• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komunikasi Antar Pribadi Ayah Dan Perkembangan Kecerdasan Emosional Anak Remaja (Studi Korelasional tentang Pengaruh Komunikasi Antar Pribadi Ayah terhadap Perkembangan Kecerdasan Emosional Anak Remaja di SMA Swasta Al- Ulum, Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Komunikasi Antar Pribadi Ayah Dan Perkembangan Kecerdasan Emosional Anak Remaja (Studi Korelasional tentang Pengaruh Komunikasi Antar Pribadi Ayah terhadap Perkembangan Kecerdasan Emosional Anak Remaja di SMA Swasta Al- Ulum, Medan)"

Copied!
140
0
0

Teks penuh

(1)

KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI AYAH DAN PERKEMBANGAN KECERDASAN EMOSIONAL ANAK REMAJA

(Studi Korelasional tentang Pengaruh Komunikasi Antar Pribadi Ayah terhadap Perkembangan Kecerdasan Emosional Anak Remaja

di SMA Swasta Al- Ulum, Medan)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menyelesaikan Pendidikan Sarjana (S-1) pada Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Departemen Ilmu Komunikasi

Diajukan Oleh : RIKA AFRIANI

060904036

Program Studi : Jurnalistik

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

▸ Baca selengkapnya: apa pesan yang kamu dapat dari kisah ayah remaja dan burung pipit brainly

(2)

ABSTRAKSI

Penelitian ini berjudul Komunikasi Antar Pribadi Ayah dan Perkembangan Kecerdasan Emosional Anak remaja. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauhmana Pengaruh Komunikasi Antar Pribadi Ayah terhadap Perkembangan Kecerdasan Emosional Anak Remaja di SMA Swasta Al-Ulum Medan .

Teori yang digunakan adalah, teori komunikasi, komunikasi antar pribadi, self disclosure, remaja dan kecerdasan emosional. Penelitian ini merupakan studi korelasional sebuah studi yang bertujuan untuk melihat sejauhmana variasi-variasi antara variabel komunikasi antar pribadi ayah yang berkaitan dengan variabel perkembangan kecerdasan emosional anak remaja yang berdasarkan pada koefisien korelasi

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SMA Swasta Al-Ulum Medan yang duduk di kelas X dan XI dengan jumlah 304 orang. Untuk menghitung jumlah sampel digunakan rumus Taro Yamane dengan presisi 10 % maka diperoleh 75 orang.Teknik penarikan sampel menggunakan stratifikasi proporsional dan simple random sampling.

Dari uji hipotesa dengan menggunakan rumus rank Spearman melalui program SPSS 15.0 diperoleh hasil rs = 0,412 dengan tingkat signifikansi 0,01.

Sesuai dengan Kaidah Spearman yaitu rs > 0, maka hipotesis pada penelitian ini

adalah Ha adalah diterima yaitu terdapat hubungan antara Komunikasi Antar

Pribadi ayah dengan Perkembangan Kecerdasan Emosional Anak Remaja di SMA Swasta Al-Ulum Medan. Pada pengujian tingkat signifikansi di hasilkan nilai ttabel

> thitung yaitu 3,863 > 1,980. Ini menunjukkan adanya hubungan yang signifikan.

(3)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji dan syukur pada Sang Khalik Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya kepada kita semua, dan juga shalawat beserta salam kepada Baginda Rasullullah Muhammad SAW, dengan kata “Iqra” Beliau telah membawa semua umatnya ke zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan.

Dengan Izin Allah SWT penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Komunikasi Antar Pribadi Ayah dan Perkembangan Kecerdasan Emosional Anak Remaja di SMA Swasta Al-Ulum Medan”, yang merupakan salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Sosial pada Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, Departemen Ilmu Komunikasi, Universitas Sumatera Utara.

(4)

Dalam penyelesaian skripsi ini, penulis banyak menerima masukan dan bantuan serta petunjuk dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada :

1. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, Msi. Selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Amir Purba, Ma. Selaku Ketua Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dra. Dewi Kurniawati, Msi, Sekretaris Departemen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

4. Ibu Dra. Fatma Wardy Lubis, M.A. Selaku Dosen Pembimbing yang dengan kesabarannya telah banyak memberikan masukan, bimbingan dan arahan kepada peneliti dalam menyelesaikan tulisan ini.

5. Kepada Bapak Drs. H. lukman hakim, M.pd. Selaku kepala sekolah SMA Swasta Al-Ulum Medan, terima kasih banyak atas kesempatan dan bantuan yang peneliti peroleh dalam menyelesaikan tulisan ini.

6. Adik-adik di SMA Swasta Al-Ulum khususnya kelas X dan XI. Terima kasih untuk bantuan dan kerjasamanya sehingga peneliti dapat menyelesaikan tulisan ini.

(5)

8. Kak Ros, Kak Cut, dan Kak Maya yang banyak membantu peneliti dalam segala urusan perkuliahan dalam penyelesaian skripsi ini, terima kasih banyak untuk segala informasi dan bantuannya.

9. Kak Anim dan Kak Puan yang telah membantu peneliti belajar metopel lebih lanjut untuk penulisan skripsi ini.

10.Untuk temen-temen seperjuangan, anak-anak Flicka Zone, Dedek Elisyah Putri Siregar, S.Sos, Budi Harianti, Laila Syafitri Lubis, Dinda Sholiha, afifah Ali Amran, Arifah Armi Lubis, Malidayani Lubis, asdini Harmayana, Sabriyah Gassiy Hadra, terima kasih untuk waktu, dukungan, dan bantuannya serta canda, tawa ceria kalian yang mewarnai hidup peneliti selama di bangku kuliah.

11.Untuk Bang M. Fitri Rahmadana, SE., M.si atas ilmu SPSS nya lengkap dengan buku panduannya yang sudah dibagikan pada peneliti.

12.Untuk Eza, Pebri, Nina, Rika, Roy, Aam, Isan, Heru. Terima kasih buat semangat dan dukungannya kepada peneliti. Sama-sama kita berjuang untuk menyelesaikan kuliah kita.

13.Untuk si kecil Ibnu kaffah Syarif dan Humairah Nursyifa, karena ocehan-ocehan kalian memberikan semangat dan membuat Bunda terhibur. Terimakasih ponakanku tersayang.

(6)

15.Semua pihak yang belum tersebutkan diatas yang telah membantu peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.

Peneliti menyadari bahwa tulisan ini jauh dari kesempurnaannya, untuk itu dengan segala kerendahan hati peneliti berharap pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk perbaikan skripsi ini serta memperdalam pengetahuan dan pengalaman peneliti. Semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada pembaca.

Medan, April 2010

Peneliti,

(7)

DAFTAR ISI

BAB II URAIAN TEORITIS II. 1. Komunikasi………...……… 25

II.2.3) Fakror-faktor Yang MenumbuhkanAntar Pribadi Dalam Komunikasi Antar Pribadi…...…………. 35

II.2.4) Tujuan Komunikasi antar Pribadi……….. 37

II.3. Self Disclosure………...…. 39

II.4. Remaja………. 42

(8)

II.4.2) Karakteristik Perkembangan Remaja…...…………. 44

II.4.3)Tugas Perkembangan Remaja…...………. 46

II.5. Kecerdasan Emosional…………...……….. 52

II.5.1) Pengertian Kecerdasan Emosional…,..………. 52

II.5.2) Bentuk-Bentuk Kecerdasan Emosional………. 54

II.5.3)Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Emosional Remaja………..…...………. 55

BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1. Metode Penelitian………. 60

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN IV.1. Analisis Tabel Tunggal…………...……….. 73

IV.1.1) Karakteristik Responden……… 73

IV.1.2) Komunikasi Antar Pribadi………. 81

IV.1.3) Perkembangan Kecerdasan Emosional Remaja……. 97

IV.2. Analisis Tabel Silang………...……….. 110

IV.3. Uji Hipotesa………...……… 119

IV.4. Pembahasan………...………. 121

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V.1. Kesimpulan………...………. 124

V.2. Saran……… 126 DAFTAR PUSTAKA

(9)

Daftar Tabel

Tabel 12 : Kemampuan anak untuk bersikap positif………. 83

Tabel 13 : Sikap positif ayah terhadap anak remajanya……… 84

Tabel 14 : Empati seorang ayah ……… 85

Tabel 15 : Frekuensi komunikasi antar pribadi………. 86

Tabel 16 : Waktu yang digunakan untuk mengibrol……… 87

Tabel 27 : Kemampuan anak mengetahui penyebab emosinya………… 98

Tabel 28 : Kemampuan mengendalikan emosi marah………. 99

Tabel 29 : Kemampuan anak melepaskan diri dari kecemasan………… 100

(10)

Tabel 31 : Kemampuan fokus anak terhadap satu objek……… 102 Tabel 32 : Kemampuan anak untuk memotivasi diri………. 102 Tabel 33 : Kemampuan anak untuk mendengarkan orang lain……….. 103 Tabel 34 : Kemampuan empati anak……….. 104 Tabel 35 : Pergaulan anak dengan teman sebaya………... 105 Tabel 36 : Kemampuan komunikasi anak di lingkungan baru………… 106 Tabel 37 : Keterbukaan anak dengan kemampuan memotivasi diri…… 107 Tabel 38 : Sikap positif anak dengan mengendalikan emosi…………... 108 Tabel 39 : Frekuensi mengobrol dengan kemampuan empati anak……. 109 Tabel 40 : Hubungan antara keterbukaan terhadap

Ayah dengan kemampuan mengenali emosi……… 111 Tabel 41 : Hubungan antara sikap positif dengan

Kemampuan mengendalikan emosi……….. 113 Tabel 42 : Hubungan antara dukungan ayah

Dengan kemampuan berpikir ketika

Menghadapi masalah……… 115 Tabel 43 : Hubungan antara suasana berkomunikasi

(11)

ABSTRAKSI

Penelitian ini berjudul Komunikasi Antar Pribadi Ayah dan Perkembangan Kecerdasan Emosional Anak remaja. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauhmana Pengaruh Komunikasi Antar Pribadi Ayah terhadap Perkembangan Kecerdasan Emosional Anak Remaja di SMA Swasta Al-Ulum Medan .

Teori yang digunakan adalah, teori komunikasi, komunikasi antar pribadi, self disclosure, remaja dan kecerdasan emosional. Penelitian ini merupakan studi korelasional sebuah studi yang bertujuan untuk melihat sejauhmana variasi-variasi antara variabel komunikasi antar pribadi ayah yang berkaitan dengan variabel perkembangan kecerdasan emosional anak remaja yang berdasarkan pada koefisien korelasi

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SMA Swasta Al-Ulum Medan yang duduk di kelas X dan XI dengan jumlah 304 orang. Untuk menghitung jumlah sampel digunakan rumus Taro Yamane dengan presisi 10 % maka diperoleh 75 orang.Teknik penarikan sampel menggunakan stratifikasi proporsional dan simple random sampling.

Dari uji hipotesa dengan menggunakan rumus rank Spearman melalui program SPSS 15.0 diperoleh hasil rs = 0,412 dengan tingkat signifikansi 0,01.

Sesuai dengan Kaidah Spearman yaitu rs > 0, maka hipotesis pada penelitian ini

adalah Ha adalah diterima yaitu terdapat hubungan antara Komunikasi Antar

Pribadi ayah dengan Perkembangan Kecerdasan Emosional Anak Remaja di SMA Swasta Al-Ulum Medan. Pada pengujian tingkat signifikansi di hasilkan nilai ttabel

> thitung yaitu 3,863 > 1,980. Ini menunjukkan adanya hubungan yang signifikan.

(12)

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Masalah

Manusia adalah makhluk yang memiliki rasa dan emosi. Hidup manusia diwarnai dengan emosi dan berbagai macam perasaan. Manusia sulit menikmati hidup secara optimal tanpa memiliki emosi. Menurut James, emosi adalah keadaan jiwa yang menampakkan diri dengan sesuatu perubahan yang jelas pada tubuh. Emosi setiap orang adalah mencerminkan keadaan jiwanya, yang akan tampak secara nyata pada perubahan jasmaninya (Safaria, 2009 : 11).

Shapiro, 1997 (dalam Safaria, 2009 : 8), menegaskan bahwa individu yang memiliki kemampuan mengelola emosi akan lebih cakap menangani ketegangan emosi, karena kemampuan mengelola emosi ini akan mendukung individu menghadapi dan memecahkan konflik interpersonal dan kehidupan secara efektif. Individu yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi tentunya dapat mengendalikan emosinya dengan efektif. Individu mampu mengontrol emosi serta mampu menyeimbangi rasa marah, rasa kecewa, frustasi, putus asa akibat diejek, ditolak, diabaikan, atau menghadapi ancaman.

(13)

banyak daripada sekedar memberikan asuhan dasar bagi anak-anak, sebuah pendidikan yang baik, dan etika moral yang teguh terutama pada anak-anak remaja mereka yang dengan perubahan emosinya masih tidak stabil.

Secara psikologis remaja mengalami ambivalensi atau sikap mendua. Di satu sisi, remaja ingin berkembang secara independen atau mandiri, namun disisi lain—dengan melihat dunia orang dewasa yang asing dan rumit, mereka masih ingin mendapatkan kenyamanan hidupnya dibawah perlindungan atau kasih sayang orangtua. Sama halnya dengan orangtua , di satu pihak mereka menginginkan anaknya berkembang mandiri, namun di pihak lain mereka merasa khawatir untuk melepasnya, karena melihat anaknya belum tahu apa-apa dan kurang berpengalaman. Kebanyakan orangtua ingin memperlakukan anak-anak mereka dengan adil, dengan sabar dan dengan rasa hormat. Mereka ingin mengajarkan anak-anak bagaimana menangani masalah secara efektif dan ingin menjalin hubungan yang kuat dan sehat.

(14)

Kecerdasan emosional pada remaja yang berkembang dengan baik dapat terlihat dalam hal-hal seperti bagaimana remaja mampu untuk memberi kesan yang baik tentang dirinya, mampu mengungkapkan dengan baik emosinya sendiri, berusaha menyetarakan diri dengan lingkungan, dapat mengendalikan perasaan dan mampu mengungkapkan reaksi emosi sesuai dengan waktu dan kondisi yang ada sehingga interaksi dengan orang lain dapat terjalin dengan lancar dan efektif.

Sebaliknya bila orangtua dalam mengasuh anaknya menerapkan pola asuh otoriter, kaku atau keras, dan tidak adanya komunikasi serta hubungan yang baik antara anak dan orangtua dapat menimbulkan gap communication yang dapat memberikan masalah- masalah bagi perkembangan emosional anak. Sehingga kecerdasan emosional yang dimilki sang anak pun tidak berkembang dengan baik. Mereka tidak terampil dalam mengelola emosi, sehingga permasalahan yang sedang dihadapinya tidak mampu dipecahkan secara efektif. Pada akhirnya berujung pada frustasi atau depresi dan perasaan gelisah atau cemas.

(15)

pekerjaan rumah tangga setiap hari, sehingga dalam keadaan tertentu, situasi tertentu, cara mendidiknya dipengaruhi emosi.

Disinilah sosok seorang ayah diperlukan dalam membantu perkembangan kecerdasan emosional. Seorang ayah dengan sikapnya yang tegas dan penuh wibawa menanamkan pada anak sikap disiplin. Ayah dengan sikap wibawanya sering menjadi wasit dalam memelihara suasana keluarga, sehingga mencegah timbulnya keributan akibat perselisihan dan pertengkaran keluarga.

Ahli-ahli psikologi telah lama berpendapat bahwa keterlibatan seorang ayah dalam mengasuh anak itu penting. Cara ayah dalam mempengaruhi anak dengan cara yang berbeda dengan para ibu, terutama dibidang-bidang seperti hubungan anak dengan teman sebaya dan prestasi disekolah. Seorang ayah biasanya mampu menumbuhkan rasa percaya diri dan kompeten pada anak melalui kegiatan bermain yang lebih kasar dan melibatkan fisik baik di dalam maupun di luar ruang. Seorang ayah juga mampu menumbuhkan kebutuhan akan hasrat berprestasi melalui kegiatan berbagi cerita mengenai cita-cita. Menurut Psikologi, Aisya Torridho, bahwa adanya interaksi yang baik antara anak dan ayah mempengaruhi kecerdasan emosional yang membuatnya menjadi sosok dewasa yang berhasil (http://www.depkominfo.go.id).

(16)

menemukan keseimbangan ketegasan untuk mempelajari pengendalian diri dan menunda pemuasan, keterampilan-keterampilan yang menjadi semakin penting sewaktu mereka tumbuh dan keluar untuk mencapai persahabatan yang erat, sukses akademis dan sasaran-sasaran karier (Gottman, 2008 : 186-187).

Untuk dekat dengan anak-anak sebenarnya tidaklah begitu sulit bagi kaum pria. Namun sebagaimana dijelaskan oleh Psikologi Ronald Levant dalam bukunya Masculinity Reconstructed, banyak ayah zaman sekarang berusaha keras mencari suatu definisi tentang ayah yang terasa pas. Mereka tahu bagaimana menjadi ayah yang mereka pelajari dari ayah mereka—bahwa seorang ayah adalah orang yang bekerja keras, yang tidak banyak ada di rumah, yang lebih banyak mengecam daripada memuji, yang tidak memperlihatkan kasih sayang atau emosi lain kecuali marah (Gottman, 2008 : 195). Terlebih lagi sekarang ini keadaan ekonomi yang terus meningkat yang memaksa ayah untuk terus bekerja keras agar memenuhi kebutuhan keluarga.

(17)

Disinilah komunikasi antar pribadi antara ayah dan anak sangat dibutuhkan. Menurut Effendy, 1986 (dalam Liliweri, 1991 : 12) bahwa pada hakikatnya komunikasi antar pribadi adalah komunikasi antara komunikator dengan seorang komunikan. Komunikasi jenis ini dianggap paling efektif dalam hal upaya mengubah sikap, pendapat atau perilaku seseorang, karena sifatnya yang dialogis, berupa percakapan. Komunikasi antar pribadi yang dimaksud adalah komunikasi yang berlangsung secara tatap muka dimana ada proses saling percaya satu sama lain yang dikenal dengan komunikasi diadik.

Jika sang ayah mampu melakukan komunikasi tatap muka dengan anak remajanya maka sang ayah dapat mengetahui apa yang dirasakan sang anak, bagaimana pendapatnya tentang suatu persoalan, apa yang membuatnya senang, apa yang membuatnya khawatir sehingga sang ayah pun dapat memberikan masukan yang membangun agar anak remajanya dapat mengelola emosi-emosi yang dirasakannya dan dengan begitu perkembangan kecerdasan emosional pada anak remajanya pun dapat berkembang dengan baik.

(18)

perkembangannya sehingga dibutuhkan figure seorang ayah untuk membantu pertumbuhan pribadi yang positif.

I.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut :

“Sejauhmana pengaruh komunikasi antar pribadi antara ayah dan anak remajanya terhadap perkembangan kecerdasan emosional anak remajanya, di SMU Swasta Al-Ulum Medan?”

I.3. Pembatasan Masalah

Untuk menghindari ruang lingkup yang terlalu luas, yang dapat mengaburkan penelitian, maka ditetapkan batasan masalah sebagai berikut :

a. Penelitian bersifat korelasional yakni menjelaskan hubungan antara komunikasi antar pribadi yang terjadi antara ayah dan anak remajanya dalam mengembangkan kecerdasan emosional

b. Komunikasi antar pribadi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah komunikasi yang dilakukan dengan tatap muka antara ayah dan anak remajanya.

c. Objek penelitian adalah siswa SMA kelas X-XI di SMA Swasta Al-Ulum Medan

(19)

I.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian I.4.1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui intensitas komunikasi antar pribadi yang dilakukan oleh ayah dan anak remajanya.

b. Untuk mengetahui topik apa saja yang dibahas selama komunikasi antar pribadi itu berlangsung.

c. Untuk mengetahui perkembangan kecerdasan emosional yang terbentuk pada anak remaja

d. Untuk mengetahui sejauhmana hubungan komunikasi antar pribadi yang dilakukan ayah terhadap perkembangan kecerdasan emosional anak remaja.

I.4.2 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah :

a. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah penelitian dan sumber bacaan di lingkungan FISIP USU.

b. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap ilmu komunikasi khususnya mengenai komunikasi antar pribadi. c. Secara praktis, penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi para ayah

(20)

I.5. Kerangka Teori

Sebelum terjun ke lapangan atau melakukan pengumpulan data, peneliti diharapkan mampu menjawab permasalahan melalui suatu kerangka pemikiran atau literature review. Kerangka pemikiran merupakan kajian tentang bagaimana hubungan teori dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi dalam perumusan masalah.

Menurut Nawawi, setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berfikir dalam memecahkan atau menyoroti masalah. Untuk itu perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah penelitian akan disoroti (Nawawi, 1995:40).

Wilbur Schramm menyatakan bahwa teori merupakan suatu perangkat pernyataan yang saling berkaitan, pada abstraksi dengan kadar tinggi, dan daripadanya proposisi bisa dihasilkan dan diuji secara ilmiah, dan pada landasannya dapat dilakukan prediksi mengenai perilaku (Effendi, 2003:241).

Dalam penelitian ini, teori-teori yang dianggap relevan adalah Komunikasi, Komunikasi Antar Pribadi, Teori Self Disclosure, Remaja, dan Perkembangan Kecerdasan Emosional.

I.5.1) Komunikasi

(21)

orang lain bertindak sesuai dengan harapan kita, barulah kita sadari bahwa komunikasi adalah sesuatu yang sulit dan berbelit.

Sejak tahun empat puluhan atau tepatnya era 1930-1960, definisi- definisi komunikasi telah banyak diungkap. Ketika itu para ahli di Amerika Serikat mulai merasakan kebutuhan akan “Science of Communication”, diantaranya adalah Carl I Hovland, seorang sarjana psikologi yang menaruh perhatian pada perubahan sikap.

Menurutnya komunikasi merupakan suatu proses dimana seseorang (komunikator) menyampaikan perangsang-perangsang (biasanya lambang-lambang dalam bentuk kata-kata) untuk mengubah tingkah laku orang lain (Komunikan).

Menurut Rogers bersama D. Lawrance Kincaid, 1981 (dalam Cangara, 2005 : 19) mendefenisikan komunikasi sebagai suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam.

Pendapat lain dari David K. Berlo dari Michigan state University menyebut secara ringkas bahwa komunikasi sebagai instrumen dari interaksi sosial berguna untuk mengetahui dan memprediksi sikap orang lain, juga untuk mengetahui keberadaan diri sendiri dalam menciptakan keseimbangan dengan masyarakat (Byrner,1965 dalam Cangara, 2005 : 3).

I.5.2) Komunikasi Antar Pribadi

(22)

informasi, dukungan dan berbagai bentuk komunikasi yang mempengaruhi citra diri kita dan membantu kita dalam mengenali harapan-harapan orang lain. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa hubungan antar pribadi membuat kehidupan menjadi lebih berarti.

Halloran, 1980 (dalam Liliweri,1991: 48) mengemukakan manusia berkomunikasi dengan orang lain karena didorong oleh beberapa faktor yakni :

a. Perbedaan antar pribadi b. Pemenuhan kekurangan

c. Perbedaan motivasi antar manusia d. Pemenuhan akan harga diri

e. Kebutuhan atas pengakuan orang lain.

Komunikasi antar pribadi merupakan satu proses sosial dimana orang-orang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi ( Liliweri,1991 :12). Komunikasi antar pribadi merupakan komunikasi yang berlangsung dalam situasi tatap muka antara dua orang atau lebih, baik secara terorganisasi maupun pada kerumunan orang. Menurut Devito, komunikasi antar pribadi merupakan pengiriman pesan-pesan dari seorang dan diterima oleh orang lain, atau sekelompok orang dengan efek dan umpan balik yang langsung.

Pendapat lain dikemukakan oleh Rogers dalam Depari, 1988 bahwa komunikasi antar pribadi merupakan komunikasi dari mulut ke mulut yang terjadi dalam interaksi tatap muka antara beberapa pribadi. Juga Tan, 1981 mengemukakan bahwa interpersonal communication (komunikasi antar pribadi ) adalah komunikasi tatap muka antara dua orang atau lebih (Liliweri, 1991 :12)

(23)

keterpengaruhan tertentu. Interaksi dalam komunikasi antar pribadi, mengadakan suatu perubahan pendapat, sikap, dan tindakan tertentu. Ada tiga faktor yang perlu diketahui tentang interaksi antar pribadi, yaitu :

a. Bagaimana status dan peranan individu dalam lingkungan tertentu

b. Bagaimana ikatan-ikatan individu dengan organisasi sosial maupun politik yang menjadi affiliasi individu.

c. Pertemuan- pertemuan apa yang biasa diikuti oleh individu tersebut.

Menurut Evert M. Rogers dalam Depari, 1988 (dalam Liliweri, 1991: 13) ada beberapa ciri-ciri komunikasi yang menggunakan saluran antar pribadi yaitu :

a. Arus pesan cenderung dua arah b. Konteks komunikasinya dua arah c. Tingkat umpan balik yang terjadi tinggi

d. Kemampuan tingkat selektivitas, terutama selektivitas keterpaan tinggi e. Kecepatan jangkauan terhadap khalayak yang besar relatif lambat f. Efek yang mungkin terjadi adalah perubahan sikap.

Menurut De Vito (Liliweri, 1991: 13) komunikasi antar pribadi mempunyai lima ciri sebagai berikut :

a. Keterbukaan (openes). Kemauan menanggapi dengan senang hati informasi yang diterima di dalam menggadapi hubungan antar pribadi b. Empati (emphaty). Merasakan apa yang dirasakan orang lain

c. Dukungan ( supportiveness). Situasi yang terbuka untuk mendukung komunikasi berlangsung efektif

d. Rasa positif (positiveness). Seseorang harus memiliki perasaan positif terhadap dirinya, mendorong orang lain lebih aktif berpartisipasi, dan menciptakan situasi komunikasi kondusif untuk interaksi yang efektif e. Kesetaraan (equality). Pengakuan secara diam-diam bahwa kedua

belah pihak menghargai, berguna, dan mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan.

I.5.3) Self Disclosure

(24)

Jourard (1971) menandai sehat atau tidaknya komunikasi antar pribadi dengan melihat keterbukaan yang terjadi dalam komunikasi . Mengungkapkan yang sebenarnya mengenai diri kita kepada orang lain yang juga bersedia mengungkapkan yang sebenarnya tentang dirinya, dipandang sebagai ukuran dari hubungan yang ideal. Teori self disclosure sering disebut teori “Johari Window” atau jendela johari (Liliweri, 1991: 53).

Gambar : 1

Jendela Johari tentang bidang pengenalan diri dan orang lain Diketahui sendiri Tidak diketahui sendiri

Diketahui orang lain

Tidak diketahui orang lain

Sumber : (Liliweri,1991 : 53)

Asumsi Johari bahwa kalau setiap individu bisa memahami diri sendiri maka dia bisa mengendalikan sikap dan tingkah lakunya di saat berhubungan dengan orang lain.

Bidang 1, melukiskan suatu kondisi dimana antara seorang dengan yang lain mengembangkan suatu hubungan yang terbuka sehingga dua pihak saling mengetahui masalah tentang hubungan mereka.

Bidang 2, melukiskan bidang buta, masalah hubungan antara kedua pihak hanya diketahui orang lain namun tidak diketahui oeh diri sendiri.

Bidang 3, disebut bidang tersembunyi, yakni masalah hubungan antara kedua pihak diketahui diri sendiri namun tidak diketahui orang lain.

Bidang 4, bidang tidak dikenal, dimana kedua pihak sama-sama tidak mengetahui masalah hubungan diantara mereka.

1. Terbuka 2. Buta

(25)

I.5.4) Remaja

Manusia memang unik, yang berakibat tidak mudahnya pemberian patokan terhadap beberapa hal mengenainya. Banyak pendapat tentang rentangan usia dalam masa remaja walaupun tidak terjadi pertentangan.

Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak ke masa dewasa, meliputi semua perkembangan yang dialami sebagai persiapan memasuki masa dewasa. Remaja dalam masa peralihan ini, sama halnya seperti pada masa anak, mengalami perubahan- perubahan jasmani, kepribadian, intelek, dan peranan didalam maupun diluar lingkungan . Perbedaan proses perkembangan yang jelas pada masa remaja ini adalah perkembangan psikoseksualitas dan emosionalitas yang mempengaruhi tingkah laku para remaja, yang sebelumnya pada masa anak tidak nyata pengaruhnya.

Menurut Graville Stanley Hall, Pada masa remaja, si remaja seolah-olah harus lahir kembali karena harus tumbuh dan terbentuk sifat-sifat manusiawi yang lebih tinggi dan lebih sempurna. Pada masa ini terlihat pula adanya keadaan labil dan kegoncangan emosionalitas. Hall berpendapat bahwa remaja merupakan masa “strum and drang”, yaitu kegoncangan penderitaan, asmara, dan pemberontakan dengan otoritas orang dewasa (Yusuf, 2004: 185).

(26)

perhatian terhadap nilai-nilai estetika dan isu-isu moral ( dalam Yusuf, 2004: 185).

Masa remaja ditandai dengan 3 ciri utama:

a. Ciri primer berupa matangnya karateristik seksual primer dalam bentuk menstruasi bagi wanita dan keluarnya sperma pertama pada laki-laki. Organ-organ seksual primer sudah berfungsi untuk reproduksi;

b. Ciri sekunder: membesarnya buah dada, melebarnya pinggul, kulit menjadi halus (perempuan); perubahan suara dan otot-otot (laki-laki), tumbuhnya bulu-bulu, pertambahan berat badan, dan lain-lain;

c. Ciri tertier: perubahan emosi, sikap, jalan fikiran, pandangan hidup, kebiasaan, minat dan lain-lain.

Berangkat dari ciri-ciri umum tersebut, maka masa remaja ditandai dengan karakteristik sebagai berikut:

a. Meningkatnya intensitas emosional sehubungan dengan perkembangan fisik dan mental;

b. Perubahan kematangan organ seksual membuat remaja menjadi kurang yakin akan dirinya;

c. Perubahan fisik, minat dan peran-peran sosial membuat remaja untuk mampu mengkreasi cara-cara menghadapi masalah; dan

d. Perubahan nilai karena perubahan pola hidup dan perilaku.

(27)

yang sehat dan sebaliknya, apabila dia gagal, maka dia akan mengalami kebingungan atau kekacuan. Dia cenderung kurang dapat menyesuaikan dirinya, baik terhadap dirinya sendiri maupun orang lain.

I.5.5) Kecerdasan Emosional

Selama ini banyak orang menganggap bahwa jika seseorang memiliki tingkat kecerdasan intelektual (IQ) yang tinggi, maka orang tersebut memiliki peluang untuk meraih kesuksesan yang lebih besar di banding orang lain. Pada kenyataannya, ada banyak kasus di mana seseorang yang memiliki tingkat kecerdasan intelektual yang tinggi tersisih dari orang lain yang tingkat kecerdasan intelektualnya lebih rendah. Ternyata IQ (Intelligence Quotient) yang tinggi tidak menjamin seseorang akan meraih kesuksesan.

Kecerdasan Emosional (EQ) tumbuh seiring pertumbuhan seseorang sejak lahir hingga meninggal dunia. Pertumbuhan EQ dipengaruhi oleh lingkungan, keluarga, dan contoh-contoh yang didapat seseorang sejak lahir dari orang tuanya

Sementara Yale, Salovey dan Meyer mendefinisikan kecerdasan emosional atau yang sering disebut EQ sebagai :

“Kemampuan untuk memahami perasaan diri sendiri, untuk berempati terhadap perasaan orang lain dan untuk mengatur emosi yang secara bersama berperan dalam peningkatan taraf hidup seseorang”(Martin, 2003: 41)

(28)

berada diwilayah dari perasaan lubuk hati, naluri yang tersembunyi, dan sensasi emosi yang apabila diakui dan dihormati, kecerdasaan emosional menyediakan pemahaman yang lebih mendalam dan lebih utuh tentang diri sendiri dan orang lain

Salovey menempatkan kecerdasan emosional menjadi lima wilayah utama yaitu (Goleman,2001 : 57-59) :

1. Kesadaran diri (mengenali emosi diri)

Kesadaran diri dalam mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi merupakan dasar kecerdasan emosional. Pada tahap ini diperlukan adanya pemantauan perasaan dari waktu ke waktu agar timbul wawasan psikologi dan pemahaman tentang diri.

2. Mengelola emosi

Mengelola emosi berarti menangani perasaan agar perasaan dapat terungkap dengan tepat, hal ini merupakan kecakapan yang sangat bergantung pada kesadaran diri.

3. Memanfaatkan emosi secara produktif (motivasi diri)

Dengan kemampuan memotivasi diri yang dimiliki seseorang, maka seseorang akan cenderung memiliki pandangan yang positif dalam menilai segala sesuatu yang terjadi dalam dirinya.

4. Empati

Empati atau mengenal emosi orang lain dibangun berdasarkan pada kesadaran diri. Jika seseorang terbuka pada emosi sendiri maka dapat dipastikan bahwa ia akan terampil membaca perasaan orang lain. Sebaliknya orang yang tidak mampu menyesuaikan diri dengan emosinya sendiri dapat dipastikan tidak akan mampu menghormati perasaan orang lain.

5. Membina hubungan

Kini dalam membina hubungan dengan orang lain merupakan keterampilan sosial yang mendukung keberhasilan dalam pergaulan dengan orang lain. Tanpa memiliki keterampilan seseorang akan mengalami kesulitan dalam pergaulan sosial.

I.6. Kerangka Konsep

(29)

Konsep adalah generalisasi dari sekelompok fenomena yang sama. Sebagai hal yang umum, konsep dibangun dari teori-teori yang digunakan untuk menjelaskan variabel-variabel yang akan diteliti (Bungin, 2009:57)

Konsep adalah penggambaran secara tepat fenomena yang hendak diteliti, yakni istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial (Singarimbun,1995:33)

Agar konsep-konsep tersebut dapat diteliti secara empiris, maka harus dioperasionalkan dengan mengubahnya menjadi variabel. Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Variabel Bebas (X)

Variabel bebas adalah sejumlah gejala atau faktor atau unsur yang menentukan atau mempengaruhi ada atau munculnya gejala atau faktor unsur lain (Nawawi, 1995:56). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah komunikasi antar pribadi antara ayah dan remaja.

2. Variabel Terikat (Y)

Variabel terikat adalah sejumlah gejala atau faktor atau unsur yang ada atau muncul dipengaruhi atau ditentukan oleh adanya variabel bebas (Nawawi, 1995: 57). Variabel dalam penelitian ini adalah pembentukan kecerdasan emosional anak remaja.

3. Karakteristik Responden

(30)

I.7. Model Teoritis

Variabel- variabel yang telah dikelompokkan dalam kerangka konsep, dibentuk menjadi model teoritis sebagai berikut :

Gambar : 2 Model Teoritis

I.8. Operasional Variabel

Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep yang telah diuraikan diatas, maka dapat dibuat operasional variabel untuk membentuk kesatuan dan kesesuaian dalam penelitian. Adapun operasional variabel dalam penelitian ini, yakni sebagai berikut:

Variabel bebas (X) Komunikasi antar pribadi antara ayah dan

remaja

Variabel terikat (Y) Perkembangan kecerdasan emosional

remaja

(31)

Tabel 1.

Operasional Variabel

Variabel Teoritis Variabel Operasional 1. Variabel Bebas (X)

Komunikasi Antar Pribadi antara ayah dan remaja

a. Keterbukaan (Openes) b. Dukungan (Supportiveness) c. Sikap positif (Positivness) d. Kesamaan (Equality) e. Frekuensi berkomunikasi f. Waktu berkomunikasi. g.Topik pembicaraan h. Lamanya berkomunikasi

i. Tempat atau suasana berkomunikasi

2. Variabel Terikat (Y)

Perkembangan kecerdasan emosional remaja

a. Kesadaran diri b. Mengelola emosi c. Motivasi diri d. Empati

e. Membina hubungan 3. Karakteristik responden a. Usia

b. Jenis kelamin c. Suku

d. Kedudukan anak dalam keluarga

I.9. Defenisi Operasional

(32)

Dalam penelitian ini, variabel-variabel dapat didefinisikan sebagai berikut: 1. Variabel Bebas

a. Keterbukaan (openes). Kemauan menanggapi denagn senang hati informasi yang diterima di dalam menggadapi hubungan antar pribadi

b. Dukungan ( supportiveness). Situasi yang terbuka untuk mendukung komunikasi berlangsung efektif

c. Rasa positif (positiveness). Perasaan positif yang harus dimiliki antara ayah dan anak remajanya ketika berkomunikasi dalam menciptakan situasi komunikasi kondusif dan interaksi yang efektif d. Kesetaraan (equality). Pengakuan secara diam-diam bahwa kedua

belah pihak menghargai, berguna, dan mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan.

e. Frekuensi Berkomunikasi

Intensitas komunikasi antar pribadi yang terjadi antara ayah dan remaja pada siswa/i SMA Swasta Al-Ulum. Dengan intensitas lebih dari 4 kali sehari termasuk sangat sering, 3-4 kali sehari termasuk sering dan 2 kali dalam sehari termasuk cukup sering serta kurang dari 2 kali sehari termasuk jarang.

f. Waktu Berkomunikasi

(33)

g. Topik Pembicaraan

Topik apa saja yang pernah dibicarakan pada saat komunikasi antar pribadi itu berlangsung.

h. Lamanya berkomunikasi

Berapa jam komunikasi yang berlangsung dalam sehari antara ayah dan anak remajanya.

i. Tempat atau Suasana Berkomunikasi

Komunikasi antar pribadi yang dapat berlangsung di dalam rumah atau pun di luar rumah.

2. Variabel Terikat

a. Kesadaran diri, yaitu mampu mengenal dan merasakan emosi sendiri serta memahami penyebab perasaan yang timbul

b. Mengelola emosi, yaitu seseorang yang mampu mengelola emosi dengan baik akan mampu menghibur diri ketika ditimpa kesedihan, dapat melepas kecemasan, dapat mengendalikan perilaku agresif yang merusak diri sendiri dan orang lain. Sebaliknya seseorang yang tidak mampu mengelola emosinya dengan baik maka orang tersebut akan terus menerus melawan perasaan murung atau melarikan diri pada hal-hal yang negatif yang merugikan dirinya sendiri.

(34)

d. Empati, yaitu kemampuan untuk peka pada perasaan orang lain dan mampu mendengarkan orang lain.

e. Membina hubungan dengan orang lain, yaitu kemampuan untuk menjalin dan menjaga suatu hubungan dengan orang lain. Untuk dapat membina hubungan dengan orang lain, seseorang harus memiliki kemampuan berkomunikasi, memiliki sikap bersahabat atau mudah bergaul dengan teman sebaya dan memiliki sikap yang demokratis dalam bergaul dengan orang lain.

3. Karakteristik Responden a. Usia, yaitu umur responden

b. Jenis Kelamin, yaitu jenis kelamin yang dimiliki oleh responden yaitu pria atau wanita.

c. Suku, yaitu golongan responden yang mengidentifikasi dirinya dengan sesamanya, biasanya berdasarkan garis keturunan yang dianggap sama.

d. Kedudukan anak dalam keluarga, yaitu posisi keberapa anak tersebut di dalam keluarga.

I.10. Hipotesa

(35)

Hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Ho : Tidak terdapat pengaruh komunikasi antar pribadi antara ayah

dan anak remaja terhadap perkembangan kecerdasan emosional anak remajanya.

Ha : Terdapat pengaruh komunikasi antar pribadi antara ayah dan

(36)

BAB II

URAIAN TEORITIS

II.1. Komunikasi

II.1.1) Pengertian Komunikasi

Komunikasi adalah hubungan kontak antara manusia baik individu maupun kelompok. Dalam kehidupan sehari-hari disadari atau tidak komunikasi adalah bagian dari kehidupan manusia itu sendiri. Sejak dilahirkan manusia sudah berkomunikasi dengan lingkungannya. Selain itu komunikasi diartikan pula sebagai hubungan atau kegiatan-kegiatan yang ada kaitannya dengan masalah hubungan. Atau dapat pula diartikan bahwa komunikasi adalah saling tukar menukar pikiran atau pendapat.

Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari kata Latin communicatio, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama disini maksudnya adalah sama makna. Menurut Wilbur Schramm, komunikasi akan berhasil apabila pesan yang disampaikan oleh komunikator cocok dengan kerangka acuan (frame of reference), yakni panduan pengalaman dan pengertian (collection of experiences and meanings) yang pernah diperoleh komunikan (Effendy, 1992 : 13).

(37)

1981 mendefenisikan komunikasi sebagai suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam (dalam Cangara, 2005 : 19).

Lasswell memberikan sebuah formulasi yang banyak digunakan dalam ilmu komunikasi yakni “ Who Says What in Which Channel To Whom With What Effec?” yang menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan, yaitu :

a. Kominkator ( communicator, source, sender ) adalah orang yang menyampaikan pesan atau informasi.

b. Pesan (message) adalah pernyataan yang didukung oleh lambang, bahasa, gambar dan sebagainya.

c. Media (channel) adalah sarana atau saluran yang mendukung pesan bila komunikan jauh tempatnya atau banyak jumlahnya, maka diperlukan media sebagai penyampai pesan.

d. Komunikan (communicant, communicate, receiver, recipient) adalah orang yang menerima pesan atau informasi yang disampaikan komunikator.

e. Efek (effect, impact, influence) adalah dampak sebagai pengaruh dari pesan.

Jadi, berdasarkan paradigma Lasswell tersebut komunikasi adalah suatu proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu (Effendy, 1992 : 10)

(38)

bentuk komunikasi menggunakan bahasa verbal, tetapi juga dalam hal ekspresi muka, lukisan, seni dan teknologi (Cangara, 2005 : 20).

Jika komunikasi dipandang sebagai suatu proses, maka komunikasi yang dimaksud adalah suatu kegiatan yang berlangsung secara dinamis. Sesuatu yang didefinisikan sebagai proses, berarti unsur-unsur yang ada di dalamnya bergerak aktif, dinamis dan tidak statis.

Menurut Onong komunikasi sebagai proses terbagi dua tahap yakni (Effendy, 1992 : 11) :

a. Proses komunikasi primer adalah proses penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (symbol) sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah bahasa, kial, isyarat, gambar, warna, dan lain sebagainya yang secara langsung mampu “menerjemahkan” pikiran dan atau perasaan komunikator kepada komunikan.

b. Proses komunikasi sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama. Proses ini termasuk sambungan dari proses primer untuk menembus dimensi ruang dan waktu, dalam prosesnya komunikasi sekunder ini akan semakin efektif dan efisien karena didukung oleh teknologi komunikasi yang semakin canggih, yang ditopang oleh teknologi-teknologi lainnya.

II.1.2) Tujuan Komunikasi

Dalam berkomunikasi tidak hanya untuk memahami dan mengerti satu dengan yang lainnya tetapi juga memiliki tujuan dalam berkomunikasi. Pada umumnya komunikasi mempunyai beberapa tujuan antara lain (Effendy 1992 : 8):

a. Untuk megubah sikap (to change the attitude)

Memberikan berbagai informasi pada masyarakat dengan tujuan agar masyarakat akan berubah sikapnya. Misalnya memberikan informasi mengenai bahaya dari seks bebas pada remaja khususnya dan tujuannya adalah agar masyarakat dan remaja khususnya tidak melakukan hubungan seks bebas dan agar terhindar dari penularan HIV AIDS.

(39)

Memberikan berbagai informasi pada masyarakat dengan tujuan akhir supaya masyarakat mau berubah pendapat dan persepsinya terhadap tujuan informasi yang disampaikan, misalnya informasi mengenai pemilu.

c. Untuk mengubah prilaku (to change the behaviour)

Memberi berbagai informasi pada masyarakat dengan tujuan agar masyarakat akan berubah perilakunya. Misalnya kegiatan tawuran yang sering dilakukan para remaja yang dapat merugikan masyarakat umum disekitar tempat tawuran tersebut.

d. Untuk mengubah masyarakat (to change the society)

Memberikan berbagai informasi pada masyarakat, yang pada akhirnya bertujuan agar masyarakat mau mendukung dan ikut serta terhadap tujuan informasi yang disampaikan.

II.1.3) Fungsi Komunikasi

Dalam terjadinya komunikasi tidak terlepas dari bentuk dan fungsi komunikasi, dimana komunikasi yang baik, tidak jauh dari fungsi yang mendukung keefektifan komunikasi. Adapun fungsi komunikasi itu sendiri adalah sebagai berikut:

a. Menginformasikan (to inform)

Kegiatan komunikasi itu memberikan penjelasan, penerangan mengenai bentuk informasi yang disajikan dari seorang komunikator kepada komunikan. Informasi yang akurat diperlukan oleh beberapa bagian masyarakat untuk bahan dalam pembuat keputusan.

b. Mendidik (to educate)

Penyebaran informasi tersebut sifatnya memberi pendidikan atau menganjurkan sesuatu pengetahuan, menyebarluaskan kreativitas untuk membuka wawasan dan kesempatan untuk memperoleh pendidikan secara luas, baik untuk pendidikan formal di sekolah maupun di luar sekolah. c. Menghibur (to entertain)

Penyebaran informasi yang disajikan kepada komunikan untuk memberikan hiburan. Menyampaikan informasi dalam lagu, lirik dan bunyi maupun gambar dan bahasa membawa setiap orang pada situasi menikmati hiburan.

d. Mempengaruhi (to influence)

(40)

Mengenai fungsi komunikasi, Mc Bride (Widjaja, 2000 : 64-66) menjelaskan dalam arti yang lebih luas, tidak hanya diartikan sebagai pertukaran berita atau pesan tetapi sebagai kegiatan individu atau kelompok mengenai tukar menukar data, fakta, dan ide.

Maka fungsinya dalam setiap sistem sosial adalah sebagia berikut : a. Informasi

Pengumpulan, penyampaian, pemrosesan, penyebaran berita, data, gambar, fakta, dan pesan, opini dan komentar yang dibutuhkan agar orang dapat mengerti dan bereaksi secara jelas terhadap kondisi internasional, lingkungan dan orang lain, kemudian agar dapat mengambil keputusan yang tepat.

b. Sosialisasi (pemasyarakatan)

Penyediaan sumber ilmu pengetahuan yang memungkinkan orang bersikap dan bertindak sebagai anggota masyarakat yang efektif yang menyebabkan ia sadar akan fungsi sosialnya sehingga ia dapat aktif di dalam masyarakat. c. Motivasi

Menjelaskan setiap masyarakat jangka pendek maupun jangka panjang, mendorong untuk menentukan pilihan dan keinginannya, mendorong kegiatan individu dan kelompok berdasarkan tujuan bersama yang akan dikerjakan.

d. Perdebatan dan Diskusi

Menyediakan dan saling tukar menukar fakta yang diperlukan untuk memungkinkan persetujuan atau menyelesaikan perdebatan pendapat mengenai masalah publik dan pendidikan. Pengalihan ilmu pengetahuan sehingga mendorong intelektual, pembentukan watak, pendidikan, keterampilan serta kemahiran yang diperlukan dalam semua bidang kehidupan.

e. Memajukan Kebudayaan

Penyebarluasan hasil budaya dan seni dengan melestarikan warisan masa lalu, membangun imajinasi dan mendorong kreativitas serta kebutuhan estetika.

f. Hiburan

Penyebarluasan sinyal, simbol, suara, citra (image) dari drama, tari, kesenian, kesusastraan, musik, komedi, olahraga, permainan, dan sebagainya unuk rekreasi dan kesenangan individu ataupun kelompok. g. Integrasi

(41)

II.1.4) Proses Komunikasi

Komunikasi tidak berjalan begitu saja, sebab satu kegiatan komunikasi harus menjalani proses komunikasi sehingga baru terlaksana kegiatan komunikasi tersebut. Edward J. Robinson mengungkapkan dalam tulisannya mengenai proses komunikasi, gambaran proses komunikasi meliputi : (1) the sender, (2) The Message, (3) The Media, (4) the rescipient. Keempat bagian tersebut bersama-sama membentuk proses komunikasi.

Gambar: 3

Terjadinya proses komunikasi

Sender Message Media Recipient = Communication process Sumber : Lubis, Suwardi : 12

1. Tahap Pertama, Sender

Sender atau komunikator adalah orang yang menyampaikan pesan atau informasi.

2. Tahap Kedua, Message

Message atau pesan adalah pernyataan yang berupa kata tercetak, kata-kata lisan gambaran dari suatu imajinasi dan setiap kejadian yang pada dasarnya dapat menciptakan suatu kode.

3. Tahap Ketiga, Media

Media adalah sarana yang dapat membentuk ciri atau karakteristik pesan komunikasi dan sebagai sarana yang dapat menyebarkan pesan komunikasi dalam jarak jauh.

4. Tahap Keempat, Recipient

(42)

II. 2. Komunikasi Antar Pribadi

II.2.1) Pengertian Komunikasi Antar Pribadi

Komunikasi antar pribadi merupakan keharusan bagi manusia. Manusia membutuhkan dan senantiasa berusaha membuka serta menjalin komunikasi atau hubungan dengan sesamanya. Selain itu, ada sejumlah kebutuhan di dalam diri manusia yang hanya dapat dipuaskan lewat komunikasi antar pribadi.

Orang memerlukan hubungan antar pribadi terutama untuk dua hal, yaitu perasaan (attachment) dan ketergantungan (dependency). Perasaan mengacu pada hubungan, yang secara emosional intensif. Sementara ketergantungan mengacu pada instrumen perilaku antar pribadi, seperti membutuhkan bantuan -bantuan, membutuhkan persetujuan, dan mencari kedekatan. Lebih lanjut, selain kebutuhan berteman orang juga saling membutuhkan untuk kepentingan mempertahankan hidup (survival). Salah satu karakteristik penting dari hubungan antar pribadi adalah bahwa hubungan tersebut banyak yang tidak diciptakan atau diakhiri berdasarkan kemauan atau kesadaran kita (Sandjaja, 2005 : 2.39).

Cassagrande, 1986 (dalam Liliweri, 1991 : 48) berpendapat bahwa orang melakukan komunikasi dengan orang lain karena :

1. Setiap orang memerlukan orang lain untuk saling mengisi kekurangan dan membagi kelebihan.

2. Setiap orang terlibat dalam proses perubahan yang relatif tetap.

3. Interaksi hari ini merupakan spektrum pengalaman masa lalu, dan membuat orang mengantisipasi masa depan.

(43)

kebutuhan yang belum, tidak dimiliki seseorang sebelumnya atau belum layak di hadapannya (Liliweri, 1991 : 49).

Komunikasi antar pribadi sebenarnya merupakan satu proses sosial di mana orang-orang yang terlibat didalamnya saling mempengaruhi. Effendy, 1986( dalam Liliweri,1991 :12) mengemukakan bahwa pada hakikatnya komunikasi antar pribadi adalah komunikasi antara komunikator dengan seorang komunikan. Komunikasi antar pribadi yang dimaksud di sini merupakan satu proses sosial dimana orang-orang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi. Secara keseluruhan, Komunikasi antar pribadi dapat diartikan sebagai komunikasi yang berlangsung dalam situasi tatap muka antara dua orang atau lebih, baik secara terorganisasi maupun pada kerumunan orang.

Keberadaan interaksi dalam komunikasi antar pribadi menunjukkan bahwa komunikasi antar pribadi tersebut menghasilkan suatu umpan balik pada tingkat keterpengaruhan tertentu. Interaksi dalam komunikasi antar pribadi, mengadakan suatu perubahan pendapat, sikap, dan tindakan tertentu. Ada tiga faktor yang perlu diketahui tentang interaksi antar pribadi, yaitu :

d. Bagaimana status dan peranan individu dalam lingkungan tertentu

e. Bagaimana ikatan-ikatan individu dengan organisasi sosial maupun politik yang menjadi affiliasi individu.

f. Pertemuan- pertemuan apa yang biasa diikuti oleh individu tersebut.

(44)

menghindari dan mengatasi konflik-konflik pribadi, mengurangi ketidakpastian sesuatu, serta berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan orang lain (Cangara, 2005: 56). Komunikasi antar pribadi dapat meningkatkan hubungan kemanusiaan diantara pihak-pihak yang berkomunikasi. Melalui komunikasi antar pribadi, juga kita dapat berusaha membina hubungan yang baik, sehingga menghindari dan mengatasi konflik-konflik yang muncul.

II.2.2) Ciri- ciri Komunikasi Antar Pribadi

Menurut Barnlund, ada beberapa ciri yang bisa diberikan untuk mengenal komunikasi antar pribadi, yakni (Liliweri, 1991 :13) :

1. Komunikasi antar pribadi terjadi secara spontan. 2. Tidak mempunyai struktur yang teratur atau diatur. 3. Terjadi secara kebetulan.

4. Tidak mengejar tujuan yang telah direncanakan terlebih dahulu. 5. Identitas keanggotaannya kadang-kadang kurang jelas.

6. Bisa terjadi hanya sambil lalu saja.

Reardon, 1987 (dalam Liliweri,1991 : 13) juga mengemukakan bahwa komunikasi antar pribadi mempunyai paling sedikit enam ciri yaitu :

1. Dilaksanakan kerana adanya pelbagai faktor pendorong. 2. Berakibat sesuatu yang disengaja maupun tidak disengaja. 3. Kerapkali berbalas-balasan.

4. Mempersyaratkan adanya hubungan (paling sedikit dua orang) antar pribadi,

5. Serta suasana hubungan harus bebas, bervariasi, dan adanya keterpengaruhan.

6. Menggunakan pelbagai lambang-lambang yang bermakna.

Menurut De Vito (Liliweri, 1991: 13) komunikasi antar pribadi mempunyai lima ciri sebagai berikut :

(45)

h. Dukungan ( supportiveness). Situasi yang terbuka untuk mendukung komunikasi berlangsung efektif

i. Rasa positif (positiveness). Seseorang harus memiliki perasaan positif terhadap dirinya, mendorong orang lain lebih aktif berpartisipasi, dan menciptakan situasi komunikasi kondusif untuk interaksi yang efektif j. Kesetaraan (equality). Pengakuan secara diam-diam bahwa kedua belah

pihak menghargai, berguna, dan mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan.

Ada tujuh sifat yang menunjukkan bahwa suatu komunikasi antara dua orang merupakan komunikasi antar pribadi bukan komunikasi lainnya. Sifat- sifat komunikasi antar pribadi itu adalah (Liliweri 1991: 31) :

1. Komunikasi antar pribadi melibatkan di dalamnya perilaku verbal maupun non verbal.

Dalam komunikasi, tanda-tanda verbal diwakili dalam penyebutan kata-kata, pengungkapannya baik yang lisan maupun tertulis. Sedangkan tanda-tanda nonverbal terlihat dalam ekspresi wajah, gerakan tubuh atau gesture.

2. Komunikasi antar pribadi melibatkan perilaku yang spontan, scripted dan contrived.

Perilaku spontan dalam komunikasi antar pribadi dilakukan secara tiba-tiba, serta merta untuk menjawab sesuatu rangsangan dari luar tanpa terpikir lebih dahulu. Bentuk perilaku scripted terjdi atas reaksi dari emosi terhadap pesan yang diterima jika pada taraf yang terus menerus dan akhirnya perilaku ini dilakukan karena dorongan faktor kebiasaan. Perilaku contrived merupakan perilaku yang sebagian besar didasarkan pada pertimbangan kognitif.

3. Komunikasi antar pribadi sebagai suatu proses yang berkembang. Komunikasi antar pribadi tidak bersifat statis melainkan dinamis.

4. Komunikasi antar pribadi harus menghasilkan umpan balik, mempunyai interaksi dan koherensi.

5. Komunikasi antar pribadi biasanya diatur dengan tata aturan yang bersifat intrinsik dan extrinsik. Komunikasi yang bersifat Intrinsik adalah suatu standart dari perilaku yang dikembangkan oleh seorang sebagai pandu bagaimana mereka melaksanakan komunikasi. Sedangkan extrinsik adalah adanya standar atau tata aturan lain yang ditimbulkan karena adanya pengaruh pihak ketiga atau pengaruh situasi dan kondisi sehingga komunikasi antar manusia harus diperbaiki atau malah dihentikan.

6. Komunikasi antar pribadi menunjukkan adanya suatu tindakan.

(46)

7. Komunikasi antar pribadi merupakan persuasi antar manusia.

Sunarjo (1983) dari pelbagai sumber menyebutkan persuasi tidak lain merupakan teknik untuk mempengaruhi manusia dengan memanfaatkan data dan fakta psikologis maupun sosiologis dari komunikan yang hendak dipengaruhi .

II.2.3) Faktor-Faktor yang Menumbuhkan Hubungan Antar Pribadi dalam Komunikasi Antar Pribadi.

Pola-pola komunikasi antar pribadi mempunyai efek yang berlainan pada hubungan antar pribadi. Komunikasi anatar pribadi yang efektif bukan karena komunikasi tersebut sering dilakukan tetapi bagaimana komunikasi itu dilakukan. Dalam komunikasi antar pribadi ada beberapa faktor yang mempengaruhi hubungan antar pribadi, yaitu (Rakhmat, 2007 : 129) :

1. Percaya

Diantara berbagai faktor yang mempengaruhi komunikasi antar pribadi, faktor percaya adalah hal yang paling penting. Secara ilmiah ,”percaya” didefinisikan sebagai mengandalkan perilaku orang untuk mencapai tujuan yang dikehendaki, yang pencapaiannya tidak pasti dan dalam situasi yang penuh risiko. Definisi ini menyebutkan tiga unsur percaya :

• Ada situasi yang menimbulkan risiko. Bila orang menaruh kepercayaan

kepada seseorang, ia akan menghadapi risiko. Bila tidak ada risiko, percaya tidak diperlukan.

• Orang yang menaruh kepercayaan kepada orang lain berarti menyadari

bahwa akibat-akibatnya bergantung pada perilaku orang lain.

(47)

2. Sikap Suportif

Sikap suportif adalah sikap yang mengurangi sikap defensif dalam komunikasi. Orang bersikap defensif bila ia tidak menerima, tidak jujur, dan tidak empatis. Jack R. Gibb, 1961 menyebutkan enam perilaku yang menimbulkan perilaku suportif :

• Deskripsi artinya penyampaian perasaan dan persepsi yang dimiliki tanpa menilai.

• Orientasi Masalah. Dalam orientasi masalah artinya mengajak orang lain bersama-sama untuk menetapkan tujuan dan memutuskan bagaimana mencapainya.

• Spontanitas artinya sikap jujur dan dianggap tidak menyelimuti motif yang terpendam.

• Empati artinya menempatkan diri kita pada posisi oran lain; kita ikut serta secara emosional dan intelektual dalam pengalaman orang lain. Dan tanpa empati, orang seakan –akan “mesin” yang hampa perasaan dan tanpa perhatian.

• Persamaan artinya sikap memperlakukan orang lain secara horizontal dan demokratis. Dalam persamaan seseorang tidak mempertegas perbedaan. • Provisionalisme adalah kesediaan untuk meninjau kembali pendapat kita,

untuk mengakui bahwa pendapat manusia adalah tempat kesalahan; terkadang satu pendapat dan keyakinannya bisa berubah.

3. Sikap Terbuka

Sikap terbuka sangat besar pengaruhnya dalam menumbuhkan komunikasi antar pribadi yang efektif. Beberapa karakteristik orang yang bersikap terbuka yaitu :

• Menilai pesan secara objektif, dengan menggunakan data dan keajegan

logika.

• Membedakan dengan mudah, melihat nuansa, dsb. • Berorientasi pada isi.

(48)

• Lebih bersifat provisional dan bersedia mengubah kepercayaannya.

• Mencari pengertian pesan yang tidak sesuai dengan rangkaian

kepercayaannya.

II.2.4) Tujuan Komunikasi Antar Pribadi

Komunikasi antar pribadi juga memiliki tujuan agar komunikasi antar pribadi tersebut dapat berjalan dengan baik. Adapun tujuan dari komunikasi antar pribadi adalah sebagai berikut :

1. Mengenal diri sendiri dan orang lain

Salah satu cara mengenal diri sendiri adalah melalui komunikasi antar pribadi. Komunikasi antar pribadi memberikan kesempatan bagi kita untuk memperbincangkan diri kita sendiri, dengan membicarakan tentang diri kita sendiri pada orang lain. Kita akan mendapatkan perspektif baru tentang diri kita sendiri dan memahami lebih mendalam tentang sikap dan perilaku kita. Pada kenyataannya, persepsi-persepsi diri kita sebagian besar merupakan hasil dari apa yang kita pelajari tentang diri kita sendiri dari orang lain melalui komunikasi antar pribadi.

2. Mengetahui dunia luar

(49)

3. Menciptakan dan memelihara hubungan

Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial, hingga dalam kehidupan sehari-hari orang ingin menciptakan dan memelihara hubungan dekat dengan orang lain. Dengan demikian banyak waktu yang digunakan dalam komunikasi antar pribadi bertujuan untuk menciptakan dan memelihara hubungan sosial dengan orang lain. Hubungan demikian mengurangi kesepian dan ketegangan serta membuat kita merasa lebih positif tentang diri kita sendiri.

4. Mengubah sikap dan perilaku

Dalam komunikasi antar pribadi sering kita berupaya menggunakan sikap dan perilaku orang lain. Keinginan memilih suatu cara tertentu, mencoba makanan baru, membaca buku, berfikir dalam cara tertentu, dan sebagainya. Singkatnya banyak yang kita gunakan untuk mempersuasikan orang lain melalui komunikasi antar pribadi.

5. Bermain dan mencari hiburan

Bermain mencakup semua kegiatan untuk memperoleh kesenangan. Pembicaraan-pembicaraan lain yang hampir sama merupakan kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh hiburan. Seringkali hal tersebut tidak dianggap penting, tapi sebenarnya komunikasi yang demikian perlu dilakukan, karena memberi suasana lepas dari keseriusan, ketegangan, kejenuhan dan sebagainya.

(50)

Kita sering memberikan berbagai nasehat dan saran pada teman-teman yang sedang menghadapi masalah atau suatu persoalan dan berusaha untuk menyelesaikannya. Hal ini memperlihatkan bahwa tujuan dari proses komunikasi antar pribadi adalah membantu orang lain (Widjaja, 2000 :12) II.3. Self Disclosure

Pembukaan diri atau self disclosure adalah mengungkapkan reaksi atau tanggapan kita terhadap situasi yang sedang kita hadapi serta memberikan informasi tentang masa lalu yang relavan atau yang berguna untuk memahami tanggapan kita di masa kini tersebut. Johnson, 1981 (dalam Supratiknya, 2009 :14), mengungkapkan bahwa membuka diri berarti membagikan kepada orang lain perasaan kita terhadap sesuatu yang telah dikatakan atau dilakukannya, atau perasaan kita terhadap kejadian-kejadian yang baru saja kita saksikan. Hubungan antar pribadi tidak akan mencapai keintiman tanpa pengungkapan diri (self disclosure).

(51)

Konfigurasi jendela Johari bergantung pada gaya seseorang. Jadi dan, yang tidak mau membiarkan orang lain atau temannya mengenalnya lebih dekat, akan memiliki daerah terbuka yang amat kecil (kuadran 1) dan karena itu memiliki daerah tersembunyi yang besar (kudran 3). Dan jika semakin banyak informasi yang diketahui maka komunikasi pun akan menjadi semakin jelas. Hal itu berarti, menjalin relasi bukan lain adalah memperluas daerah terbuka (kuadran 1) serta mengurangi daerah buta (kuadran 2) dan daerah tersembunyi (kudran 3) kita masing-masing.

Dengan semakin membuka diri, kita mengurangi daerah tersembunyi. Daerah buta kita kurangi dengan cara meminta orang lain mau semakin terbuka terhadap diri kita. Kita mengurangi daerah tesrembunyi kita dengan memberikan informasi kepada orang lain agar mereka bereaksi atau menanggapi. Dengan cara tersebut, mereka akan menolong kita mengurangi daerah buta kita. Keempat kuadran jendela Johari ini saling bergantung: suatu perubahan dalam sebuah kuadran akan mempengaruhi kuadran lainnya.

Pada dasarnya, Luft berpendapat bahwa memperbesar kuadran terbuka merupakan hal yang menyenangkan dan memuaskan― yaitu tidak saja belajar lebih mengenali diri sendiri dan memperluas wawasan tapi juga membeberkan informasi tentang diri kita sendiri sehingga orang lain dapat mengenali kita dengan lebih baik (Tubbs, 2005 : 15).

Luft,1969 (dalam Tubbs, 2005 : 19) menggambarkan beberapa ciri pembukaan diri yang tepat. Lima ciri terpenting adalah sebagai berikut :

(52)

3. Disesuaikan dengan keadaan yang berlangsung.

4. Berkaitan dengan apa yang terjadi saat ini pada dan antara orang-orang yang terlibat.

5. Ada peningkatan dalam penyingkapan, sedikit demi sedikit.

Selain konsep Johari Window, ada juga konsep diri yang diperkenalkan oleh Weaver (1978). Konsep ini terdiri atas empat macam yakni, self awareness, self acceptance, self actualization dan self disclose (Cangara, 2005:85).

Self awareness ialah proses menyadari diri tentan siapakah aku, di mana aku berada dan bagaimana orang lain memandang diriku. Jika orang sadar pada dirinya, maka apa yang terjadi akan diterimanya sebagai kenyataan (self aceeptance). Dengan menerima kenyataan itu, orang baru dapat mengembangkan dirinya (self actualization) sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Jadi jika seseorang memiliki keinginan untuk maju (self actualization), maka keinginan itu perlu diungkapkan atau dikomunikasikan, apakah itu secara terang-terangan atau terselubung, agar orang lain dapat mengetahuinya (self disclose). Keinginan untuk menampakkan self disclose merupakan jendela atau etalase yang dibuat untuk memperlihatkan diri.

Menurut Johnson, 1981 (Supratiknya,2009 : 15-16), beberapa manfaat dan dampak pembukaan diri (self disclosure) terhadap hubungan antar pribadi adalah sebagai berikut :

1. Self disclosure merupakan dasar bagi hubungan yang sehat antara dua orang.

2. Semakin kita bersikap terbuka kepada orang lain, semakin orang lain tersebut akan menyukai diri kita. Akibatnya ia akan membuka diri kepada kita.

(53)

4. Membuka diri kepada orang lain merupakan dasar relasi yang memungkinkan komunikasi intim baik dengan diri kita sendiri maupun dengan orang lain.

5. Membuka diri berarti bersifat realistik.

Selain membuka diri kepada orang lain, kita pun harus membuka diri bagi orang lain agar dapat menjalin relasi yang baik dengannya. Terbuka bagi orang lain berarti menunjukkan bahwa kita menaruh perhatian pada perasaannya terhadap kata-kata atau perbutan kita. Artinya, kita menerima pembukaan dirinya. Kita rela atau mau mendengarkan reaksi atau tanggapannya terhadap situasi yang sedang dihadapinya kini maupun terhadap kata-kata dan perbuatan kita, Johnson, 1981(dalam Supratiknya, 2009 :16).

Meskipun self disclosure mendorong adanya keterbukaan, namun keterbukaan itu sendiri ada batasnya. Artinya, perlu kita pertimbangkan kembali apakah menceritakan segala sesuatu tentang diri kita kepada orang lain akan menghasilkan efek positif bagi hubungan kita dengan orang tersebut. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa keterbukaan yang ekstrim akan memberikan efek negatif terhadap hubungan. Seperti dikemukakan oleh Shirley Gilbert (littlejohn1993 dalam Sandjaja, 2005 : 2.42 ) bahw kepuasan dalam hubungan dan disclosure memiliki hubungan kurvalinier, yaitu tingkat kepuasan mencapai titik tertinggi pada tingkat disclosure yang sedang (moderate).

II.4. Remaja

II.4.1) Pengertian Remaja

(54)

dimana tubuh berkembang pesat sehingga mencapai tubuh orang dewasa yang disertai pula dengan berkembangnya kapasitas reproduktif. Selain itu menurut remaja juga berubah secara kognitif dan mulai mampu berpikir abstrak seperti orang dewasa. Pada periode ini pula remaja mulai melepaskan diri secara emosional dari orangtua dalam rangka menjalankan peran sosialnya yang baru sebagai orang dewasa, demikian menurut Clarke-Stewart &Friedman, 1987 : Ingersoll, 1989 (dalam Agustiani, 2006 : 28)

Remaja dituntut untuk menampilkan tingkah laku yang dianggap pantas atau sesuai bagi orang-orang seusianya. Adanya perubahan baik di dalam maupun di luar dirinya membuat kebutuhan remaja semakin meningkat terutama kebutuhan sosial dan kebutuhan psikologisnya. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut remaja memperluas lingkungan sosialnya di luar lingkungan keluarga, seperti lingkungan teman sebaya dan lingkungan masyarakat lain.

Secara umum masa remaja dibagi menjadi tiga bagian, yaitu sebagai berikut (Konopka,1973 dalam Agustiani, 2006 : 29) :

1. Masa remaja awal (12-15 tahun)

Pada masa ini individu mulai meninggalkan peran sebagai anak-anak dan berusaha mengembangkan diri sebagai individu yang unik dan tidak tergantung pada orang tua. Fokus dari tahap ini adalah penerimaan terhadap bentuk dan kondisi secara fisik serta adanya konformitas yang kuat dengan teman sebaya.

2. Masa remaja pertengahan/ madya (15-18 tahun)

(55)

mengendalikan impulsivitas, dan membuat keputusan-keputusan awal yang berkaitan dengan tujuan vokasional yang ingin dicapai, selain itu penerimaan dari lawan jenis menjadi penting bagi individu.

3. Masa remaja akhir

Masa ini ditandai oleh persiapan akhir untuk memasuki peran-peran orang dewasa. Selama periode ini remaja berusaha memantapkan tujuan vokasional dan mengembangkan sense of personal identity.

Penelitian ini ditujukan pada remaja pertengahan karena pada masa ini kedekatan remaja dengan orangtua terutama ayah sudah mulai berkurang bila dibandingkan dengan teman sebaya yang lebih memiliki peran penting dalam kehidupan mereka sekarang. Selain itu remaja pada usia ini juga lebih mampu mengarahkan diri sendiri (self-directed) dibandingkan pada remaja usia awal yang masih erat dengan sifat kekanak-kanakan.

II.4.2. Karakteristik Perkembangan Remaja

Remaja bila ditinjau dari segi fisiknya, mereka sudah bukan anak-anak lagi melainkan sudah seperti orang dewasa, tetapi jika mereka diperlakukan sebagai orang dewasa, ternyata belum dapat menunjukkan sikap dewasa.

Oleh karena itu ada sejumlah sikap yang sering ditunjukkan oleh remaja, yaitu sebagai berikut (dalam Ali,2004 :16) :

1. Kegelisahan

Sesuai dengan fase perkembangannya, remaja mempunyai banyak idealisme, angan-angan atau keinginan yang hendak diwujudkan di masa depan. Namun sesungguhnya mereka belum memiliki banyak kemampuan yang memadai untuk mewujudkan semua itu. Tarik- menarik antara angan-angan yang tinggi dengan kemampuannya yang masih belum memadai mengakibatkan mereka diliputi oleh perasaan gelisah.

(56)

Pada umumnya, remaja sering mengalami kebingungan karena sering terjadi pertentangan pendapat antara mereka dengan orangtua. Pertentangan yang sering terjadi itu menimbulkan keinginan remaja untuk melepaskan diri dari orangtua kemudian ditentangnya sendiri karena di dalam diri remaja ada keinginan untuk memperoleh rasa aman. Akibatnya, pertentangan yang sering terjadi itu akan menimbulkan kebingungan dalam diri remaja itu sendiri maupun pada orang lain.

3. Mengkhayal

Keinginan untuk menjelajah dan bertualang tidak semuanya tersalurkan. Biasanya hambatannya dari segi keuangan atau biaya. Akibatnya mereka lalu mengkhayal, mencari kepuasan, bahkan menyalurkan khayalannya melalui dunia fantasi. Khayalan ini tidak selamanya bersifat negatif. Sebab khayalan ini kadang-kadang menghasilkan sesuatu yang bersifat konstruktif, misalnya timbul ide-ide tertentu yang dapat direalisasikan. 4. Aktivitas Berkelompok

Adanya bermacam-macam larangan dari orangtua seringkali melemahkan atau bahkan mematahkan semangat para remaja. kebanyakan remaja menemukan jalan keluar dari kesulitannya setelah mereka berkumpul dengan rekan sebaya untuk melakukan kegiatan bersama.

5. Keinginan Mencoba Segala Sesuatu

Pada umumnya, remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Karena didorong olah rasa ingin tahu yang tinggi, remaja cenderung ingin bertualang, mencoba semua yang mereka inginkan tanpa melihat efek dari apa yang mereka perbuat. Peran orangtua di sini sangat diperlukan untuk mengontrol anak remajanya tanpa harus mengekang dan melarang apa yang mereka inginkan.

Menurut John Hill (1983), terdapat tiga komponen dasar dalam membahas periode remaja, yaitu (Agustiani, 2006 : 33-36) :

1. Perubahan fundamental remaja yang bersifat universal

a. Perubahan biologis menyangkut tampilan fisik (ciri-ciri secara primer dan sekunder)

Perubahan ini mengakibatkan remaja harus menyesuikan diri terhadap lingkungan disekitarnya. Perubahan fisik ini juga berpengaruh terhadap self image remaja dan juga menyebabkan perasaan tentang diri pun berubah.

b. Transisi kognitif

Perubahan dalam kemampuan berpikir, remaja telah memiliki kemampuan yang lebih baik dari anak dalam berpikir mengenai situasi secara hipotesis, memikirkan sesuatu yang belum terjadi tetapi akan terjadi. Ia pun telah mampu berpikir tentang konsep-konsep yang abstrak seperti pertemanan, demokrasi, moral (Keating,1990)

Gambar

Gambar : 2
Tabel 1.
Tabel di atas menunjukkan data tentang usia responden yang di jadikan
Tabel 4 menunjukkan tentang jenis kelamin responden. Dimana responden
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian diatas dapat dikatakan bahwa penggemar musik Alternative Rock Captain Jack Band memiliki konsep diri yang baik karena mereka dapat menilai tinggi

dengan pengetahuan tradisional (traditional knoweledge) pengetahuan tradisional ini diartikan sebagai pengetahuan yang dimiliki oleh suatu masyarakat secara

Banjarnahor, Jaidup (2012), dalam skripsi yang berjudul Aplikasi logika fuzzy dalam penentuan kepuasan pasien rawat inap (Studi Kasus RSU Herna Medan),

TABEL MATRIK RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN SKPD PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2016.. 3 4

Kampanye ini bertujuan untuk mengajak para remaja pria maupun wanita untuk dapat bersosialisasi melalui media olahraga yang akan membuat perubahan pada perilaku

Jika potensiometer diubah dalam keadaan 0%, maka arus dan tegangan listrik yang mengalir akan maksimal, karena nilai tahanan dalam potensiometer menjadi 0 sehingga arus

bahwa sehubungan dengan hal t er sebut diat as, per lu dit et apkan Keput usan Kepala Badan Pengendalian Dam pak Lingkungan t ent ang Pedom an Teknis per hit ungan dan pelapor an

Kontribusi Kepemimpinan Kepala Sekolah Dan Budaya Kerja Terhadap Kinerja Mengajar Guru Sekolah Dasar Negeri Di UPTD Pendidikan Kecamatan Cikarang Utara Kabupaten Bekasi..