• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengendalian persediaan merupakan hal sangat penting bagi sebuah apotek. Pengendalian persediaan berhubungan dengan aktivitas dalam pengaturan persediaan obat di apotek untuk menjamin kelancaran pelayanan pasien secara efektif dan efisien. Selain itu, pengendalian persediaan obat yang tepat memliki pengaruh kuat dan langsung terhadap perolehan kembali atas investasi apotek. Parameter-parameter yang digunakan dalam pengendalian persediaan adalah konsumsi rata-rata, lead time, safety stock, persediaan minimum, persediaan maksimum, dan perputaran persediaan.

2.14.1 Konsumsi Rata-rata

Konsumsi rata-rata sering juga disebut permintaan (demand). Permintaan yang diharapkan pada pemesanan selanjutnya merupakan variabel kunci yang menentukan berapa banyak stok barang yang harus dipanen. Walaupun banyaknya permintaan dapat diprediksi, barang dapat menjadi stok mati dapat terjadi apabila salah memperkirakan lead time barang tersebut.

2.14.2 Lead Time

Lead time merupakan waktu tenggang yang dibutuhan mulai dari pemesanan sampai dengan penerimaan barang di gudang dari suplier yang telah

ditentukan. Lead time ini berbeda-beda untuk setiap suplier. Faktor-faktor yang dapat berpengaruh pada lead time adalah jarak antara suplier dengan apotek, jumlah pesanan, dan kondisi suplier (Quick, 1997).

2.14.3 Buffer Stock (Safety stock)

Merupakan persediaan yang dicadangkan untuk kebutuhan selama menunggu barang datang untuk mengantisipasi keterlambatan barang pesanan atau untuk menghadapi suatu keadaan tertentu yang diakibatkan karena perubahan pada permintaan misalnya karena adanya permintaan barang yang meningkat secara tiba-tiba (karena adanya wabah penyakit).

Buffer stock dapat dihitung dengan rumus : SS = LT x CA SS= Safety stock

LT = Lead Time

CA = Konsumsi rata-rata 2.14.4 Persediaan Maksimum

Merupakan jumlah persediaan terbesar yang telah tersedia. Jika kita telah mencapai nilai persediaan maksimum ini maka kita tidak perlu lagi melakukan pemesanan untuk menghindari terjadinyastok mati yang dapat menyebabkan kerugian.

2.14.5 Persediaan Minimum

Merupakan jumlah persediaan terendah yang masih tersedia. Apabila penjualan telah mencapai nilai persediaan minimum ini, maka langsung dilakukan pemesanan agar kontinuitas usaha dapat berlanjut. Jika barang yang tersedia jumlahnya sudah kurang dari jumlah persediaan minimum maka dapat terjadi stok kosong.

2.14.6 Perputaran Persediaan (Inventory Turnover)

Perputaran persedian ini disebut juga Inventory Turnover (ITOR). ITOR mengindikasikan efisiensi persediaan yang digunakan. Rasio ini mengukur seberapa cepat barang dibeli, terjual, dan tergantikan. Dua kelebihan dari peningkatan ITOR yaitu menurunkan investasi persediaan untuk aktivitas di apotek dan mempercepat pengembalian investasi. Jika suatu barang memiliki angka perputaran persediaan yang besar maka barang tersebut dikategorikan

sebagai barang fast moving. Sebaliknya, jika angka perputaran persediaan suatu barang terbilang kecil maka barang tersebut termasuk slow moving.

Rumus untuk menghitung perputaran persediaan yaitu : ITOR =

Nilai ITOR tidak boleh terlalu tinggi atau rendah. Nilai ITOR yang paling ideal yaitu 12. Nilai ITOR ini menunjukan bahwa pada setiap bulan terjadi pertukaran barang. Nilai ITOR yang terlalu tinggi menunjukan bahwa terlalu sering terjadi kehabisan stok. Nilai ITOR = 30 mungkin dapat diterima bila apotek dapat memesan dan menerima barang dengan cepat dari suplier dan tidak ada keluhan kekurangan barang. Nilai ITOR yang terlalu rendah menunjukan bahwa terlalu sering terjadi kehabisan stok.

2.14.7 Jumlah Pesanan (Economic Order Quantity/ Economic Lot Size)

Untuk menghitung banyaknya persediaan yang harus ada dalam apotik pada waktu tertentu atau besarnya persediaan yang harus di bangun. Di apotek, jumlah persediaan yang harus ada adalah persediaan untuk jangka waktu tertentu dan disesuaikan dengan kebijakan pada pola kebutuhan. Persediaan dirancang agar setiap saat harus tersedia dan sekaligus untuk mengantisipasi permintaan yang tidak menentu, kemampuan suplier yang terbatas, waktu tenggang pesanan yang tidak menentu, ongkos kirim mahal, dan sebagainya. Faktor yang dipertimbangkan untuk membangun persediaan erat hubungannya dengan biaya dan resiko penyimpanan, biaya pemesanan, dan biaya pemeliharaan. Merancang persediaan dapat dilakukan dengan perhitungan jumlah pesanan yang ekonomis atau dikenal dengan rumus Economic Order Quality (EOQ) :

R = Jumlah kebutuhan dalam setahun P = Harga barang / unit

S = Biaya memesan tiap kali pemesanan I = % Harga persediaan rata-rata

2.14.8 Re Order Point (ROP/ Titik Pemesanan)

Merupakan suatu titik dimana harus diadakan pemesanan kembali sedemikian rupa sehingga kedatangan atau penerimaan barang yang dipesan

adalah tepat waktu, dimana persediaan di atas persediaan pengaman sama dengan nol. Pada keadaan khusus (CITO), dapat dilakukan pemesanan langsung tanpa harus menunggu hari pembelian yang telah ditentukan bersama antar apotek dan

suplier.

Rumus perhitungan ROP: ROP = SS + LT

ROP = Reorder point SS = Safety stock LT = Lead time

[Sumber : Quick, 1997, telah diolah kembali] Gambar 2.6. Diagram model pengendalian persediaan

2.14.9 Penentuan Prioritas Pengadaan

Penyusunan prioritas dapat dilakukan dengan menggunakan metode sebagai berikut:

a. Analisis VEN (Vital, Esensial, Non-esensial)

Analisis VEN adalah suatu cara untuk mengelompokkan obat berdasarkan nilai kepentingan dan vitalitas obat terhadap pelayanan kesehatan untuk melayani permintaan untuk pengobatan. Semua jenis obat dalam daftar obat dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok yaitu: 1. V (Vital)

Kelompok obat yang berpotensi untuk menyelamatkan kehidupan (life saving drugs) atau untuk mengatasi penyakit penyebab kematian terbesar. Pengadaan obat golongan ini diprioritaskan. Contoh: obat diabetes dan hipertensi.

2. E (Esensial)

Kelompok obat yang efektif untuk obat-obat yang banyak diminta untuk digunakan dalam tindakan atau pengobatan penyakit terbanyak di masyarakat. Oleh karena itu, obat-obat golongan ini adalah obat yang fastmoving.

3. N (Non esensial)

Kelompok obat yang digunakan untuk obat-obat pelengkap yang sifatnya tidak esensial, tidak digunakan untuk penyelamatan hidup maupun pengobatan penyakit terbanyak. Contoh obat yang termasuk jenis obat Non-essensial adalah vitamin, suplemen dan lain-lain.

b. Analisis PARETO (ABC)

Disusun berdasarkan penggolongan persediaan yang mempunyai nilai harga yang paling tinggi. Pareto membagi persediaan berdasarkan atas nilai rupiah (volume persediaan yang dibutuhkan dalam satu periode dikalikan harga per unit). Kriteria kelas dalam klasifikasi ABC:

1. Kelas A : persediaan yang memiliki volume rupiah yang tinggi. Kelas ini mewakili sekitar 75-80 % dari total nilai penjualan, meskipun jumlahnya hanya sekitar 10-20 % dari seluruh item. Kelas ini memiliki dampak biaya yang tinggi. Pengendalian khusus dilakukan secara intensif.

2. Kelas B : persediaan yang memiliki volume rupiah yang menengah. Kelas ini mewakili sekitar 10-20 % dari total nilai persediaan, meskipun jumlahnya hanya sekitar 15-20 % dari seluruh item. Pengendalian khusus dilakukan secara moderat. 3. Kelas C : persediaan yang memiliki volume rupiah yang rendah.

Kelas ini mewakili sekitar 60-80 % dari total nilai persediaan, tapi mewakili 5-10 % dari total penjualan. Pengendalian khusus dilakukan secara sederhana.

2.14.10 Analisa VEN-ABC

Mengkategorikan barang berdasarkan volume dan nilai penggunaannya selama periode waktu tertentu. Digunakan untuk menetapkan prioritas untuk pengadaan obat di mana anggaran yang ada tidak sesuai dengan kebutuhan. Analisis VEN-ABC mengkombinasikan analisis PARETO dan VEN dalam suatu matriks sehingga analisa menjadi lebih tajam. Matriks dapat dibuat sebagai berikut:

V E N

A VA EA NA

B VB EB NB

C VC EC NC

Gambar 2.7. Matriks analisa VEN-ABC

Matriks tersebut dapat dijadikan dasar dalam menetapkan prioritas untuk menyesuaikan anggaran atau perhatian dalam pengelolaan persediaan. Semua obat vital dan esensial dalam kelompok A, B, dan C harus tersedia. Tetapi kuantitasnya disesuaikan dengan kebutuhan konsumen apotek. Untuk obat nonesensial dalam kelompok A tidak diprioritaskan, sedangkan kelompok B dan C pengadaannya disesuaikan dengan kebutuhan (Quick, 1997).