• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN KHUSUS

4.3. Kegiatan Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Apotek

Kegiatan pengeloaan perbekalan farmasi di Apotek kimia Farma No. 96 meliputi kegiatan perencanaan, penerimaan, penyimpanan, dan pelayanan obat dan perbekalan farmasi kepada pelanggan.

4.3.1. Kegiatan Perencanaan dan Pengadaan

Pengadaan merupakan suatu proses kegiatan yang bertujuan agar tersedia sediaan farmasi dengan jumlah dan jenis yang cukup sesuai dengan kebutuhan pelayanan. Sebelum dilakukan pengadaan, terlebih dahulu dilakukan perencanaan yang matang untuk menghindari kesalahan dalam pengadaan. Dasar perencanaan pengadaan sistem ini dibuat berdasarkan stock level seluruh apotek pelayanan berdasarkan rata-rata penjualan per hari yang diperoleh dari data sales histories minimal 1 bulan dari masing-masing apotek. Dengan sistem informasi manajemen yang terintegrasi maka dapat diketahui stock level mulai dari pareto A hingga C, buffer stock, serta lead time untuk masing-masing apotek.

Perencanaan yang baik dapat mencegah kekosongan maupun kelebihan persediaan. Oleh karena itu, jumlah stok barang di komputer (sistem informasi manajemen) diharapkan dapat sama dengan stok fisiknya. Keberhasilan fungsi pengadaan suatu apotek akan menentukan keberhasilan apotek secara keseluruhan karena fungsi pengadaan yang baik dapat menjamin persediaan barang di apotek. Dengan demikian perencanaan persediaan dapat ditentukan dengan cepat. Selain

itu, administrasi pemesanan/ pembelian sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya lebih efisien.

Pengadaan yang efektif harus menjamin ketersediaan dalam jenis dan jumlah yang tepat dengan harga yang ekonomis dan memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan. Oleh karena itu, kegiatan pengadaan barang di Apotek Kimia Farma dilakukan secara terpusat oleh bagian pembelian Distribution Centers (DCs) di Business Manager (BM). Selain itu juga bertujuan agar Apotek Pelayanan berkonsentrasi terhadap pelayanan farmasi di masyarakat.

Sistem DCs ini memiliki beberapa keuntungan, antara lain pembelian barang lebih ekonomis karena dilakukan dalam jumlah besar sehingga potongan harga yang diperoleh lebih besar. Selain itu juga dapat menghemat faktur pembelian dan kemungkinan memperoleh potongan harga harga dari PBF cukup besar karena pembelian dalam jumlah yang besar.

Efisiensi modal kerja meningkat terutama untuk Apotek pelayanan Kimia Farma. Distribution centers (DCs) menjalankan fungsi QR Delivery system (Quick Response Delivery System) yaitu sistem monitoring dan pengisian persediaan di apotek (Reorder Point of Purchase) untuk mengurangi lead time, sehingga apotek dapat mengurangi cost inventory investment dan diharapkan dapat memperbaiki tingkat pelayanan apotek kepada konsumen. Indikator keberhasilan dari fungsi pengadaan adalah Harga Pokok Penjualan (HPP) yang rendah dan jumlah resep yang ditolak sangat kecil. Untuk obat dalam golongan narkotika dan psikotropika, pengadaan dilakukan dengan cara melakukan pemesanan langsung ke PBF dengan lembar Surat Pemesanan (SP) khusus. Untuk obat-obat narkotik, permintaan barang harus menggunakan Surat Pesanan (SP) N9 rangkap empat. Satu buah SP hanya dapat memesan satu macam obat dan harus ditandatangani oleh Apoteker Pengelola Apotek (APA). Sedangkan untuk obat- obat psikotropika, permintaan barang harus menggunakan SP khusus rangkap tiga dan dalam satu buah SP dapat memesan beberapa jenis psikotropika dan harus ditandatangani oleh APA. Oleh karena itu, khusus untuk pemesanan narkotika dan psikotropika tidak termasuk ke dalam sistem DC melainkan langsung dilakukan oleh masing-masing apotek pelayanan. Untuk pemesanan narkotika, pemesanan dilakukan ke PBF Kimia Farma selaku distributor tunggal.

Apotek Kimia Farma No. 96 menerima dropping barang dari gudang BM setiap hari Rabu dan Jumat. Sebelum dilakukan dropping BM akan mengirimkan TXT BPBA ke Apotek yang dapat dilakukan pengeditan sesuai dengan kebutuhan apotek. TXT BPBA akan dikirimkan kembali ke BM sehingga BM akan me-dropping barang sesuai TXT BPBA yang dikirim Apotek. Dengan pengadaan barang yang sudah menggunakan sistem online dapat memudahkan proses pengadaan.

4.3.2. Kegiatan Penerimaan

Pendistribusian barang dari gudang DCs ke apotek pelayanan dilakukan 2 kali dalam seminggu. Untuk Apotek Kimia Farma No.96 Sendiri, dropping dilakukan pada hari rabu dan jum‟at.

Proses penerimaan dropping barang dari BM yaitu ketika barang datang petugas penerima barang bertanggung jawab dalam mencocokkan barang yang diterima dengan faktur dan BPBA, dan bila telah sesuai maka dilakukan penandatanganan oleh petugas penerima barang. Petugas penerima barang memeriksa kesesuaian barang yang diterima dengan jumlah dan spesifikasi yang dipesan, keadaan fisik, dan tanggal kadaluwarsa. Barang yang telah diterima kemudian disimpan sesuai tempat penyimpanan barang masing-masing. Petugas Apotek dalam melakukan penerimaan barang sudah dilakukan secara teliti dan cermat. Karena apabila petugas Apotek kurang teliti dan cermat dalam mencocokkan barang dengan faktur dan BPBA akan berakibat out of stok apabila ternyata barang yang datang tidak sesuai dengan kebutuhan atau over stok apabila ternyata barang yang datang berlebih dari yang dibutuhkan.

Penerimaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya yang telah diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian baik melalui pembelian langsung, tender atau konsinyasi dari PBF/ distributor ke gudang DCs. Petugas DCs melakukan verifikasi penerimaan/penolakan dengan memeriksa kesesuaian jenis,spesifikasi, jumlah, mutu, expired date, waktu penyerahan, dan harga yang tertera dalam kontrak/pesanan.

4.3.3. Kegiatan Penyimpanan

Sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya yang diterima diletakkan pada tempat yang sesuai. Penyimpanan barang-barang di apotek

dilakukan di dua area, yaitu area apotek dan area swalayan farmasi. Sistem gudang apotek tidak diterapkan oleh Apotek Kimia Farma No.96 karena untuk meminimalisas penyimpanan barang dalam jumlah besar dengan tujuan mengurangi cost inventory investment dan meminimalisir kehilangan atau kerusakan barang karena kadaluarsa.

Penyimpanan obat di Apotek Kimia Farma No.96 sudah sesuai dengan program GPP (Good Pharmacy Practice), yaitu penyimpanan dilakukan berdasarkan kelas terapi yang dikombinasi dengan bentuk sediaan dan alfabetis. Pada area apotek, obat disimpan dalam rak-rak obat dan di setiap barisnya obat dimasukkan ke dalam kotak obat. Hal ini baik dilakukan untuk meminimalisasi kesalahan penyerahan obat dan juga memudahkan apoteker untuk memberikan alternatif obat pengganti yang mengandung zat aktif yang sama.

Cara penyimpanan yang sesuai juga harus diperhatikan selain memperhatikan kondisi dan suhu penyimpanan. Misalnya, pada kondisi khusus dalam lemari pendingin (2-8°C) untuk produk supossitoria, vaksin, dan serum; dan penyimpanan obat tertentu seperti narkotika, psikotropika, dan obat dengan harga yang lebih mahal yang diletakkan di lemari yang terkunci dan hanya dapat diakses oleh AA yang diberi kuasa untuk memegang kunci.

Penyimpanan obat sebaiknya menerapkan prinsip First In First Out (FIFO)dan First Expired First Out (FEFO) serta didukung dengan catatan penyimpanan yang untuk mengontrol sediaan farmasi baik secara manual maupun komputerisasi (Departemen Kesehatan RI, 2008).

Upaya yang telah dilakukan dalam mengelola expired date obat dengan memberi label warna yang menunjukkan tahun daluarsa obat pada setiap kotak obat. Namun, hal tersebut tidak cukup dilakukan hanya satu kali, melainkan harus dilakukan secara berkala. Buku/ kartu stok barang digunakan sebagai catatan manual untuk mengetahui waktu, sumber, jumlah, dan petugas yang melakukan pemasukan/pengeluaran obat.

Pencatatan kartu stok juga sebaiknya diisi dengan rapi, lengkap, dan benar. Hal ini penting untuk menjaga agar stok obat terkontrol dengan baik serta sesuai antara jumlah fisik obat dengan jumlah pada kartu stok. Namun, hal ini sering dilupakan terutama pada jam-jam sibuk apotek. Oleh karena itu, pada saat stock

opname dilakukan, banyak ditemukan ketidakcocokan antara jumlah fisik barang dan jumlah pada kartu stok. Catatan komputerisasi menjadi sangat penting untuk pengecekan dalam mengontrol persediaan. Oleh karena itu, setiap petugas lebih dapat menjalankan standar operasional kegiatan lebih baik lagi. Setiap petugas apotek yang diberi tanggung jawab untuk mengontrol stok obat yang ada di lemari penyimpanan sebaiknya lebih dapat mengoptimalisasi kerjanya agar dapat mencegah ketidaksesuaian stok dan kadaluarsa obat.

4.3.4 Kegiatan Pelayanan Apotek

Kegiatan pelayanan yang dilakukan di Apotek Kimia Farma No. 96 adalah melakukan pelayanan resep dokter, penjualan obat bebas dan bebas terbatas dan perbekalan farmasi lainnya, serta penjualan obat OWA (Obat Wajib Apotek) yang dikenal sebagai pelayanan UPDS (Upaya Pengobatan Diri Sendiri).

a. Pelayanan Non Resep

Dalam pelayanan non resep, baik obat OTC dan UPDS, pelayanan yang diberikan berupa rekomendasi obat yang tepat untuk pasien. Dalam pelayanan UPDS, apotek menjual obat-obat yang telah diizinkan oleh pemerintah untuk digunakan pasien tanpa resep dokter, yaitu obat yang telah masuk dalam DOWA (Daftar Obat Wajib Apotek). Dalam proses pelayanan, petugas akan menanyakan pasien mengenai tujuan penggunaan obat yang akan dibeli dan apakah pasien telah serring menggunakan obat tersebut.

Apabila pasien belum pernah mendapatkan obat sebelumnya, dan obat tersebut tidak terdapat di daftar OWA, pasien akan merekomendasikan untuk memeriksakan diri ke dokter terlebih dahulu.

Konsep yang dijalankan adalah konsep WWHAM (Who, What, How, Action, Medicine). Konsep tersebut dilakukan untuk menentukan terapi yang tepat harus dipastikan obat yang akan dibeli untuk siapa, gejala apa yang dirasakan dan sudah berapa lama berlangsung, pengobatan apa yang sudah diberikan untuk mengobati penyakit, dan obat-obat lain yang sedang dikonsumsi.

b. Pelayanan Resep

Dalam melakukan pelayanan resep, pertama kali yang harus dilakukan oleh petugas ketika menerima resep adalah mengecek kelengkapan resep tersebut. Hal ini sesuai dengan GPP dan bertujuan untuk menjamin keamanan pasien dalam menggunakan obat.

Apoteker memiliki peranan dalam melakukan skrining resep mulai dari memeriksa kelengkapan persyaratan administrasi, kesesuaian farmasetik, dan pertimbangan klinis. Setelah semua pengecekan dilakukan, dilakukan kegiatan dispensing oleh petugas yang berbeda. Petugas yang berbeda diharapkan terjadi beberapa kali pengecekan dari awal resep diterima sampai obat akan diserahkan kepada pasien. Hal ini dimaksud untuk menghindari kesalahan dalam dispensing obat. Petugas yang melayani sangat berperan dalam penerimaan pertama kali resep dari pasien sehingga harus memiliki kecermatan dan ketelitian, serta kemampuan yang baik dalam membaca resep. Hal ini untuk mencegah terjadinya kesalahan dalam dispensing dan pemberian harga.

Langkah selanjutnya setelah dispensing obat adalah pembuatan etiket obat. Etiket obat harus mencantumkan nama obat, jumlah obat, dan tanggal kadaluarsa disamping aturan pakai obat. Sebagai contoh, untuk pemakaian obat antibiotik, apotek telah menyediakan stiker khusus yang berisi perhatian untuk meminum habis obat antibiotik tersebut serta peringatan untuk sirup kering antibitotik penggunaannya masksimal 7 hari setelah pelarutan. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai dengan pemberian informasi obat. Sebelum obat diserahkan, petugas melakukan pemeriksaan akhir untuk memastikan kesesuaian antara penulisan etiket dengan resep. Pengecekan dilakukan oleh apoteker yang menyerahkan obat.Dalam penulisan etiket, terkadang dokter tidak menulis waktu pemakaian obat (sebelum/ sesudah makan, pagi/ siang/ sore/ malam), sehingga apoteker tidak mencantumkannya dalam etiket. Namun, sebaiknya apoteker dapat mengetahui dan memberikan informasi waktu pemakaian obat yang lebih efektif dan menuliskannya di etiket.

Pelayanan Informasi Obat (PIO) diberikan oleh apoteker kepada pasien pada saat penyerahan obat. Informasi obat yang diberikan meliputi nama obat dan indikasi, cara pakai, aturan pakai, waktu minum obat, dan informasi penting lainnya seperti yang tertera pada label untuk antibiotik, yaitu obat harus dihabiskan, dan lain-lain. Konseling diberikan pada pasien yang membutuhkan konseling terkait dengan pengobatan yang diberikan oleh dokter atau karena permintaan pasien sendiri.