• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEDARURATAN BIDANG GASTRO ENTERO HEPATOLOGI

Dalam dokumen SOP Lengkap (Halaman 64-72)

1. PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN BAWAH

1.1. Penatalaksanaan tergantung pada penyebab atau lesi sumber perdarahan

1.2. Pastikan ada atau tidak adanya gangguan hemodinamik

1.3. Tentukan pola perdarahannya, apakah akut atau kronik

1.4. Nilai keadaan pasien, perlu tata laksana emergensi atau dapat ditangani secara terencana

1.5. Bila keadaan akut , pada prinsipnya proses resusitasi sama dengan perdarahan SCBA atau perdarahan akut lainnya. Yaitu dengan :

1.5.1. Koreksi defisit volume intravaskular dan stabilisasi hemodinamik

1.5.2. Perlu jalur intra vena pada pembuluh darah besar ( bukan vena kecil, meskipun perdarahan diduga sedikit ).

1.5.3. Boleh digunakan NaCl 0,9 % sebagai cairan pendahulu, sambil menunggu darah. Bila ada gangguan hemidinamik dan belum ada darah, dapat digunakan plasma ekspander.

1.5.4. Target Hb transfusi adalah 10 g/dl atau sesuai kondisi sistemik pasien ( umur, toleransi kardiovaskular )

1.5.5. Dapat dipakai whole blood bila perlu resusitasi volume intra vaskular dan dapat dipakai PRC bila hanya untuk menaikkan Hb.

1.5.6. Dapat dipakai kombinasi PRC dan FFP bila terdapat defisiensi faktor pembekuan, atau dikoreksi sesuai kebutuhan.

1.5.7. Bila masih diduga ada perdarahan masif yang berasal dari SCBA, dapat dipertimbangkan pemasangan NGT untuk proses diagnostik

1.5.8. Tidak ada studi yang memperlihatkan obat-obatan yang bermakna untuk keadaan ini, tetapi dengan mempertimbangkan biaya dan tidak adanya indikasi kontra, maka obat-obatan seperti vasopresin, somatostatin, dan okreotid disepakati dapat digunakan.

1.5.9. Bila tersedia vasilitas endoskopi, dapat digunakan sebagai indikasi terapeutik dengan kauterisasi pada lesi.

1.5.10. Operasi dapat bersifat emergensi dengan mempertimbangkan keuntungan dan kerugian bila dilakukan pada pasien dengan perdarahan. Sebaiknya dilakukan dengan kombinasi kolonoskopi pre dan durante operasi.

2. PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN ATAS PADA SIROSIS HATI

2.1. Pada prinsipnya penanganan sama dengan perdarahan SCBA lainnya, yaitu anamnesis adanya riwayat konsumsi obat-obatan seperti OAINS, dan lakukan stabilisasi hemodinamik dengan penataksanaan umum seperti di atas. Sebaiknya dipasang dua jalur Infus dengan jalur besar (no. Jarum besar). Untuk transfusi darah, bisa diberikan PRC bila telah terjadi pemulihan volume pembuluh darah. Ditambahkan FFP. Digunakan Whole blood bila ada perdarahan masif.

2.2. Pemasangan NGT untuk diagnostik sebaiknya hati-hati karena pada pasien sirosis hati pada umumnya, kondisi mukosa lambung rapuh dan mudah berdarah.

2.3. Injeksi vitmain K dan asam traneksamat untuk memperbaiki faal hemostasis

2.4. Antasida oral, sukralfat, injeksi penyekat H2 diberikan bila ada dugaan kerusakan mukosa yang menyertai perdarahan

2.5. Sterilisasi usus dengan neomisin dan laktulosa oral serta klisma tinggi untuk mencegah ensefalopati hepatikum

2.6. Sebaiknya pasien dipuasakan ( kecuali obat oral ), lama puasa sesingkat mungkin, setelah tidak ada perdarahan aktif, makanan dapat kembali diberikan segera setelah perdarahan berhenti yang dibuktikan dengan cairan aspirat lambung jernih dan hemodinamik stabil.

2.7. Endoskopi merupakan bagian yang sangat penting dalam kedaruratan ini, baik untuk diagnostik dan terapi, yang dilakukan bila hemodinamik pasien telah stabil.

2.8. Obat-obat vasoaktif yang dapat digunakan pada keadaan ini : 2.8.1. Vasopresin ( Pitresin )

Dengan dosis 0,2-0,4 unit /menit selama 1 – 24 jam. Kontraindikasi : penyakit jantung koroner

2.8.2. Somatostatin

Dosis : 250 mcg bolus diikuti dengan tetesan infus kontinu 250 mcg / jam ( 3000 unit dalam cairan 500 cc, 14 tetes / menit )

2.8.3. Ocreotide

Dosis : tetesan infus kontinu 50 mcg / jam

2.9. Tindakan pembedahan : pada keadaan perdarahan masif, di mana terdapat keterbatasan tindakan endoskopi, dan berbagai tindakan medikamentosa yang

telah dilakukan, tidak dapat menghentikan perdarahan. Tindakan ini dilakukan dengan mempertimbangkan keadaan umum pasien dan fungi hati.

3. ENSEFALOPATI HEPATIKUM

3.1. Deteksi dini dan eliminasi faktor pencetus yaitu perdarahan saluran cerna, diet protein berlebihan, gangguan eleltrolit khusus, seperti hipokalemia, dan infeksi.

3.2. Terapi suportif :

3.2.1. Nutrisi : asam amino, lipid, glukosa, dan elemen esensial 3.2.2. Pertahankan balans cairan dan elektrolit

3.2.3. Pemasangan kateter intra vena

3.2.4. Pencegahan sepsis dan aspirasi pneumonia

3.3. Terapi empirik dengan mengurangi sumber dan pembentukkan amonia dalam usus, dengan :

3.3.1. Diet tanpa protein

3.3.2. Klisma untuk membersikan usus, khususnya pada perdarahan saluran cerna 3.3.3. Laktulosa untuk mencegah absorpsi amonia dengan dosis 3 x 15-30 cc

sehingga dicapai defekasi 2-3 kali sehari

3.3.4. Antibiotika oral seperti neomisin, metronidasol untuk mengurangi pembentukkan amonia oleh bakteri.

3.4. Pengobatan lain :

3.4.1. Pemberian asam amino rantai cabang untuk memperbaiki neurotransmiter 3.4.2. Antagonis bensodiasepam ( flumasenil 1-2 mg dosis interval )

PULMONOLOGI

1.

HEMOPTISIS

1. Definisi : Ekspektorasi darah dan saluran napas. Darah bervariasi dari dahak

disertai bercak/lapisan darah hingga batuk berisi darah saja. Batuk darah masif adalah batuk darah lebih dan 100 mL hingga lebih dan 600 mL darah dalam 24 jam

2. Gejala : Batuk, darah berwarna merah segar, bercampur busa, demam, sesak,

nyeri dada, riwayat penyakit paru, penurunan berat badan, anoreksia

3. Etiologi : Perdarahan saluran napas akibat infeksi, tumor, dll

4. P.Penunjang : Foto toraks, DPL, LED, ureum, kreatinin, urine lengkap, hemostasis

(bila perlu), sputum: pemeriksaan BTA, pewarnaan gram, kultur MOR, CT Scan toraks (bila perlu)

5. Penanganan : Istirahat baring, kepala direndahkan tubuh miring ke sisi sakit,

oksigen, infus, bila perlu transfusi darah, medikamentosa:

antibiotika, kodein tablet untuk supresi batuk, koreksi koagulopati:

Vitamin K intravena, intubasi selektif pada bronkus paru yang tidak berdarah (bila perlu)

6. Follow up : Gejala klinis

7.Komplikasi : Asfiksia, atelektasis, anemia 8. Tempat rawat : Ruangan isolasi TB

9. Lama rawat : 3-5 hari (tergantung kondisi pasien) 10. Masa pulih : 2 minggu

11.Prognosis : Tergantung pada penyebabnya. 2. E FUSI PLEURA

1. Definisi : Adanya cairan di rongga pleura > 15 rnL, akibat ketidakseimbangan

gaya Starling, abnormalitas struktur endotel dan mesotel, drainase limfatik terganggu, dan abnormalitas site of entry (defek diafragma)

2. Gejala : Nyeri, sesak, batuk, demam, restriksi ipsilateral pada pergerakan

dinding dada. Bila > 300 ml cairan : redup, fremitus taktil dan fokal menghilang, suara napas melemah-menghilang, trakea terdorong ke kontralateral

3. Diagn. Banding : Transudat, eksudat, chylothora, empiema. 4. Etiologi : Tergantung penyakit penyakit dasar

5. P. Penunjang : DPL, foto torak (PA/lateral), analisis cairan pleura, pewarnaan gram,

pemeriksaan BTA, kultur mikroorganisme + resistensi, sitologi cairan pleura CT Scan toraks bila perlu.

6. Penanganan : Torakosentesis, bila perlu + antibiotika ± drainase (pada infeksi

bakterial). Pada TBC: OAT (minimal 9 bulan) + kortikosteroid dosis 0,75— 1 mg/kgBB/ hari selama 2-3 minggu. Efusi karena penyebab lain: atasi penyakit primer

7. Follow up : Gejala klinis, foto toraks

8. Komplikasi : Efusi pleura berulang, efusi pleura terlokalisir, empiema, gagal napas 9. Tempat rawat : Ruang rawat umum (kecuali TBC di ruangan isolasi)

10. Lama rawat : 5-7 hari (tergantung kondisi pasien) 11. Masa pulih : 2 minggu ( tergantung penyakit dasar)

12. Prognosis : Dubia, tergantung penyebab, dan penyakit komorbid 3.

PNEUMOTORAKS

1. Definisi : Akumulasi udara di rongga pleura disertai kolaps paru.

Menurut jenis fistulanya, dibagi atas : Pneumotoraks ventil, pneumotoraks terbuka dan pneumotoraks tertutup

2. Gejala : Nyeri dada, akut, terlokalisir, dispnea (pada pneumotoraks ventil:

tiba-tiba), batuk, hemoptisis. Sisi terkena ( ipsilateral), pergerakan berkurang/tertinggal, fremitus melemah-menghilang, hipersonor, suara napas melemah-menghilang.Tanda pneumotoraks tension: Keadaan umum sakit berat denyut jantung > 140 x/m, hipotensi, takipneu, pernapasan berat, sianosis, diaforesis, deviasi trakea ke sisi kontralateral, distensi vena leher.

3. Etiologi : Fistula/Bula yang pecah, traumatic. 4. P. Penunjang : Foto Toraks, CT Scan, AGD

5. Penanganan : Pneumotoraks kecil (<20%) observasi; Pneumotorak besar dilakukan

aspirasi atau WSD.

6. Follow up : Gejala klinis, selang WSD, foto thorak.

7.Komplikasi : Gagal napas, pneumotoraks tension, hemopneumotoraks, infeksi /

piopneumotoraks penebalan pleura, atelektasis, pneumotoraks rekurens, emfisema mediastinum, edema paru reekspansi

8. Tempat Rawat : Ruang rawat umum (kecuali TBC di ruangan isolasi) 9. Lama Rawat : 3 – 5 hari (tergantung kondisi pasien)

10. Masa Pulih : 2 minggu (tergantung penyakit dasar) 11. Konsultasi : Spesialis bedah toraks

12. Prognosis : Dubia, tergantung tipe penyakit dasar, faktor pemberat / komorbid. 4.

PNEUMONIA DIDAPAT DI MASYARAKAT

1. Definisi : Inflamasi parenkim paru yang disebabkan mikroorganisme selain Mikobakterium tuberkulosis.

2. Gejala : Panas, batuk dan sesak

3. Etiologi : Streptococcus pneumoniae, Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia pneumoniae, lnfeksi campuran (bakteri + patogen atipik atau virus),

Hemophilus influenzae, Enterik gram negatif, Respiratory viruses, Lain: Moraxella catarrhalis, Legionella spp, aspirasi (anaerob),

4. P.Penunjang : Foto toraks, pulse Oxymetry, DPL, hitung jenis, LED, glukosa darah,

ureum, creatinin, SGOT, SGPT, analisis gas darah, elektrolit, pewarnaan gram sputum, kultur sputum, kultur darah, pemeriksaan serologis, pemeriksaan antigen, pemeriksaan PCR

5. Penanganan : Antibiotika adekuat yang sesuai dengan hasil kultur.

6. Follow Up : Gejala klinis, pemeriksaan darah lengkap, hitung jenis, foto torak 7. Komplikasi : Gagal napas, Sepsis, syok sepsis, Gagal ginjal akut, Efusi

parapneumonik, Bronkiektasis

8. Tempat rawat : Ruang rawat umum, ICU terjadi gagal nafas. 9. Lama rawat : 2-3 hari.

10. Masa pulih : 5-7 hari

11. Konsultasi : Spesialis penyakit dalam, spesialis paru 12. Prognosa : Bonam

5.PNEUMONIA ATIPIK

1. Definisi : Pneumonia yang disebabkan infeksi bakterial, tapi mempunyai

gambaran klinis radiologis tersendiri yang berbeda dan pneumonia umumnya, yakni onset yang insidious, demam ringan sampai berat, batuk tanpa produksi sputum, dan tidak berespons dengan terapi antibiotik B-laktam.

2. Gejala : Batuk tanpa sputum, kecuali bila penyakit memberat / infeksi

sekunder, demam dingin, dapat dengan cepat meningkat hingga menggigil, Malaise, kelemahan seluruh anggota tubuh, Sakit kepala, nyeri otot (sering),Nyeri dada (jarang), sesak napas (bila berat). Suara napas bronkial, ronkhi, Efusi pleura, abses paru (bila berat)

3. Etiologi : Mycoplasma pneumoniae, chiamydia pneumoniae, legionella spp, influenza virus tipe A dan B.

4. P.Penunjang : Foto thoraks, kultur darah/sputum, DPL, LED, SGOT, SGPT

5. Penanganan : Antibiotik dengan spektrum sesempit mungkin, makrolid,

respiratory-fluorokuinolon, rifampisin (bila curiga Legioflella)

6. Follow Up : Gejala klinik, leukosit, foto toraks

7. Komplikasi : Efusi pleura, empiema, abses paru, atelektasis, gagal napas, kor

pulmonal pneumotoraks, septikemia, herpes labialis, penyakit tromboemboli

8. Tempat rawat : Ruang rawat umum, ICU jika terjadi gagal nafas.

9. Lama rawat : 3-5 hari 10. Masa pulih : 5-7 hari 11. Konsultasi :

-12. Prognosis : Bonam 6. GAGAL NAFAS

1. Definisi : Ketidak mampuan. mempertahankan nilai pH (keasaman), oksigen

(O2), karbondioksida (C02) darah arteri supaya tetap dalam batas normal

2. Gejala : Napas berat, batuk, sianosis, pulsus paradoksus, stridor, aritmia,

takikardia, konstriksi pupil

3. Etiologi : Penyakit saluran napas: bronkitis kronik, emfisema, asma bronkial,

aspirasi, inhalasi asap, gas, Gangguan hipermeabilitas: edema paru, ARDS, Penyakit pembuluh darah: emboli paru, syok kardiogenik, fistula A. V pulmoner, Trauma: dada, leher, kepala, Gangguan neurosmukular: poliomielitis, sindrom tetanus, Guillain Barre, paralisis diafragma , Obat-obatan: barbiturat, narkotik, sedatif, obat-obat relaksasi, Kelainan dinding dadab: kifoskoliosis, ankylosing

spondylitis, Lain-lain: hipotermia 4. P.Penunjang : Analisis gas darah, Foto toraks, FKG

5. Penanganan : Tahap I: Perbaiki gangguan hipoksemia dengan terapi O2,

Bronkodilator nebulizer, Humidifikasi, Fisioterapi dada, Antibiotika,;

Tahap II : Bronkodilator parental, Kartikosteroid ;

Dalam dokumen SOP Lengkap (Halaman 64-72)

Dokumen terkait