• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kedudukan Tokoh Dalam Esai Cari Angin Tempo

C). Maksim Kemufakatan Data (1)

2. Kedudukan Tokoh Dalam Esai Cari Angin Tempo

Sebuah percakapan, sebuah tuturan, atau peristiwa komunikasi tertentu dalam aktivitas kebahasaan tidak pernah bisa dilepaskan dari konteks yang mewadahinya. Konteks, merupakan penentu munculnya peristiwa ujaran dalam komunikasi kebahasaaan. Selanjutnya, konteks sendiri meliputi banyak aspek.

Hymes (Sulistiyo, 2013: 31) merinci konteks menjadi : (1) Setting/ Latar peristiwa komunikasi (2) Participans/ Orang yang terlibat dalam komunikasi (3) End/ Tujuan dalam komunikasi yang hendak dicapai (4) Act/ Tindak tutur yang dilAkukan (5) Key/ Tema komunikasi (6)Instrument/ Media komunikasi

commit to user

(7) Norms/ Norma atau aturan komunikasi (8) Genre/ Ragam bahasa yang digunakan.

Salah satu konteks yang memiliki peran vital adalah konteks partisipan.

Konteks partisipan adalan konteks yang menngacu pada tokoh atau pelaku dalam aspek komunikasi bahasa yang terjadi. Partisipan atau orang yang terlibat dalam komunikasi amat menentukan bentuk-bentuk komunikasi, wujud interaksi dalam komunikasi dan jalannya proses komunikasi berlangsung dari awal hingga akhir komunikasi. Oleh sebab itu, peran partisipan yang penting dalam komunikasi merupakan telaah yang menarik dalam kajian ilmu pragmatik.

Begitu pula, dalam kolom Cari Angin yang dimuat dalam koran Tempo.

Pada kolom tersebut, terdapat dua tokoh utama dalam proses membahas dan menyelesaikan persoalan yang ada. Tokoh Romo Imam dan tokoh Saya dalam membahas sebuah permasalahan yang diangkat mempunyai peranan dan kedudukan yang berbeda dalam penyampaian argumentasi masing-masing tokoh.

Lebih lanjut, dalam esai tersebut menunjukkan secara eksplisit maupun implisit, pengaruh status tokoh berdampak pada keseimbangan komunikasi.

Secara khusus, pada tokoh Romo Imam yang cenderung memiliki dominasi pendapat, dan kekuatan dalam komunikasi. Sementara itu, tokoh Saya cenderung mengalah dan berusaha selalu mecairkan suasana komunikasi yang terjadi. Dengan demikian, terlihat bahwa masing-masing tokoh memiliki perbedaan kedudukan secara nyata. Dengan demikian, akan dikaji status masing-masing tokoh dan peranannya pada komunikasi masing-masing tokoh melalui interpretasi data tuturan dan karakteristik tokoh.

a) Romo Imam

Jika kita cermati, tokoh Romo Imam, memiliki suatu penanda status sosial yang membedakan dirinya dengan tokoh Saya. Kata Romo di depan nama Imam, menyiratkan sebuah kedudukan tersendiri dalam lingkup sosial, dan komunikasi. Solikhin (2017) menyampaikan dalam penelitiannya bahwa gelar Romo merupakan ukuran kehormatan dalam

commit to user

ranah stratifikasi sosial di masyarakat. Kata Romo, mengandung artian sebagai orang yang dihormati, dan memiliki kekuasaan dalam lingkungan sosial yang ada. Sementara itu, secara leskikal kata Romo atau Rama memiliki artian sebagai padri atau panggilan untuk Pastor.

Kamus Bahasa Indonesia Lengkap (KBIL, 2014:406). Selanjutnya, dalam stratifikasi sosial masyarakat kata Romo memiliki dua artian.

Pertama, mengacu arti sebagai Bapa atau Bapak yang mengimplisitkan simbol pemimpin atau orang yang dituakan.

Kemudian, arti lain dari kata Romo adalah penanda gelar keagamaan golongan agama tertentu, khususnya umat Katolik. Dengan demikian, pada tokoh Romo Imam dapat diinterpretasikan sebagai tokoh yang menyimbolkan seorang pemimpin atau orang yang disegani dalam lingkungan sosial masyarakat. Adapun, yang menjadi persoalan adalah gelar Romo tersebut merupakan gelar pimpinan masyarakat yang disegani atau gelar kependetaan. Oleh karena itu, akan dilihat melalui kutipan-kutipan dialog berikut. Perpustakaan

Data (1)

Romo : “Ah, saya serius, sampeyan guyu”

Saya : “Kalau serius ya tak ada gunanya DPR membangun perpustakaan yang lebih besar dari yang sekarang

( Perpustakaan, Tempo, 02 April 2016) Konteks : Romo Imam yang serius menanggapi persoalan di buat menjadi bingung oleh tokoh Saya sebab toko Saya memberi pendapat yang tidak serius. Oleh karena itu, Romo Imam meminta penjelasaan yang serius dari tokoh Saya mengenai pendapatnya, dan tokoh Saya langsung merespons sesuai dengan permintaan Romo Imam.

Data (2)

Saya : Bagaimana dong Romo?

Romo: Dibanding resah orang tua dan pemimpin lebih baik memberi contoh

( Resah, Tempo, 23 Juli 2016) Konteks : Tokoh Romo Imam menyampaikan nasihat kepada tokoh Saya sebab ia melihat bahwa tokoh Saya kebingungan mengatasi permasalahan

commit to user

seputar perkembangan teknologi bagi para cucunya. Tampak jelas, tokoh Romo Imam sebagai sumber tempat untuk bertanya.

Data (3)

Romo : Sampeyan percaya ramalan?

Saya : (Diam Gelagapan)

( Ayam Api, Tempo, 23 Desmber 2017) Konteks: Tokoh Saya mendapat pertanyaan yang menohok dari tokoh Romo Imam. Tokoh Saya di buat kaget oleh pertanyaan Romo Imam, seputar ramalan tentang pergantian tahun. Hal ini menunjukkan mengenai proses berpikir yang logis dari tokoh Romo Imam, yang kurang dimiliki tokoh Saya.

Data (4)

Saya : (berbicara hati-hati). Romo sepertinya menyindir peresiden keenam kita Bapak SBY

Romo : (tertawa)

( SBY dan Jokowi, Tempo, 02 Februari 2017)

Konteks : Tokoh Saya tampak dengan jelas berbicara sangat hati-hati kepada tokoh Romo Imam, sebab tokoh Saya selalu diposisikan bahwa ia takut jika ada perselisihan komunikasi dengan tokoh Romo Imam.

Data (5) Saya : (diam)

Romo: Paham yang saya maksud?

Saya : (Diam tanpa kata, dan melihat Romo agak kesal)

( Kawal, Tempo, 22 Oktober 2016) Konteks: Tokoh Saya digambarkan mengalah. Ia bereaksi dengan diam dan tidak berkata apa-apa karena ia melihat perubahan emosi dan sikap dari tokoh Romo Imam. Dengan demikian, tokoh Saya lebih memilih mengalah untuk menghindari konflik.

Data (6)

Romo: “Mengawal? Ormas-ormas itu benar mengawal proses hukum?

Benar mengawal?”

Saya: (Diam terpaku, tak bisa menjawab)

( Kawal, Tempo, 22 Oktober 2016)

Konteks: Tokoh Saya digambarkan kembali bahwa ia mengalah saat mendapati tokoh Romo Imam berbicara dengan keras. Tanda diam dalam

commit to user

konteks pembicaraan tersebut, menunjukkan tokoh Saya yang cenderung lebih mengalah dalam proses komunikasi.

Data (7)

Saya : Ada yang lebih lucu lagi Romo. Mahkamah Agung membuat keputusan yang mahapenting, dengan salah ketik, dan keputusan yang salah ketik itu, dijadikan keputusan untuk memilih pemimpin daerah.

Romo : Kalau itu sampeyan anggap keputusan yang lucu, berarti itu sampeyan menghina lembaga negara

Saya : (Diam, dan melihat Romo berubah dan terkesan mudah marah) ( Tak Lucu, Tempo, 07 Maret 2017)

Konteks: Jawaban serius Romo Imam terkait dengan peristiwa atau kasus yang menimpa Mahkamah Agung, membuat tokoh Saya tidak berkutik.

Lagi-lagi, ia hanya bisa diam mendengarkan jawaban Romo Imam, sebab ia tidak berani jika sampai membuat Romo Imam marah.

Data (8)

Saya : Romo, tugas MA bukan melantik tapi mengambil Sumpah

Romo : Apa bedanya melantik dan mengambil sumpah. Ayo buat survei Saya : (Diam, menyaksikan Romo Imam sedikit marah)

Konteks : Tokoh Saya digambarkan lagi-lagi tidak dapat memberikan respons selain respons diam, karena ia hanya bisa mengalah dan tidak ingin membuat Romo Imam berubah benar-benar marah.

\ ( Tak Lucu, Tempo, 07 Maret 2017)

Data (9)

Saya: “Wah obrolan ini makin tidak fokus” (Bersalaman dan meminta izin pulang)

( Ayam Api, Tempo, 23 Desember 2016) Konteks: Tokoh Saya terpaksa mengakhiri obrolan sebab ia merasa tidak bisa melanjutkan obrolan lagi. Dengan demikian, tokoh Saya menggambarkan pihak yang selalu dalam posisi mencegah konflik dalam sebuah komunikasi dengan tokoh Romo Imam.

Data (10)

Saya : “Apa itu Sultan Agung?”

commit to user

Romo : “Itu seperti sebutan pangkat dalam padepokan Dimas Kanjeng”

( Dimas Kanjeng, Tempo, 01 Oktober 2016) Konteks : Tokoh Romo Imam kembali ditunjukkan sebagai pihak yang memberikan nasihat dan sebagai pihak yang memiliki pemahaman lebih luas dari tokoh Saya hampir dalam semua masalah yang dibicarakan.

Dengan demikian, tokoh Romo Imam selalu berkedudukan lebih tinggi dari segi penguasaan permasalahan atau aspek pengetahuan.

Dialog-dialog di atas menunjukkan secara konkret untuk melihat posisi tokoh Romo Imam dalam esai Cari Angin Koran Tempo. Pada dialog satu sampai dengan dialog sepuluh kita melihat gambaran riil dominasi tokoh Romo Imam dalam esai tersebut. Romo Imam, menduduki dominasi percakapan, dengan rincian: (1) Sulit untuk dibantah;(2) Cenderung ngotot

;(3) Selalu didengarkan; (4) Memberikan nasihat; (5) Tidak mau mengalah dalam berargumen; (6) Memiliki wawasan pengetahuan lebih tinggi daripada tokoh Saya.

Temuan-temuan di atas menunjukkan, bahwa memang benar kata Romo dalam klasifikasi stratifikasi sosial menduduki posisi yang dihormati oleh masyarakat. Selain itu, tokoh Romo memiliki kekuasaan yang kuat dalam perilakunya. Maka dari itu, tokoh Romo dalam ranah komunikasi kebahasaan dengan tokoh Saya, mewakili partisipan yang memiliki tingkat kontrol komunikasi yang cenderung lebih tinggi daripada tokoh Saya.

Kemudian, jika kita amati dalam konteks cerita yang ada dalam kolom Cari Angin tokoh Romo Imam digambarkan sebagai sosok yang mempunyai anak, istri, cucu, dan padepokan. Dengan demikian, penanda tersebut merujuk suatu pertanda bahwa gelar Romo adalah gelar pemimpin atau orang yang dituakan dan bukan merujuk pada gelar kependetaan agama tertentu. Tokoh Romo yang digambarkan memiliki rumah, cucu, keluarga, menunjukkan kejelasan bahwa tokoh Romo adalah seorang pimpinan dalam masyarakat.

Hal tersebut, diperjelas dengan hasil wawancara dengan pihak penulis. Penulis esai kolom Cari Angin Koran Tempo, adalah Putu Setia.

commit to user

Beliau merupakan wartawan media massa koran Tempo. Pertanyaan seputar identitas tokoh Romo Imam, dalam esai tersebut, dijawab dengan lugas.

Berikut penggalan wawancara dengan Putu Setia:

Peneliti: Gelar Romo pada tokoh Romo Imam dalam esai tersebut, mengacu gelar Romo pada ranah agama, atau gelar Romo pada status sosial masyarakat Jawa Bapak?

Penulis: Gelar tersebut mengacu kepada gelar Romo dalam status sosial masyarakat, agar tokoh bisa leluasa menyampaikan krtitik, dan pendapat. Kalau Romo sebagai pendeta maka perilakunya akan terbatas oleh aturan-aturan sehingga tidak bebas.

Dengan demikian, dapat ditarik sebuah kesimpulan yang jelas bahwa interpretasi kedudukan tokoh Romo Imam dalam kolom Cari Angin mengacu pada interpretasi suatu tokoh yang memiliki kedudukan status sebagai pemimpin masyarakat. Tokoh Romo Imam digambarkan sebagai tokoh yang memiliki pengetahuan luas, menguasai masalah, dan memiliki dominasi pembicaraan yang lebih tinggi dibandingkan dengan tokoh Saya.

Oleh sebab itu, tokoh Romo Imam merupakan gambaran dari pihak yang memiliki dominasi pembicaraan yang lebih tinggi kedudukannya dalam pembicaraan masalah-masalah yang ada. Dengan demikian, tokoh Romo Imam mempunyai gaya komunikasi berkuasa atas tokoh lain khususnya tokoh Saya dalam kolom Cari Angin.

Tokoh Saya

Sebaliknya, posisi tokoh Saya dalam esai tersebut berkebalikan dengan tokoh Romo Imam. Tokoh Saya, dalam pemakaian bahasa fatis saat berkomunikasi, ia mendapat sebutan sampeyan. Secara konteks sosial, dalam budaya masyarakat khususnya masyarakat Jawa, kata sampeyan digunakan untuk posisi lawan tutur yang berusia lebih muda. Selanjutnya, dalam dialog-dialog di atas, tampak tokoh Saya lebih banyak bertanya, menahan diri, dan terkesan hati-hati dalam berbicara, agar tokoh Romo Imam tidak tersinggung saat berkomunikasi. Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa posisi tokoh Romo Imam, memiliki hierarki lebih tinggi

commit to user

dibandingkan dengan tokoh Saya, sehingga dalam komunikasi yang tercipta, tokoh Romo Imam lebih mendominasi, dan memiliki unsur kekuatan pembicaraan yang lebih besar daripada tokoh Saya. Hal tersebut, dapat dilihat pada penggalan-penggalan percakapan berikut.

Data (1)

Romo: Sampeyan guyu saya serius ... .

( Perpustakaan, Tempo, 02 April 2016) Data (2)

Romo : Sampeyan datang saya kira tidak ... .

( Lebaran, Tempo, 23 April 2017) Data (3)

Romo : Sampeyan menghina kalau menggangap ini hal yang lucu Saya : (Diam)

Data (4)

Romo: Sampeyan paham yang saya maksud Saya : (Diam tidak berani menjawab) ... .

( Kawal, Tempo, 22 Oktober 2016) Data (5)

Saya : Berarti full day school belum waktunya?

... .

( Empat Guru, Tempo, 13 Agustus 2016) Jika kita amati penggalan-penggalan dialog di atas yang dicuplikkan secara tidak utuh dengan tujuan dapat melihat peranan tokoh Saya secara keseluruhan. Tokoh Saya secara keseluruhan menempati stratifikasi sebagai tokoh yang lebih rendah daripada tokoh Romo Imam. Kata fatis atau sapaan yang didapatkan tokoh Saya dari Romo Imam yaitu bentuk sapaan Sampeyan, menunjukkan adanya rentang jarak usia antara tokoh Saya dengan tokoh Romo Imam.

Rentang jarak itu, cukup masuk akal sebab dalam khasanah tata sosial kemasyarakatan kata Sampeyan memliki artian sebagai sapaan bagi orang yang lebih muda. Dengan demikian, tokoh Saya digambarkan sebagai tokoh yang lebih muda daripada tokoh Romo Imam. Hal ini, diperjelas

commit to user

dengan adanya situasi tutur yang ditunjukkan bahwa tokoh Saya cenderung memiliki inisiatif mengalah yang lebih tinggi. Perilaku ini tidaklah berlebihan sebab dalam budaya yang berkembang di masyarakat, orang muda cenderung menghormati orang yang lebih tua salah satunya dengan cara mengalah.

Selain itu, tokoh Saya juga digambarkan menunjukkan sikap lebih banyak bertanya kepada Romo Imam, dalam esai tersebut, implikasi menunjukkan bahwa tokoh Saya memiliki penguasaan pengetahuan yang lebih rendah daripada tokoh Romo Imam. Dengan demikian, berdasar pada interpretasi yang dilakukan secara rinci posisi tokoh Saya dalam esai tersebut meliputi: (1) Sebagai tokoh yang lebih muda dari tokoh Romo Imam; (2) Sebagai tokoh yang lebih banyak mengalah; (3) Sebagai tokoh yang memiliki kedalaman pengetahuan yang kurang luas dibandingkan tokoh Romo Imam. Dengan demikian, posisi tokoh Saya cenderung lebih rendah dibandingkan tokoh Romo Imam, cernderung tersubordinasi, dan memiliki tingkatan status sebagai kaum masyarakat awam biasa. Oleh sebab itu, dapat ditarik kesimpulan akhir bahwa posisi kedudukan tokoh yang lebih tinggi dalam kegiatan berkomunikasi diduduki tokoh Romo Imam, sedangkan posisi tokoh yang lebih rendah, ditempati oleh tokoh Saya.