• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kedudukan dan Tanggung Jawab Direktur Nominee dalam

BAB III KEDUDUKAN DAN TANGGUNG JAWAB

A. Kedudukan dan Tanggung Jawab Direktur Nominee dalam

40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

Perseroan Terbatas merupakan asosiasi modal dari para pemegang

sahamnya210, sehingga orang yang memiliki sebagian besar saham dalam perseroan yang bersangkutan (biasanya) akan mempunyai jabatan atau kedudukan sebagai Komisaris atau salah satu Direksi, karena itu seringkali disimpulkan bahwa pengurus perseroan (Komisaris atau Direksi) sebagai perpanjangan tangan atau representasi dari para pemegang saham.211

Apabila ditinjau di dalam UUPT, maka tidak akan dan masih belum dapat dijumpai adanya suatu pengaturan terhadap Direktur Nominee. Padahal mengacu pada perkembangan masyarakat yang mendorong pertumbuhan usaha dan bisnis tentunya akan turut mendukung lahirnya konsep-konsep baru guna mengakomodir kepentingan pihak-pihak tertentu. Dalam kaitannya dengan kedudukan Direktur

Nomineeini, mengutip pendapat E. W. Thomas, sebagai berikut:

210 Justice E W Thomas, “The Role of Nominee Directors and the Liability of their Appointors”, dalam Ian M Ramsay (ed.), Ian M Ramsay (ed.), “The Corporate Governance Debate and the Role of Directors’ Duties”, hlm. 153, dikatakan, “This is to recognize that the company is a collection or community of interests, creditors as well as shareholders.”

211 Habib Adjie, Status Badan Hukum, Prinsip-Prinsip dan Tanggung Jawab Sosial Perseroan Terbatas, (Bandung: Penerbit Mandar Madju, 2008), hlm. 33-34. Lihat Achmad Ichsan,Op. cit., hlm. 388, dikatakan, “Dalam kenyataannya, pengurus itu dianggap sebagai pemimpin perusahaan/perseroan karena mempunyai kebebasan bertindak dalam rangka dan sesuai dengan anggaran dasar … bahkan di dalam perusahaan-perusahaan besar, pengurus kerapkali dalam kenyataannya bertindak seolah-olah sebagai pengusahanya sendiri ….”

Nominee directors are a fact of commercial life and cannot be ignored. …In commercial practice, the relationship of the appointers and the nominee directors whom they have appointed is almost invariably that of principal and agent or employer and employee. …Employees representing their employer on a board of directors are the most obvious example of nominee directors who are answerable to their appointer, and a particularly strong case can be made out for holding employers of employees serving as nominee directors vicariously liable for their actions.”212 (DireksiNominee adalah fakta yang nyata di dalam kehidupan komersil dan tidak dapat diabaikan. … Dalam praktik komersil,

hubungan antara pihak yang menunjuk dengan direksi nominee yang

ditunjuknya adalah beragam, baik sebagai prinsipal dan agen atau antara majikan dan pekerja. … Karyawan yang mewakili majikan mereka di dalam jajaran Dewan Direksi adalah hal yang umum dijumpai sebagai contoh keberadaan direksi nominee yang akan lebih mudah dalam komunikasi, dan tentunya dalam kasus tertentu dengan menempatkan pula si majikan dari pekerja untuk duduk sebagai direksi nominee yang tentu akan bertanggung jawab terhadap setiap tindakannya.)

Akhir-akhir ini, mengikuti perkembangan yang telah terjadi di negara-negara

Common Law, dapat dilihat bahwa negara-negara Civil Law, termasuk Indonesia, dalam praktiknya adalah mengarah pada kecenderungan telah semakin terbuka di dalam melakukan pembahasan terhadap bagaimana kedudukan dan batasan tanggung jawab daripada seorang Direktur, terutama dalam kapasitas sebagai DirekturNominee

di dalam melakukan pengelolaan terhadap PT. Cyril Moscow, dengan mengutip pendapat dari R.P. Austin, adalah juga cukup setuju dengan pendapat tersebut, dimana ia menyatakan bahwa, “There is a perennial debate in the literature of company law about the duties of a “nominee” director, Discussion is particularly intense in Australia, New Zealand and Canada, … than in, say, the United States and

212 Justice E W Thomas, “The Role of Nominee Directors and the Liability of their Appointors”, dalam Ian M Ramsay (ed.),Op. cit., hlm. 148.

the United Kingdom.”213 Dengan kata lain, intensitas pembahasan terhadap Direktur

Nomineetelah berkembang, bukan hanya dalam diskusi verbal namun dalam bentuk karya tulis.

Akan tetapi, masih seringkali dijumpai bahwa pengaturan mengenai konsep Direktur Nominee di dalam Acts daripada negara-negara tertentu masih minim. Hal ini kemudian diperlemah juga bahwa dalam kenyataannya definisi atau pemahaman terhadap terminologi Direktur Nominee juga belumlah jelas adanya. Lebih lanjut E. W. Thomas mengemukakan sebagai berikut:

I must, to be consistent, at once acknowledge that in commercial practice the term “nominee directors” has no clear meaning. …The common denominator is the fact that, irrespective of their method of appointment, nominee directors are frequently expected to act in accordance with some understanding or arrangement which creates an obligation or expectation of loyalty to a person or persons other than the company as a whole.”214(Saya harus, tetap konsisten, bahwa berdasarkan pengetahuan yang ada di dalam praktik komersil, pemahaman terhadap “Direksi Nominee’ masih tidak memiliki definisi yang jelas. … Hal yang umum adalah dalam kenyataannya, berkaitan dengan metode penunjukan mereka, direksi nominee secara berkala akan dihadapkan untuk bertindak dalam rangka atau pengaturan tertentu yang menciptakan adanya kewajiban atau ekspektasi terhadap loyalitas dari seorang manusia atau

213 Lihat Cyril Moscow, (I), “Director Confidentiality”, (Law and Contemporary Problems, Vol. 74:197), hlm. 202, sebagaimana dikutip dari R.P. Austin, Representatives and Fiduciary Responsibilities - Notes on Nominee Directorships and Life Arrangements, 7 Bond L. Rev. 19, 19 (1995), dapat diakses di http://www.itnea.net/the_role.htm, terakhir kali diakses pada tanggal 21 November 2012. Lihat juga Sarah Paterson and Maximilian Schlote, Op. cit., hlm. 2, dikatakan Nominee directors are de jure directors of the companies to whose board they have been appointed. They are not a distinct class of directors and they owe the same duties to the company as other directors do whilst, at the same time, representing, through expectation of loyalty or legal duty, the interests of their appointor. This can create difficulties in carrying out their duties as directors. (Direkturnomineeadalah direktur secara hukum dari sebuah perseroan dimana mereka ditunjuk untuk menduduki jabatan dalam Dewan Direksi. Mereka tidaklah mesti dianggap sebagai lembaga direksi tersendiri dan mereka juga memiliki fungsi wewenang yang sama terhadap perseroan sebagaimana direksi lain pada umumnya, walaupun di saat yang bersamaan, mewakili, melalui pertimbangan terhadap loyalitas dan tugas resminya, kepentingan dari pihak yang menunjuknya.)”

sekelompok manusia dibandingkan dengan perusahaan dalam arti keseluruhannya.”

Lebih lanjut, dikemukakan bahwa:

In truth, the nominee directors’ position is a negation of the fiduciary obligation and its concomitant requirement of undivided loyalty. Their ability to carry out their duties as a director in good faith, and in the interests of the company as a whole, is at once compromised by their divided loyalty. Indeed, it is largely undermined if, …, their ultimate allegiance is in fact reserved for their appointers.”215 (Dalam kenyataannya, posisi direksi nominee adalah sebagai kebalikan dari kewajiban fiduciary dan kehadirannya mensyaratkan adanya loyalitas yang tidak terbagi. Kemampuan mereka untuk menjalankan tugas sebagai seorang direktur yang beritikad baik, dan demi kepentingan perseroan secara keseluruhan, adalah merupakan penyesuaian atas loyalitas mereka yang terbagi. Namun, akan menjadi suatu dampak yang kurang menguntungkan apabila, … loyalitas yang seharusnya dimiliki dalam kenyataan ditujukan demi kepentingan pihak yang menunjuknya.)

Dan yang menjadi salah satu hal yang cukup dipertimbangkan adalah mengenai kemandirian anggota Direksi di dalam pengambilan setiap kebijakan dan/atau pertimbangan, dimana tentunya haruslah didahulukan kepentingan dari perusahaan di atas kepentingan pihak lainnya, sepanjang dalam pengambilan keputusan Direksi bersifat bebas mandiri berdasarkan prinsip pengambilan keputusan terbaik, sebagaimana disebutkan:

The employment contract or the nature or understanding of the arrangement by which they were appointed congests their independence. Lord Denning MR recognized this difficulty … added, of course, that there is nothing wrong with the course so long as the directors are left free to exercise their best judgment in the interests of the company which they serve, a qualification which at once diminishes the concession.216 (Kontrak kerja atau pemahaman awam lainnya tentang pengaturan dalam hal penunjukkan mereka tersebut akan turut mempengaruhi independensi mereka. Lord Denning MR yang mengetahui perihal kesulitan tersebut … menambahkan, sudah barang tentu, bahwa tiada

215Ibid., hlm. 151.

yang salah dengan hal tersebut sepanjgan direksi yang bersangkutan diberikan kebebasan untuk melaksanakan kebijakan terbaiknya demi kepentingan perseroan dimana mereka seharusnya melayani, sebuah kualifikasi yang mana kemudian akan dapat meminimalisir dampak yang akan merugikan perseroan.)

Sebagaimana diuraikan di dalam Pasal 97 juncto Pasal 92 ayat (1) UUPT, bahwa Direksi bertanggung jawab terhadap jalannya pengurusan Perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan demi tercapainya kepentingan Perseroan. Tanggung jawab tersebut wajib dilaksanakan dengan itikad baik217. Setiap anggota Direksi yang tidak melaksanakan tanggung jawabnya akan memikul tanggung jawab secara pribadi atas kerugian yang diderita Perseroan. Apabila Perseroan memiliki lebih dari 1 (satu) orang anggota Direksi, maka berlaku tanggung jawab renteng.218

Tugas dan tanggung jawab yang tersebut dalam UUPT adalah tekstual artinya hanya terbatas pada apa yang tercantum dalam UUPT dan anggaran dasar perseroan, tapi tidak menutup kemungkinan pengurus untuk memperhatikan hal-hal yang terjadi di sekitarnya yang berpengaruh pada perusahaan. Untuk hal ini, pengurus dapat saja mengambil tindakan, jika hal ini dilakukan maka tanggung jawab pengurus juga terhadap yang kontekstual, artinya dapat mengambil tindakan tidak berdasarkan hal yang tercantum dalam UUPT maupun anggaran dasar perseroan; tapi tindakan tersebut diambil berdasarkan keadaan yang ada untuk kepentingan perseroan dan tindakan tersebut dapat dipertanggungjawabkan pada RUPS.219

217 Lihat Daniel L. Rottinghaus, Esq., “A Primer on Board of Directors’ Fiduciary Duties: Knowing What is Expected Of You And Simple Tips For Complying”, tth., hlm. 2, dikatakan, “ “Good faith” is generally said to be the state of mind denoting honesty or purpose, freedom from intention to defraud and, generally, faithfulness to one’s duty or obligation. (“Itikad baik” pada umumnya dimaksudkan sebagai suatu keadaan pikiran yang mencirikan kejujuran atau maksud, yang bebas dari kehendak untuk melakukan penggelapan dan, pada umumnya, tentang kesetiaan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab.)”

218 Tri Budiyono,Op. cit., hlm. 172. Pengecualian terhadap tanggung jawab tersebut apabila anggota Direksi yang bersangkutan dapat membuktikan bahwa mereka telah melakukan pengurusan Perseroan dengan baik, dan memenuhi ketentuan Pasal 97 ayat (5) UUPT.

219Ibid., hlm. 37-38. Lihat juga M. Yahya Harahap, (I),Op. cit., hlm. 372, dikatakan, “Dalam menjalankan pengurusan untuk kepentingan Perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan yang ditetapkan dalam AD, anggota Direksi harus menjalankan pengurusan sehari-hari sesuai dengan “kebijakan yang dianggap tepat”.”

Dalam perkembangannya, Direksi sebagai badan pengurus dalam PT adalah yang paling bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan dalam Anggaran Dasar. Dari ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa peranan pengurus (terutama Direksi) di dalam Perseroan sangatlah penting. Karena seluruh kegiatan operasional Perseroan berada di tangan Direksi dengan diawasi oleh Dewan Komisaris, maka maju mundurnya PT ada di tangan Direksi. Beberapa pakar dan ilmuwan merumuskan kedudukan Direksi dalam Perseroan sebagai gabungan dari 2 (dua) macam persetujuan/ perjanjian, yaitu perjanjian pemberian kuasa di satu sisi, dan perjanjian kerja/ perburuhan di sisi lainnya.220 Sebutan bagi mereka dalam praktek berbeda-beda, ada yang menggunakan sebutan direksi, ada kalanya dipergunakan sebutan raad van beheer atau

gedelegeerde. Sedangkan tugasnya dalam pengertianbehereenmeliputi: a. Mengurus harta kekayaan perseroan.

b. Mengelola perseroan dalam arti melakukanmanagement. c. Mewakili perseroan di dalam dan di luar hukum.221

Dalam hubungan hukum antara pengusaha dan pemimpin perusahaan, pengusaha adalah pemberi kuasa yang wajib membayar upah, sedangkan pemimpin perusahaan adalah penerima kuasa yang wajib menjalankan perusahaan sesuai dengan kekuasaan yang diberikan. Hubungan hukum antara pengusaha dan pemimpin perusahaan tunduk pada ketentuan hukum mengenai pemberian kuasa yang bersifat koordinatif dan tetap berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut:

1. Pemimpin perusahaan bukan pembantu pengusaha karena pengusaha tidak berperan aktif menjalankan perusahaan.

2. Pemimpin perusahaan adalah kedudukan tertinggi dalam perusahaan yang memenuhi persyaratan keahlian dalam pengelolaan perusahaan.

3. Pemimpin perusahaan adalah pemegang kuasa untuk mengelola perusahaan ke dalam dan ke luar dengan tanggung jawab penuh menggantikan fungsi pengusaha.222

Sebenarnya ketentuan tentang tanggung jawab Direksi dan Dewan Komisaris yang ada dalam UUPT 2007 tidak jauh berbeda dengan yang diatur di dalam UUPT 1995. Namun dalam UUPT 2007, tanggung jawab itu dipertegas dan disempurnakan.

220Ahmad Yani & Gunawan Widjaja,Op. cit., hlm. 97.

221Achmad Ichsan,Op. cit., hlm. 386.

Tujuannya adalah supaya Direksi dan Dewan Komisaris itu tidak main-main dalam menjalankan usahanya.223 Tanggung jawab para pengurus tidak lebih daripada untuk menunaikan tugas yang diberikan kepada mereka dengan sebaik-baiknya.224

Mengenai tanggug jawab direksi, sesungguhnya dapat diklasifikasikan menjadi 5 (lima) macam, yaitu:

1. Tanggung jawab renteng antar sesame anggota direksi.

2. Tanggung jawab berdasarkan prinsip fiduciary duties dan duty to skill and care.

3. Tanggung jawab berdasarkan prinsippiercing the corporate veil. 4. Tanggung jawab berdasarkan prinsipultra vires.

5. Tanggung jawab berdasarkan doktrin manajemen ke dalam.225

Melihat kepada hubungan hukum diantara pengurus dengan perseroan, sebenarnya pengurus dapat dianggap selaku penerima beban atau perintah, suatu hubungan hukum yang diatur dalam Pasal 1792 sampai dengan Pasal 1799 KUH Perdata mengenai ‘lastgeving’. … persetujuan antara pengurus dengan perseroan itu merupakan persetujuan yang menimbulkan perjanjian

innominateyang tidak diatur dalam perundang-undangan … sehingga untuk ini ketentuan-ketentuan tersebut dapat diperlakukan secara analogi.226

Ini berarti suatu lastgeving, sesungguhnya tidak hanya terbatas pada suatu perbuatan hukum untuk memberikan kewenangan melakukan suatu pengurusan atas suatu hal atau kepentingan tertentu dari lastgever (yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Subekti sebagai Pemberi Kuasa), melainkan juga membebanilasthebberdengan kewajiban, dan tanggungan untuk menyelesaikan tugas atau perintah yang diberikan tersebut hingga selesai.227

Rumusan Pasal 1792 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menentukan secara jelas, bahwa yang dinamakan dengan lastgeving atau pemberian kuasa adalah suatu perjanjian. Dengan demikian berbeda dari suatu perwakilan, suatu pemberian kuasa hanya dapat terjadi antara orang-orang yang cakap untuk

223 Sut, “UUPT 2007 Pertegas Tanggung Jawab Direksi dan Komisaris”, 16 Oktober 2007, dapat diakses di http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol17807/uupt-2007-pertegas-tanggung-jawab-direksi-dan-komisaris, terakhir diakses pada tanggal 3 Mei 2012.

224Rachmadi Usman,Op. cit., hlm. 178.

225Raffles,Op. cit., hlm. 72-73.

226Achmad Ichsan,Op. cit., hlm. 388.

227 Gunawan Widjaja, Aspek Hukum Dalam Bisnis: Pemilikan, Perwakilan & Pemberian Kuasa (dalam sudut pandang KUH Perdata), (Jakarta: Kencana, 2006), hlm. 171.

bertindak dalam hukum.228 Dari rumusan Pasal 1798 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dapat diketahui bahwa kuasa yang diberikan kepada seorang yang tidak cakap bertindak dalam hukum melahirkan suatu perikatan dengan

SchuldtanpaHaftung, yaitu perikatan yang tidak dapat dituntut pelaksanaannya oleh kreditor (pemberi kuasa), dengan ancaman kebatalan kuasa tersebut.229 Selanjutnya jika diperhatikan lebih lanjut ketentuan yang diatur dalam Pasal 1800 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dapat diketahui bahwa dalam suatu pemberian kuasa atau lastgeving, seorang lasthebber tidak dapat lepas dari suatu “last” yang telah diberikan hingga ia menyelesaikan last tersebut; dengan ketentuan bahwa jika lasthebber tidak dapat menyelesaikan last atau kuasa yang diberikan kepadanya sesuai dengan perjanjian lastgeving atau pemberian kuasa tersebut, maka ia bertanggung jawab atas setiap kerugian yang terjadi karena kesalahan atau kelalaiannya dalam menjalankan pengurusan yang diperintahkan atau diwajibkan kepadanya. Ini berarti suatulast setuju ini beban yang diberikan oleh lastgever adalah suatu hal yang mutlak harus diselesaikan olehlasthebber.230

Selain kebijakan yang diambil dalam pengurusan Perseroan berdasar keahlian (skill) dan peluang yang tersedia, Direksi juga harus bertitik tolak dari kelaziman dalam dunia usaha (common business practice). Akan tetapi, tidak cukup ukurannya hanya praktik kelaziman saja (common practice) namun kualitasnya harus praktik kelaziman yang terbaik (common best practice).231 Direksi dalam menjalankan kewenangan pengurusan Perseroan, harus benar-benar mampu membaca peluang atau kesempatan yang dapat mendatangkan keuntungan dengan memperhitungkan kondisi maupun waktu yang tepat. Direksi dituntut untuk memiliki ketekunan (diligent) dan kehati-hatian

228Ibid., hlm. 172.

229Ibid., hlm. 173.

230Ibid., hlm. 172-173.

231 M. Yahya Harahap, (I), Op. cit., hlm. 348. Lebih lanjut pada hlm. 72-73, dikatakan, “Menurut Penjelasan Pasal 92 ayat (2) UUPT, yang dimaksud dengan “kebijakan yang dipandang tepat”, antara lain:

1) harus berdasar keahlian (skill) yang bersumber dari pengetahuan luas dan kemahiran yang terampil sesuai dengan ilmu pengetahuan dan pengalaman;

2) harus berdasar peluang yang tersedia (available opportunity):

a. kebijakan pengurusan yang diambil dan dilaksanakan harus benar-benar mendatangkan keuntungan (favorable advantage); dan

b. kebijakan itu diambil sesuai dengan kondisi yang benar-benar cocok (suitable condition) bagi Perseroan dan bisnis;

(prudent) memperhatikan kesempatan yang ada. Tidak ceroboh dan gegabah dalam mengambil kebijaksanaan.232

Pasal 1 angka 5 dan Pasal 92 ayat (1) UUPT 2007 memberi kewenangan kepada Direksi untuk mewakili Perseroan di dalam maupun di luar Pengadilan. Oleh karena itu, kapasitas mewakili yang dimilikinya adalah kuasa atau perwakilan karena undang-undang (wettelijke vertegenwoordig, legal or statutory representative). Dengan demikian, untuk bertindak mewakili Perseroan, tidak memerlukan kuasa dari Perseroan. Sebab kuasa yang dimilikinya atas nama Perseroan adalah kewenangan yang melekat secara inherent233 pada diri dan jabatan Direksi berdasar Undang-Undang.234

Sehubungan dengan itu, sesuai dengan kapasitasnya sebagai kuasa mewakili Perseroan berdasar undang-undang, Direksi berwenang memberi kuasa kepada orang yang ditunjuknya untuk bertindak mewakili Perseroan. Tindakan

pemberian kuasa yang demikian dapat dilakukan oleh Direksi tanpa

memerlukan persetujuan dari Organ Perseroan yang lain, baik Dewan Komisaris maupun RUPS.235

Dalam pengertian demikian itu, tanggung jawab Direksi tidak dapat dialihkan terhadap siapapun juga. Apabila Direksi mengalihkan sebagian kewenangannya kepada pejabat lain dalam melakukan tindakan hukum tertentu, maka tanggung jawab tersebut tetap melekat kepada Direksi sebagai pihak yang memberikan kuasa.236 Dalam hal ini, kemandirian Direksi Perseroan mutlak diperlukan dalam mengurus Perseroan agar dapat menjalankan kepengurusan tersebut sesuai dengan anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.237

Hal yang penting disadari dalam asas pendelegasian kewenangan adalah bahwa yang bertanggung jawab atas perbuatan hukum yang dilakukan oleh penerima kuasa tetap berada pada pihak yang memberikan kuasa. Dengan demikian, apabila Direksi memberikan pendelegasian sebagian kewenangannya kepada

232Ibid.

233Inherentdimaksudkan sebagai suatu sifat atau karakter dasar sebagaimana yang telah ada.

234M. Yahya Harahap, (I),Op. cit., hlm. 349.

235Ibid.

236Try Widiyono, (II),Op. cit., hlm. 44.

pengawas, maka seluruh tanggung jawab atas seluruh perbuatan hukum perdata yang dilakukan oleh pegawai tersebut tetap berada pada Direksi. Bukan hanya karena prinsip kuasa yang diatur dalam KUHPerdata, akan tetapi juga prinsip bahwa Direksi-lah yang bertanggung jawab dalam pengurusan Perseroan, bukan pegawai.238

Hal yang mendasar dari tugas Direksi Perseroan adalah menjalankan Perseroan.239 Sebagaimana diuraikan oleh Stephen W. Mayson, dkk., bahwa, “Directors of a company normally have the exclusive power to manage the company’s business and exercise its powers. Company law gives the directors all this power but says that they must exercise it as fiduciaries for the company and without negligence. (Direksi dari suatu perusahaan lazimnya diberikan wewenang khusus untuk mengelola usaha perusahaan dan menjalankan setiap fungsinya. Hukum perusahaan memberikan direksi keseluruhan wewenang tersebut, akan tetapi dengan pembatasan bahwa pelaksanaan wewenangnya tersebut adalah dalam rangka

fiduciaries terhadap perusahaan dan tanpa kelalaian.)”240 Ini berarti Direksi harus mempunyai duty of care and skill, itikad, kejujuran, dan loyalitas kepada perusahaan.241

The directors are entrusted by the members with the task of managing the company, not only a day-to-day basis but also with regards to policy decisions. The powers of the directors can be limited by statute, by the Articles and by special resolution of the members. Directors are not generally liable for the company’s debts unless they act outside their power, in breach of their duties, or in circumstances amounting to fraudulent or wrongful trading.242

238Ibid., hlm. 44.

239Ibid., hlm. 126.

240Stephen W. Mayson, Derek French and Christopher L. Ryan,Op. cit., hlm. 492.

241Try Widiyono, (II),Op. cit., hlm. 88.

In companies in which the directors are also members, their duties, responsibilities and liabilities as directors are not limited by their dual role.243 (Dalam perusahaan di mana Direksi juga sebagai bagian dari pemegang saham, tugas, kewenangan dan tanggung jawab sebagai Direksi tidak akan dibatasi oleh peran ganda mereka.)

Sebagaimana halnya seorang pemegang kuasa, yang melaksanakan

kewajibannya berdasarkan kepercayaan yang diberikan oleh pemberi kuasa untuk bertindak sesuai dengan perjanjian pemberian kuasa dan peraturan

Dokumen terkait