• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Mahkamah Konstitusi

2. Kedudukan MK dalam Sistem Peradilan di Indonesia

Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu lembaga kehakiman di Indonesia termasuk dalam lingkup lembaga yudikatif. Mengikuti teori ketatanegaraan yang dipelopori oleh Montesquieu, yang banyak dianut negara-negara modern bahwa lembaga kekuasaan negara-negara dipisah menjadi tiga bentuk, yaitu legislatif, memiliki fungsi legislasi, lembaga eksekutif yaitu pemerintah, dan lembaga yudikatif, yaitu lembaga yang ditugasi fungsi kekuasaan

18 kehakiman.30 Istilah yudikatif menurut Budiardjo berarti fungsi kekuasaan yang terkait ajudikadi,31 atau dalam bahasa Abdul Manan disebutkan sebagai rule adjudication function.32

Menurut Jimly, sebagaimana dikutip Syah, menegaskan bahwa lembaga yudikatif merupakan lembaga pengadilan yang berfungsi menilai suatu konflik atas pelaksanaan suatu aturan hukum, menerapkan aturan untuk menyelesaikan konflik tersebut.33 Demikian juga dikemukakan oleh Raghib al-Sirjani, pada saat mengomentari perbedaan sistem musyawarah dengan demokrasi Barat, mengulas sedikitnya tentang kelembagaan yudikatif, bahwa lembaga tersebut menurutnya memiliki kewenangan menentukan hukum antara sesama manusia dengan adanya penerapan undang-undang.34 Dengan begitu, Mahkamah Konstitusi menjalankan tupoksi dan wewenang di bidang peradilan dengan sendirinya menempatkannya pada posisi berada dalam jajaran kelembagaan yudikatif.

Mahkamah Konstitusi di Indonesia berkedudukan di pusat, posisinya sama dengan Mahkamah Agung yang juga berada di tingkat pusat, meskipun keduanya memiliki tugas dan fungsi masing-masing. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, yang diperbarui kembali dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang perubahan atas

30Teuku Saiful Bahri Johan, Perkembangan Ilmu Negara dalam Peradaban Globalisasi Dunia, (Yogyakarta: Deepublish, 2018), hlm. 167.

31Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003), hlm. 158.

32Abdul Manan, Perbandingan Politik Hukum Islam dan Barat, Cet. 2, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2018), hlm. 110.

33Sakti Ramdhon Syah, Dasar-Dasar Hukum Tata Negara: Suatu Kajian Pengantar Hukum Tata Negara dalam Perspektif Teoritis-Filosofis, (Makassar: Social Politic Genius, 2019), hlm. 101.

34Raghib al-Sirjani, Sumbangan Peradaban Islam pada Dunia, (Terj: Sonif,Malik Supar dan Masturi Irham), Cet. 7, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2019), hlm. 488.

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, pada Pasal 2 dinyatakan bahwa Mahkamah Konstitusi merupakan suatu lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan untuk menegakkan hukum dan keadilan. Selanjutnya, pada Pasal 3 dinyatakan bahwa Mahkamah Konstitusi berkedudukan di Ibu kota Negara Republik Indonesia. Dari ketentuan tersebut, kedudukan Mahkamah Konstitusi hanya di ibu kota negara dan tidak bisa dibentuk di tingkat daerah.

Posisi Mahkamah Konstitusi sejajar dengan posisi Mahkamah Agung di dalam struktur lembaga negara Indonesia. Jurdi menyebutkan Mahkamah Agung sejajar kedudukannya dengan Mahkamah Konstitusi dan keduanya bersama-sama memegang kekuasaan kehakiman.35 Secara sederhana, susunan lembaga negara Indonesia pasca amandemen UUD 1945 berikut ini:

Meski antara Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi memiliki posisi yang sejajar sebagai lebaga yudikatif menjalankan fungsi kehakiman,

20 tetapi keduanya berbeda dalam hal kewenangan yang dimiliki, khususnya dalam hal melakukan pengujian materi hukum di dalam regulasi di Indonesia, atau yang disebut dengan judicial review. Menurut catatan Jimly, karena telah diterapkan pemisahan lembaga kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif sebagai lembaga yang mandiri, maka kewenangan pengujian (judicial review) diberikan kepada Mahkamah Konstitusi. Sebelum Mahkamah Konstitusi dibentuk, kewenangan tersebut dapat dijalankan oleh Mahkamah Agung.36 Namun, setelah Mahkamah Konstitusi dibentuk, antara keduanya memiliki kewenangan menguji. Mahkamah Agung menguji peraturan di bawah undang-undang, sementara itu Mahkamah Konstitusi menguji materi hukum yang ada dalam undang-undang terhadap UUD 1945, kedua pengujian itu disebut atas nama judicial review.

Istilah judisial review berarti penilaian dan peninjauan kembali. Menurut Jimly, judicial review adalah upaya untuk melakukan review, penilaian kembali atau peninjauan kembali, dan pengujian kembali atas norma hukum yang tertuang baik dalam bentuk produk pengaturan (regeling), penetapan atau beschikking, ataupun produk pengadilan (vonnis). Dalam makna lain, judicial review adalah mekanisme untuk pengendalian dan kontrol norma hukum oleh lembaga peradilan (norms control mechanism).37 Istilah judicial review pada dasarnya istilah teknis khas hukum tata negara Amerika Serikat yang merujuk wewenang pengadilan untuk membatalkan setiap perbuatan pemerintahan yang bertentangan dengan konstitusi.38 Jadi, istilah judicial review masih bersifat umum, baik dalam bentuk pengujian undang-undang terhadap konstitusi (di

36Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara dan Pilar Pilar Demokrasi Serpihan Pemikiran Hukum, Media dan HAM, Cet. 2, (Jakarta: Konstitusi Press, 2005), hlm. 95.

37Jimly Asshiddiqie, Konstitusi Ekonomi, (Jakarta: Kompas Media Nusantara. 2010), hlm. 42.

38Abdul Manan, Dinamika Politik Hukum di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2018), hlm. 222.

Indonesia disebut UUD 1945) yang kewenangannya diambil oleh lembaga Mahkamah Konstitusi, dan pengujian peraturan daerah terhadap undang-undang yang kewenangannya diambil lembaga Mahkamah Agung.

Dalam hukum Indonesia, jika yang diuji adalah undang-undang terhadap UUD 1945, maka yang mengujinya ialah Mahkamah Konstitusi. Basisnya adalah constitutional review (pengujian konstitusional), sebab yang diuji adalah berupa konstitusional undang-undang (judicial review on the constitutionality of law). Namun, hal itu berbeda dengan judicial review suatu peraturan daerah terhadap undang-undang, maka pengujinya ialah Mahkamah Agung, basisnya di sini ialah judicial review of regulation atau pengujian terbatas pada peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang. Sebab yang diuji itu adalah legalitas suatu peraturan (judicial review on the legality of regulation).39 Dengan begitu, posisi Mahkamah Konstitusi cenderung sama dengan Mahkamah Agung, meskipun di dalam wilayah kekuasaan dan tupoksinya berbeda.

Menurut Yusa dan kawan-kawan, Mahkamah Konstitusi berwenang untuk menguji undang-undang terhadap UUD 1945. Mahkamah Konstitusi merupakan badan peradilan di tingkat pertama dan terakhir, dan putusannya bersifat final.40 Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan yang diatur secara tegas dalam Pasal 24C Ayat (1) UUD1945 yakni mengadili di tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap UUD, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenanganya diberikan oleh UUD, memutus pembubaran Partai Politik, memutuskan perselisihan tentang hasil Pemilihan Umum, serta wajib

39Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, (Jakarta: Mahkamah Konstitusi, 2006), hlm. 158.

40I Gede Yusa, dkk, Hukum Tata Negara Pasca Perubahan UUD NRI 1945, (Malang: Setara Press 2016), hlm. 22 dan 142.

22 memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan adanya pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-undang Dasar.41

Berdasarkan uraian di atas, dapat diulas kembali bahwa posisi Mahkamah Konstitusi di dalam sistem negara hukum Indonesia menempati posisi yang sama dan sejajar dengan Mahkamah Agung sebagai lembaga kekuasaan kehakiman di tingkat pusat. Mahkamah Konstitusi termasuk lembaga yudikatif yang bertugas di dalam menjalankan fungsi-fungsi kekuasaan kehakiman, berupa menerima dan menyelesaikan permasalahan yang terjadi di dalam masyarakat. Namun begitu, Mahkamah Konstitusi di sini lebih diarahkan pada penyelesaian hukum di dalam pembubaran partai politik, memutus perselisihan hasil pemilu, memutus sengketa kewenangan lembaga negara, bahkan bisa memutuskan tentang pemberhentian presiden dan wakilnya apabila ada dugaan dan terbukti melakukan pelanggaran hukum. Wewenang Mahkamah Konstitusi lain yang tidak kalah pentingnya ialah dapat menguji konstituionalitas satu produk undang-undang terhadap UUD 1945, dan wewenang terakhir inilah yang akan disoroti pada pembahasan-pembahasan berikutnya.

3. Beberapa Contoh Putusan MK Berkaitan dengan Penafsiran Norma

Dokumen terkait