• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

35 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

1. Interpretasi Maksim Kesantunan Berbahasa Kolom Cari Angin Tempo Esai mengandung definisi sebagai karya tulis yang membahas sebuah permasalahan dengan sudut pandang pemikiran penulis. Pernyataan tersebut, memiliki dua sisi pandang utama bila dijabarkan. Pertama, esai mengandung persoalan atau permasalahan yang dibahas. Kedua, esai mengandung pemikiran penulis sebagai sudut pandang untuk menyelesaikan permasalahan yang dibahas.

Oleh karena itu, membahas sebuah esai tidak bisa lepas dari permasalahan yang diangkat dan sudut pandang pemikiran penulis sebagai aparatus penyelesaiannya.

Selain itu, esai sebagai bagian dari produk komunikasi tulis bahasa juga tidak bisa lepas dari aturan-aturan kebahasaan yang ada. Salah satu aturan yang wajib dipahami adalah segi kesantunan komunikasi bahasa dalam esai. Hal tersebut, diatur dalam Undang-Undang HAM Pasal 23 ayat (2) yang berbunyi:

“Setiap orang bebas untuk mempunyai, mengeluarkan, dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan dan tulisan melalui media media cetak, maupun elektronik dengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan negara”. Jelas, jika kita cermati esai sebagai bagian pendapat berupa tulisan dan di muat melalui media massa harus patuh pada dasar yuridis tersebut.

Adapun, dalam ilmu bahasa kesantunan komunikasi diatur dalam ilmu Pragmatik. Termin kajian Pragmatik tentang kesantunan berbahasa melandaskan pada ketentuan bahwa kesantunan berbahasa dalam komunikasi di atur dalam kaidah-kaidah kesantunan berbahasa. Kaidah-kaidah tersebut, lazim disebut dengan maksim kesantunan berbahasa (Leech, 2013:120) menyampaikan maksim tersebut meliputi : (a) maksim kesimpatisan, (b) maksim kerendahan hati, (c) maksim kedermawanan, (d) maksim pengorbanan (e) maksim

(2)

commit to user

penghargaan. Tujuan utama pemakaian maksim tersebut, adalah terciptanya keselarasan komunikasi antara penutur dan lawan tutur.

Kolom “Cari Angin” yang diterbitkan oleh Koran Tempo, merupakan salah satu contoh esai yang ada di media massa. Dengan demikian, seperti penyampaian di atas maka kolom esai “Cari Angin” juga tidak lepas dari tiga kaidah yang memliki pertalian erat, yaitu: (1) permasalahan yang dibahas; (2) sudut pandang penulis; dan (3) kesantunan berbahasa. Adapun, pembahasan kali ini akan mengkaji secara khusus yaitu pada aspek kesantunan berbahasa khususnya pada penyampaian-penyampaian tuturan tokoh Romo Imam dan tokoh Saya. Tuturan kedua tokoh tersebut, merepresentasikan permasalahan sekaligus argumentasi-argumentasi dalam penyelesaian masalah. Sementara itu, akan dilihat pula sudut pandang penyajian penulisan esai khususnya kritikan penulis dalam esainya untuk melihat strategi kesantunan yang digunakan oleh penulis.

Lebih lanjut, data penelitian yang diambil adalah kurun waktu April 2016 sampai dengan Juni 2017. Selama kurun waktu tersebut, ada empat puluh dua esai kolom Cari Angin. Kemudian, dari empat puluh dua esai tersebut, dilakukan purposive sampling, atau pengambilan data dengan tujuan tertentu. Tujuan utama data, adalah mencari seri kolom “Cari Angin” yang memuat penulisan tokoh Romo Imam dan tokoh Saya. Total didapatkan empat belas data utama sesuai tujuan purposive sampling.

Selanjutnya, dari empat belas data tersebut, dilakukan purposive sampling kembali. Tujuan utamanya adalah mengambil data dengan topik: (1) pendidikan, (2) politik, (3) toleransi, (4) perkembangan teknologi, (5) hukum, (6) sosial dan budaya. Maka dari itu, di dapat hasil akhir berupa sebelas esai utama sebagai bahan pembahasan. Adapun, sebelas esai tersebut meliputi: Perpustakaan (Koran Tempo, 02 April 2016). Resah ( Koran Tempo, 23 Juli 206). Empat Guru (Koran Tempo, 13 Agustus 2016). Dimas Kanjeng (Koran Tempo, 01 Oktober 2016).

Pencitraan (Koran Tempo, 22 Oktober 2016). Kawal ( Koran Tempo22 Oktober 2016). Ayam Api (Koran Tempo,29 Desember 2016). Capres (Koran Tempo, 07 Januari 2017). SBY dan Jokowi ( Koran Tempo,02 Februari 2017). Tak Lucu (

(3)

commit to user

Koran Tempo, 07 Maret 2017). Lebaran, ( koran Tempo, 14 Juni 2017). Dari sebelas esai yang dikaji tersebut, terdapat interpretasi kesantunan berbahasa yang dilakukan kedua tokoh tatkala berkomunikasi membahas persoalan yang tengah terjadi. Berikut, pemaparan kajian yang diperoleh:

A) Maksim Kesimpatisan Data (1)

Romo : Banyak yang baca buku ini?

Saya : Sudah 10 tahun saya boyong ke Bali tidak ada yang membuka ... .

Data (2)

Romo: Wow, ada komik Mahabaratha karya R.A Kosasih, lengkap pula.

Apa anak-anak suka membacanya?

Saya: Tentu suka Romo. Tapi buku itu tak lagi disentuh. Sudah saya sediakan flashdisk dan anak-anak membaca komik itu di layar televisi LED yang besar. Semua komik ini sudah dalam format pdf ... .

Data (3)

Romo : Apa anak-anak kampung punya handphone?

Saya : Waduh Romo cucu saya aja, empat tahun main ipad. Itu dia asyik nonton upin dan ipin atau Mister Bean, meski sesekali meniru doa dalam berbagai irama

... .

( Perpustakaan,Tempo, 02 April 2016) Informasi Indeksal dan interpretasi :

Topik tuturan di atas adalah Perpustakaan. Permasalahan sosial yang terjadi kala itu, adalah anggota DPR yang meminta anggaran mencapai setengah triliun untuk membangun gedung perpustakaan yang baru. Hubungan tuturan tersebut, dengan kasus yang tengah terjadi adalah dengan memberikan kritik yang sopan dan halus memakai maksim kesimpatisan. Maksim kesimpatisan di atas, muncul karena perhatian tokoh Romo Imam terhadap perpustakaan yang dimiliki tokoh Saya. Tergambar jelas, perhatian tokoh Romo Imam dengan menunjukkan rasa simpati mengenai buku-buku yang ada di sana ternyata menuai jawaban yang kurang positif, bahwa ternyata buku-buku sudah jarang di baca.

Interpretasi dari kalimat: Sudah sepuluh tahun, saya boyong tidak ada yang membuka dan frasa tidak disentuh lagi menunjukkan adanya budaya membaca

(4)

commit to user

yang rendah. Jika dikaitkan dengan topik wacana pembangunan perpustakaan DPR, ini menjadi sindiran yang amat halus, bahwa budaya baca yang rendah adalah problem di masyarakat. Jadi, permasalahan ini yang seharusnya mendapat perhatian dari DPR, bukan sebaliknya memunculkan wacana membangun gedung perpustakaan dengan anggaran yang amat besar. Hal tersebut, menjadi sebuah kontradiksi yang coba digambarkan dengan kondisi nyata oleh tokoh Romo Imam dan tokoh Saya.

Data (4)

Romo : Berapa habis pulsa sebulan?

Saya: Menjawab dengan kalimat tidak langsung ( Di rumah wifi gratis untuk pendeta entah sumbangan PT Telkom atau dibayar organisasi umat. Selain itu, cucu saya dibekali paket internet hemat yaitu Rp 10.000, untuk satu bulan.)

... .

( Resah , Tempo, 23 Juli 2016) Informasi indeksal :

Tuturan di atas terjadi saat tokoh Saya dan tokoh Romo Imam, membahas topik tentang masalah game Pokemon Go. Unsur kesimpatisan yang ditunjukkan oleh Romo Imam, dengan bertanya seputar biaya akses internet dan jawaban yang diberikan oleh tokoh Saya, mengindikasikan bahwa perkembangan teknologi sekarang mudah diperoleh siapa saja, dan telah menjangkau siapa saja.

Wifi gratis untuk pendeta, dan cucu saya dibekali paket hemat, menunjukkan adanya kondisi bahwa teknologi informasi dan komunikasi sudah menjangkau masyarakat luas.

Dengan demikian, terdapat sebuah sindiran halus, bahwa perkembangan teknologi yang mudah diperoleh siapa saja dan tidak ada kontrol dengan baik akan memberikan dampak negatif termasuk dalam game Pokemon Go yang tengah populer di masyarakat saat itu. Fenomena game Pokemon Go yang tidak terkontrol dan merambah ke semua kalangan baik aparatus negara hingga anak- anak tanpa pembatasan yang benar, telah menimbulkan fenomena sosial yang besar, dan meresahkan pelbagai pihak. Kasus yang terjadi saat itu, game tersebut ditengarai mampu mengambil dokumen-dokumen penting negara, mengganggu

(5)

commit to user

kondisi masyarakat umum sebab game dapat dimainkan di lokasi umum, dan menjadi hambatan bagi para pelajar sebab pemakai game paling banyak adalah usia pelajar. Oleh sebab itu, tuturan di atas merupakan refleksi sindiran bagi pemerintah untuk melakukan kontrol terhadap perkembangan tekonologi yang ada.

Data (5)

Saya: “Saya merindukan suasana ini” ( Memandang lukisan seorang anak membawa seruling menaiki kerbau dan membawa buku pelajaran) Romo : “Kita bukan lagi bangsa peternak. Kalaupun kerbau masih

dipelihara di Bali Barat dan Toraja itu lebih untuk kebutuhan ritual. Kita lebih suka megimpor daging kerbau dari India.”

Saya : “Romo salah menerka. Lukisan ini populer, ketika Fuad Hassan menjadi menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Yang mau

disimbolkan adalah belajar sambil bermain, belajar pada alam, beri kebebasan anak-anak menuntut ilmu tanpa terbebani. Sekolah bukan satu-satunya tempat menuntut ilmu”.

( Empat Guru, Tempo, 13 Agusutus 2016) Informasi indeksal dan interpretasi:

Percakapan di atas membahas satu tema utama yakni mengenai kebijakan

“Full Day School” di dunia pendidikan. Menarik untuk dicermati, ketika tokoh Saya mengunjungi Romo Imam ia menyaksikan sebuah lukisan, mengenai seorang anak yang menaiki kerbau, membawa seruling dan buku pelajaran.

Sontak hal tersebut, membuat rasa perhatian dan simpati tokoh Saya muncul tatkala melihat lukisan tersebut. Maka, ia berkomentar sebagai bentuk perhatian tentang gambar tersebut. Sempat, terjadi salah tafsir mengenai komentar tokoh Saya oleh Romo Imam.

Namun, akhirnya tampak jelas maksim kesimpatisan yang ditunjukkan oleh tokoh Saya terhadap gambar tersebut, rupanya merupakan sebuah kritik halus tentang pendidikan terutama dalam mengambil kebijakan pendidikan, tidak boleh melupakan aspek perkembangan sekaligus kebebasan jiwa anak. Pendapat ini menjadi sebuah kritik halus yang membangun tatkala persoalan kebijakan

“Full Day School” tengah diperbincangkan di masyarakat. Hal tersebut, karena implikatur pada pendapat tokoh Saya yang memberikan komentar tentang gambar seorang anak membawa seruling dan buku sembari menaiki kerbau,

(6)

commit to user

menyuratkan sebuah pesan bahwa kebijakan dalam dunia pendidikan dalam hal ini “Full Day School” seharusnya menjadi wahana bagi anak dalam tumbuh kembang anak bukan menjadi sebuah proses yang memberikan beban.

Data (6)

Romo: Dimas mau minum apa?

Saya : (tertawa)

Romo: Sekarang sebutan dimas sedang popluer, apalagi ditambah kata kanjeng. Kedua kata itu patut disandang oleh orang-orang terhormat, orang yang patut dijadikan teladan, orang yang dianggap punya ilmu lebih, khususnya ilmu agama.

( Dimas Kanjeng, Tempo, 01 Oktober 2016) Informasi indeksal dan interpretasi:

Peristiwa dalam esai tersebut, berkisah saat tokoh Saya mengunjungi tempat Romo Imam. Kemudian , Romo Imam mempersilakan masuk, dan menawari minuman. Romo Imam lantas memanggil tokoh Saya dengan sebutan Dimas.

Tokoh Saya lantas tertawa, sebab isu yang tengah populer dalam masyarakat adalah mengenai kasus Dimas Kanjeng. Hal inilah, yang membuat tokoh Saya tertawa, sebab ia merasa sebutan tersebut mengandung makna yang kurang baik.

Romo Imam lalu menjelaskan dengan saksama asal-usul dan arti kata Dimas itu sendiri. Interpretasi pada percakapan ini adalah munculnya maksim kesimpatisan.

Maksim kesimpatisan ditandai dengan Romo Imam yang memberi perhatian lebih kepada sang tokoh Saya sebagai tamu. Perhatian tersebut, dalam bentuk menawarkan minuman dan pemberian kata sapaan Dimas. Nah, jika kita pertautkan dengan peristiwa yang tengah terjadi, maksim kesimpatisan yang muncul merupakan sindiran yang amat halus. Jika kita cermati tuturan Romo Imam, yang menyatakan bahwa nama Dimas dan nama Kanjeng adalah nama bagi orang yang memiliki pengetahuan, serta ahli agama. Sementara itu, yang tengah terjadi di masyarakat adalah Dimas Kanjeng tengah mendapat permasalahan.

Oleh sebab itu, maksim kesimpatisan sebagai wujud perhatian dalam peristiwa sekitar, dalam esai tersebut berfungsi memberikan kritik halus dengan mengembalikan persoalan kepada esensinya yang paling mendasar, yakni

(7)

commit to user

mengenai seseorang bernama Dimas Kanjeng yang harus bersikap sesuai dengan makna dasar nama yang dimilikinya khususnya sebagai seorang yang patut diteladani bukan sebaliknya sebagai seseorang yang justru terjerat masalah sosial.

Data (7)

Saya: Tadinya saya pikir tulisan itu, diganti dengan tulisan rumah budaya ( Melihat tulisan Rumah Padepokan dilepas oleh Romo Imam semenjak kasus Dimas Kanjeng)

Romo: Tadinya saya berpikir bergitu.

Saya : Itu bagus. Apalagi, ada perpustakaan, dan orang sering berkumpul di sini

Romo: Saya takut dituduh pencitraan. Kata ini sudah mendapat label negatif, padahal setiap orang wajar ingin mengubah citranya menjadi lebih baik. Pencitraan itu positif, berlomba untuk kebaikan itu mulia”

... .

( Pencitraan, Tempo, 22 Oktober 2016) Informasi indeksal dan interpretasi:

Jelas dalam pertuturan di atas, maksim kesimpatisan terjadi saat tokoh Saya memberikan perhatiannya terhadap tokoh Romo Imam, tatkala tulisan Rumah Padepokan di tempat Romo Imam telah dilepas oleh Romo Imam saat ada kasus Dimas Kanjeng. Semula, tokoh Saya berpikir tulisan yang dilepas diganti dengan tulisan Rumah Budaya. Akan tetapi, hal itu tidak dilakukan oleh Romo Imam. Ia enggan melakukannya karena takut dituduh melakukan pencitraan.

Nah, topik pada esai di atas mengangkat topik mengenai tuduhan pencitraan yang dilakukan oleh sekelompok orang kepada pejabat pemerintahan. Dengan demikian, interpretasi yang dapat dilakukan dalam tuturan di atas adalah sebuah kritik sosial bahwa segala sesuatu yang baik, jangan dicurigai sebagai hal yang direkayasa untuk citra diri seseorang. Dengan demikian, maksim kesimpatisan yang ada mengarah sebagai upaya penyampaian kritik dengan cara tidak langsung, khususnya bagi sebagian kelompok yang mempunyai sikap berlebihan pada kinerja baik dan positif para pejabat publik atau instansi pemerintahan.

(8)

commit to user Data (8)

Romo : Tahun baru seharusnya membawa harapan baru

Saya : Mudah-mudahan Romo. Saya sudah baca ramalan 2017, hasilnya positif. Tahun ayam api ini memberikan harapan bagus.

Elemen api ini menunjukkan kehangantan hubungan

antarmanusia. Semoga kita makin rukun di tengah perbedaan.

( Ayam Api, Tempo, 30 Desember 2016) Informasi indeksal dan interpretasi:

Tuturan di atas terjadi, pada akhir tahun 2016 dan menuju tahun 2017.

Beberapa catatan yang ada menunjukkan bahwa kurun waktu 2016 banyak muncul isu-isu intoleransi yang ada dalam masyarakat. Pembukaan dalam dialog di atas menunjukkan bahwa, adanya perasaan simpati kedua tokoh tentang sebuah harapan yang bagus pada tahun baru, tahun 2017. Keduanya, berharap sesuatu yang positif. Harapan tersebut, coba dipertegas oleh tokoh Saya. Tokoh Saya menyampaikan pendapatnya, melalui ramalan yang terjadi pada 2017, dan berkesimpulan bahwa tahun 2017 merupakan tahun yang baik dan positif.

Interpretasi dari percakapan di atas, adalah sebuah isyarat, mengenai perbaikan hubungan dalam hal toleransi terhadap perbedaan. Lebih lanjut, jika kita cermati penggunaan ramalan Shio dalam tuturan di atas sebenarnya menunjukkan penghargaan terhadap kemajemukan. Ramalan Shio kita tahu secara etnis merupakan tradisi kaum Tionghoa, dan di angkat dalam peristiwa esai di atas. Hal ini menunjukkan sebuah penanda toleransi yang coba disampaikan oleh tokoh Saya.

Data (9)

Romo : Saya menunggu cuitan Pak SBY. Sampai kemarin belum ada.

Sekarang saya buka lagi.

Saya : Apakah penting?

Romo : “Biasanya, Pak SBY kalau ada masalah apapun pasti menulis di twitter. Setelah bertemu Pak Jokowi, mestinya

beliau menulis apa isi pertemuan itu. Pengikutnya jutaan, pasti ingin tahu kabar itu”.

( SBY dan Jokowi, Tempo, 11 Maret 2017)

(9)

commit to user Informasi indeksal dan interpretasi:

Esai tersebut, menceritakan saat tokoh Saya bertamu ke rumah Romo Imam. Tokoh Saya saat tiba di rumah Romo Imam, ia mendapati tokoh Romo Imam, sedang asyik bermain ponsel telepon gennggamnya. Kemudian, tokoh Romo Imam lalu menjelaskan bahwa dirinya tengah menaruh perhatian terhadap perkembangan berita yang tengah populer saat itu tentang pertemuan mantan presiden SBY dan Presiden Jokowi. Secara umum, kesimpatisan pada penggalan percakapan esai di atas adalah perhatian tokoh Romo Imam terhadap peristiwa yang terjadi pada saat itu, mengenai mantan Presiden SBY dan Presiden Jokowi.

Perhatian yang ada ditunjukkan dengan mengikuti perkembangan peristiwa yang terjadi melalui ponsel dan media elektronik. Interpretasi yang dapat diambil adalah sebuah implikatur secara tersirat bahwa, orang yang memiliki tingkat dan kedudukan sosial di masyarakat haruslah berlaku bijak. Tuturan Romo Imam yang mengatakan bahwa jutaan pengikut Pak SBY di twitter, merupakan indikasi yang jelas, bahwa sikap arif dan bijak para elite sosial dan politik amat diperlukan untuk menghindari kegaduhan di kalangan masyarakat dan membuat masyarakat tetap kondusif, sebab kasus SBY dan Jokowi sempat populer di masyarakat khususnya setelah ada opini bahwa mantan presiden SBY kesulitan bertemu Presiden Jokowi.

Data (10)

Romo: “Sampeyan datang juga, saya kira tidak

Saya : “Saya sengaja datang paling akhir kan saya tidak merayakan lebaran”

( Lebaran, Tempo, 11 Juli 2017) Informasi indeksal dan interpretasi:

Konteks dalam percakapan di atas adalah seputar hari raya Idulfitri. Tokoh Romo Imam digambarkan sebagai pemeluk agama Islam, sehingga dengan jelas ia merayakan perayaan hari raya Idulfitri. Sebaliknya, tokoh Saya digambarkan sebagai tokoh yang memeluk agama Hindu. Dengan demikian, ada perbedaan kepercayaan di antara kedua tokoh tersebut. Berikutnya, jika kita simak informasi melalui dialog di atas terdapat sebuah unsur kesimpatisan dari kedua

(10)

commit to user

pihak tokoh. Tokoh Romo Imam menyampaikan rasa simpatinya, dengan menyambut kedatangan tokoh Saya yang notabene berbeda kepercayaan.

Sementara itu, tokoh Saya menunjukkan sebuah kesimpatisan dengan tuturan datang paling akhir. Rasa simpati ini merujuk pada adat-istiadat saat Idulfitri yaitu bertemu sanak saudara saat Idulfitri. Oleh karena itu, tokoh Saya memperhatikan kesibukan tokoh Romo Imam sehingga memilih datang paling akhir. Dengan demikian, kedua tokoh saling memberikan sebuah kritik atau pesan kepada khalayak luas melalui komunikasi yang mereka sampaikan untuk selalu memberikan rasa simpati dalam mewujudkan toleransi antarumat beragama.

B) Maksim Kebijaksanaan Data (1)

Saya: Siapa tahu, di ruang perpustakaan yang besar dengan disediakan kursi yang lumayan, anggota DPR bisa rehat dan lelap

Romo: Ah, sampeyan guyu, saya serius

Saya : Kalau serius, ya tak ada gunanya DPR membangun perpustakaan yang lebih besar dari yang sekarang. Yang ada saja tak

dimanfaatkan. Lagi pula, trend ke depan perpustakaan itu harus digital, bukan deretan buku, tetapi deretan komputer dan televisi yang kini sudah dilengkapi USB. Sementara pegawai perpustakaan terus mengkonversi buku-buku tua untuk dijadikan digital dan pengunjung bisa baca atau meng-copy ke perangkatnya masing- masing.

Romo : Jangan-jangan anggota DPR gagap teknologi kalah sama anak- anak kampung.

... .

( Perpustakaan, Tempo, 02 April 2016) Informasi indeksal dan interpretasi:

Konteks percakapan pada esai di atas adalah tokoh Saya dan tokoh Romo Imam tengah saling menyampaikan kritik mengenai wacana dari DPR yang akan membangun gedung perpustakaan dengan anggaran mencapai hampir satu triliun. Mulanya, tokoh Saya tidak memberikan komentar serius. Kemudian, tokoh Romo Imam yang rupanya menyimak dengan serius, saat mendengar jawaban tokoh Saya yang kurang serius lantas meminta klarifikasi jawaban yang serius hingga akhirnya keduanya terlihat dalam argumentasi yang serius.

(11)

commit to user

Selanjutnya, letak maksim kebijaksanaan pada tuturan di atas terletak pada beberapa hal. Pertama, tokoh Saya, dengan jelas memberikan tanggapan serius ketika tokoh Romo Imam tampak kebingungan mendengar penjelasan tokoh Saya sebelumnya, saat keduanya membicarakan rencana pembangunan perpustakaan oleh DPR yang diperkirakan menggunakan biaya yang besar. Hal tersebut, menandakan kesantunan dalam bertutur sebab, tokoh Saya tidak membiarkan Romo Imam bingung sehingga tokoh Saya menunjukkan kebijaksanaan dalam bertutur sapa. Kedua, tokoh Romo Imam juga menggunakan maksim kesantunan berbahasa dengan baik. Kata jangan-jangan saat ia mengomentari rencana DPR, dan mengomparasikan dengan anak-anak kampung, merupakan representasi bahwa masih ada terdapat semacam bentuk praduga persepsi tatkala mengkritik anggota DPR. Dengan demikian, tuturan tersebut, mengandung opini yang berpeluang benar dan juga salah, sehingga tidak melanggar etika kritik yang ada di masyarakat.

Data (2)

Saya : Bagaimana dong Romo?

Romo: Dibanding resah lebih baik orang tua dan pemimpin memberi contoh. Jangan main larang, yang membuat orang penasaran.

Teknologi sulit dibendung, lebih baik mengarahkan. Namanya permainan, sebentar lagi diganti permainan baru, apa keresahan juga bersambung? Khusus Pokemon Go, teliti yang benar, kalau membahayakan negara, blokir. Jangan banyak debat.

( Resah, Tempo, 23 April 2016) Informasi Indeksal dan interpretasi:

Situasi dalam percakapan esai di atas adalah kebingungan tokoh Saya mengenai sulitnya dalam membatasi penggunaan teknologi pada para cucunya.

Lebih lanjut, kebingungan itu kian bertambah saat maraknya game Pokemon Go.

Dengan demikian, topik pembicaraan di atas adalah seputar maraknya game Pokemon Go, yang sedang menjadi tren di masyarakat.

Hal tersebut, membuat tokoh Saya bingung sebab ia dibuat resah karena cucunya juga terkena imbas game Pokemon Go. Oleh karena itu, ia meminta

(12)

commit to user

nasihat kepada tokoh Romo Imam. Kemudian, tampak maksim kebijaksanaan yang ditunjukkan oleh Romo Imam. Ia memberikan nasihat, bahwa teladan orang tua dan para pemimpinlah yang harus digunakan untuk mengatur maraknya game Pokemon Go.

Data (3)

Saya : “Lukisan ini populer ketika Fuad Hassan menjadi Menteri

Pendidikan dan Kebudayaan. Yang mau disimbolkan adalah belajar sambil bermain, belajar pada alam, beri kebebasan kepada anak- anak untuk menuntut ilmu, tanpa rasa terbebani. Sekolah bukan satu-satunya tempat mencari ilmu”.

Romo: Saya jadi ingat ajaran leluhur kita, saya kurang jelas apakah sumbernya dari kitab sebuah agama, atau ajaran kebajikan dari masa lalu. Yang pasti, masih bagus dibicarakan. Soal catur guru atau empat guru, yang bisa juga diartikan lebih luas yaitu empat tempat di mana kita bisa mencari ilmu. Sampeyan pasti tahu kan?”

Saya : “Ya, tapi istilahnya saya lupa”

Romo: “Catur guru itu yang pertama guru Rupaka. Ini kedua orang tua kita, dari sini ilmu pertama kita peroleh, bagaimana kita bisa belajar bicara, berjalan, dan seterusnya. Yang kedua, Guru Pengajian, guru di sekolah. Namanya, saja pengajian, tentu kalau diperluas termasuk guru ngaji sebagaimana di kalangan umat muslim. Yang ketiga, guru Wisesa pejabat masyarakat, tokoh masyarakat, dan dalam tafsir yang lebih luas, seluruh semesta ini adalah tempat kita berguru. Kita dapatkan ilmu di ruang seminar, di ruang perpustakaan, saat menonton kesenian dan seterusnya. Yang keempat, Guru Swadyaya, Tuhan Yang Maha Esa. Nah, ini guru tertinggi, kareba Beliau sumber segala ciptaan, sumber segala ilmu.

Bagaimana mendapatkan ilmu itu, pelajari dan amalkan ajaran- ajaran Beliau sesuai dengan keyakinan yang kita pilih. Tidak ada agama yang mengajarkan kita untuk bodoh”.

( Empat Guru, Tempo, 13 Agustus 2016)

Informasi indeksal dan interpretasi:

Situasi percakapan di atas merupakan kelanjutan dari adegan sebelumnya, saat tokoh Romo Imam, dan tokoh Saya saat membahas topik pembicaraan tentang

“Full Day School” yang saat itu menyita perhatian masyarakat. Tokoh Saya dan tokoh Romo Imam sama-sama menyampaikan pendapat mereka. Interpretasi dari

(13)

commit to user

tuturan di atas, adalah terdapat maksim kebijaksanaan yang terletak antara kedua tokoh saat saling menyampaikan argumentasinya. Tokoh Saya menunjukkan letak kebijaksanaan dalam berkomunikasi lewat penjelasannya kepada tokoh Romo Imam saat tokoh Romo Imam gagal memahami maksud ujaran tokoh Saya saat menginterpretasikan pendapat tokoh Saya tentang lukisan di rumah Romo Imam.

Sementara itu, tokoh Romo Imam juga mau memberikan kebijaksanaan dalam berkomunikasi lewat kemauannya memberikan penjelasan saat tokoh Saya tidak mengerti mengenai persoalan catur guru. Dengan demikian, letak kesantunan khususnya maksim kebijaksanaan antartokoh terletak pada masing- masing tokoh yang memberikan keterangan yang jelas, sehingga komunikasi keduanya kembali dapat menemui titik yang sama, dan terhindar dari kesalahan komunikasi.

Data (4)

Saya : Apa ide full day school dari menteri yang baru itu, sesuai dengan konsep catur guru?”

Romo Imam: Ide itu tidak salah dan sudah ada sekolah itu. Karena orang tuanya bekerja seharian maka anak-anak dititipkan di sekolah. Orang tua pulang sore sekalian menjemput anaknya. Anak-anak terjamin di sekolah ada kegiatan bermain, melukis, kesenian, kantin yang luas dengan makanan sehat. Sarana ibadah pun komplit sesuai agama anak didik. Mungkin anak didik tidak merasa terbelenggu.

Untuk belajar ke alam Sabtu dan Minggu piknik bersama keluarga berkunjung ke pantai melihat nelayan. Konsep catur guru terpenuhi. Yang jadi masalah, seberapa orang yang mampu menitipkan anaknya ke sekolah? Gaji seorang camat saja tak cukup bayar uang sekolah, belum lagi biaya plesir akhir pekan.

( Empat Guru, Tempo, 13 Agustus 2016)

Data (5)

Saya: Jadi full day school belum saatnya sekarang?

Romo Imam: Kalau pemerintah yang membuat danannya dari mana? Ini problem orang kota yang orang tuanya sibuk. Kalau pemerintah hanya membuat di kota maka akan ada kesenjangan. Dipaksakan di desa? Boro-boro gedung

(14)

commit to user

sekolah di desa saja banyak yang ambruk. Ide itu tidak salah, tapi belum saatnya. Serahkan ke swasta.

( Empat Guru, Tempo, 13 Agustus 2016) Informasi indeksal dan interpretasi:

Situasi percakapan di atas, adalah ketika perbincangan mengenai wacana kebijakan “Full Day School” akan dilakukan pemerintah. Tokoh Saya terlihat meminta pendapat Romo Imam mengenai kebijakan tersebut. Dengan demikian, jelas bahwa percakapan di atas mengamantkan sisi bijaksana tokoh Romo Imam.

Tatkala tokoh Romo Imam mendapat pertanyaan seputar Full Day School, ia dengan bijak menjawab dengan menyampaikan argumen disertai dengan alasan berupa fakta yang logis. Hal ini, menunjukkan bahwa argumen yang disampaikan bukan semata-mata bersifat kritik tanpa dasar. Argumen yang disampaikan Romo Imam dilandaskan pada pengertian dasar konsep pendidikan secara tradisi yang turun-temurun, sehingga pendapat yang diberikan tidak semata-mata retorika tanpa dasar yang jelas.

Data (6)

Saya : Tapi sekarang Dimas Kanjeng sudah ditahan

Romo Imam: Itu yang betul-betul tidak masuk akal. Sudah sebutannya Dimas Kanjeng, yang menyiratkan orang yang patut

dijunjung martabatnya, namamya juga dasyat, Taat Pribadi.

Kalau betul ini nama pemberian oranngtuanya dan bukan nama jadi-jadian sebagaimana nama artis, Taat Pribadi itu menyiratkan perintah untuk tetap teguh kepada hati nurani.

Lo ini kok Dimas Kanjeng Taat Pribadi melakukan pembunuhan berencana?

( Dimas Kanjeng, Tempo, 01 Oktober 2016) Informasi indeksal dan interpretasi:

Percakapan di atas juga menunjukkan adanya maksim kebijaksanaan dari tokoh Romo Imam. Ia dalam menyampaikan wacana lisan berupa kritik terhadap persoalan hukum Dimas Kanjeng bukan tanpa alasan yang logis. Kebijaksanaan yang ditunjukkan adalah tokoh Romo Imam dengan memberikan sebuah gambaran yang seharusnya, mengenai seperti apa karakteristik yang harus diemban seseorang yang bernama Dimas Kanjeng Taat Pribadi dalam tingkah lakunya. Sementara, kritik yang disampaikan bukan sesuatu yang sifatnya

(15)

commit to user

mengolok melainkan sesuatu penyesalan atas tindakan Dimas Kanjeng. Dengan demikian, unsur kesantunan berbahasa masih diutamakan khususnya pada maksim kebijaksanaan.

Data (7)

Saya : “Romo itu baru dugaan. Romo harus menghormati asas praduga tidak bersalah dan jangan menghakimi. Beginilah kalau Romo Imam sering menonton Jessica berbagai opini berseliweran di luar sidang untuk mempengaruhi hakim.”

Romo Imam: Kasus Dimas Kanjeng ini beda, transparan banget. Dua korban sudah ditemukan, motif pembunuhannya pun jelas.

Yang aneh bin ajaib, pangkal masalahnya adalah praktik sesat Dimas Kanjeng yang mengaku bisa menggandakan uang.Ismail Hidayat, korban pembunuhan itu, justru awalnya percaya dan mengajak orang lain menitipkan uangnya untuk digandakan. Ketika Ismail sadar bahwa penggandaan sesuatu yang mustahil, dan ia bersama teman- temannya menuntut uang itu dikembalikan, Dimas pun merasa terganggu. Dan Ismail yang diberi pangkat Sultan Agung dihabisi Dimas Kanjeng”.

... .

( Dimas Kanjeng, Tempo, 01 Oktober 2016) Informasi indeksal dan interpretasi:

Konteks tuturan yang terjadi di atas adalah saat Romo Imam secara sepihak menyampaikan opininya bahwa Dimas Kanjeng memang bersalah padalah secara yuridis kasus tersebut baru memasuki sidang dan belum ada keputusan pengadilan. Lebih lanjut, jika kita cermati kebijaksanaan dan kejernihan berpikir ditunjukkan oleh tokoh Saya. Aspek kebijaksanaan pada dialog di atas, muncul atau terlihat pada ucapan tokoh Saya. Tokoh Saya memberikan sebuah pemikiran kepada Romo Imam untuk tidak langsung memberikan sebuah penilaian akhir terhadap suatu permasalahan tanpa melihat terlebih dahulu persoalan yang terjadi secara objektif. Dengan kata lain, Romo Imam tidak boleh semena-mena menilai orang lain salah, jika secara yuridis dan fakta belum terbukti kebenarannya.

Upaya tersebut, rupanya berhasil membuat Romo Imam, untuk memberikan keterangan mengenai persepsi yang ia miliki bahwa Dimas Kanjeng memang bersalah dalam kasus tersebut. Dengan demikian, opini yang disampaikan tokoh

(16)

commit to user

Romo Imam sebelumnya bukan tanpa alasan sehingga dapat menimbulkan fitnah dan opini yang negatif secara sepihak.

Data (8)

Romo : Saya takut dituduh pencitraan. Kata ini, sudah mendapat label negatif, padahal wajar orang mengubah citranya menjadi lebih baik. Pencitraan ini, sifatnya positif.

Saya: “Jangan terpengaruh omongan para politisi, Romo. Mereka selalu menuduh Presiden Jokowi melakukan pencitraan, bahkan selama dua tahun menjabat pencitraan melulu. Penilaian itu pangkalnya ada kekecewaan karena kalah dalam pemilihan presiden tempo hari. Ada kejengkelan yang tak sembuh-sembuh. Apapun, yang dilakukan Jokowi pasti disebut pencitraan”.

... .

( Pencitraan, Tempo, 22 Oktober 2016) Informasi indeksal dan interpretasi:

Tuturan di atas, menunjukkan sisi bijaksana dalam diri tokoh Saya.

Konteks yang melingkupi tuturan di atas adalah kebimbangan tokoh Romo imam tatkala tokoh Romo Imam hendak mendirikan, Rumah Budaya. Romo Imam bimbang karena pada saat itu, segala perilaku yang berisfat postif dan inovatif dituduh sebagai pencitraan. Oleh sebab itu, secara bijak tokoh Saya memberikan masukan bahwa Romo Imam tidak perlu takut, dalam melakukan tindakan yang sifatnya positif. Dengan demikian, pernyataan tersebut membuat Romo Imam menjadi tidak dalam kondisi yang membuatnya merasa bimbang. Sebaliknya mampu bertindak berdasarkan dasar kebenaran bukan semata-mata terpengaruh lingkungan sekitar. Hal tersebut, tidak lepas dari pendapat tokoh Saya yang memberikan argumentasi secara bijaksana.

Data (9)

Romo : “Memang, jangan sampai pencitraan itu kebablasan. Setiap status atau jabatan ada batas etikanya. Pendeta punya etika yang disebut sesana kekiwon, tak bisa bercelana pendek sambil menyapu meski itu di halaman rumahnya sendiri. Raja punya sesana keprabon yang layak dijadikan acuan etika presiden. Misalnya, ketika menerima pasukan kehormatan lalu hujan turun, tak bisa presiden membawa payungnya sendiri. Atau tiba-tiba melepas sepatunya yang kotor di saat acara resmi.”

(17)

commit to user

Saya: “Kalau presiden membeli sepatu di pasar swalayan itu pencitraan atau bukan Romo?’

Romo: Tergantung niat, kalau ngajak wartawan untuk pamer, mungkin pencitraan

( Pencitraan, Tempo, 22 Oktober 2016) Informasi indeksal dan interpretasi:

Percakapan di atas, merupakan konklusi akhir mengenai topik bahasan pencitraan. Tokoh Saya di akhir pembicaraan dengan tokoh Romo Imam, menyampaikan sebuah pertanyaan secara khusus tentang bentuk perilaku seorang tokoh masyarakat sebagai refleksi atas kasus pencitraan yang kian marak.

Pertanyaan tersebut, direspons dengan bijaksana oleh tokoh Romo Imam. Maksim kebijaksanaan dalam tuturan di atas ditunjukkan dengan amat positif oleh tokoh Romo Imam. Ia menyampaikan nasihat tentang pencitraan menggunakan nilai- nilai etika yang sudah ada dan dimiliki oleh bangsa Indonesia. Salah satu etika yang berlaku adalah, melihat segala sesuatu harus pada esensi, niat, tujuan, yang dilakukan oleh seseorang. Dengan demikian, jawaban Romo Imam tergolong santun dan bijaksana, karena ia tidak semata-mata menghakimi, melainkan memberikan porsi yang sesuai dan dengan alat ukur yang tepat dan tidak berasumsi secara tidak pasti.

Data (10)

Romo: “Tak usah ditanya apakah saya mendadak singgah karena kebetulan berjalan-jalan dekat sini atau aku sengaja ke sini”

Saya : Tertawa ... .

( Bertamu, Tempo, 22 Januari 2017) Informasi indeksal dan interpretasi:

Konteks peristiwa dalam dialog esai di atas adalah saat kemunculan mendadak Romo Imam di rumah tokoh Saya. Romo Imam yang datang tanpa undangan membuat tokoh Saya terkejut. Maka dari itu, untuk menghilangkan rasa keterkejutan dari tokoh Saya, tokoh Romo Imam menyampaikan bahwa kedatangannya memang disengaja tanpa pesan. Nah, letak kesantunan khususnya oleh tokoh Romo Imam terdapat pada tuturannya bahwa ia memang sengaja

(18)

commit to user

datang tanpa undangan, agar tuan rumah dalam hal ini tokoh Saya tidak perlu merepotkan diri menyambut kedatangan Romo Imam. Lebih lanjut, konsep bertamu yang dilakukan Romo Imam merupakan sebuah pembukaan awal dalam topik yang hendak dibahas kedua tokoh yaitu pertemuan antara mantan Presiden SBY dengan Presiden Jokowi yang belum terlaksana.

Dengan demikian, implikatur yang disampaikan adalah konsep bertamu, haruslah tidak merepotkan tuan rumah, dan tidak menimbulkan banyak kesulitan bagi tuan rumah. Hal tersebut, sekaligus kritikan tentang problem elite politik khususnya mantan Presiden SBY, dalam keinginannya untuk berjumpa Presiden Jokowi haruslah tidak memberikan kerepotan dan kesulitan bagi Presiden Jokowi yang dalam konteks ini merupakan ‘tuan rumah’.

Data (11)

Romo: “Memang, bertamu itu ada aturannya, ini tentu tamu memberi tahu sebelumnya lewat telepon atau titip pesan kepada orang lain atau lewat surat. Tuuannya, agar tuan rumah menyesuaikan jadwal dan punya persiapan dalam menyambut tamu. Kalau tamu datang nyelonong, resikonya banyak. Bisa jadi kecewa karena tuan rumah tak ada atau tak sempat diladeni karena punya kesibukan lain. Itu sebabnya, diciptakan padanan yang buruk buat tamu yang tak diundang, yaitu pencuri.”

Saya : Tertawa ... .

( Bertamu, Tempo, 22 Januari 2017) Informasi indeksal dan interpretasi:

Konteks percakapan di atas masih tetap sama, yaitu mengenai tokoh Romo Imam yang tengah bertamu. Unsur kebijaksanaan muncul dalam diri Romo Imam yaitu ia mau merendahkan diri, mengakui salahnya secara tidak langsung, karena bertamu tanpa melakukan kesepakatan. Dengan demikian, ia merugikan dirinya sendiri, dan menghormati lawan tutur atau bicaranya. Hal tersebut, sejalan dengan maksim kebijaksanaan bahwa seseorang dalam berkomunikasi harus mau merendahkan dan merugikan dirinya, serta mengangkat tinggi kedudukan orang lain.

Adapun, interpretasi yang dapat berkaitan dengan topik yang dibicarakan, yakni pertemuan antara mantan presiden SBY, dan presiden Jokowi, konsep

(19)

commit to user

pembicaraan yang dipesankan oleh Romo Imam secara tersurat adalah tamu harus menghormati hak prerogatif yang dimiliki tuan rumah, dan tidak boleh memasakan kehendak, sebab dalam persoalan yang terjadi mantan Presiden SBY dalam berbagai kesempatan sempat mengeluhkan kesulitan bertemu Presiden Jokowi. Hal inilah, yang coba dikritisi penulis melalui tokoh Romo Imam bahwa dalam bertamu, hak prerogatif sepenuhnya milik tuan rumah bukan pada tamu yang hendak berkunjung.

Data (12)

Romo: “Yang tak masuk akal ada calon tamu yang belum apa-apa sudah takut menemui seseorang karena ia percaya bakal tidak diterima. Si calon tamu ini merasa dihalang-halangi. Mungkin dia dapat

informasi ngawur. Yang lebih konyol, ternyata calon tamu sama sekali tak pernah mencoba untuk minta bertemu, baik lewat telepon, maupun lewat surat. La, piye toh... .

Saya : “Romo sepertinya menyindir presiden keenam kita, Bapak Susilo Bambang Yudhoyono”.

( Bertamu, Tempo, 22 Januari 2017) Informasi indeksal dan interpretasi:

Kesantuanan komunikasi, khususnya unsur kebijaksanaan dalam tuturan ditunjukkan secara penuh oleh tokoh Saya. Peristiwa komunikasi di atas, berlatar saat Romo Imam mulai menunjukkan kejelasan pembicaraan mengenai sebuah topik yaitu pertemuan antara mantan Presiden SBY dengan Presiden Jokowi yang belum terlaksana. Kebijaksanaan komunikasi ditunjukkan tokoh Saya. Ia mencoba mencari kejelasan dalam pembicaraan.

Kejelasan dalam pembicaraan membuat apa yang diperbincangan tidak membingungkan dan tidak menimbulkan desas-desus yang akhirnya dapat berujung fitnah. Hal inilah, merupakan bentuk kesantunan khususnya kebijaksanaan dari tokoh Saya. Ia secara berani mencari titik pembicaraan yang fokus, agar pembicaraan tidak menjadi fitnah dan desas-desus antarkedua tokoh tersebut dalam memperbincangkan sebuah permasalahan.

Data (13)

Saya : “Mungkin Pak SBY berubah, tak lagi obral cuitan yang kesannya hanya curhat. Beliau sudah bisa menahan diri

(20)

commit to user

Romo: “Itu sangat wajar. Orang berubah itu tak salah. Perubahan bisa terjadi karena seseorang melakukan intropeksi, melakukan perenungan. Saya dengar Pak SBY pergi bersama keluarga ke Gunung Lawu selesai putaran pilkada pertama pilkada DKI.

Kekalahan putranya, Agus Yudhoyono, dalam pilkada Jakarta disikapi SBY dengan menyepikan diri lalu mendengarkan suara semesta, yang sejatinya adalah suara dari hati yang paling murni.

Itu kan langkah yang bagus. Mungkin baru disadari ada yang salah dengan terlalu cepat mempromosikan anaknya. Kalau pun pilkada dimaksudkan untuk menyekolahkan anaknya ke dunia politik, sekolah itu terlalu tinggi belum kuat.

... .

( Capres, Tempo, 07 Januari 2017) Informasi indeksal dan interpretasi:

Latar belakang percakapan di atas adalah mengenai pertemuan antara mantan presiden SBY dengan presiden Jokowi. Pertemuan keduanya sempat menjadi topik pembicaraan yang hangat di masyarakat. Berbagai tanggapan dan spekulasi muncul mengenai pertemuan tersebut. Sementara, dalam esai tersebut dikisahkan tokoh Romo Imam menunggu komentar mantan Presiden SBY usai bertemu presiden Jokowi. Namun, komentar yang ditunggu tak kunjung datang.

Maka, tokoh Saya dengan bijak menyampaikan mungkin Pak SBY tidak ingin berkomentar seperti dulu lagi, mungkin sudah ada perubahan bahwa beliau tidak ingin lagi berkomentar yang bisa menimbulkan reaksi kurang baik di masyarakat.

Komentar inilah yang menunjukkan letak kebijaksanaan, sebab tokoh Saya mencari penilaian yang positif dari masalah yang ada. Kemudian, sisi bijaksana juga ditunjukkan oleh Romo Imam. Ia menginterpreatikan dengan positif mengenai salah satu kejadian yang dialami mantan Presiden SBY, khususnya kegagalan dalam Pilkada DKI dengan arif dan tidak menilai secara berlebihan.

Data (14)

Saya : “Apa pertemuan di istana itu berkaitan dengan pilkada putaran kedua?

Romo: Keduanya menyebut membicarakan masalah politik dan ekonomi bangsa, Apa termasuk pilkada Jakarta, kita tidak tahu. Tapi SBY kan jago strategi. Sehari sebelum ketemu Jokowi, Wakil Ketua Umum Partai Demokrat sudah menyatakan ke mana dukungan Agus

(21)

commit to user

akan dibawa itu terserah Agus Yudhoyono sendiri, bukan urusan partai. Ini mau mengabarkan bahwa SBY dan Demokrat tetap sebagai penyeimbang, tidak dukung calon ini calon itu. Saya kira ini rikuh dibicarakan.

( SBY dan Jokowi, Tempo, 02 Februari 2017) Informasi indeksal dan interpretasi:

Topik pembicaraan di atas adalah mengenai pertemuan antara mantan Presiden SBY dan Presiden Jokowi yang akhirnya terlaksana. Kedua tokoh ikut membicarakan pertemuan dua negarawan tersebut. Tokoh Saya diceritakan mencoba memancing tokoh Romo Imam, dengan pertanyaannya tentang isi pertemuaan kedua negarawan tersebut benarkah membahas Pilkada Jakarta menurut sudut pandang tokoh Romo Imam.

Nah, letak maksim kebijaksanaan ditunjukkan oleh tokoh Romo Imam terhadap pertanyaan tersebut lewat jawaban yang ia sampaikan. Ia menanggapi pertanyaan dengan amat diplomatis. Romo Imam hanya menyampaikan bahwa SBY jago strategi. Pernyataan ini membuat jawaban yang disampaikan Romo Imam menjadi santun, sebab ia tidak menjawab secara langsung pertanyaan tokoh Saya, yang terkesan amat politis, dan sensitif sebab kasus tersebut yang ditanyakan tengah menjadi hal yang ramai dibicarakan di maakurakat. Frasa jago strategi mengamanatkan bahwa SBY mempunyai banyak perhitungan, dan keterampilan diplomasi sehingga orang biasa sukar mengetahui pertemuan tersebut. Dengan demikian, jawaban Romo Imam tidak menimbulkan opini yang keliru dalam membahas topik tersebut.

Data (15)

Saya : “Apa membicarakan skandal e-KTP? Kok waktunya bersamaan dengan sidang kasus e-KTP itu?”

Romo: Semua bisa dikait-kaitkan. Mungkin ini kebetulan saja. Asal tahu juga, Jokowi itu punya strategi jitu, suka menyenangkan orang, seperti memberi hadiah sepeda misalnya. Nah, tamu istimewa ini tentu tak perlu sepeda. Dengan menerima SBY pada tanggal 9, tentu SBY sangat gembira sebagai tokoh yang senang angka sembilan.

....

( SBY dan Jokowi, Tempo, 02 Februari 2017)

(22)

commit to user Informasi indeksal dan interpretasi:

Penggalan dialog di atas adalah kelanjutan dari topik sebelumnya. Setelah mendapat jawaban Romo Imam, tokoh Saya kembali memancing Romo Imam dengan pertanyaan yang lain mengenai pertemuan antara SBY dan Jokowi. Akan tetapi, Romo Imam kembali menunjukkan jawaban yang cerdas dalam menyampaikan argumentasinya. Ia tidak terpancing oleh pertanyaan tokoh Saya sehingga menyampaikan jawaban yang ikut memberikan opini yang belum tentu benar. Jawaban Romo Imam amat baik, ia mampu menampilkan sisi lain secara bijak dan terasa humoris, sehingga percakapan menjadi cair, dan tidak ada pihak yang dirugikan, terutama pihak yang menjadi objek pembicaraan. Romo Imam memilih dengan nada bercanda saat memberikan jawaban, sehingga ketegangan dalam komunikasi. Hal tersebut, merupakan titik kebijaksanaan dari tokoh Romo Imam sehingga tidak memunculkan komentar yang dapat berujung menjadi opini negatif dan tidak santun.

Data (16)

Romo: “Sebenarnya tak penting apa yang dibicarakan antara presiden aktif dan presiden pensiun ini. Kata-kata keduanya pasti tak banyak arti.

Pertemuan itu yang lebih punya makna. Begitu tangan keduanya bersalaman, maka urusan sadap menyadap sudah usai. Begitu keduanya menyeruput teh manis, maka urusan Antasari Azhar pun sudah tak perlu lagi disebut . Kedua hati sudah berbicara dalam diam. SBY dalam posisi madheg pandhito dan Jokowi dalam posisi jumeneng amangkurat, tak perlu lagi blakblakan bicara, seperti ketika keduanya cuit-cuitan di Twiter. Ah, ini bahanyanya media sosial, berbicara tanpa saling menatap mata. Kata-kata hanya keluar lewat mulut, bukan lewat hati.

Saya: “Romo sebenarnya mau mengatakan apa sih soal pertemuan Jokowi- SBY?”

Romo: “Para pengamat sibuk menebak apa isi dialog dari sejam itu.

Padahal pertemuan ini hanya untuk mengubur sindiran-sindiran yang dicuitkan keduanya selama ini. Persoalan pokoknya belum selesai. Kan lumpia yang dihidangkan belum ada yang makan

( SBY dan Jokowi, Tempo, 02 Februari 2017) Informasi indeksal dan interpretasi:

Latar percakapan di atas adalah bahasan yang masih sama seputar pertemuan antara SBY dan Jokowi. Namun, pembicaraan di atas rupanya

(23)

commit to user

mengalami perubahan. Kali ini giliran tokoh Romo Imam, yang akhirnya terpancing pertanyaan tokoh Saya. Melihat hal tersebut, tokoh Saya lantas melakukan perbaikan arah pembicaraan agar Romo Imam tidak berbicara secara berlebihan.

Jika kita cermati, dialog keduanya di atas saling menunjukkan kesantunan komunikasi, utamanya unsur kebijaksanaan yang dikedepankan. Tokoh Saya langsung menyatakan dengan tegas lewat pertanyaan mengenai esensi pendapat yang disampaikan tokoh Romo Imam, sehingga dalam membicarakan pertemuan SBY dan Jokowi memiliki fokus yang jelas. Kemudian, tokoh Romo Imam pun, juga menyampaikan argumentasi secara bijak bahwa pertemuan antara SBY, dan Jokowi hanya keduanya yang benar-benar tahu apa yang dipersoalkan dalam perbincangan. Dengan demikian, ia mengajak semua pihak dan kalangan untuk memberi pendapat dan komentar seperlunya dan secukupnya, tidak memberikan pendapat-pendapat yang berlebihan.

Data (17)

Saya : “Romo menyebarkan hoax”

Romo: “Sampeyan ini tidak bisa membedakan yang mana hoax, yang mana prediksi, yang mana kritik. Hoax itu berita bohong. Jika orang punya pendapat, benar atau salah itu bukan hoax. Bantah dong kalau salah”.

( Tak Lucu, Tempo, 07 Maret 2017) Informasi indeksal dan interpretasi:

Percakapan di atas dilatarbelakangi mengenai isu di tubuh Mahkamah Konstitusi terkait dengan Undang-Undang Pemilu. Kemudian, tokoh Romo Imam menyampaikan argumentasinya dengan saksama. Argumen tersebut, kemudian mendapat kritikan dari tokoh Saya. Selanjutnya, tokoh Romo Imam menjelaskan duduk perkara mengenai perbedaan antara hoax dengan opini. Penjelasan inilah letak kebijaksanaan tokoh Romo Imam sebab ia mau memberikan penjelasan tentang sangkaan yang disampaikan oleh tokoh Saya. Dengan demikian, dugaan jawaban yang disampaikan tokoh Romo Imam merupakan jawaban yang tidak benar menurut tokoh Saya dapat dianulir.

(24)

commit to user Data (18)

Romo: “Saya membaca ulasan majalah ini. Undang-Undang Dasar pada amandemen ketiga Pasal 6A butir 2 menyebutkan, pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu. Adapun, Mahkamah Konstitusi sudah memutuskan pemilihan umum presiden 2019 diadakan serentak, dengan pemilihan umum legislatif. Jadi semua partai yang sah ikut pemilu berhak mencalonkan presiden dan wakil presiden. Calonnya bisa banyak karena tak ada ketentuan partai harus bergabung”

Saya: “Majalah yang Romo baca mungkin terbitan lama. Romo ketinggalan berita. Pemerintah sudah mengajukan rancangan undang-undang revisi pemilihan umum yang baru dan tetap menyebutkan ada ambang batas untuk pencalonan presiden di parlemen. Mahkamah Konstitusi, ketika memutus uji materi Undang-Undang Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden

dialksanakan setelah pemilu legislatif. Kemudian diganti pemilu serentak. Namun, Mahkamah tidak mencabut pasal 9 tentang persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR, atau 25 persen dari suara sah yang diperoleh partai”

( Tak Lucu, Tempo, 07 Maret 2017) Informasi indeksal dan interpretasi:

Konteks percakapan di atas adalah tokoh Saya melihat bahwa sumber data dan fakta yang disampaikan Romo Imam bukan merupakan sumber yang faktual.

Oleh karena itu, tokoh Saya memberikan klarifikasi kepada tokoh Romo Imam.

Hal tersebut, menunjukkan sisi kebijaksanaan tokoh Saya. Ia secara bijak menyampaikan penjelasan mengenai temuan tokoh Romo Imam, yang ternyata tidak berdasar pada fakta terbaru. Dengan demikian, tokoh Saya membuat Romo Imam secara tepat menyampaikan argumen berdasarkan dasar yang valid, sehingga tidak menyampaikan pendapat dengan sumber yang tidak faktual yang dapat menyebabkan kekeliruan dalam membahas suatu masalah yang sedang terjadi.

(25)

commit to user Data (19)

Saya: “Soal capres, biarkan tak ada ambang batas. Biarkan semua partai mengusung capres, capek mengamendemen Undang-Undang Dasar.

Toh, akan ada seleksi alam, mudah-mudahan. Misalnya, sadar biaya tinggi. Capres sadar dengan kemampuannya sendiri”.

Romo: “Yang lebih utama, setelah mematutkan diri, mengaku tokoh itu punya malu untuk dicapreskan”.

( Tak Lucu, Tempo, 07 Maret 2017) Informasi indeksal dan interpretasi:

Secara komprehensif, tokoh Romo Imam dan tokoh Saya, menyampaikan dengan bijak mengenai problem yang ada secara santun. Permasalahan Undang- Undang Pemilihan Presiden, ditanggapi dengan bijak oleh tokoh Saya, dengan menyatakan bahwa akan ada seleksi alam untuk mengatasi sengketa tersebut.

Sementara, tokoh Romo Imam juga dengan bijak menyampaikan agar masing- masing orang dapat melihat kualitas dirinya sendiri, sebelum dicalonkan. Dengan demikian, keduanya tidak memberikan argumentasi yang selalu negatif tentang persoalan hukum, melainkan memberikan sebuah jalan ke luar bahwa kebenaran akan tetap dapat terus berjalan meski banyak muncul persoalan yang tidak benar.

Data (20)

Saya : “Tidak lagi lucu, baik saat memberi wejangan maupun saat menulis di jurnal. Barangkali faktor usia”

Romo : “Sampeyan benar. Ulah negarawan kita sudah tidak lagi pada tingkat yang dianggap lelucon. Sudah persoalan serius yang harus diingatkan bahwa mereka sangat tidak layak. Mereka memberi contoh yang buruk, tak pantas disebut yang terhormat atau yang mulia. Bagaimana menyikapi ini dengan lucu?”

( Tak Lucu, Tempo, 07 Maret 2017) Informasi indeksal dan interpretasi:

Konteks situasi tutur yang melingkupi dialog di atas, adalah tatkala tokoh Romo Imam merayakan ulang tahun, dan tokoh Saya mendapat kesempatan untuk menyampaikan pendapat mengenai sosok Romo Imam. Dengan bijak, tokoh Saya memberikan nasihat bahwa Romo Imam telah mendekati sosok orang tua sepenuhnya. Hal tersebut, ternyata berkenan pada hati Romo Imam. Ia mengakui itu, dengan demikian kebijaksanaan dalam bertutur tokoh Saya sepenuhnya tepat dalam hal ini.

(26)

commit to user Data (21)

Romo : “Sampeyan datang juga, saya kira tidak”

Saya : “ Saya sengaja datang paling akhir, kan saya tidak merayakan lebaran”

( Lebaran, Tempo, 14 Juni 2017) Informasi indeksal dan Interpretasi tuturan:

Penggalan tuturan di atas berisi uraian kisah saat tokoh Saya berkunjung ke rumah Romo Imam. Tokoh Saya diceritakan berkunjung paling akhir saat perayaan lebaran di rumah Romo Imam. Ia melakukan hal tersesut, sebab ia tidak merayakan hari raya Lebaran. Lebih lanjut, dari tuturan tokoh Saya yang disampaikan pada dialog di atas letak kesantunan berbahasa yang ada amat sangat terlihat baik secara tersurat maupun tersirat.

Perkataan bahwa tokoh Saya memang sengaja datang paling akhir mengindikasikan sisi bijaksana tokoh Saya. Dapat dikatakan demikian, sebab tokoh Saya menunjukkan rasa solidaritas sebagai umat yang tidak merayakan hari raya Lebaran ia memberikan porsi kesempatan bagi tokoh Romo Imam untuk menikmati hari suci agamanya. Dengan demikian, tokoh Saya mau memberikan dampak kerugian pada dirinya, dan ia memberikan kesempatan atau peluang yang lebih besar kepada tokoh Romo Imam, sehingga ia benar-benar menerapkan kebijkasanaan dalam komunikasi dan tindakan.

C). Maksim Kemufakatan Data (1)

Saya: Jokowi menyimpang dari tata etika seorang presiden yang selama berpuluh tahun disaksikan rakyat. Tapi Jokowi melAkukannya secara alami, tidak dibuat-buat. Ia memegang payung sendiri tatkala gerimis. Pergi ke genangan air untuk membasuh muka, padahal presiden sebelumnya mustahil membasuh muka di depan umum. Kalau pun Cuma cuci tangan, airnya dari baskom yang jernih, plus tersedia handuk yang baru

Romo : Anehnya juga kebijakan Jokowi pun dianggap pencitraan. Misalnya soal harga bahan bakar minyak yang harus sama di Papua dan di Jawa. Jokowi mungkin berhitung, dengan harga yang sama, ekonomi bergerak, investor datang, Papua berkembang. Memang ada subsidi sampai delapan ratus milyar, tapi itu tak mengurangi keuntungan Pertamina yang puluhan trilyun. Presiden sebelumnya

(27)

commit to user

kebijakan beda. Prtamina harus untung sebesar-besarnya, untuk apa jual minyak di papua dengan merugi. Kalaupun Jokowi harus dikritisi soal ini sebut saja: hati-hati dengan subsidi membengkak di saat anggaran bermaslah. Jangan memakai omongan “Ah, Jokowi pencitraan di Papua”.

(Pencitraan, Tempo, 22 Oktober 2016) Informasi indeksal dan interpretasi:

Konteks yang mewadahi tuturan di atas adalah perbincangan mengenai persoalan seputar kebijakan Presiden Jokowi yang oleh sebagian pihak disebut sebagai upaya pencitraan. Tokoh Saya lantas menyampaikan pendapatnya mengenai Presiden Jokowi yang dianggapnya sebagai presiden unik. Kemudian, pendapat tersebut, diperjelas oleh tokoh Romo Imam unsur keunikan Jokowi yang tidak dibuat-buat rupanya membuat sebagian pihak bersikap negatif kepada Jokowi.

Adapun, letak kemufakatan atau kecocokan yang ada pada tuturan tersebut, adalah kedua tokoh mampu dan kompak memberikan argumentasi lanjutan yang sama. Tokoh Saya menyampaikan pendapat tentang topik pencitraan yang dituduhkan pada Jokowi melalui perilakunya. Tokoh Romo Imam lantas memberikan pendapat bahwa bukan hanya perilaku Jokowi yang di cap pencitraan bahkan juga pada kebijakan yang dibuatnya. Dengan demikian, adanya kecocokan tema dan konsep komunikasi kedua tokoh inilah yang membuat maksim kecocokan atau kemufakatn muncul dalam percakapan.

Data (2)

Romo: “ Karena hal yang sepatutnya disimpan itu ternyata diobral ke publik. Orang bijak bisa menahan perasaan, mana yang cukup disimpan dalam hati, mana yang perlu diceploskan ke orang lain.

Ingin ketemu Jokowi tapi tak pernah memberitahukan keinginannya itu karena belum apa-apa tAkut tidak diterima. Wong Jokowi

pengamen saja diterima, malahan presiden yang unik ini mau- maunya menelepon anak balita yang kepingin salaman tetapi tak bisa.”

Saya: Setuju Romo. Tentu tak etis Jokowi memanggil SBY ke Istana, wong bukan menterinya, bukan pembantu presiden. Kalau Jokowi mengundang SBY, keperluannya apa, barangkali belum ada atau belum mendesak. Yang menyimpan masalah itu SBY, ingin

membantah segala rumor menyangkut dirinya. Rumor yang belum

(28)

commit to user

tentu datang dari Istana dan mungkin pula Jokowi tak tahu apa-apa.

Alangkah bijak dan santunnya kalau SBY mengirim surat atau pesan permintaan bertamu. Aku kira tak ada yang menjegal. Jubir Istana yang teman baik aku itu sudah bilang. Kirim surat permintaan bertemu. Jokowi pasti buatkan jadwal. Wong sudah enam kali keduanya bertemu dalam acara-acara kenegaraan.

( SBY dan Jokowi, Tempo, 02 Februari 2017) Informasi indeksal dan interpretasi:

Topik yang menjadi tercipatanya konteks percakapan di atas adalah mengenai mantan presiden Indonesia SBY yang tengah menjadi perbincangan khalayak luas karena sikap beliau yang ingin bertemu Presiden Jokowi. Fenomena masyarakat tersebut, tidak lepas dari perbincangan tokoh. Adapun, unsur kemufakatan atau kecocokan persepsi antara kedua tokoh tersebut, terletak pada jawaban tokoh Saya. Kemufakatan antartokoh terjadi dalam dialog di atas. Tokoh Saya dengan pernyataan yang diawali kata ‘setuju’ menunjukkan adanya kesepakatan pendapat dengan Romo Imam ihwal kesantunan dan kesopan etika bertamu yang baik. Dengan demikian, perbincangan keduanya dalam komunikasi tetap dapat terjaga.

Data (3)

Romo: “Memang kamus besar bahasa Indonesia menyebut Lebaran dengan arti hari raya umat Islam yang jatuh pada 1 Syawal. Tetapi, istilah Lebaran sudah ada sejak dulu. Kata itu ada dalam bahasa Jawa kuno yang berasal dari kata leba yang huruf a ada dua titik di atasnya. Itu dibaca agak panjang, lebaa. Lama-lama dibaca lebaar, biar makin praktis. Arti kata itu, tenang, lapang, lega, senang, yang semuanya berkaitan dengan hati. Saya kira dalam bahasa Bali ada juga kata lebar kan?”

Saya : “Lebar berati berakhirnya ritual dengan berbagai pantangan, misalnya ritual di sebuah pura yang berhari-hari. Lebar pertanda kita memasuki suasana baru seperti bayi yang baru lahir, kembali suci. Lebar juga dipakai pengganti kata wafat untuk pendeta Hindu di Bali, karena saat keheningan sejati tiba. Kematian bagi pendeta adalah saatnya kehidupan baru yang hening dan suci karena segala dosa duniawi sudah berakhir”.

( Lebaran, Tempo, 14 Juni 2017)

(29)

commit to user Informasi indeksal dan interpretasi:

Konteks yang melatari perbincangan di atas, adalah mengenai peristiwa Lebaran yang terjadi di rumah Romo Imam. Tokoh Saya datang berkunjung ke rumah Romo Imam. Tokoh Saya sebagai umat yang berlainan datang paling akhir ke rumah Romo Imam. Adapun, kemufakatan yang terjadi dalam dialog di atas, ditempuh dengan cara mencari persamaan-persamaan sehingga menemukan titik temu dalam dialog membahas permasalahan tertentu. Tokoh Romo Imam dan tokoh Saya yang berbeda agama sama-sama mencari titik temu mengenai konsep Lebaran yang ada sesuai dengan versi agama masing-masing. Dengan demikian, kedua tokoh saling mencari titik temu dan berisikap toleran kepada orang lain.

Data (4)

Romo: “Ada banyak persamaan. Idul Fitri lebih populer disebut Lebaran juga jatuh tanggal satu bulan kesepuluh tahun Hijriah. Ramadan itu bulan kesembilan, Syawal bulan kesepuluh. Semangat Lebaran itu sama, yang berbeda sistem merayakannya.”

Saya : “Memang”

( Lebaran, Tempo, 14 Juni 2017) Informasi indeksal dan interpretasi:

Konteks percakapan dialog di atas masih sama dengan konteks pembicaraan sebelumnya yaitu membahas tentang Lebaran sebagai topik utama. Setelah melalui dialog panjang titik kemufakatan akhirnya terjalin. Kedua tokoh, saling menyepakati kesamaan dan perbedaan konsep ihwal permasalahan yang dibahas sehingga keduanya menjadi lebih matang dalam mencapai persetujuan. Dengan demikian, titik kemufakatan yang terjadi karena keduanya sama-sama mengedepankan aspek mencari persamaan dan meminimalkan perbedaan yang ada.

Data (5)

Saya: “Nah, lucu dong Romo bisa tertawa”

Romo: “Saat ini orang tertawa bukan karena lucu tapi karena menertawakan kebodohan

( Tak Lucu, Tempo, 07 Maret 2017) Informasi indeksal dan interpretasi:

(30)

commit to user

Konteks pembicaraan kedua tokoh adalah mengenai sengketa Undang- Undang Pemilu. Tokoh Romo Imam dengan keras mengatakan bahwa persoalan tersebut adalah persoalan yang serius. Keduanya sempat tidak menemui kemufakatan dan pembicaraan menjadi terasa tegang. Kemudian, tatkala tokoh Saya menyampaikan isi tanggapan dengan nada bercanda dan humor, tokoh Romo Imam mengalami perubahan konsep berpikir sehingga ia akhirnya setuju dengan konsep tokoh Saya dalam membicarakan massalah yang ada tidak perlu cenderung sensitif dan amat serius. Teknik kemufakatan tersebut, terjadi dengan cara saling memancing. Tokoh Saya memberikan komentar, dengan menyampaikan pancingan bahwa Romo Imam berhasil tertawa sebagai tanda persetujuan. Sementara, tokoh Romo Imam, menyampaikan pendapatnya bahwa ia memliki alasan khusus dalam tertawa.

Dengan demikian, dapat ditarik sebuah kesimpulan pokok mengenai peran masing-masing kesantunan berbahasa pada esai Cari Angin koran Tempo.

Maksim kesimpatisan memiliki peranan untuk menyampaikan persoalan yang akan dibahas oleh kedua tokoh. Maksim ini berperan untuk memberikan perhatian dari tokoh Romo Imam dan tokoh Saya terhadap masalah yang sedang terjadi.

Sementara, maksim kebijaksanaan berperan penting untuk membangun dan membantu penyampaian kritik secara sopan dan tidak melanggar etika. Adapun, pada maksim kemufakatan berperan sebagai jalan keluar untuk setiap pertentangan dan perbedaan sudut pandang antartokoh dalam esai tersebut.

2. Kedudukan Tokoh Dalam Esai Cari Angin Tempo

Sebuah percakapan, sebuah tuturan, atau peristiwa komunikasi tertentu dalam aktivitas kebahasaan tidak pernah bisa dilepaskan dari konteks yang mewadahinya. Konteks, merupakan penentu munculnya peristiwa ujaran dalam komunikasi kebahasaaan. Selanjutnya, konteks sendiri meliputi banyak aspek.

Hymes (Sulistiyo, 2013: 31) merinci konteks menjadi : (1) Setting/ Latar peristiwa komunikasi (2) Participans/ Orang yang terlibat dalam komunikasi (3) End/ Tujuan dalam komunikasi yang hendak dicapai (4) Act/ Tindak tutur yang dilAkukan (5) Key/ Tema komunikasi (6)Instrument/ Media komunikasi

(31)

commit to user

(7) Norms/ Norma atau aturan komunikasi (8) Genre/ Ragam bahasa yang digunakan.

Salah satu konteks yang memiliki peran vital adalah konteks partisipan.

Konteks partisipan adalan konteks yang menngacu pada tokoh atau pelaku dalam aspek komunikasi bahasa yang terjadi. Partisipan atau orang yang terlibat dalam komunikasi amat menentukan bentuk-bentuk komunikasi, wujud interaksi dalam komunikasi dan jalannya proses komunikasi berlangsung dari awal hingga akhir komunikasi. Oleh sebab itu, peran partisipan yang penting dalam komunikasi merupakan telaah yang menarik dalam kajian ilmu pragmatik.

Begitu pula, dalam kolom Cari Angin yang dimuat dalam koran Tempo.

Pada kolom tersebut, terdapat dua tokoh utama dalam proses membahas dan menyelesaikan persoalan yang ada. Tokoh Romo Imam dan tokoh Saya dalam membahas sebuah permasalahan yang diangkat mempunyai peranan dan kedudukan yang berbeda dalam penyampaian argumentasi masing-masing tokoh.

Lebih lanjut, dalam esai tersebut menunjukkan secara eksplisit maupun implisit, pengaruh status tokoh berdampak pada keseimbangan komunikasi.

Secara khusus, pada tokoh Romo Imam yang cenderung memiliki dominasi pendapat, dan kekuatan dalam komunikasi. Sementara itu, tokoh Saya cenderung mengalah dan berusaha selalu mecairkan suasana komunikasi yang terjadi. Dengan demikian, terlihat bahwa masing-masing tokoh memiliki perbedaan kedudukan secara nyata. Dengan demikian, akan dikaji status masing-masing tokoh dan peranannya pada komunikasi masing-masing tokoh melalui interpretasi data tuturan dan karakteristik tokoh.

a) Romo Imam

Jika kita cermati, tokoh Romo Imam, memiliki suatu penanda status sosial yang membedakan dirinya dengan tokoh Saya. Kata Romo di depan nama Imam, menyiratkan sebuah kedudukan tersendiri dalam lingkup sosial, dan komunikasi. Solikhin (2017) menyampaikan dalam penelitiannya bahwa gelar Romo merupakan ukuran kehormatan dalam

(32)

commit to user

ranah stratifikasi sosial di masyarakat. Kata Romo, mengandung artian sebagai orang yang dihormati, dan memiliki kekuasaan dalam lingkungan sosial yang ada. Sementara itu, secara leskikal kata Romo atau Rama memiliki artian sebagai padri atau panggilan untuk Pastor.

Kamus Bahasa Indonesia Lengkap (KBIL, 2014:406). Selanjutnya, dalam stratifikasi sosial masyarakat kata Romo memiliki dua artian.

Pertama, mengacu arti sebagai Bapa atau Bapak yang mengimplisitkan simbol pemimpin atau orang yang dituakan.

Kemudian, arti lain dari kata Romo adalah penanda gelar keagamaan golongan agama tertentu, khususnya umat Katolik. Dengan demikian, pada tokoh Romo Imam dapat diinterpretasikan sebagai tokoh yang menyimbolkan seorang pemimpin atau orang yang disegani dalam lingkungan sosial masyarakat. Adapun, yang menjadi persoalan adalah gelar Romo tersebut merupakan gelar pimpinan masyarakat yang disegani atau gelar kependetaan. Oleh karena itu, akan dilihat melalui kutipan-kutipan dialog berikut. Perpustakaan

Data (1)

Romo : “Ah, saya serius, sampeyan guyu”

Saya : “Kalau serius ya tak ada gunanya DPR membangun perpustakaan yang lebih besar dari yang sekarang

( Perpustakaan, Tempo, 02 April 2016) Konteks : Romo Imam yang serius menanggapi persoalan di buat menjadi bingung oleh tokoh Saya sebab toko Saya memberi pendapat yang tidak serius. Oleh karena itu, Romo Imam meminta penjelasaan yang serius dari tokoh Saya mengenai pendapatnya, dan tokoh Saya langsung merespons sesuai dengan permintaan Romo Imam.

Data (2)

Saya : Bagaimana dong Romo?

Romo: Dibanding resah orang tua dan pemimpin lebih baik memberi contoh

( Resah, Tempo, 23 Juli 2016) Konteks : Tokoh Romo Imam menyampaikan nasihat kepada tokoh Saya sebab ia melihat bahwa tokoh Saya kebingungan mengatasi permasalahan

Referensi

Dokumen terkait

Namum sejauh ini, dalam penegakan hukum di dalam masyarakat adat Aceh, masih terdapat kendala-kedala yang dihadapi, sehingga proses pembangunan hukum adat di Indonesia, khususnya di

Hasil dari penelitian ini digunakan untuk menambah wawasan bagi peneliti tentang pengaruh dari brand image terhadap minat beli ulang mahasiswa dan mahasiswi

Selama ujian Anda tidak diperkenankan bertanya atau meminta penjelasan mengenai soal-soal yang diujikan kepada siapa pun, termasuk petugasB. Jagalah lembar jawab

Perpanjangan waktu merupakan kembalinya peneliti ke lapangan untuk melakukan pengamatan berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan sebelumnya.Perpanjangan

Dilihat dari variabel-variabel tingkat kepuasan konsumen memiliki nilai CS hitung di bawah nilai CS tabel yang berarti tidak ada perbedaan tingkat kepuasan yang

Memotong adalah pekerjaan yang dilakukan untuk mengecilkan ukuran suatu bahan baik dengan pisau atau alat pemotong lainnya pada arah melintang panjang bahan melintang serat

• Escherichia coli pada transfer bakteri dari media Agar pada cawan petri (agar plate) ke Agar miring.. Bakteri ini sedikit tumbuh di atas permukaan media dengan warna putih

Building Information Modeling Membuat RAB Struktur Gedung 5 Lantai Tanpa Menghitung Volume “Tak Perlu Menghitung Volume Secara Manual…” “Perhitungan Volume 99.99% Akurat