• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ASPEK KEISTIMEWAAN DAN KEKEBALAN

A. Keistimewaan dan Kekebalan Perwakilan Konsuler

Titik tolak pemberian kekebalan dan keistimewaan pada perwakilan konsuler adalah kebiasaan internasional, sebagaimana halnya dengan perwakilan diplomatik. Perbedaan yang signifikan antara keistimewaan dan kekebalan diplomatik dengan kekebalan dan keistimewaan konsuler hanya terletak pada kualitas dan keuniversalannya. Kekebalan dan keistimewaan diplomatik lebih luas dibanding dengan kekebalan dan keistimewaan konsuler. Konvensi Wina 1961 dan Konvensi Wina 1963 memang telah mengatur mengenai kekebalan dan keistimewaan bagi pewakilan diplomatik dan perwakilan konsuler secara umum. Namun konvensi-konvensi tersebut bukan satu-satunya pengatur hubungan diplomatik dan konsuler, terutama mengenai keistimewaan pada khususnya dapat juga ditentukan oleh perjanjian bilateral antara negara pengirim dan negara penerima, sepanjang perjanjian tersebut hanya merupakan penegasan atau penjabaran kaidah Konvensi Wina serta tidak bertentangan dengan hukum dan kebiasaan internasional.

Pada dasarnya pemberian kekebalan dan keistimewaan kepada perwakilan konsuler dan pejabat-pejabat konsuler bertujuan agar para pejabat konsuler dapat melaksanakan tugas dan fungsinya di negara penerima secara efisisen.

Kekebalan dan keistimewaan diberikan kepada kantor konsuler dan kepada anggota kantor konsuler. Negara penerima berkewajiban memberi kemudahan-

kemudahan secara penuh pada perwakilan konsuler agar mereka dapat melaksanakan fungsi-fungsi kekonsulerannya secara optimal. Dalam kebiasaan internasional, pemberian kemudahan oleh negara penerima kepada perwakilan konsuler dilakukan secara timbal balik. Pasal 28 Konvensi Wina 1963 mengatur

tentang kewajiban pemberian kemudahan-kemudahan oleh negara penerima, “The

receiving State shall accord full facilities for the performance of the functions of

the consular post.”

Salah satu keistimewaan bagi perwakilan konsuler yaitu diberikannya hak bagi perwakilan konsuler untuk mengibarkan bendera kebangsaan negaranya dan memasang lambang negaranya di kantor konsuler termasuk pada kenderaan dinas konsuler. Lambang negara (lencana) dari negara pengirim boleh dikenakan oleh pegawai-pegawai konsuler pada seragam dinasnya. Pelaksanaan pemakaian lambang dan bendera tersebut disesuaikan dengan ketentuan peraturan dan hukum negara penerima. Pasal 29 Konvensi Wina 1963 menegaskan mengenai penggunaan bendera dan lambang negara ini;

1) The sending State shall have the right to the use of its national flag and coat-of-arms in the receiving State in accordance with the provisions of this article.

2) The national flag of the sending State may be flown and its coat-of-arms displayed on the building occupied by the consular post and at the entrance door thereof, on the residence of the head of the consular post and on his means of transport when used on official business.

3) In the exercise of the right accorded by this article regard shall be had to the laws, regulations and usages of the receiving State.

Terhadap kantor konsuler juga diberikan keistimewaan dan kekebalan yang diatur dalam Konvensi Wina 1963. Dalam memperoleh gedung konsuler termasuk akomodasi dan lainnya di wilayah negara penerima, diwajibkan kepada negara

penerima untuk memberikan kemudahan dan bantuan yang diperlukan kepada negara pengirim. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 30 Konvensi Wina 1963.

Gedung perwakilan konsuler menikmati inviolabilitas diatur dalam Pasal 31 Konvensi Wina 1963 dimana (aparat) negara penerima tidak boleh memasuki gedung tersebut tanpa persetujuan kepala kantor konsuler atau kepala perwakilan diplomatik negara pengirim. Dalam hal-hal darurat yang memerlukan tindakan cepat, seperti terjadi bencana alam ataupun kebakaran, izin kepala kantor konsuler dianggap telah diberikan. Hal ini sehubungan dengan kewajiban negara penerima untuk mengambil langkah-langkah yang dianggap perlu untuk melindungi kantor konsuler dari serangan atau pengrusakan serta mencegah setiap gangguan yang mengakibatkan ketidaktentraman kantor konsuler atas segala tindakan dari luar gedung yang berakibat pada pelecehan martabat kantor perwakilan konsuler.

Gedung-gedung perwakilan konsuler, perabot, dan barang-barang lainnya termasuk transportasi, kebal dari pemeriksaan yang terkait dengan tujuan-tujuan pertahanan nasional dan fasilitas umum negara penerima. Bila pengambilalihan atas gedung-gedung konsuler, perabot kantor dan semua barang di dalamnya termasuk kenderaan konsuler dianngap sangat perlu, maka secepatnya negara penerima mengambil tindakan secepatnya agar pengambilalihan tersebut tidak mengganggu pelaksanaan fungsi-fungsi konsuler disertai dengan pemberian kompensasi yang memadai.

Pengecualian dari pajak diberikan kepada gedung-gedung konsuler beserta rumah kediaman Kepala Kantor Konsuler Karir, baik yang dimiliki atau disewa atas nama negara pengirim dibebaskan dari semua pungutan dan pajak yang

bersifat nasional (pusat) maupun regional (daerah). Namun pengecualian tidak untuk pembayaran atas jasa-jasa pelayanan tertentu yang diberikan negara pengirim, seperti biaya air, listrik, pemungutan sampah dan lainnya.

Pengecualian ini tidak berlaku apabila aturan hukum negara penerima secara tegas menyebutkan bahwa pajak atau pungutan tersebut harus dibayar oleh orang- orang yang mengadakan kontrak dengan negara pengirim atau orang-orang yang bertindak atas nama negara pengirim. Pengaturan mengenai pengecualian pajak bagi gedung-gedung konsuler ini terdapat dala Pasal 32 Konvensi Wina sebagai berikut;

1) Consular premises and the residence of the career head of consular post of which the sending State or any person acting on its behalf is the owner or lessee shall be exempt from all national, regional or municipal dues and taxes whatsoever, other than such as represent payment for specific services rendered.

2) The exemption from taxation referred to paragraph 1 of this article shall not apply to such dues and taxes if, under the law of the receiving State, they are payable by the person who contracted with the sending State or with the person acting on its behalf.

Selain gedung konsuler,yang menikmati inviolabilitas adalah arsip-arsip dan dokumen-dokumen konsuler kapanpun dan dimanapun arsip dan dokumen

tersebut berada. Seperti dinyatakan Pasal 33 Konvensi Wina 1963, “The consular

archives and documents shall be inviolable at all times and wherever they may

be.”

Dokumen dan arsip konsuler menikmati inviolabilitas bahkan sebelum

exequatur ataupun pengesahan lainnya diberikan kepada konsul, karena

inviolabilitas merupakan kekebalan yang diberikan kepada negara pengirim dan bukan kepada Pejabat Konsul secara pribadi.

Konvensi Wina 1963 memberikan kewajiban bagi negara penerima perwakilan konsuler untuk memberikan kebebasan bergerak dan melakukan perjalanan di wilayahnya bagi para Pejabat Konsul, kecuali ke wilayah-wilayah yang dilarang oleh hukum dan peraturan negara penerima demi alasan keamanan.

Pasal 34 konvensi menyatakan, “Subject to its laws and regulations concerning

zones entry into which is prohibited or regulated for reasons of national security, the receiving State shall ensure freedom of movement and travel in its territory to

all members of the consular post.”

Untuk menjalankan tugas dan fungsinya,perwakilan konsuler diberikan izin dan proteksi atas kebebasan komunikasi. Komunikasi dengan pemerintah negara pengirim, perwakilan diplomatik dan dengan perwakilan-perwakilan konsuler lainnya dengan syarat kedua kantor tersebut sama-sama berasal dari negara pengirim atau juga antara kantor konsuler dengan kantor konsuler lainnya yang dikirim oleh negara pengirim tetapi berkedudukan di negara ketiga.

Kantor konsuler diperbolehkan menggunakan segala cara yang pantas untuk berkomunikasi, termasuk menggunakan kurir diplomatik atau konsular, kantong diplomatik atau konsular, maupun pesan-pesan dalam bentuk kode dan sandi.

Komunikasi yang menggunakan sarana radio khusus, pengadaan dan

pelaksanaanya harus disetujui oleh negara penerima.

Surat-menyurat resmi yang berhubungan dengan kantor konsuler dan pelaksanaan fungsi-fungsi kekonsuleran menikmati inviolabilitas. Surat menyurat yang dianggap sah dapat berupa kartu pos, warkat pos, surat bersampul, telegram, faximile,dan berbagai macam surat lainnya termasuk surat elektronik.

Kantong konsuler atau tas konsuler (consulair bag) tidak boleh dibuka atau ditahan atau bahkan disita. Kantong konsuler ini bisa berupa amplop, kotak, karung atau bentuk paket lainnya yang berisi surat-surat, maupun dokumen dan barang khusus yang berhubungan dengan tugas-tugas resmi kekonsuleran. Kantong konsuler ini diberi tanda khusus yang menunjukkan sifat dan isinya. Jika aparat negara penerima mempunyai alasan kuat berkaitan dengan dugaan tertentu bahwa kantong konsuler tidak hanya berisi koresponden resmi, maka aparat negara penerima dapat membuka dan memeriksa tas tersebut dengan didampingi wakil yang berwenang dari kantor konsuler. Jika permohonan pemeriksaan atas kantong konsuler yang dicurigai tersebut ditolak oleh negara pengirim, maka aparat negara penerima dapat mewajibkan agar tas tersebut dikembalikan ke tempat asalnya.

Seorang kurir konsuler yang membawa tas konsuler harus dilengkapi dengan dokumen mengenai keterangan yang dapat menunjukkan status dan fungsinya serta dapat menunjukkan jumlah atau isi paket yang ada dalam tas tersebut. Warga negara penerima atau warga yang menetap di negara penerima tetapi bukan berstatus warga negara penerima tidak boleh menjadi kurir konsuler, kecuali disetujui oleh negara penerima. Kurir konsuler tidak boleh ditahan atau ditangkap oleh aparat negara penerima, bahkan aparat negara penerima harus

melindunginya. Kurir konsuler ad hoc juga menerima perlakuan yang sama

seperti kurir konsuler permanen, namun statusnya sebagai karir konsuler berakhir setelah tas konsuler diserahkan kepada pejabat yang berwenang menerimanya.

Kantong konsuler juga dapat dikirimkan melalui kapten kapal laut komersial atau pilot pesawat komersial yang dijadwalkan berlabuh di pelabuhan resmi negara penerima atau mendarat di bandar udara resmi negara penerima. Dalam hal ini, kantong konsuler harus dilengkapi dengan dokumen resmi yang menunjukkan jumlah dan isi paket dalam kantong tersebut. Kapten kapal atau pilot tersebut tidak dianggap sebagai kurir konsuler sehingga mereka tidak diberi kekebalan dan keistimewaan layaknya kurir konsuler. Ketika kantong konsuler yang dikirim melalui kapten kapal/pilot pesawat itu tiba di pelabuhan atau bandara negara penerima,kepala kantor konsuler setelah menghubungi penguasa daerah setempat, dapat menugaskan anggota perwakilan konsuler untuk mengambil kantong konsuler tersebut langsung dari kapten kapal/ pilot pesawat tersebut. Pasal 35

Konvensi Wina 1963 mengatur mengenai kebebasan dalam cara-cara

berkomunikasi bagi perwakilan konsuler;

1) The receiving State shall permit and protect freedom of communication on the part of the consular post for all official purposes. In communicating with the Government, the diplomatic missions and other consular posts, wherever situated, of the sending State, the consular post may employ all appropriate means, including diplomatic or consular couriers, diplomatic or consular bags and messages in code or cipher. However, the consular post may install and use a wireless transmitter only with the consent of the receiving State.

2) The official correspondence of the consular post shall be inviolable. Official correspondence means all correspondence relating to the consular post and its functions.

3) The consular bag shall be neither opened nor detained. Nevertheless, if the competent authorities of the receiving State have serious reason to believe that the bag contains something other than the correspondence, documents or articles referred to in paragraph 4 of this article, they may request that the bag be opened in their presence by an authorized representative of the sending State. If this request is refused by the authorities of the sending State, the bag shall be returned to its place of origin.

4) The packages constituting the consular bag shall bear visible external marks of their character and may contain only official correspondence and documents or articles intended exclusively for official use.

5) The consular courier shall be provided with an official document indicating his status and the number of packages constituting the consular bag. Except with the consent of the receiving State he shall be neither a national of the receiving State, nor, unless he is a national of the sending State, a permanent resident of the receiving State. In the performance of his functions he shall be protected by the receiving State. He shall enjoy personal inviolability and shall not be liable to any form of arrest or detention.

6) The sending State, its diplomatic missions and its consular posts may designate consular couriers ad hoc. In such cases the provisions of paragraph 5 of this article shall also apply except that the immunities therein mentioned shall cease to apply when such a courier has delivered to the consignee the consular bag in his charge.

7) A consular bag may be entrusted to the captain of a ship or of a commercial aircraft scheduled to land at an authorized port of entry. He shall be provided with an official document indicating the number of packages constituting the bag, but he shall not be considered to be a consular courier. By arrangement with the appropriate local authorities, the consular post may send one of its members to take possession of the bag directly and freely from the captain of the ship or of the aircraft. Dalam pelaksanaan fungsi kekonsuleran terutama dalam fungsi-fungsi yang

berkenaan dengan warga negaranya, perwakilan konsuler memerlukan

komunikasi yang tidak terhambat dan tanpa halangan. Pejabat konsuler harus diberi kebebasan untuk berkomunikasi dan mengunjungi warga negaranya di negara penerima. Hak- hak pewakilan konsuler untuk berkomunikasi dengan warganya harus dilaksanakan secara harmonis dengan peraturan dan hukum negara penerima, peraturan dan hukum negara penerima juga harus memudahkan komunikasi yang diperlukan oleh kedua pihak secara timbal balik. Warga negara pengirim di negara penerima juga diberi kebebasan untuk berkomunikasi dan mengunjungi perwakilan konsuler di negaranya.

Apabila perwakilan konsuler meminta, pejabat berwenang di negara penerima harus memberikan informasi kepada perwakilan konsuler negara pengirim bahwa di sekitar wilayah konsulernya telah terjadi penangkapan atau penahanan atau penahanan khusus untuk menunggu keputusan pengadilan negara penerima atau penahanan dengan dalih/cara lainnya atas warga negara pengirim. Setiap permohonan komunikasi yang diajukan oleh warga negara pengirim yang ditangkap atau ditahan di negara penerima tersebut agar dia dapat berkomunikasi dengan perwakilan konsuler yang berwenang harus segera dikabulkan oleh negara penerima tanpa ada penundaan. Pihak berwenang negara penerima harus segera memberitahukan kepada warga negara pengirim yang ditahan atau ditangkap di negara penerima itu mengenai hak-haknya tanpa ditunda lagi.

Pejabat-pejabat konsuler yang berwenang dapat melakukan kunjungan pada warga negara pengirim di negara penerima yang ditahan atau dipenjara. Kunjungan tersebut dimaksudkan agar antara pejabat konsuler dengan warga negara tersebut dapat berkomunikasi langsung atau melalui surat ataupun menyusun representasi hukum bagi orang tersebut. Pejabat konsuler memiliki hak mengunjungi setiap warga negara pengirim di negara penerima yang dipidana di penjara atau ditahan karena adanya putusan pengadilan negara penerima sepanjang warga negara tersebut berada di wilayah konsuler yang bersangkutan. Walaupun demikian, pejabat konsuler yang bersangkutan harus menahan diri agar tidak melakukan tindangan penentangan tegas atas perlakuan aparat negara pengirim pada orang yang dikunjungi.

Pasal 36 Konvensi Wina 1963 mengatur mengenai komunikasi bagi perwakilan konsuler dan warga negaranya;

1.With a view to facilitating the exercise of consular functions relating to nationals of the sending State:

a) consular officers shall be free to communicate with nationals of the sending State and to have access to them. Nationals of the sending State shall have the same freedom with respect to communication with and access to consular officers of the sending State;

b) if he so requests, the competent authorities of the receiving State shall, without delay, inform the consular post of the sending State if, within its consular district, a national of that State is arrested or committed to prison or to custody pending trial or is detained in any other manner. Any communication addressed to the consular post by the person arrested, in prison, custody or detention shall be forwarded by the said authorities without delay. The said authorities shall inform the person concerned without delay of his rights under this subparagraph;

c) consular officers shall have the right to visit a national of the sending State who is in prison, custody or detention, to converse and correspond with him and to arrange for his legal representation. They shall also have the right to visit any national of the sending State who is in prison, custody or detention in their district in pursuance of a judgement. Nevertheless, consular officers shall refrain from taking action on behalf of a national who is in prison, custody or detention if he expressly opposes such action. 2.The rights referred to in paragraph 1 of this article shall be exercised in conformity with the laws and regulations of the receiving State, subject to the proviso, however, that the said laws andregulations must enable full effect to be given to the purposes for which the rights accorded under this article are intended.

Pasal 37 Konvensi Wina 1963 memberikan kewajiban bagi negara penerima untuk memberikan informasi bagi perwakilan konsuler apabila terjadi hal-hal tertentu. Tujuan dari pasal ini sebenarnya untuk mempertegas kerja sama antara penguasa lokal (pemerintah daerah) negara penerima dengan perwakilan konsuler

dalam hal-hal yang berkenaan dengan pelaksanaan fungsi kekonsuleran.

Informasi-informasi yang diwajibkan bagi negara penerima untuk

a) Kematian warga negara pengirim di negara penerima yang berada di dalam wilayah konsuler. Kewajiban negara penerima untuk memberitahukan

perwakilan konsuler tentang kematian tersebut hanya bila pihak

berwenang negara penerima benar-benar mengetahui pasti bahwa yang

meninggal tersebut merupakan warga negara pengirim perwakilan

konsuler.

b) Pengangkatan pelindung atau wali untuk melindungi kepentingan anak di

bawah umur atau orang lainnya yang tidak cakap melakukan perbuatan hukum, tetapi merupakan warga negara pengirim yang berada di daerah konsulernya.

c) Kerusakan atau tenggelamnya kapal di wilayah perairan atau perairan

pedalaman negara penerima. Selain itu kecelakaan pesawat udara yang terdaftar di negara pengirim di wilayah negara penerima.

Untuk melaksanakan fungsi-fungsi kekonsulerannya, perwakilan konsuler dibolehkan untuk mengadakan komunikasi dengan penguasa lokal (pemerintah daerah) negara penerima yang berada dalam wilayah konsulernya maupun kepada pemerintah pusat negara penerima yang berwenang sepanjang komunikasi tersebut dibenarkan oleh hukum dan peraturan negara penerima atau perjanjian internasional terkait. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 38 Konvensi Wina sebagai berikut;

In the exercise of their functions, consular officers may address: a) the competent local authorities of their consular district;

b) the competent central authorities of the receiving State if and to the extent that this is allowed by the laws, regulations and usages of the receiving State or by the relevant international agreements.

Perwakilan konsuler di negara penerima dibolehkan untuk mengutip bayaran dari pelayanan yang dilakukan kepada warga negaranya ataupun dalam pelayanan mereka terkait dengan fungsi-fungsi kekonsuleran yang diatur oleh hukum negara pengirim yang berkaitan dengan fungsi-fungsi konsuler. Uang yang berasal dari pembayaran tersebut serta kuitansinya dibebaskan dari segala pajak di negara penerima. Hal ini diatur dalam Pasal 39 Konvensi Wina 1963;

a) The consular post may levy in the territory of the receiving State the fees and charges provided by the laws and regulations of the sending State for consular acts.

b) The sums collected in the form of the fees and charges referred to in paragraph 1 of this article, and the receipts for such fees and charges, shall be exempt from all dues and taxes in the receiving State.