen yang membuat seseorang menjadi pintar menggunakan emosi. Lebih lanjut dikatakannya bahwa emosi manusia

berada diwilayah dari perasaan lubuk hati, naluri yang tersembunyi, dan sensasi emosi yang apabila diakui dan dihormati, kecerdasaan emosional menyediakan pemahaman yang lebih mendalam dan lebih utuh tentang diri sendiri dan orang lain

Salovey menempatkan kecerdasan emosional menjadi lima wilayah utama yaitu (Goleman,2001 : 57-59) :

1. Kesadaran diri (mengenali emosi diri)

Kesadaran diri dalam mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi merupakan dasar kecerdasan emosional. Pada tahap ini diperlukan adanya pemantauan perasaan dari waktu ke waktu agar timbul wawasan psikologi dan pemahaman tentang diri.

2. Mengelola emosi

Mengelola emosi berarti menangani perasaan agar perasaan dapat terungkap dengan tepat, hal ini merupakan kecakapan yang sangat bergantung pada kesadaran diri.

3. Memanfaatkan emosi secara produktif (motivasi diri)

Dengan kemampuan memotivasi diri yang dimiliki seseorang, maka seseorang akan cenderung memiliki pandangan yang positif dalam menilai segala sesuatu yang terjadi dalam dirinya.

4. Empati

Empati atau mengenal emosi orang lain dibangun berdasarkan pada kesadaran diri. Jika seseorang terbuka pada emosi sendiri maka dapat dipastikan bahwa ia akan terampil membaca perasaan orang lain. Sebaliknya orang yang tidak mampu menyesuaikan diri dengan emosinya sendiri dapat dipastikan tidak akan mampu menghormati perasaan orang lain.

5. Membina hubungan

Kini dalam membina hubungan dengan orang lain merupakan keterampilan sosial yang mendukung keberhasilan dalam pergaulan dengan orang lain. Tanpa memiliki keterampilan seseorang akan mengalami kesulitan dalam pergaulan sosial.

I.6. Kerangka Konsep

Kerangka sebagai hasil pemikiran yang rasional merupakan uraian yang bersifat kritis dalam memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang dicapai dapat mengantar penelitian pada rumusan hipotesis (Nawawi, 1995: 33)

Konsep adalah generalisasi dari sekelompok fenomena yang sama. Sebagai hal yang umum, konsep dibangun dari teori-teori yang digunakan untuk menjelaskan variabel-variabel yang akan diteliti (Bungin, 2009:57)

Konsep adalah penggambaran secara tepat fenomena yang hendak diteliti, yakni istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial (Singarimbun,1995:33)

Agar konsep-konsep tersebut dapat diteliti secara empiris, maka harus dioperasionalkan dengan mengubahnya menjadi variabel. Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Variabel Bebas (X)

Variabel bebas adalah sejumlah gejala atau faktor atau unsur yang menentukan atau mempengaruhi ada atau munculnya gejala atau faktor unsur lain (Nawawi, 1995:56). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah komunikasi antar pribadi antara ayah dan remaja.

2. Variabel Terikat (Y)

Variabel terikat adalah sejumlah gejala atau faktor atau unsur yang ada atau muncul dipengaruhi atau ditentukan oleh adanya variabel bebas (Nawawi, 1995: 57). Variabel dalam penelitian ini adalah pembentukan kecerdasan emosional anak remaja.

3. Karakteristik Responden

Karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi usia, jenis kelamin, suku dan kedudukan anak dalam keluarga.

I.7. Model Teoritis

Variabel- variabel yang telah dikelompokkan dalam kerangka konsep, dibentuk menjadi model teoritis sebagai berikut :

Gambar : 2 Model Teoritis

I.8. Operasional Variabel

Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep yang telah diuraikan diatas, maka dapat dibuat operasional variabel untuk membentuk kesatuan dan kesesuaian dalam penelitian. Adapun operasional variabel dalam penelitian ini, yakni sebagai berikut:

Variabel bebas (X) Komunikasi antar pribadi antara ayah dan

remaja

Variabel terikat (Y) Perkembangan kecerdasan emosional

remaja

Tabel 1. Operasional Variabel

Variabel Teoritis Variabel Operasional 1. Variabel Bebas (X)

Komunikasi Antar Pribadi antara ayah dan remaja

a. Keterbukaan (Openes) b. Dukungan (Supportiveness) c. Sikap positif (Positivness) d. Kesamaan (Equality) e. Frekuensi berkomunikasi f. Waktu berkomunikasi. g.Topik pembicaraan h. Lamanya berkomunikasi

i. Tempat atau suasana berkomunikasi

2. Variabel Terikat (Y)

Perkembangan kecerdasan emosional remaja a. Kesadaran diri b. Mengelola emosi c. Motivasi diri d. Empati e. Membina hubungan 3. Karakteristik responden a. Usia

b. Jenis kelamin c. Suku

d. Kedudukan anak dalam keluarga

I.9. Defenisi Operasional

Menurut Singarimbun (1995:46), definisi operasional merupakan unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya untuk mengukur suatu variabel. Dengan kata lain, definisi operasional adalah semacam petunjuk pelaksana bagaimana caranya mengukur suatu variabel.

Dalam penelitian ini, variabel-variabel dapat didefinisikan sebagai berikut: 1. Variabel Bebas

a. Keterbukaan (openes). Kemauan menanggapi denagn senang hati informasi yang diterima di dalam menggadapi hubungan antar pribadi

b. Dukungan ( supportiveness). Situasi yang terbuka untuk mendukung komunikasi berlangsung efektif

c. Rasa positif (positiveness). Perasaan positif yang harus dimiliki antara ayah dan anak remajanya ketika berkomunikasi dalam menciptakan situasi komunikasi kondusif dan interaksi yang efektif d. Kesetaraan (equality). Pengakuan secara diam-diam bahwa kedua

belah pihak menghargai, berguna, dan mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan.

e. Frekuensi Berkomunikasi

Intensitas komunikasi antar pribadi yang terjadi antara ayah dan remaja pada siswa/i SMA Swasta Al-Ulum. Dengan intensitas lebih dari 4 kali sehari termasuk sangat sering, 3-4 kali sehari termasuk sering dan 2 kali dalam sehari termasuk cukup sering serta kurang dari 2 kali sehari termasuk jarang.

f. Waktu Berkomunikasi

Memilih jam- jam yang tepat antara ayah dan remaja untuk menjalin komunikasi antar pribadi tersebut.

g. Topik Pembicaraan

Topik apa saja yang pernah dibicarakan pada saat komunikasi antar pribadi itu berlangsung.

h. Lamanya berkomunikasi

Berapa jam komunikasi yang berlangsung dalam sehari antara ayah dan anak remajanya.

i. Tempat atau Suasana Berkomunikasi

Komunikasi antar pribadi yang dapat berlangsung di dalam rumah atau pun di luar rumah.

2. Variabel Terikat

a. Kesadaran diri, yaitu mampu mengenal dan merasakan emosi sendiri serta memahami penyebab perasaan yang timbul

b. Mengelola emosi, yaitu seseorang yang mampu mengelola emosi dengan baik akan mampu menghibur diri ketika ditimpa kesedihan, dapat melepas kecemasan, dapat mengendalikan perilaku agresif yang merusak diri sendiri dan orang lain. Sebaliknya seseorang yang tidak mampu mengelola emosinya dengan baik maka orang tersebut akan terus menerus melawan perasaan murung atau melarikan diri pada hal-hal yang negatif yang merugikan dirinya sendiri.

c. Memotivasi diri, yaitu kemampuan seseorang memotivasi diri dapat ditelusuri melalui hal-hal sebagai berikut : bagaimana seseorang bertanggungjawab atas perbuatannya, kekuatan berpikir positif, dan mampu memusatkan perhatian pada tugas yang dikerjakan.

d. Empati, yaitu kemampuan untuk peka pada perasaan orang lain dan mampu mendengarkan orang lain.

e. Membina hubungan dengan orang lain, yaitu kemampuan untuk menjalin dan menjaga suatu hubungan dengan orang lain. Untuk dapat membina hubungan dengan orang lain, seseorang harus memiliki kemampuan berkomunikasi, memiliki sikap bersahabat atau mudah bergaul dengan teman sebaya dan memiliki sikap yang demokratis dalam bergaul dengan orang lain.

3. Karakteristik Responden a. Usia, yaitu umur responden

b. Jenis Kelamin, yaitu jenis kelamin yang dimiliki oleh responden yaitu pria atau wanita.

c. Suku, yaitu golongan responden yang mengidentifikasi dirinya dengan sesamanya, biasanya berdasarkan garis keturunan yang dianggap sama.

d. Kedudukan anak dalam keluarga, yaitu posisi keberapa anak tersebut di dalam keluarga.

I.10. Hipotesa

Hipotesa adalah sarana penelitian ilmiah yang penting dan tidak bisa ditinggalkan karena merupakan instrumen kerja dari teori (Singarimbun, 1995: 43). Hipotesa adalah suatu kesimpulan yang masih kurang atau kesimpulan yang masih belum sempurna (Burhan Bungin, 2009:75)

Hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Ho : Tidak terdapat pengaruh komunikasi antar pribadi antara ayah dan anak remaja terhadap perkembangan kecerdasan emosional anak remajanya.

Ha : Terdapat pengaruh komunikasi antar pribadi antara ayah dan anak remaja terhadap perkembangan kecerdasan emosional anak remajanya.

Dokumen terkait