• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PROFIL MAJALAH SASTRA JAWA 1945—2006

3.3 Kekasihku

Pada bulan Januari 1956 terbit majalah tiga bulanan atau triwulanan berbahasa Jawa, diberi nama Kekasihku. Majalah yang dapat dikategorikan sebagai majalah sastra Jawa itu terbit di

kota Surabaya pula, dengan alamat Bubutan 87 (lantai atas), Surabaya. Majalah itu terbit dalam bentuk buku dengan format berukuran 14,50 cm x 21,50 cm (lihat fotokopi sampulnya berikut ini).

Majalah Kekasihku dipimpin oleh Satim Kadarjono, seorang penulis beken ’handal’ yang dalam perkembangannya pernah duduk di redaksi Panyebar Semangat dan menjadi Pemimpin Redaksi Jaya Baya. Pada tahun 1996, ia menerima hadiah Rancage berkat novelnya Timbreng yang diterbitkan oleh Yayasan “Djojo Bojo” (1994). Dalam keredaksiannya, Satim Kadarjono dibantu, antara lain, oleh Basuki Rachmat.

Sebagaimana Pustaka Roman, majalah Kekasihku juga menam- pilkan roman-roman populer sesuai dengan pernyataan di dalam iklannya (yang dipasang dalam Panyebar Semangat, 4 Februari 1956:11) bahwa “Ing saindhenging Indonesia mung ana siji ndhil kalawarti panglipur nganggo basa Jawa.” ’Di seluruh Indonesia hanya ada satu-satunya majalah pelipur menggunakan bahasa Jawa.’ (lihat fotokopi berikut ini).

Selanjutnya, iklan Kekasihku (yang ditampilkan dalam Panyebar Semangat, 25 Februari 1956:9) juga menyatakan bahwa sajian Kekasihku mencakupi roman, detektif, dan drama yang seram dan menggiurkan. Di samping itu, majalah Kekasihku juga menye- diakan ruang yang agak longgar sebagai ajang pemuatan guritan yang tidak biasa disediakan oleh majalah-majalah sastra lainnya (Dojosantosa, 1990:41).

Berkaitan dengan jumlah tiras setiap terbit, dinyatakan di dalam iklan yang ditampilkan (dalam Panyebar Semangat, 21 Januari 1956:13) bahwa “wis ana 10.000 kulawarga PS sing mundhut! Para sdr-2 liyane aja ketinggalan melu ngudang.” ’sudah ada 10.000 keluarga (pelanggan) PS yang membeli! Para saudara-saudara lainnya jangan ke- tinggalan turut menimang.’ (lihat fotokopi iklan berikut ini).

Dengan demikian, dapat dipre- diksikan bahwa tiras Kekasihku setiap terbit/ nomor dapat mencapai 10.000 eksemplar lebih. Jumlah itu dapat di- ketahui melalui penawaran (ajakan) agar “... sdr-2 liyane aja ketinggalan

melu ngudang.” ’... saudara-saudara lainnya jangan ketinggalan turut menimang.’ dalam iklan tersebut. Jumlah tiras 10.000 eksem- plar sekali terbit merupakan prestasi yang bagus dalam dunia usaha, apalagi terbitan itu dapat terjual habis dalam waktu yang tidak lama, seperti diungkapkan di dalam iklan Kekasihku (lihat Panyebar Semangat, 21 Juli 1956:13) berikut ini.

Dadi rebutan, dadi oyok-2an temenan. Apa? Apa? Kekasihku

nomer telu kang lagi bae ditumpleg. Saiki isih kebul-kebul. Cap- 2an kapisan, wis meh entek gusis. Ora bakal ngecap maneh. ’Jadi rebutan, jadi rebutan sungguhan. Apa? Apa? Kekasihku nomor tiga yang baru saja ditumpahkan. Sekarang masih baru betul. Cetakan pertama, sudah hampir habis ludes. Tidak akan mencetak lagi.’

Di dalam iklan (dalam Panyebar Semangat, 21 Januari 1956) tersebut juga dicantumkan harga Kekasihku per nomor Rp4,50; langganan minimal 2 nomor Rp8,00, dibayar terlebih dahulu. Sementara itu, untuk menarik perhatian konsumen (pembaca), tim redaksi pernah menginformasikannya melalui iklan (dalam Panyebar Semangat, 25 Februari 1956:9) “Aja Lali Looo ...!” (lihat fotokopi berikut).

Isi iklan itu, antara lain mempersilakan khalayak untuk menjadi pelanggan karena Kekasihku tidak ada duanya, penam- pilannya lebih anggun, menggunakan bahasa Jawa dengan teknik modern, dan dihiasi dengan gambar-gambar yang indah, dengan harga yang lebih murah.

“Para sedulur kakung putri diaturi ndhaftarake dadi langganan kalawarti “Kekasihku”. Supaya ora kacuwan panggalih, mun- dhuta saiki. “Kekasihku” iki ora ana tunggale, awit isih lagi sepisan iki ana kalawarti panglipur nganggo basa Jawa kang teknike modern rinengga ing gambar-gambar adi. ....

Kang nomer 2 (loro) luwih peni tinimbang No. 1. ....” ’Para sahabat pria wanita dipersilakan mendaftarkan menjadi pelanggan majalah “Kekasihku”. Agar tidak kecewa hatinya, belilah sekarang. “Kekasihku” tidak ada duanya, sebab baru sekali ini ada majalah pelipur meng- gunakan bahasa Jawa dengan teknik modern dihiasi dengan gambar-gambar (yang) indah. ....

Yang nomor 2 (dua) lebih anggun daripada No. 1. ....’ Pada awalnya, Kekasihku banyak menarik simpati konsu- men (pembaca)-nya. Hal itu tidak terlepas dari peran Satim Ka- darjono, pemimpin redaksinya, yang juga duduk dalam tim redaksi Panyebar Semangat yang sudah mempunyai banyak pe- langgan. Oleh karena itu, majalah (Panyebar Semangat) yang sudah memiliki pasar bagus tersebut dimanfaatkan dengan sebaik- baiknya untuk menjaring (calon) konsumen Kekasihku. Bahkan, di dalam iklan (dalam Panyebar Semangat, 21 Juli 1956:13) diinfor- masikan bahwa majalah Kekasihku dapat diperoleh (dibeli) di toko-toko atau kios-kios buku, termasuk di kios-kios yang berada di stasiun-stasiun kereta api. Dengan cara pemberian informasi itu, diharapkan para pelanggan dan pemerhati dapat lebih mu- dah memperolehnya.

Upaya lain untuk meningkatkan dan memantapkan daya tarik konsumen terhadap majalah Kekasihku, Pemimpin Redaksi juga mengikutsertakan tanggapan konsumen terhadap majalah

itu melalui iklan. Pemuatan tanggapan itu, misalnya disertakan dalam iklan “Ora Kalah karo Majalah Liya” ’Tidak Kalah dengan Majalah Lain’ yang ditampilkan dalam Panyebar Semangat, 14 Juli 1956, halaman 19. Tanggapan itu datang dari Sukandar S.G., kemudian ditampilkan bersamaan dengan iklan tersebut, seperti berikut.

“Redaksi “Kekasihku” kerep nampa layang pangalembana, puluhan kehe, saka para maose kang rumangsa marem marang isine kalawarti mau.

Sdl. Sukandar S.G. saka Pituruh, Kutoarjo, dhek tgl. 24 April 1956, nulis layang mengkene:

Terus terang aku ngakoni yen kalawarti panglipur “Kekasihku isine bisa gawe segering ati. Oplahe boleh, wis bisa madhani majalah-2 liya kang umure wis luwih tuwa banget tinimbang

Kekasihku”. Mung eman, dene kanggo sauntara metune isih

saben telung sasi sepisan. Akeh unthute yen para sutresna

Kekasihku” padha akeh kang ora kanti ngenteni jumedhule

kekasihe ....”

’Redaksi Kekasihku kerap menrima surat sanjungan, puluhan banyaknya, dari para pembacanya yang merasa puas terhadap isi majalah tadi.

Sdr. Sukandar S.G. dari Pituruh, Kutoarjo, pada tanggal 24 April 1956, menulis surat seperti ini:

Terus terang saya mengakui kalau majalah pelipur Keka- sihku isinya dapat menyegarkan hati. Perwajahannya boleh, sudah dapat menyamai majalah-majalah lain yang usianya sudah lebih tua amat daripada Kekasihku. Hanya sayang, bahwa untuk sementara terbitnya masih setiap tiga bulan sekali. Banyak ... jika para pecinta Kekasihku banyak yang tidak sabar menanti terbitnya kekasihnya ....’

Dengan berbagai upaya dan kiat yang dilakukan oleh tim redaksi, majalah Kekasihku nomor-nomor awal dapat menarik banyak konsumen (pembaca). Sebagaimana disebutkan di depan bahwa Kekasihku nomor 1 (Januari 1956) telah beredar 10.000

eksemplar. Jumlah itu tentu ingin dipertahankan, bahkan ditingkatkan. Dapat diperkirakan bahwa Kekasihku nomor 2 dan 3 setidaknya masih dicetak dalam jumlah yang sama dengan nomor 1. Namun, dalam perkembangannya julah itu tidak dapat bertahan lama karena situasi perekonomian yang semakin memburuk dan terjadinya persaingan dengan roman picisan yang semakin menjamur. Akibatnya, sebagaimana Pustaka Roman yang terbit sebelumnya, majalah sastra Jawa Kekasihku tidak mampu mempertahankan diri, kandas di tengah perjalanan.

Dalam dokumen MAJALAH SASTRA JAWA MASA KEMERDEKAAN 201 (Halaman 53-59)

Dokumen terkait