• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Dalam dokumen SOP Lengkap (Halaman 117-122)

GINJAL HIPERTENSI 1. HIPERTENSI

PEMERIKSAAN PENUNJANG

DPL, ureum, kreatinin, UL, tes klirens kreatinin (TKK) ukur, elektrolit ( Na, K, Cl, Ca, P, Mg), profil lipid, asam urat serum, gula darah, AGD, SI, TIBC, feritin serum, hormon PTH, albumin, globulin, USG ginjal, pemeriksaan imunologi, hemostasis lengkap, foto polos abdomen, renogram, foto toraks, EKG, ekokardiografi, biopsi ginjal, HbsAg, Anti-HCV, Anti-HIV

TERAPI

Non farmakologis :

• Pengasupan asupan protein :

Pasien non dialisis 0,6 –0,75 gram / kgBB ideal / hari sesuai dengan CCT dan toleransi pasien

Pasien hemodialisis 1-1,2 gram / kgBB ideal / hariPasien peritoneal dialisis 1,3 gram / kgBB ideal / hari

• Pengasupan asupan kalori : 35 kal / kgBB ideal / hari

• Pengaturan asam lemak : 30 - 40 % dari kalori total dan mengandung jumlah yang sama antara asam lemak bebas jenuh dan tidak jenuh

• Pengaturan asupan karbohidrat :50 - 60 % dari kalori total

• Garam : (NaCl) : 2 - 3 gram / hari

• Kalium : 40 - 70 mEq / kgBB / hari

• Fosfor : 5 - 10 mg / kgBB /hari. Pasien HD : 17 mg / hari

• Kalsium : 1400 - 1600 mg / hari

• Besi : 10 - 18 mg / hari

• Magnesium : 200 - 300 mg / hari

• Asam folat pasien HD : 5 mg

• Air ; jumlah urin 24 + 500 ml ( insensible water loss )

Pada CAPD air disesuaikan dengan jumlah dialisat yang keluar. Kenaikan berat badan di antara waktu HD / < 5 % BB kering

Farmakologis :

• Kontrol tekanan darah :

 Penghambat ACE atau antagonis reseptor reseptor Angiotensin II > evaluasi kreatinin dan kalium serum, bila terdapat peningkatan kreatininn > 35 atau timbul hiperkalemi harus dihentikan

 Penghambat kalsium

 Diuretik

• Pada pasien DM, kontrol gula darah  hindari pemakaian metformin dan obat-obat sulfonilurea dengan masa kerja panjang. Target HbA1C untuk DM tipe I 0,2 di atas nilai normal tertinggi, untuk DM tipe 2 adalah 6 %

• Koreksi anemia dengan target Hb 10-12 g / dL

• Kontrol hiperfosfatemi : kalsium karbonat atau kalsium asetat

• Kontrol osteodistrofi renal : Kalsitriol

• Koreksi asidosis metabolic dengan target HCO3 20-22 mEq/l

• Koreksi hiperkalemi

• Kontrol dislipidemia dengan target LDL < 100 mg/dl, dianjurkan golongan statin

• Terapi ginjal pengganti

KOMPLIKASI

Kardiovaskular, gangguan keseimbangan asam basa, cairan, dan elektrolit, osteodistrofi renal, anemia

PROGNOSIS

Dubia

5. SINDROMA NEFROTIK PENGERTIAN

Sindrom nefrotik (SN) merupakan salah satu gambaran klinik penyakit glomerular yang ditandai dengan proteinuria masif > 3,5 gram / 24 jam/ 1,73 m2 disertai hipoalbuminemia, edema anasarka, hiperlipidemia, lipiduria dan hiperkoagulabilitas

DIAGNOSIS

• Anamnesis : bengkak seluruh tubuh, buang air kecil keruh

• Pemeriksaan fisis : edema anasarka, asites

• Laboratorium : proteinuria massif >3,5 gram / 24 jam / 1,73m2, hiperlipidemia, hipoalbuminemia ( < 3,5 gram / dL), lipiduria, hiperkoagulabilitas. Diagnosis etiologi berdasarkan biopsi ginjal

DIAGNOSIS BANDING

Edema dan asites akibat penyakit hati atau malnutrisi, diagnosis etilogi SN

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Urinalisis, ureum, kreatinin, tes fungsi hati, profil lipid, DPL, elektrolit, gula darah, hemostasis, pemeriksaan imunologi, biopsi ginjal, protein urin kuantitatif

TERAPI

Nonfarmakologis : • Istirahat

• Restriksi protein dengan diet protein 0,8 gram / kgBB ideal / hari + ekskresi protein dalam urin / 24 jam. Bila fungsi ginjal sudah menurun, diet protein disesuaikan hingga 0,6 gram / kgBB ideal / hari + ekskresi protein dalam urin / 24 jam

• Diet rendah kolesterol < 600 mg / hari

• Berhenti merokok

• Diet rendah garam, restriksi cairan pada edema

Farmakologis :

Pengobatan edema : diuretik loop

• Pengobatan proteinuria dengan penghambat ACE dan atau antagonis reseptor Angiotensin II

• Pengobatan dislipidemia dengan golongan statin

• Pengobatan hipertensi dengan target tekanan darah < 125 / 75 mmHg. Penghambat ACE dan anatagonis reseptor Angiotensin II sebagai pilihan obat utama

• Pengobatan kausal sesuai etiologi SN ( lihat topik penyakit glomerular )

KOMPLIKASI

Penyakit ginjal kronik, tromboemboli

PROGNOSIS

6. PENYAKIT GLOMERULAR PENGERTIAN

Penyakit glomerular merupakan penyakit ginjal berupa peradangan pada glomerulus dan dapat dibedakan menjadi penyakit glomerular primer atau sekunder

Penyakit glomerular primer :

1. Kelainan minimal

2. Glomerular sklerosis fokal segmental 3. Glomerulonefritis ( GN ) difus :

a. GN membranosa ( nefropati membranosa )

b. GN proliferatif ( terdapat sedimen aktif pada urinalisis : sedimen eritrosit ( + ) hematuri ) :

 GN proliferatif mesangial  GN proliferatif endokapiler

 GN membranoproliferatif ( mesangiokapiler )  GN kresentik dan necrotizing

c. GN sclerosing 4. Nefropati IgA

Penyakit glomerular sekunder :

1. Nefropati diabetic 2. Nefritis Lupus 3. GN pasca infeksi 4. GN terkait hepatitis 5. GN terkait HIV Keterangan :

• Difus : lesi mencakup > 80 % glomerulus

• Fokal : lesi mencakup < 80 % glomerulus

• Segmental : lesi mencakup sebagian gelung glomerulus

• Global : lesi mencakup keseluruhan gelung glomerulus

DIAGNOSIS

Manifestasi klinis penyakit glomerular dapat berupa : 1. Sindrom nefrotik

2. Hematuria persisten 3. Proteinuria persisten

4. Sindrom nefritik ( hipertensi, hematuria, azotemia ) 5. Rapid progressive glomerulonephritis ( RPGN )

DIAGNOSIS BANDING

Etiologi dan penyakit glomerular

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Urinalisis, ureum, kreatinin, protein urin kuantitatif / 24 jam, pemeriksaan imunologi, biopsi ginjal, gula darah, tes fungsi hati

TERAPI

Sesuai etiologi penyakit glomerular primer :

1. Kelainan minimal :

• Steroid yang setara dengan prednison 60 mg / m2 ( maksimal 80 mg ) selama 4 – 6 minggu

• Setelah 4 - 6 minggu dosis prednison diberikan 40 mg/m2 selang sehari selama 4 - 6 minggu :

 Bila terjadi relaps dosis prednison kembali 60 mg / m2 ( maksimal 80 mg ) setiap hari sampai bebas protein dalam urin, kemudian kembali selang sehari dengan dosis 40 mg / m2 selama 4 minggu

 Bila sering relaps ( 2 kali ) : prednison selang sehari ditambah dengan siklofofamid 2 mg / kgBB atau klorambusil 0,15 mg / kgBB selama 8 minggu. Bila gagal, diberikan siklosporin 15 mg / kgBB selama 6 - 12 bulan

 Bila tergantung steroid ( relaps terjadi pada saat dosis steroid diturunkan dalam 2 minggu pasca obat sudah dihentikan, 2 kali berturut-turut ) siklofosfamid 2 mg / kgBB selama 8 - 12 minggu. Bila gagal, diberikan siklosporin 5 mg / kgBB selama 6 - 12 bulan

 Bila resisten terhadap steroid, diberikan siklosporin 5 mg / kgBB selama 6 - 12 bulan

2. Glomerulonefritis fokalsegmental :

Steroid yang setara dengan prednisone 60 mg / hari selama 6 bulan

Bila resisten atau tergantung steroid : siklosporin 5 mg / kgBB selama 6 bulan

 Bila terjadi remisi, dosis siklosporin diturunkan 25 %

setiap dua bulan, bila gagal, siklosporin dihentikan

3. Nefropati membranosa

• Metil prednisolon bolus intravena 1 gram / hari selama 3 hari

• Kemudian diberikan steroid yang setara dengan prednisone 0,5 mg / kgBB selama 1 bulan lalu diganti dengan klorambusil 0,2 mg / kgBB / hari atau siklofosfamid 2 mg / kgBB / hari selama 1 bulan

• Prosedur kedua diulang kembali sampai seluruhnya dan prosedur kedua sebanyak 3 kali

4. Glomerulonefritis membranoproliferatif

• Steroid tidak terbukti efektif pada pasien dewasa

• Dianjurkan pemberian aspirin 325 mg / hari atau dipiridamol 3 x 75-100 mg / hari atau kombinasi keduanya selama 12 bulan. Bila dalam 12 bulan tidak memberikan respon, pengobatan dihentikan sama sekali

5. Nefropati IgA

• Bila proteinuria < 1 gram, hanya observasi

• Bila proteinuria 1 - 3 gram, dengan fungsi ginjal normal, hanya observasi. Bila dengan gangguan fungsi ginjal, diberikan minyak ikan

• Bila proteinuria > 3 gram dengan CCT > 70 ml / menit, diberikan steroid setara dengan prednison 1 mg / kgBB selama 2 bulan lalu tappering off secara perlahan sampai dengan 6 bulan. Bila CCT < 70 ml / menit hanya diberikan minyak ikan

KOMPLIKASI

Penyakit ginjal kronik

PROGNOSIS

Tergantung jenis kelainan glomerular

7. INFEKSI SALURAN KEMIH PENGERTIAN

Infeksi saluran kemih ( ISK ) adalah infeksi akibat terbentuknya koloni saluran kemih. Kuman mencapai saluran kemih melalui cara hematogen dan asending.

Faktor risiko :

Kerusakan atau kelainan anatomi saluran kemih berupa obstruksi internal oleh jaringan parut, endapan obat intratubular, refluks, instrumentasi saluran kemih, konstriksi arteri-vena, hipertensi, analgetik, ginjal polikistik, kehamilan, DM, atau pengaruh obat-obat estrogen

ISK sederhana / tak berkomplikasi :

ISK yang terjadi pada perempuan yang tidak hamil dan tidak terdapat disfungsi struktural ataupun ginjal

ISK berkomplikasi :

ISK yang berlokasi selain di vesika urinaria, ISK pada anak-anak, laki-laki, atau ibu hamil

DIAGNOSIS

Dalam dokumen SOP Lengkap (Halaman 117-122)

Dokumen terkait