• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Prinsip-prinsip Pengelolaan Perusahaan yang

BAB III KEDUDUKAN DAN TANGGUNG JAWAB

B. Penerapan Prinsip-prinsip Pengelolaan Perusahaan yang

DireksiNominee

Perusahaan yang dalam hal berbentuk Perseroan Terbatas (PT) secara fungsional dituntut untuk memberikan nilai tambah (value added), baik berbentuk

financial return bagi para pemegang saham (shareholders) maupun social welfare, yakni sekurang-kurangnya juga memberikan nilai tambah bagi stakeholders.260

257Retno Wulandari,Op. cit., hal. 25.

258V. Umakanth,loc. cit.

259

Rachmadi Usman, Op. cit., hlm. 179. Lihat Susan Watson & Chris Noonan, “The corporate shield: What happens to directors when companies fail?”, Business Review (University of Auckland, 2005), hlm. 28, dapat diakses di

http://www.uabr.auckland.ac.nz/files/articles/Volume11/v11i1-the-corporate-shield.pdf, terakhir kali diakses pada tanggal 12 Oktober 2012, dikatakan, “As in Salomon v. Salomon & Co Ltd [1897] AC 22 tells us, a company is a separate person at law from those who operate on its behalf and through it; namely its directors, employees and shareholders. But this does not necessarily protect directors from liability; it means only that the liability of directors must be assessed separately from the liability of the company. If a cause of action can be established against a director, there is no bar against proceeding with that action just because that director is also a shareholder in the company and has limited liability in their capacity as shareholder.”

260 Anonim, “Tinjauan Kritis Implementasi GCG di Indonesia”, dapat diakses di

http://legalbanking.wordpress.com/hak-eksekutorial-kreditor-separatis-kapan-dapat-Direksi (baik Direktur pada umumnya, atau Direktur Nominee sekalipun, tanpa dikecualikan) sebagai organ yang memiliki fungsi dan peranan yang luas seyogianya harus mampu menerapkan nilai-nilai yang telah digariskan di dalamGood Corporate Governance (GCG) dengan berpedoman pada prinsip-prinsip doktrin hukum modern261.

GCG merupakan faktor yang penting untuk membangun bisnis Perseroan yang baik dan sehat. GCG secara definitif merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah (value added) untuk seluruh pemegang saham dan stakeholder.262 Sebagaimana diperintahkan oleh Menteri BUMN kepada seluruh BUMN di bawah pengawasannya agar menjalankan prinsipgood corporate governance, yang meliputi berikut ini:

1. Transparansi; yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan.

2. Kemandirian; yaitu suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara professional tanpa bantuan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.

dilaksanakan/tinjauan-kritis-implementasi-gcg-di-indonesia/, terakhir kali diakses pada tanggal 2 Juli 2012.

261Adapun prinsip-prinsip doktrin hukum modern, diantaranya meliputi:

1. fiduciary duty (prinsip dimana Direksi harus bertindak dengan jujur dan loyal demi kepentingan terbaik dari Perseroan),

2. standard of care(prinsip kehati-hatian dalam pengurusan Perseroan),

3. self dealing transactiondancorporate opportunity(dua prinsip yang saling berkaitan, dimana pada prinsipnya adalah Direksi harus mampu menjaga sejauh mana kewenangan bertindaknya dalam hal dijumpai suatu transaksi yang melibatkan Perseroan yang dipimpinnya dan adanya Perseroan atau pihak lain yang juga berkepentingan atas hal tersebut, semata-mata peluang atau potensi sejauh mana dimungkinkan dapat dinikmati oleh Perseroan), dan

4. business judgment rule (prinsip perlindungan hukum terhadap Direksi yang telah menjalankan pengurusan Perseroan dengan penuh itikad baik dan jujur).

262 Camelia Malik, “Implikasi Adanya Komisaris Independen dalam Perseroan berdasarkan UU Nomor 40 Tahun 2007”, Artikel Utama pada Jurnal Hukum Bisnis Volume 26 – No. 3 – Tahun 2007, hlm. 31.

3. Akuntabilitas; yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban organ sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.

4. Pertanggungjawaban; yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.

5. Kewajaran (fairness); yaitu keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hakstakeholderyang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.263

Konsep GCG pada dasarnya merupakan proses dan struktur yang digunakan untuk mengarahkan dan mengelola bisnis dan urusan-urusan perusahaan dalam rangka meningkatkan kemakmuran bisnis dan akuntabilitas perusahaan dengan tujuan utama untuk mewujudkan nilai pemegang sahm dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikanstakeholderyang lain (internal balance).264

Dewasa ini, istilah GCG telah mendapat perhatian yang besar. Namun walaupun demikian, sampai sekarang belum ada definisi GCG yang diterima secara universal.265Hal ini tidak lain disebabkan oleh perbedaan persepsi diantara para pakar perihal definisi yang dipertimbangkan paling sesuai.

Some definitions of corporate governance are narrow while others are more open-ended. A narrow definition is provided by Professors Shleifer and Vishney who state that corporate governance is concerned with “the ways in which suppliers of finance assure themselves of getting a return on their investment.”266 A broader

263

Try Widiyono, (II),Op. cit., hlm. 159.

264Chandra Bowo Nagoro, ”Penerapan Prinsip-Prinsip GCG pada Bank BUMN (Studi Kasus pada Bank BRI)”, hlm. 1, dapat diakses di http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/371085057.pdf, terakhir kali diakses pada tanggal 20 November 2012.

265 Ibid., hlm. 31, sebagaimana dikutip dari Colin Law dan Patricia Wong, “Corporate Governance: A Comparative Analysis Between the UK and China”, International Company and Commercial Law Review, Vol. 16 (9) Tahun 2005.

266 A Shleifer and R W Vishney, “A Survey of Corporate Governance, National Bureau of Economic Research Working PaperNo. 5554, 1996,quoted inW Vessler, F R KaenandH Sherman, Going Public: A Corporate Governance Perspective, Working Paper, April 1997 at 2, sebagaimana dikutip oleh Ian M Ramsay (ed.), Op. cit., hlm. 1, dapat diakses di

http://papers.ssrn.comsol3papers.cfmabstract_id=924312&httpapers.ssrn.comsol3papers.cfmabstract _id=924312, terakhir diakses pada tanggal 18 Oktober 2012.

definition of corporate governance encompasses a range of stakeholders in companies. Prof. Prentice states that at its broadest level, the corporate governance debate “involves the issue of the relationship between the stakeholders in a company and those who manage its affairs (the board of directors).”267(Beberapa definisi dari

corporate governance cukup dangkal sementara yang lainnya lebih luas pengertiannya. Sebuah pemahaman dangkal disampaikan oleh Professors Shleifer dan Vishney yang menyatakan bahwa corporate governance lebih mempertimbangkan tentang jalan bagaimana para penyedia dana dapat memastikan bahwa investasi yang telah ditanamkan akan menghasilkan kembali. Definisi yang lebih luas daricorporate governance mencakup sekelompok stakeholders dari perusahaan. Prof. Prentice

menyebutkan bahwa dalam pemahaman luasnya, corporate governance lebih

mempermasalahkan mengenai hal-hal yang menyangkut bagaimana hubungan

diantara seluruh stakeholder suatu perusahaan dan pihak yang melakukan

pengelolaan terhadapnya (Dewan Direksi).)

Corporate governance is defined by the working group chaired by Henry Bosch AO (The Bosch Working Group) as the system by which companies are controlled. The concept is concerned with achieving a balance between allowing the board and management the freedom to drive their company forward so as to improve performance on the one hand and, on the other, the need to ensure that this is achieved within a framework of effective accountability.268 (Corporate governance sebagaimana didefinisikan oleh

267D D Prentice, “Some Aspects of the Corporate Governance Debate” in D D Prentice and P R J Holland (eds),Contemporary Issues in Corporate Governance(1993) at 25, sebagaimana dikutip dariIbid., hlm. 2-3.

268 Justice Alex Chernov, “The Role of Corporate Governance Practices in the Development of Legal Principles Relating to Directors”, dalam Ian M Ramsay (ed.),Op. cit., hlm. 33. Bandingkan dengan Danka Starovic and Cathy Hayward, The Role of the Non-Executive Director: Making Corporate Governance Work, (London: The Chartered Institute of Management Accountants, tth),

kelompok kerja yang diketuai oleh Henry Bosch AO (dikenal denganThe Bosch Working Group) sebagai suatu sistem dimana perusahaan-perusahaan dapat dikendalikan. Konsep yang dipertimbangkan adalah bagaimana mencapai keseimbangan diantara memberikan kepada Direksi dan manajemen kebebasan untuk mengarahkan jalannya perusahaan sekaligus untuk meningkatkan kinerja pda satu sisi, dan di sisi lain, seberapa pentingnya memastikan bahwa pencapaikan yang dilakukan masih dalam tataran perhitungan yang efektif.)

Before dealing with particular corporate governance practices, it should be mentioned that there is at once a similarity and a difference between the bases which underpin corporate practices and legal principles respectively. The similarity lies in the fact those both seek to achieve a compromise. In the context of corporate governance practices, it is the compromise between the aim of maximizing profitability, while at the same time seeking “to do the right thing.”269 (Sebelum membahas lebih lanjut tentang praktik-praktik corporate governance yang sifatnya tertentu, perlu diutarakan terlebih dahulu perihal kesamaan dan perbedaan diantara hal-hal dasar yang turut serta di dalam praktik perusahaan dan prinsip hukum. Kesamaan bergantung pada kenyataan bahwa keduanya berusaha mencari pencapaian suatu keselarasan. Dalam konteks praktik corporate governance, adalah keselarasan diantara tujuan utama memaksimalkan keuntungan, dan pada saat bersamaan juga dicari “hal-hal atau tindakan apa yang tepat dilakukan.”)

The difference which exists between them is to be found, not surprisingly, in the fact that corporate practices are based on a much wider foundation than are legal principles. Corporate practices reflect the expectations of the relevant corporate community as to how directors will behave. This expectation is driven partly by commercial and, on one view, partly moral, considerations. Legal rules, on the other hand, are based on relatively narrow grounds which are founded essentially on principles governing a fiduciary. They seek to lay down the minimum standard of behavior required of directors of all companies. Hence, it would be unrealistic to expect direct correspondence between corporate governance practices and legal principles. On the other hand,

http://www.cimaglobal.com/Documents/ImportedDocuments/NEDSmakingcorpgovwork_techguide_20 03.pdf, terakhir kali diakses pada tanggal 21 November 2012, dikatakan, “Corporate governance can be simply defined as “the system by which companies are directed and controlled” (Cadbury report), which focuses on the “hygiene” and “housekeeping” aspects of running a business. The Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) extends the definition by stating that corporate governance involves “a set of relationships between a company’s management, its board, its shareholders and other stakeholders [that provides] a structure through which the objectives of the company are set and the means of attaining those objectives and monitoring performance are determined”.”

because of the obvious connection between them, one can justifiably expect that corporate practices would play some role in the development of legal principles relating to directors’ duties.270 (Perbedaan yang muncul diantara hal tersebut, secara sadar, dalam kenyataan bahwa praktik perusahaan memang didasarkan pada suatu landasan yang lebih luas dibanding hanya prinsip hukum semata. Praktik perusahaan mencerminkan sejauh mana harapan dari komunitas yang terkait dengan perusahaan terhadap bagaimana Direksi akan bersikap. Harapan ini akan diarahkan dalam rangka bisnis di satu sisi, dan moral sebagai pertimbangan di sisi lainnya. Aturan-aturan hukum, pada sisi lainnya, adalah berdasarkan kepada prinsip-prinsip dasar yang umum dalam kaitan dengan

fiduciary. Adalah bagaimana caranya diupayakan mencari standar minimum

dari tingkah laku yang dikehendaki atas Direksi perusahaan. Walau

bagaimanapun, akan sangat tidak riil untuk mengharapkan adanya satu jalinan langsung diantara praktik corporate governance dan prinsip hukum. Pada sisi lainnya, disebabkan oleh adanya hubungan yang jelas diantara hal tersebut, maka akan dapat diharapkan bahwa praktik perusahaan akan berperan penting dalam pengembangan prinsip hukum yang berkaitan dengan tugas/kewenangan Direksi.)

Direktur Perseroan sebagai organ di dalam Perseroan yang memiliki kewenangan dan peranan dominan menjadi salah satu sumber penerapan GCG. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh D. D. Prentice, bahwa, “We have seen that the role and functions of directors, as the senior decision- makers in companies, are central to corporate governance. However, determining the proper role of directors and ascertaining what types of directors might best suit the needs of companies are not without controversy.”271

Adapun beberapa hal yang menjadi prinsip-prinsip mendasar yang dapat ditemukan dalam praktik GCG adalah sebagai berikut:272

270Ibid.

271D D Prentice,Op. cit., hlm. 7.

272 Bandingkan dengan Retno Wulandari, loc. cit., sebagaimana dikutip dari Ridwan Khairandy & Camelia Malik, “Good Corporate Governance: Perkembangan Pemikiran dan Implementasinya di Indonesia dalam Perspektif Hukum”, (Yogyakarta: Kreasi Total Media), hlm. 77-85, dikatakan, “In addition to achieving the Company’s objectives, a Director’s fiduciary duties are also performed in order to apply the principle of Good Corporate Governance (“GCG’) in managing

a. Keadilan (Fairness), yang dalam hal ini berarti melindungi kepentingan pemegang saham minoritas dan stakeholder lainnya dari rekayasa-rekayasa dan transaksi yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

b. Tranparansi (Transparency), dimana berusaha meningkatkan keterbukaan (disclosure) dari kinerja perusahaan secara teratur dan tepat waktu dan aktual (timely basis) serta benar (akurat), baik terhadap para pemegang saham ataupun lembaga publik dari pemerintah;

c. Akuntabilitas (accountability), bahwa mendapatkan sistem pengawasan yang efektif didasarkan atas distribusi dan keseimbangan kekuatan antara anggota direksi;

d. Tanggung jawab (responsibility), yakni perusahaan memiliki tanggung jawab untuk mematuhi hukum dan ketentuan atau peraturan yang berlaku, termasuk tanggap terhadap lingkungan di mana perusahaan berada. Selama ini paradigma para manajer yang semula telah berusaha mengejar tingkat laba.

Single bottom line harus dibarengi dengan prinsip triple bottom line, yakni selain laba juga harus memenuhi tanggung jawab sosial dan menjaga pertumbuhan yang berkesinambungan (sustainability).

Pengelolaan perusahaan yang baik (Good Corporate Governance), tidak hanya berarti mencari keuntungan sebesar-besarnya untuk perusahaan, tetapi juga menjalankan tanggung jawab sosial dari perusahaan (Corporate Social

a Company. In general, here are the principles of GCG that must be implemented by a Director in managing a Company:

1. Fairness: in managing a Company, a Director must ensure equal treatment to all shareholders, including minority shareholders and majority shareholders. This fairness principle can be realized by making corporate regulations that protect the interest of the minority, making the company’s code of conduct, so that there will not be any gap in the Company.

2. Transparency: as an important principle to avoid any fraud, this principle acknowledges that the shareholders have the right to get correct, accurate, and timely information about the performance if the company, its finances and operations, and information about the company’s objectives. This is in line with one of the Director’s fiduciary duties, i.e. the duty to disclosure;

3. Accountability: this principle contains the obligation to present and report any conduct and activity of the company in its financial administration to the shareholders. A Director is appointed by the shareholders, so actually the Director represents the shareholders. In applying this principle, a Director must make a financial report thoroughly. The financial report made by the Director has a tremendous impact on the Company not only for the purpose of distributing dividend to the shareholders, but also in the interest of the Company’s taxation.

4. Responsibility: this principle covers matters pertaining to the fulfillment of the Company’s social responsibility as part of the society. In short, a Company must upload the rule of law, among others, by following tax regulations, labor and safety regulations, health regulations, environmental regulations, consumer protection regulation, and prohibitions of monopolistic practices and unfair business competition. In the responsibility principle, a Director not only oversees the Company’s daily activities, make a financial report and follow all the prevailing laws, but also fulfill the society’s needs in its community and protect the interest of all the stakeholders.

Responsibilities). Perusahaan mempunyai tanggung jawab sosial tidak merusak lingkungan atau merugikan konsumen karena barang yang cacat. Dalam menjalankan tugasnya ia memiliki “business judgment rule”, yaitu ia tidak dapat dituntut karena keputusannya ternyata mendatangkan kerugian pada perusahaan, sepanjang ia mengambil keputusan tersebut dengan penuh kehati-hatian, telah mengikuti ketentuan-ketentuan dalam Perseroan, beriktikad baik, tidak terdapat kelalaian atau penipuan.273

Meskipun dalam praktik terdapat pemegang saham yang sekaligus menjadi direksi, namun fungsi pemegang saham dan fungsi direksi dipisah secara tegas oleh undang-undang. Dengan dipisahkannya kedua fungsi itu, diharapkan kontinuitas jalannya perseroan lebih terjamin. Meskipun pemegang saham setiap waktu dapat berubah, akibat sahamnya dijual kepada pihak lain atau karena meninggal dunia dan sebagainya, tetapi dengan pemisahan itu, direksi pada dasarnya tetap dapat menjalankan perseroan sebagaimana mestinya. … Sekalipun demikian, kemandirian direksi tidak menjadikan kekuasaan direksi dijalankan dengan tanpa batas. Direksi tidak boleh melakukan perbuatan sekehendaknya sendiri, walaupun itu dengan alasan untuk kepentingan perseroan.274

Directors’ duties are generally seen as an important corporate governance mechanism. These duties address conflicts between shareholders and directors by focusing upon the possibility of shirking by directors (addressed by the duty of care, skill and diligence) and the possibility of a lack of loyalty by directors (addressed by the duty to act honestly and in the best interests of the company).275 (Tugas-tugas Direksi seringkali dipandang sebagai suatu langkah penting perusahaan yang perlu ditempuh. Tugas-tugas tersebut mendudukan pertentangan diantara para pemegang saham dan Direksi dengan menitikberatkan pada kemungkinan pengabaian tugas oleh Direksi (terutama dalam rangka kepedulian, pengetahuan dan ketekunan) dan kemungkinan untuk berkurangnya loyalitas Direksi (terutama dalam rangka tingkah laku jujur dan demi kepentingan Perseroan).)

The duty of care requires that directors inform themselves of all material information reasonably available before voting on a transaction.276 Hal ini erat

273

Erman Rajagukguk, “Tanggung Jawab Direksi dan “Business Judgment Rule”, (II), dapat diakses di

http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/3108512.pdf, terakhir diakses pada tanggal 18 Juni 2012.

274

Agus Budiarto,Op. cit., hlm. 71.

275

Ian M Ramsay, “The Corporate Governance Debate and the Role of Directors’ Duties”, dalam Ian M Ramsay (ed.),Op. cit., hlm. 10.

276 Nadelle Grossman,Op. cit., hlm. 402, sebagaimana dikutip dari Smith v. Van Gorkom, 488 A.2d 858, 872 (Del. 1985), salah satu kasus yang telah diputus olehDelaware Supreme Court.

kaitannya dengan kewajiban Direksi untuk melakukan pengurusan dan memperhatikan Perseroan dengan penuh tanggung jawab dan wajib saksama serta berhati-hati (prudential duty).277

C. Batasan Tanggung Jawab Direksi Nominee dalam Pengelolaan Perseroan

Dokumen terkait