• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kegiatan Langsung dan Tak Langsung dalam Mengapresiasi Karya sastra

Dalam dokumen 35. BAHASA INDONESIA SMA Bahan Sertifikasi (Halaman 162-170)

APRESIASI SASTRA INDONESIA

E. URAIAN MATERI

2. Kegiatan Langsung dan Tak Langsung dalam Mengapresiasi Karya sastra

Dari uraian pengertian apresiasi sastra sebagaimana diuraikan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa apresiasi sastra sebenarnya bukan merupakan konsep abstrak yang tidak pernah terwujud dalam tingkah laku, melainkan merupakan pengertian yang di dalamnya menyiratkan adanya suatu kegiatan yang harus terwujud secara kongkret. Perilaku kegiatan itu dalam hal ini dapat dibedakan antara perilaku kegiatan secara langsung dan perilaku kegiatan secara tidak langsung.

Apresiasi sastra secara langsung adalah kegiatan membaca atau menikmati karya sastra secara langsung. Kegiatan membaca karya sastra secara langsung itu dapat terwujud dalam perilaku membaca/mendengarkan, memahami, menikmati, serta mengevaluasi karya sastra, baik yang berupa prosa, puisi, maupun drama.

Kegiatan apresiasi karya sastra selain dilaksanakan secara langsung juga dapat dilaksanakan secara tidak langsung. Kegiatan apresiasi karya sastra secara tidak langsung itu dapat ditempuh dengan cara mempelajari teori sastra, membaca artikel yang berhubungan dengan sastra baik di majalah maupun koran, mempelajari buku-buku maupun esai yang membahas dan memberikan penilaian terhadap suatu karya sastra, serta mempelajari sejarah sastra. Kegiatan itu disebut sebagai apresiasi sastra secara tidak langsung karena pada akhirnya selain dapat mengembangkan pengetahuan seseorang tentang sastra, kegiatan tersebut juga akan meningkatkan kemampuan dalam rangka

mengapresiasi suatu karya sastra. Dengan demikian, kegiatan apresiasi sastra secara tidak langsung itu pada gilirannya akan ikut berperanan dalam mengembangkan kemampuan apresiasi sastra jika bahan bacaan yang ditelaahnya itu memiliki relevansi dengan kegiatan apresiasi sastra.

Kedua bentuk kegiatan itu perlu dilaksanakan secara sungguh-sungguh dan berulang-ulang sehingga dapat melatih dan mengembangkan kepekaan pikiran dan perasaan dalam rangka mengapresiasi suatu karya sastra yang dipaparkan lewat media tulisan atau lisan.

3 Bekal Awal Pengapresiasi Karya Sastra

E.E. Kellet mengungkapkan bahwa pada saat membaca suatu karya sastra, ia selalu berusaha menciptakan sikap serius, tetapi dengan suasana batin riang. Penumbuhan sikap serius dalam membaca karya sastra itu terjadi karena karya sastra bagaimana pun lahir dari daya kontemplasi batin pengarang sehingga untuk memahaminya juga membutuhkan pemilikan daya kontemplatif pembacanya. Sementara pada sisi lain, karya sastra merupakan bagian dari seni yang berusaha menampilkan nilai-nilai keindahan yang bersifat aktual dan imajinatif sehingga mampu memberikan hiburan dan kepuasan rohaniah pembacanya.

Sebab itulah tidak berlebihan jika Boulton mengungkapkan bahwa karya sastra, selain menyajikan nilai-nilai keindahan serta paparan peristiwa yang mampu memberikan kepuasan batin pembacanya, juga mengandung pandangan yang berhubungan dengan renungan atau kontempelasi batin, baik yang berhubungan dengan masalah keagamaan, filsafat, politik, maupun berbagai macam problema yang berhubungan dengan kompleksitas kehidupan ini. Kandungan makna yang begitu kompleks serta berbagai macam nilai keindahan tersebut akan tergambar lewat media kebahasaan, media tulisan/lisan, dan struktur wacana.

Dengan demikian, sastra sebagai salah satu cabang seni, sebagai bacaan, tidak cukup dipahami lewat analisis kebahasaannya, lewat studi yang disebut text grammar atau text linguistics, tetapi juga harus melalui studi khusus yang berhubungan dengan literary text karena teks sastra bagaimana pun memiliki ciri-ciri tersendiri yang berbeda dengan ragam bacaan lainnya. Adanya ciri-ciri khusus teks sastra itu salah satunya ditandai oleh adanya unsur-unsur intrinsik karya sastra yang berbeda dengan unsur-unsur yang membangun bahan bacaan lainnya.

Dari keseluruhan uraian tersebut dapat diambil simpulan bahwa karya sastra sebenarnya mengandung berbagai macam unsur yang sangat kompleks, antara lain (1) unsur keindahan, (2) unsur kontemplatif yang berhubungan dengan nilai-nilai atau renungan tentang keagamaan, filsafat, politik, serta berbagai kompleksitas masalah kehidupan, (3) media pemaparan baik berupa media kebahasaan maupun struktur wacana, dan (4) unsur-unsur intrinsik yang berhubungan dengan ciri karakteristik karya sastra itu sendiri sebagai suatu teks.

Terdapatnya berbagai unsur karya sastra sebagaimana tersebut mengimplikasikan bahwa untuk mengapresiasi karya sastra diperlukan bekal awal, yakni (1) kepekaan emosi atau perasaan sehingga pembaca mampu memahami dan menikmati unsur-unsur keindahan yang terdapat di dalam karya sastra, (2) pemilikan pengetahuan dan pengalaman yang berhubungan dengan masalah kehidupan dan kemanusiaan, baik lewat penghayatan atas kehidupan secara intensif-kontemplatif, maupun dengan membaca buku-buku yang berhubungan dengan masalah kemanusiaan, misalnya buku filsafat dan psikologi, dan (3) pemahaman terhadap aspek kebahasaan dan unsur-unsur intrinsik karya sastra yang akan berhubungan dengan telaah teori sastra.

Berbagai macam bekal pengetahuan dan pengalaman di atas disebut sebagai bekal awal karena untuk mampu mengapresiasi karya sastra seseorang harus secara terus menerus menggauli karya sastra.

Pemilikan bekal pengetahuan dan pengalaman dapat diibaratkan sebagai pemilikan pisau bedah, sedangkan kegiatan menggauli karya sastra sebagai kegiatan pengasahan sehingga pisau itu menjadi tajam dan semakin tajam, yakni jika pembaca semakin sering dan akrab dengan kegiatan membaca karya sastra.

Lebih lanjut, kepekaan emosi dan perasaan itu bukan hanya berhubungan dengan kegiatan penghayatan dan pemahaman nilai-nilai keindahan, melainkan juga berhubungan dengan usaha pemahaman kandungan makna yang umumnya bersifat konotatif. Oleh sebab itu, dalam kegiatan apresiasi karya sastra, Brooks membedakan adanya dua level, yakni level objektif yang berhubungan dengan respons intelektual dan level subjektif yang berhubungan dengan respons emosional.

4 Pendekatan dalam Mengapresiasi Karya Sastra

Pendekatan sebagai suatu prinsip dasar atau landasan dalam mengapresiasi karya sastra dapat bermacam-macam. Hal itu disebabkan adanya (1) perbedaan tujuan dan apa yang diapresiasi lewat teks sastra yang dibacanya, (2) kelangsungan apresiasi itu terproses lewat kegiatan bagaimana, dan (3) landasan teori yang digunakan dalam kegiatan apresiasi.

Bertolak dari tujuan dan apa yang akan diapresiasi, di dalam mengapresiasi karya sastra pembaca antara lain dapat menggunakan (1) pendekatan emotif, (2) pendekatan analitis, (3) pendekatan historis, (4) pendekatan sosiopsikologis, dan (5) pendekatan didaktis (Aminudin 1995). 4.1 Pendekatan Emotif

Pendekatan emotif adalah suatu pendekatan yang berusaha menemukan unsur-unsur yang menggugah perasaan pembaca yang dapat berhubungan dengan keindahan penyajian bentuk maupun isi atau gagasan yang lucu dan menarik.

Prinsip dasar yang melatarbelakangi pendekatan ini adalah pandangan bahwa karya sastra merupakan bagian dari karya seni yang hadir di hadapan masyarakat pembaca untuk dinikmati sehingga mampu memberikan hiburan dan kesenangan. Dengan menerapkan pendekatan ini diharapkan pembaca mampu menemukan unsur-unsur keindahan maupun kelucuan yang terdapat dalam karya sastra yang dibaca.

Dalam pelaksanaannya, melalui pendekatan ini pembaca akan dihadapkan pada pertanyaan tentang (1) adakah unsur keindahan dalam karya sastra yang dibaca, (2) bagaimana cara pengarang menampilkan keindahan itu, (3) bagaimana wujud keindahan itu setelah digambarkan pengarangnya, (4) bagaimana cara pembaca menemukan keindahan itu, dan (5) berapa banyak keindahan itu dapat ditemukan.

Untuk menemukan dan menikmati karya sastra yang mengandung kelucuan, pembaca tentunya harus memilih karya sastra yang termasuk dalam ragam-ragam tertentu, misalnya ragam humor, satirik, sarkasme, atau komedi.

4.2 Pendekatan Analitis

Pendekatan analitis adalah pendekatan yang berusaha memahami gagasan, cara pengarang menampilkan gagasan atau mengimajikan ide-idenya, sikap pengarang dalam menampilkan gagasan-gagasannya, elemen intrinsik dan mekanisme hubungan dari setiap unsur intrinsik sehingga membangun keselarasan dan kesatuan dalam rangka membangun totalitas bentuk maupun totalitas maknanya.

Prinsip dasar yang melatarbelakangi pendekatan analitis adalah bahwa (1) karya sastra dibentuk oleh elemen-elemen tertentu, (2) setiap elemen dalam karya sastra memiliki fungsi tertentu dan senantiasa memiliki hubungan antara yang satu dengan yang lain, dan (3) setiap elemen dapat dibicarakan secara terpisah tetapi pada akhirnya setiap elemen harus disikapi sebagai satu kesatuan.

Dalam pelaksanaannya, penerapan pendekatan analitis selalu dihadapkan pada pertanyaan tentang (1) unsur-unsur apakah yang membangun karya yang saya baca ini, (2) bagaimana unsur-unsur itu ditata dan diolah oleh pengarangnya, (3) bagaimana peran setiap unsur dan bagaimana hubungan antarunsurnya, dan (4) bagaimana cara memahaminya.

Adapun secara konkret langkah-langkah yang harus ditempuh adalah (1) membaca teks secara keseluruhan, (2) memahami unsur-unsur intrinsik karya sastra yang dibacanya, (3) memahami mekanisme hubungan antarunsur intrinsiknya, (4) menganalisis fungsi setiap unsur dalam rangka mewujudkan karya sastra.

4.3 Pendekatan Historis

Pendekatan historis menekankan pada pemahaman tentang biografi pengarang, latar belakang peristiwa kesejarahan yang melatarbelakangi masa-masa terwujudnya prosa fiksi yang dibaca, serta tentang bagaimana perkembangan kehidupan penciptaan maupun kehidupan sastra itu sendiri pada umumnya dari zaman ke zaman.

Prinsip dasar yang melatarbelakangi pendekatan historis adalah adanya anggapan bahwa karya sastra bagaimana pun juga merupakan bagian dari zamannya. Selain itu, pemahaman terhadap biografi pengarang juga sangat penting dalam upaya memahami kandungan makna suatu karya sastra.

4.4 Pendekatan Sosiopsikologis

Pendekatan sosiopsikologis berusaha memahami latar belakang kehidupan sosial budaya, kehidupan masyarakat, maupun tanggapan kejiwaan atau sikap pengarang terhadap lingkungan kehidupannya atau zamannya pada saat karya sastra diwujudkan.

Dalam pelaksanaannya, melalui pendekatan ini kita berusaha memahami bagaimana kehidupan sosial masyarakat pada masa karya itu diciptakan, bagaimana sikap pengarang terhadap lingkungannya, dan bagaimana hubungan antara karya sastra dengan zamannya.

4.5 Pendekatan Didaktis

Pendekatan didaktis berusaha menemukan dan memahami gagasan, tanggapan evaluatif maupun sikap pengarang terhadap kehidupan. Gagasan, tanggapan, maupun sikap itu dalam hal ini akan mampu terwujud dalam suatu pandangan etis, filosofis, maupun agamis, sehingga akan mengandung nilai-nilai yang mampu memperkaya kehidupan rohaniah pembaca.

Dalam pelaksanaannya, penerapan pendekatan didaktis dilakukan melalui upaya memahami satuan-satuan pokok pikiran yang terdapat dalam suatu karya sastra yang disarikan dari paparan gagasan pengarang yang berupa tuturan ekspresif, komentar, dialog, lakuan, maupun deskripsi peristiwa dari pengarang. Dari pemahaman tersebut, kita dapat menyimpulkan nilai-nilai apa yang terkandung di dalam karya sastra yang kita hadapi.

Demikianlah berbagai pendekatan dalam mengapresiasi karya sastra. Dalam pelaksanaannya, berbagai pendekatan itu pada umumnya digunakan secara eklektik, yakni pendekatan yang satu digunakan secara bersamaan dengan pendekatan yang lain. Adapun alasannya adalah (1) agar pembaca tidak merasa bosan, (2) apresiasi yang hanya menekankan pada satu pendekatan saja akan memberikan informasi yang tidak lengakap, atau bahkan salah, dan (3) penerapan pendekatan secara eklektik sesuai dengan konpleksitas aspek maupun keragaman karakteristik karya sastra itu sendiri.

F. RANGKUMAN

Apresiasi sastra adalah kegiatan meggauli karya sastra secara sungguh-sungguh sehingga menumbuhkan pengertian, penghargaan, kepekaan pikiran kritis, dan kepekaan perasaan yang baik terhadap karya sastra.

Apresiasi karya sastra dapat dilaksanakan secara langsung dan tidak langsung. Kedua bentuk kegiatan itu perlu dilaksanakan secara sungguh-sungguh dan berulang-ulang sehingga dapat melatih dan mengembangkan kepekaan pikiran dan perasaan dalam rangka mengapresiasi suatu karya sastra yang dipaparkan lewat media tulisan/lisan.

Untuk mengapresiasi karya sastra diperlukan bekal awal, yakni (1) kepekaan emosi atau perasaan, (2) pemilikan pengetahuan dan pengalaman yang berhubungan dengan masalah kehidupan dan kemanusiaan, dan (3) pemahaman terhadap aspek kebahasaan dan unsur-unsur intrinsik karya sastra.

Bertolak dari tujuan dan apa yang akan diapresiasi, di dalam mengapresiasi karya sastra pembaca antara lain dapat menggunakan (1) pendekatan emotif, (2) pendekatan analitis, (3) pendekatan historis, (4) pendekatan sosiopsikologis, dan (5) pendekatan didaktis. Pendekatan-pendekatan tersebut sebaiknya digunakan secara eklektik.

Menguasai konsep dasar apresiasi sastra dan konsep dasar prosa, puisi, dan drama, serta mampu mengapresiasi prosa, puisi, dan drama dalam berbagai bentuk melalui berbagai kegiatan berbahasa.

B. KOMPETENSI DASAR

Memahami konsep dasar prosa yang meliputi hakikat, jenis, dan unsur pembangun prosa serta mampu mengapresiasi prosa dalam berbagai bentuk melalui berbagai kegiatan berbahasa.

C. INDIKATOR

1. Menjelaskan hakikat, jenis, dan unsur prosa

2. Mengapresiasi prosa dalam berbagai bentuk melalui berbagai kegiatan berbahasa

D. DESKRIPSI

Penyajian konsep dasar prosa yang meliputi pengertian ahakikat, jenis, dan unsur prosa serta praktik mengapresiasi prosa dalam berbagai bentuk melalui berbagai kegiatan berbahasa.

E. URAIAN MATERI

Dalam dokumen 35. BAHASA INDONESIA SMA Bahan Sertifikasi (Halaman 162-170)