• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN UMUM KOTA SALATIGA

C. Kehidupan Sosial-Budaya

Setelah ditetapkan menjadi daerah otonom, kota salatiga mulai berbenah diri. Jalan utama diperlebar dan diaspal. Di kanan-kiri di tanami pohon kenari dan pohon mahoni sebagai pelindung. Pagar-pagar halaman rumah dan perkantoran juga saluran air diperbaiki, dan jaringan air ledeng dibangun. Jalan-jalan masuk kampung juga tidak luput dari sorotan pemerintah agar tidak becek di saat musim hujan. Untuk menambah keindahan rakyat disarankan menanami halaman rumahnya dengan bunga-bungaan.

Selain itu, salatiga dilengkapi juga dengan sarana rekreasi untuk kalangan masyarakat umum ataupun para wisatawan mancanegara, antara lain pemandian kali taman, lapangan tenis di Taman Sari, taman Kota Tingkir, Dremland, dan gedung-gedung peninggalan belanda dan lain-lain, untuk menginap, disediakan hotel-hotel yang cukup mewah untuk ukuran saat ini seperti Grand Wahid, Laras Asri, Beringin dan lainya. Menegenai pemukiman penduduk, terlihlmat adanya pemisahan berdasarkan perbedaan etnik. Orang-orang Belanda dan Eropa biasanya cenderung bermukim di pusat-pusat kota dan orang China biasanya bermukim di daerah perdagangan, yaitu di sekitar pasar raya dan sepanjang jalan Solo, yang termasuk daerah Kali Cacing, Sukowati. Sedangkan orang Timur Asing lainya berbaur dengan masyarakat Pribumi di perkampunagan.

30

Etnis Tionghlmoa merupakan salah satu etnis yang ada di indonesia sejak mereka masuk ke indonesia dan menjadi masyarakat di indonesia, dan mereka disebut sebagai China Indonesia. Pertama kali mereka datang ke Indonesia adalah dengan tujuan untuk berdagang dan bertransaksi dengan warga Indonesia. Bagaimanapun, hubungan antara warga asli Indonesia dengan China banyak dipengaruhi oleh Belanda (pada abad ke 19) dan kebijakan pemerintah Indonesia.

Pada masa kolonialisme Belanda, Belanda membuat klasifikasi rasial untuk membedakan warga kulit putih (termasuk jepang) dari kelas dua “oriental people” dan kelas tiga yaitu masyarakat pribumi yang mana pengelompokan itu tidak bisa diterima masyarakat pribumi. Hal ini menjadi halangan asimilasi etnis China dan membentuk eklusivitas etnis China. Hal inilah yang membentuk chinatown dan menjadi pemisahan dalam bentuk fisik. Sikap demikian menjadi pandangan tersendiri bagi masyarakat pribumi sehlmingga melarang setiap Etnis China memiliki lahan pertanian. Kebijakan ini justru menjadi stimulus bagi kegiatan perdagangan yang dominan bagi Etnis China di Negara Indonesia.34

Sedangkan orang-orang China masuk ke Salatiga sekitar abad ke 18 M, ini dibuktikan dengan adanya Klenteng Amar Fabhumi atau biasa disebut dengan Klenteng Hok Tek Bio yang berada di jalan letjen Sukowati merupakan saksi sejarah masuknya ajaran Budha di Kota Salatiga. Berdirinya klenteng ini sekaligus menandakan masuknya pengaruh Tionghoa ke Salatiga. Tak diketahui secara persis kapan pengaruh kaum warga keturunan China masuk ke Salatiga

34 hlmttp://www.kompasiana.com/brandolubis/peranan-etnis-chlmina-dalam-pertumbuhlman-bisnis-indonesia_54fec257a33311982b50f8d2 di akses tanggal 20 juli jam 13.15

31

yang dulunya tanah perdikan, namun dari hasil identifikasi sejumlah ahli sejarah, masuknya pengaruh Tionghoa ke Salatiga terjadi seiring dengan pergerakan Tionghoa ke Surakarta(Solo) pada tahun 1740-1741 M.35

Jumlah orang kulit putih yang tinggal di Kota Salatiga makin bertambah banyak setelah berdirinya Gemeente Salatiga. Pada tahlmun 1927 orang kulit putih di Salatiga sudah mencapai 3.084 tahun 1930 jumlah orang asing di salatiga sudah mencapai 4.338, terdiri dari orang eropa dan campuran 2.035, orang china terdapat 1.93736. dan timur asing 117, dari total sebanyak 55.355 jiwa.

Kawasan china di salatiga berpusat di jalan jenderal Soedirman di tambah di beberapa ruas jalan yang memotong jalan tersebut, baik arah timur maupun barat. Rumah-rumah dikawasan ini berasitektur China dengan beberapa bangunan berderet memanjang seperti kopel. Karena kawasan China ini merupakan kawasan perdagangan maka rumah-rumah yang dibangun disesuaikan secara fungsinya. Biasanya bagian depan untuk berjualan sedangkan bagian belakang untuk rumah tinggal. Sepanjang jalan jenderal Soedirman selalu menjadi kawasan paling ramai dan sibuk dikarnakan menjadi pusat ekonomi Kota Salatiga.37

Pengusaha Cina pada umumnya menempati bangunan yang seragam bentuknya, terdiri dua atau tiga lantai dan dibangun berderet memanjang, berhimpitan satu dengan yang lainya. Mereka bertempat tinggal di lantai kedua atau ketiga, sedangkan lantai ke satu dipergunakan untuk berjualan. Keadaan ini

35 Solehlm Dkk, Laporan penelitian etnis tionghlmoa pada masa orde baru di salatiga, 2016 hlm 38.

36 Edy Supangkat, Salatiga Sketsa Kota Lama Salatiga, Griya Media, 2007 hlm 13. 37 Soleh Dkk,hlm39

32

memungkinkan terjadinya proses sosialisasi yang dilakukan oleh anggota kelurga yang lebih tua, baik ayah, ibu, atau kelurga senior lainya terhadap anggota keluarga yang lebih muda usianya. Proses ini berjalan begitu intensif sepanjang hari bahkan sampai malam, dalam setiap aktifitas yang berkaitan dengan dunia perdagangan. Kesempatan untuk melatih diri bagi yang muda usia dapat terjadi secara langsung, dipihak lain keikut sertaan anggota kelurga dalam proses

kegiatan usaha disamping merupakan “pembantu” juga dapat secara tidak disadari

menjadikan seluruh anggota keluarga inti(nuclear family) untuk secara bersama-sama mempunyai rasa memiliki atas perusahaan. Itulah makanya, De Groot

mengatakan ”keluaraga dalam masyarakat China mempunyai peranan penting.

Bentuk hubungan dalam keluargalah yang diterapkan pada hubungan sosial dalam masyarakat.”.38

Dalam bidang agama, mayoritas penduduk beragama islam, yang lain beragama kristen(katolik dan protestan), dan sebagian kecil bergama Budha, Hindu, atau penganut aliran kepercayaan. Sementara itu dari segi adat istiadat, sebagian besar penduduk masih mengikuti tradisi singkretisme Hindu-Jawa dan Islam, kusunya yang berkaitan dengan upacara daur hidup, yaitu tata upacara sejak dari lahir, perkawinan hingga kematian. Sementara di pedesaan pengaruh kepercayaan animisme dan dinamisme masih sangat kuat, ini terbukti dari adanya berbagai tradisi/ upacara yang berkaitan dengan penghormatan terhadap nenek moyang, pendiri Desa, tempat-tempat dan benda yang dianggap dikeramatkan,

38 Emilyus E. Ismail, Perdagangan pengusahlma cina, perilaku pasar, Yayasan ilmu sosial, 1980, hlm 24.

33

juga selamatan yang berkaitan dengan hajat bersih desa, penggarapan tanah, pembuatan rumah, ruwatan, dan lain-lain.39