• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kedudukan Kejaksaan Sebagai Penuntut Umum Dalam A

Kedudukan Kejaksaan Sebagai Penuntut Umum Dalam

A.

Konstitusi

Di dalam UUD 1945 atau konstitusi negara kita tidak menemukan satu katapun yang menyebut institusi kejaksaan baik dalam batang tubuh maupun penjelasannya. Begitu juga setelah UUD 45 mengalami empat kali perubahan.Konstitusi rIS dan UUDS tahun 1950 yang menganut system pemerintahan parlementer tidak menemukaan kata kejaksaan. Kecuali kata Jaksa Agung pada mahkamah agung ( lihat pasal 106 UUDS 1950 ), namun ketentuan ini samasekali tidak ada kaitannya dengan kedudukan kejaksaan dalam ranah kekuasaan negara.

Kalau kita bandingkan dengan beberapa negara setidaknya ada 113 (seratus tiga belas) negara yang mencantumkan kejaksaan dalam konstitusinya sebagai system ketatanegaraan. Di kawasan Asia Tenggara yang mencantumkan kejaksaan dalam konsitusi atau undang-undang dasarnya antara lain seperti Malaysia; Singapura; Brunei; filipna; Vietnam; laos; Myanmar dan Timoe Leste.

Apakah kedudukan kejaksaan akan kuat jika dimasukan dalam konstitusi ?Karena tidak ada satu katapun di dalam UUD 1945 yang menyebutkan tentang Kejaksaan, maka wajar saja jika para akademisi dan politisi, mereka-reka di manakah tempat yang sesuai bagi isntitusi ini.Sebagian akademisi berpendapat bahwa kejaksaan adalah lembaga penegak hukum dan karena itu seharusnya berada dalam ranah kekuasaan yudikatif. Sementara dalam UUD 1945 sebelum perubahan, hanya ada dua pasal saja yang mengatur badan yudikatif ini, yakni ketentuan dalam Bab IX tentang ”Kekuasaan Kehakiman”. Pasal 24 dibawah Bab IX itu mengatakan ”Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain badan kehakiman menurut undang-undang” (Ayat 1). ”Susunan badan-badan kehakiman itu diatur dengan

undang-undang” (Ayat 2). Sementara Pasal 25 mengatakan ”Syarat-syarat untuk menjadi dan untuk diberhentikan sebagai hakim ditetapkan dengan undang-undang”. Sedangkan penjelasan atas kedua pasal ini mengatakan ”Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan Pemerintah. Berhubung dengan itu harus diadakan jaminan dalam undang-undang tentang kedudukannya para hakim”.

Menurut yang diwawancarai tentang posisi kejaksaan dalam konstitusi menyatakan 74% responden menyatakan lembaga kejaksaan perlu dicantumkan secara tertulis dalam konstitusi, dengan alasan bahwa:

Lembaga Kejaksaan harus dimasukkan ke dalam konstitusi karena •

kedudukannya sebagai satu-2nya lembaga yang melaksanakan tugas penegakan hukum dibidang penuntutan ( yudikatif ). Apabila dia masuk ke dalam konstitusi tentu kedudukannya akan sangat kuat sebagai salah satu penegak hukum.

Kejaksaan sebagai lembaga penegak hukum harus bekerja secara •

independen tanpa pengaruh pihak manapun. Karena institusi kejaksaan harus berdiri sendiri dalam konstitusi dan harus setingkat dengan Mahkamah Agung, tidak berada di bawah eksekutif. Pentingnya posisi kejaksaan dalam konstitusi telah disebutkan •

secara implisit dalam konstitusi sebagai Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur daam Undang-undang. Kejaksaan hanya disebutkan secara implisit ada dalam Pasal 24 ayat (3) UUD 1945 sebagai Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam Undang-undang, ini berarti konstitusi mengakui adanya kejaksaan sebagai lembaga yang independen dan menjelaskan tupoksi dalam Undang-undang tersendiri yaitu UU rI No. 16 Tahun 2004 tentang kejaksaan.

Keberadaan kejaksaan pada pasal 23 ayat (3) UUD 1945 landasan •

dicantumkan secara eksplisit (lugas) dan sebagai penegak hukum kejaksaan harus berdiri sendiri dalam konstitusi setingkat dengan MA tapi tidak berada di bawah eksekutif dalam menjalankan fungsi penegakan hukum kejaksaan wajib independen. Sanga bagus karena menempatkan kejaksaan sebagai lembaga penegak hukum yang bekerja secara independen lepas dari pengaruh kekuasaan pihak manapun.

Kejelasan posisi kejaksaan dalam konsitusi dianggap perlu yang •

seharusnya kejaksaan sebagai lembaga tersendiri dan konstitusi setingkat dengan Mahkamah Agung tetapi tidak di bawah eksekutif dalam menjalankan fungsi penegakan hukum. Dengan fungsi kejaksaan sebagai dominus litis (pengendali proses perkara) untuk mempererat dan memperkuat konstitusional kejaksaan UUD 1945 perlu mengadopsi atura terkait kejaksaan sebagai penegak hukum kejaksaan harus berdiri sendiri.

Pentingnya lembaga kejaksaan dimasukan dalam konstitusi •

karena sebagaimana diketahui bahwa konstitusi merupakan norm

der normen yakni norma dasar yang menjadi sumber bagi norma

lainnya yang berlaku. Sebagai norma dasar bagi para penyelenggara negara berarti adanya pedoman pada konstitusi agar bisa berdiri kokoh, karena hakekat konstitusi bersifat fundamental.

Beberapa pendapat yang sama agar peran, fungsi dan wewenang lembaga kejaksaan harus masuk dalam konstitusi atau UUD 1945. Berharap agar presiden, wakil presiden, DPr, DPD, Menteri Hukum & HAM yang baru mendatang, berikut elemen lainnya, seperti LSM dan media massa, diharapkan bahu-membahu mendorong amandemen UUD 1945, terutama memunculkan pasal yang terkait peran, fungsi, eksistensi, serta wewenang kejaksaan yang lebih kuat.

Sebagaimana diketahui bahwa dalam sistem pembagian kekuasaan, Kejaksaan, mahkamah agung dan kepolisian adalah merupakan aparat penegak hukum (yudikatif). Melihat hal tersebut maka peran strategis lembaga penegak hukum dalam sistem ketatanegaraan dan mewujudkan

prinsip negara hukum merupakan suatu hal yang krusial. Maka dari itu keberadaaan lembaga negara yang melaksanakan kekuasaan yudisial harus diatur secara jelas didalam konstitusi. Independensi peradilan harus dijamin oleh negara dan diabadikan dalam konstitusi atau negara hukum. Ini adalah tugas dari semua pemerintah dan lainnya lembaga untuk menghormati dan mengamati indpendensi peradilan. Ide tentang perlunya pengaturan Kejaksaan dalam undang-undang dasar (constitution) suatu negara bukanlah merupakan hal yang baru, karena ternyata diduni ini terdapat 90 (Sembilan puluh) negara yang mengatur lembaga Kejaksaan dan/ atau Jaksa agungnya dalam undang-ndang dasar. Maka dari itu keberadaan lembaga negara yang melaksanakan kekuasaan yudisial termasuk kategori sebagai organ negara utama auxiliary organ). Sebagai organ negara utama maka sumber atribusi kewenangan lembaga yudisial sepatutnya harus eksistensi Kejaksaan yang hanya diberikan legitimasi melalui Undang-Undang adalah tidak tepat, mengingat sebagai lembaga yang diberikan tanggung jawab tertinggi dalamdi bidang penuntutan, Kejaksaan memerlukan proteksi konstitusi guna menjaga integritas dan indpendensinya. Bandingkan saja dengan komponen lain dalam sistem peradilan pidana yang diberikan legitimasi konstitusional, yaitu kepolisian dan badan peradilan diatur secara jelas didalam konstitusi.

Kejaksaan memerlukan proteksi konstitusi dan sebagai lembaga negara tersendiri yang seharusnya konstitusi setingkat Mahkamah Agung tidak di bawah eksekutif.Kejelasan posisi kejaksaan dalam konsitusi dianggap perlu yang seharusnya kejaksaan sebagai lembaga tersendiri dan konstitusi setingkat dengan Mahkamah Agung tetapi tidak di bawah eksekutif dalam menjalankan fungsi penegakan hukum. Dengan fungsi kejaksaan sebagai dominus litis (pengendali proses perkara) untuk mempererat dan memperkuat konstitusional kejaksaan UUD 1945 perlu mengadopsi atura terkait kejaksaan sebagai penegak hukum kejaksaan harus berdiri sendiri

Pentingnya posisi kejaksaan dalam konstitusi telah disebutkan secara implisit dalam konstitusi sebagai Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam Undang-undang.

Kejaksaan hanya disebutkan secara implisit ada dalam Pasal 24 ayat (3) UUD 1945 sebagai Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam Undang-undang, ini berarti konstitusi mengakui adanya kejaksaan sebagai lembaga yang independen dan menjelaskan tupoksi dalam Undang-undang tersendiri yaitu UU rI No. 16 Tahun 2004 tentang kejaksaan.Keberadaan kejaksaan pada pasal 23 ayat (3) UUD 1945 landasan tersebut masih terbilang lemah karena institusi adyaksa itu tidak dicantumkan secara eksplisit (lugas) dan sebagai penegak hukum kejaksaan harus berdiri sendiri dalam konstitusi setingkat dengan MA tapi tidak berada di bawah eksekutif dalam menjalankan fungsi penegakan hukum kejaksaan wajib independen, karena menempatkan kejaksaan sebagai lembaga penegak hukum yang bekerja secara independen lepas dari pengaruh kekuasaan pihak manapun.

Alasan lainKejaksaan perlu dimasukkan ke dalam konstitusi karena kedudukannya sebagai bagian criminal justice system. Apabila dia masuk ke dalam konstitusi tentu kedudukannya akan sangat kuat sebagai salah satu penegak hukum.

Di dalam amandemen itu nanti, harus dipertegas bahwa lembaga kejaksaan adalah central authority atau CA yang merupakan domain-nya. Di dalam konstitusi baru, harus juga dipertegas terkait wewenang kejaksaan sebagai lembaga penuntutan tertinggi. “Terkait CA, teknis yudisial dan yang terkait dengan hal yang mikro, itu menjadi wewenang kejaksaan, sedangkan hal yang makro dan administratif menjadi wewenang Kementerian Huku dan HAM. Jaksa Agung harus menjadi pimpinan tertinggi central authority. Lebih lanjut disebutkan perlu ada penguatan lembaga kejaksaan. “Masak wewenang penuntutan ada di lembaga lain seperti KPK. Kejaksaan itu lembaga penuntutan tertinggi dan wewenang penuntutan itu harusnya hanya ada di lembaga kejaksaan.

18% responden berpendapat lain bahwa tentang perlu tidaknya kejaksaan dimasukan dalam konstitusi maka apabila dihubungkan dengan fungsi lembaga pelaksana sistem penuntutan, mengarah kepada restrukturisasi fungsi penuntutan yang mengarah juga kepada perwujudan

independensi, keindependenan tersebut terutama terhadap intervensi kekuasaan eksekutif. Hal ini terjadi karena adanya kecenderungan pada negara yang mengsubordinasikan proses penuntutannya kepada kekuasaan eksekutif merasakan kekuasaan eksekutif merupakan ancaman