• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kedudukan Polri Menurut UUD 1945

Dalam dokumen POLRI Peranan dan Kedudukan (Halaman 80-85)

KAJIAN TERHADAP MAKNA DAN IMPLIKASI KEDUDUKAN POLISI SEBAGAI ALAT NEGARA

4.1 Kedudukan Polri Menurut UUD 1945

Dalam rangka pelaksanaan tugas dan kewajibannya, pemerintah dan masyarakat harus berdasarkan hukum. Untuk itu diadakan lembaga penegak hukum, yang salah satunya adalah lembaga Polri. Sebagai dasar kewenangan secara konstitusional terhadap Polri dalam melaksanakan fungsi penegakan hukum maka harus diatur kedudukan, fungsi dan kewenangan Polri dalam UUD 1945.

Pasal 30 ayat (2) UUD 1945 setelah perubahan kedua menyebutkan bahwa:

“Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan rakyat sebagai kekuatan pendukung”.

Menurut ketentuan konstitusi tersebut jelas ada pembagian sekaligus pemisahan tugas dan kewenangan dalam masalah pertahanan dan keamanan. Segala sesuatu yang menyangkut masalah pertahanan adalah mutlak tanggung jawab Tentara Nasional Indonesia (TNI) sebagai komponen pertahanan negara yang paling utama, yang dibantu oleh Polri sebagai komponen kekuatan cadangan dan rakyat sebagai komponen kekuatan pendukung.

Dalam bidang keamanan yang menjadi komponen utama adalah Polri, dan TNI sebagai komponen cadangan serta rakyat sebagai komponen pendukung. Secara tegas UUD 1945 memberikan kewenangan yang penuh kepada Polri untuk melakukan usaha dan upaya penegakan hukum dan ketertiban dalam masyarakat. TNI adalah tenaga cadangan yang hanya boleh turun tangan membantu apabila ada permintaan dari pihak Polri dalam penanganan masalah keamanan. Di samping itu, rakyat adalah sebagai pendukung setiap kebijakan yang diambil dalam rangka pelaksanaan tugas kepolisian dalam rangka penegakan hukum dan ketertiban masyarakat.

Pasal 30 ayat (4) UUD 1945 setelah perubahan kedua, secara tegas juga menyebutkan kedudukan Polri sebagai alat negara, yang menyebutkan sebagai berikut : “Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat serta menegakkan hukum”.

Kedudukan Polri sebagai alat negara adalah kedudukan Polri sebagai salah satu organ kekuasaan eksekutif (pemerintahan).85 Di bawah Presiden. Hal ini bermakna bahwa kedudukan lembaga Polri berada di bawah lingkup kekuasaan eksekutif dengan Presiden sebagai pemegang kekuasaan tertingginya. Segala bentuk kegiatan operasional dan pembinaan Polri berada di bawah dan bertanggung jawab kepada presiden. Segala aspek, baik aspek struktural, instrumental maupun kultural Polri sangat bergantung pada kebijakan pemerintah (Presiden). Hal ini senada dengan ketentuan Pasal 8 Tap MPR No. VII/MPR/2000 yang menyatakan bahwa Presiden dalam menetapkan arah kebijakan Polri dibantu oleh Lembaga Kepolisian Nasional.

85 Menurut ajaran Tripraja, pemerintahan dalam arti sempit hanya terdiri atas satu kekuasaan saja, yaitu kekuasaan eksekutif. Pemerintahan dalam arti sempit terdiri dari Presiden ,Wakil Presiden, dan Menteri-menteri.

Apabila dilihat kedudukan kepolisian di negara-negara lainnya di dunia, kedudukan kepolisiannya akan berbeda-beda pula sesuai dengan visi, misi, dan kebijakan suatu pemerintahan. Kadangkala dapat dilihat kedudukan kepolisian negara yang berada di bawah kendali Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehakiman, Perdana Menteri. Wakil Presiden dan di bawah Presiden secara langsung, seperti di Indonesia.

Di Indonesia kedudukan Polri yang berada di bawah Presiden sebagai wujud pemuliaan terhadap profesi kepolisian. Akan tetapi, UUD 1945 tidak secara tegas menyebutkan bentuk organisasi Polri, apakah berbentuk suatu departemen, lembaga non departemen atau lembaga khusus pemerintah. Ironisnya Undang-undang No. 2 Tahun 2002 juga tidak menyebutkan secara tegas bentuk dari organisasi Polri.

Membahas kedudukan Polri sebagai alat negara sebagaimana yang disebutkan dalam UUD 1945 akan terasa hambar apabila tidak membahas sekaligus Ketetapan MPR RI yang mengatur kebijakan tentang kepolisian. Hal ini disebabkan oleh karena kedudukan Ketetapan MPR juga merupakan sumber hukum yang berlaku di Indonesia.

Pasal 2 Ketetapan MPR RI Nomor III/MPR/2000 Tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan menyebutkan :

“Tata urutan peraturan perundang-undangan merupakan pedoman dalam pembuatan aturan hukum di bawahnya. Tata urutan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia adalah :

(1) Undang Undang Dasar 1945;

(2) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia;

(3) Undang-undang;

(4) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu);

(5) Peraturan Pemerintah;

(6) Keputusan Presiden;

(7) Peraturan Daerah”.

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (Tap MPR RI) sebagai sumber hukum kedua tertinggi setelah UUD 1945 juga telah mengatur tentang Polri, di antaranya, Tap MPR RI Nomor VI/MPR/2000 Tentang Pemisahan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Tap MPR RI Nomor VII/MPR/2000 Tentang Peran Tentara Nasional Indonesia dan Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pasal 2 ayat (1), (2) dan ayat (3) Tap MPR No. VI/MPR/2000 Tentang Pemisahan TNI dan Polri menyebutkan bahwa :

(1) Tentara Nasional Indonesia adalah alat negara yang berperan dalam pertahanan negara

(2) Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan

(3) Dalam hal terdapat keterkaitan kegiatan pertahanan dan kegiatan keamanan, Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Republik Indonesia harus bekerja sama dan saling membantu.

TNI dan Polri adalah alat negara yang merupakan bagian dari fungsi eksekutif, baik panglima TNI maupun kapolri berada di bawah dan bertanggung jawab kepada presiden selaku pemegang kekuasaan eksekutif tertinggi (panglima tertinggi angkatan perang/TNI dan kepala kepolisian tertinggi/polisi pemuncak).86

Segala kebijakan, baik yang menyangkut pembinaan maupun operasional ditentukan presiden. Adanya campur tangan lembaga lain di luar kekuasaan eksekutif adalah bentuk intervensi yang dapat menghalangi kemandirian dan profesionalisme prajurit TNI dan anggota Polri.

Pada ketentuan menimbang huruf (e) Ketetapan MPR No. VII/MPR/2000 disebutkan bahwa dalam kehidupan masyarakat diperlukan aparat keamanan dan ketertiban yang memberikan perlindungan dan penegakan hukum berupa Kepolisian Negara Republik Indonesia. Lebih lanjut pada huruf (g) TAP MPR No. VII/

MPR/2000 disebutkan bahwa telah dilakukan pemisahan secara kelembagaan yang setara antara Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Adanya aparat keamanan dan ketertiban yang memberikan perlindungan, pelayanan, pengayoman, dan penegakan hukum dalam suatu negara adalah suatu keharusan. Ini bermakna bahwa setiap negara yang modern dan menghargai HAM harus memberikan perlindungan, kenyamanan, ketertiban, dan ketenteraman kepada warga negaranya dengan mengadakan suatu alat negara yang berperan dan berfungsi khusus untuk itu.

Adanya pemisahan secara kelembagaan yang setara antara TNI dan Polri memberikan kewenangan penuh pada masing-masing pihak untuk dapat melaksanakan tugasnya secara optimal dalam rangka mewujudkan profesionalismenya. Kesetaraan secara kelembagaan antara TNI dan Polri membawa konsekuensi bahwa jabatan panglima TNI dan kapolri adalah sederajat sehingga antara yang satu dan lainnya tidak bisa saling perintah atau saling menjatuhi.

Menurut Soeprapto,87 ada tiga pejabat setingkat menteri yang membantu presiden sebagai penyelenggara tertinggi pemerintahan negara yaitu:

(1) Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia;

(2) Jaksa Agung Republik Indonesia; dan (3) Gubernur Bank Indonesia..

Seiring dengan adanya perubahan Undang Undang Dasar 1945 dan adanya Ketetapan MPR No. VI/MPR/2000 dan Ketetapan MPR No. VII/MPR/2000 serta lahirnya

86 Hazairin, Demokrasi Pancasila, Tintamas, Jakarta, 1970, hlm.40.

87 Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundang-undangan- Dasar-dasar dan Pembentukannya, Kanisius, Yogyakarta, 1998, hlm. 71-72.

Undang-undang No.2 Tahun 2002 jabatan panglima ABRI telah ditiadakan dan digantikan dengan jabatan Panglima TNI dan Kapolri. Konsekuensi yang timbul dari perubahan konstitusi dan lahirnya Tap MPR No. VI/MPR/2002 dan Tap MPR No.

VII/MPR/2000 serta lahirnya UU No. 2/2002 adalah adanya empat pejabat negara setingkat menteri, yaitu:

(1) Panglima TNI;

(2) Jaksa Agung Republik Indonesia;

(3) Gubernur Bank Indonesia; dan (4) Kapolri.

Dalam kenyataannya, kesetaraan antara TNI dan Polri hanya dapat dipahami dan diterima oleh sebagian pihak saja. Ketidakrelaan TNI disetarakan dengan Polri dapat dilihat dari adanya tumpang tindih kewenangan dalam pelaksanaan pembinaan personil yang seolah-olah menempatkan anggota Polri sebagai bawahan. Sering ditemukan di dalam kehidupan sehari-hari, adanya oknum-oknum TNI yang sengaja melanggar aturan lalu lintas atau tidak mau berhenti ketika adanya razia lalu lintas walaupun diberhentikan oleh polisi lalu lintas karena yang bersangkutan tidak menggunakan helm.

Masih adanya sebagian anggota TNI yang menjadi pelindung bandar narkoba, prostitusi, perjudian, dan masih arogannya oknum TNI di lapangan menunjukkan kekurangikhlasan TNI dalam memposisikan Polri sebagai teman dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Hal ini diperburuk oleh sikap sebagian besar anggota Polri yang berperilaku menyimpang dan kurang profesional dalam menindak setiap pelanggar atau pelaku tindak pidana, termasuk prajurit TNI, walaupun ada mekanisme penyerahan kepada polisi militer.

Penegasan tentang peran Polri sebagai alat negara penegak hukum dan kamtibmas diatur pula dalam Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) TAP MPRRI No. VII/MPR/2000 yang menyatakan :

(1) Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, memberikan pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

(2) Dalam menjalankan perannya, Kepolisian Negara Republik Indonesia wajib memiliki keahlian dan keterampilan secara profesional.

Peranan Polri sebagai penanggung jawab Kamtibmas, penegak hukum, pengayom, dan pelayan kepada masyarakat memiliki makna bahwa Polri adalah alat negara pertama dan utama yang bertanggung jawab dalam menciptakan ketertiban hukum dan masyarakat tanpa adanya intervensi dari pihak manapun. Untuk dapat menjalankan perannya tersebut, setiap anggota Polri dituntut untuk memiliki keahlian dan keterampilan secara profesional. Setiap anggota Polri dituntut untuk senantiasa mengembangkan kemampuan, baik kemampuan individual maupun

kolektif yang dapat menunjang pelaksanaan dan keberhasilan tugas. Negara, dalam hal ini Pemerintah (Presiden), wajib menyediakan sarana/prasarana yang cukup dan memadai untuk mewujudkan profesionalisme Polri.

Sebagai salah satu penegak hukum yang mendapatkan mandat untuk memobilitaskan sosialisasi hukum adalah polisi. Polisi didaulat oleh negara sebagai agen yang bertugas mengawinkan dirinya dengan masyarakat, dengan maharnya hukum. Polri dalam menjalankan tugasnya harus selalu menjunjung tinggi hukum dan hak asasi manusia serta mempunyai tugas mengusahakan ketaatan warga negara dan masyarakat terhadap peraturan negara.88

Kedudukan Polri di bawah Presiden sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 7 ayat (2) Tap MPR No. VII/MPR/2000 memberikan makna bahwa Polri adalah lembaga khusus pemerintah yang diberi wewenang secara yuridis konstitusional untuk melaksanakan penegakan hukum dan ketertiban dalam masyarakat tanpa adanya halangan dari lembaga mana pun.

Polri sebagai institusi dan organisasi yang menjalankan fungsi alat negara harus menjalankan strategi-strategi negara khususnya untuk kepentingan stabilitas serta pengendalian masyarakat sipil.89 Kedudukan Polri yang berada di bawah Presiden dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden membawa implikasi bahwa Polri adalah bagian dari pemerintahan dalam arti yang sempit (eksekutif) yang ikut bertanggung jawab terhadap keberhasilan pembangunan melalui pelaksanaan tugas-tugas polisionil, khususnya dalam rangka penegakan hukum dan ketertiban dalam masyarakat.

4.2 Kedudukan Polri Menurut Undang-undang Nomor 2 Tahun

Dalam dokumen POLRI Peranan dan Kedudukan (Halaman 80-85)