• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kekerasan Senjata Api Bagian dari Masalah Kesehatan

BAB IV PENURUNAN TREN KEJAHATAN SENJATA API

4.2 Konteks Sosial Isu Kekerasan Senjata Api

4.2.3 Kekerasan Senjata Api Bagian dari Masalah Kesehatan

senjata api rata-rata digunakan dalam 70% tindak kriminalitas. Fakta tersebut menjadikan kekerasan senjata api sebagai bagian dari isu masalah kesehatan masyarakat. Bahkan dengan meningkatnya pembunuhan massal para ahli kesehatan setuju bahwa kekerasan senjata merupakan penyakit sosial, karena seperti epidemi virus ini mewabah secara nasional yang dipicu oleh berbagai permasalahan sosial yang ada. Sebagaimana James Mercy dari Centers For Disease Control And Prevention menyatakan, ―Violence is a crime issue, it is a social problem, it is a human rights problem, it is also a public health problem‖

(http://blogs.plos.org/publichealth/2013/07/25/the-gun-violence-epidemic/). Para ahli mengategorikan kepemilikan senjata api pribadi sebagai bagian dari masalah kesehatan sosial karena hal ini dapat menyebabkan berbagai permasalahan lain, tindakan kriminal, kecelakaan, dan bunuh diri. Kebanyakan kecelakaan terjadi karena kekuranghati-hatian dan penyimpanan yang kurang aman. Sebagian besar kasus penembakan oleh anak kecil melibatkan senjata api miliki orang tua atau kakek-nenek mereka (Hemenway, 2004: 33), sedangkan angka kecelakaan yang tinggi diyakini diakibatkan besarnya angka kepemilikan senjata api yang disimpan di dalam rumah.

About 260 million to 300 million firearms are owned by civilians in the United States; about one-third of American homes have one. Guns are used in two-thirds of homicides, according to the FBI. About 9% of all violent crimes involve a gun — roughly 338,000 cases each year.

119

(http://usatoday30.usatoday.com/news/health/story/2012-08-11/guns-public-health/56979706/1)

Di satu sisi, dengan jumlah fantastis kepemilikan senjata api juga meningkatkan berbagai resiko bahaya, luka tembakan yang tidak disengaja, bunuh diri dan terjadinya pembunuhan. David Hemenway secara khusus meneliti tentang resiko tersebut dalam bukunya Private Guns Public Health (2004). Misalnya antara tahun 1991 dan 2000, ditemukan bahwa di lingkungan tempat tinggal negara bagian yang tinggi senjata api memiliki resiko lebih dari 10 kali lipat untuk meninggal dalam kecelakaan senjata, daripada mereka yang berada di negara bagian dengan tingkat senjata api yang rendah (2004: 29). Sedangkan dalam beberapa studi ditemukan bahwa negara-negara bagian dengan tingkat kepemilikan senjata api yang tinggi juga memiliki tingkat bunuh diri dengan senjata api yang lebih tinggi (Hemenway, 2004; National Research Council, 2005). Hemenway juga menambahkan bahwa dalam dua studi kasus kontrol ditemukan bahwa senjata di dalam rumah meningkatkan dua kali lipat resiko anggota keluarga untuk pembunuhan (2004: 81).

Berbagai kumpulan data FBI bahkan menunjukkan bahwa penembakan senjata justru banyak terjadi di antara orang-orang yang dikenal, baik anggota keluarga, kerabat, pasangan ataupun teman, sebagai akibat dari pertengkaran, kecelakaan, bunuh diri ataupun alasan lainnya daripada alasan yang awalnya dibeli dimaksudkan untuk perlindungan diri.

120

In incidents of murder for which the relationships of murder victims and offenders were known, 30.2 percent were killed by someone they knew (acquaintance, neighbor, friend, boyfriend, etc.); 12.5 percent of victims were slain by family members. The relationship of murder victims and offenders was unknown in 45.1 percent of murder and nonnegligent manslaughter incidents in 2012 (FBI, 2012).

Selain itu data dari BJS pada tahun 2007-2011, mayoritas kekerasan senjata api nonfatal justru banyak terjadi di dalam atau di sekitar rumah korban (42%), atau di daerah terbuka, di jalan, atau saat dalam transportasi umum (23%) (2013: 8). Sedangkan hanya sekitar 1% dari keseluruhan kejahatan kekerasan nonfatal diketahui korban menggunakan senjata untuk perlindungan diri, sementara angka tersebut tetap stabil di bawah 2% dari tahun 1993 hingga 2011 (BJS, 2013: 12). Oleh karena itu, keinginan menyimpan senjata ini justru dianggap menimbulkan berbagai resiko fatal daripada digunakan untuk menghindari kejahatan.

Ironisnya di Amerika lebih banyak orang menggunakan senjata untuk bunuh diri daripada dibunuh oleh orang lain. Misalnya pada tahun 1996, dari sebanyak 34.040 orang yang meninggal akibat tembakan di Amerika Serikat, sekitar 54% kasus bunuh diri, sedangkan 41% pembunuhan dan 3% tidak disengaja (OJJDP, 1999). Bahkan angka bunuh diri dengan senjata api meningkat setiap tahun di Amerika, yang diketahui naik 75% antara 1965 hingga 1985, dan secara konstan naik sejak itu. Sejak 1965 lebih dari setengah juta orang Amerika melakukan bunuh diri dengan senjata api, angka tersebut hampir 10 kali lipat angka yang tewas akibat kecelakaan senjata (Hemenway, 2004: 35-36).

121

Tabel 4.2 Kematian Akibat Bunuh Diri dengan Senjata Api di Amerika Serikat 1965-2000

Sumber: Hemenway (2004: 36)

Tren ini terus meningkat dari data CDC dengan angka bunuh diri mencapai 21.175 di tahun 2013 (www.cdc.gov/nchs/fastats/suicide.htm). Di Amerika, lebih banyak orang bunuh diri dengan senjata api dibanding dengan semua gabungan metode yang ada. Masalah ini kebanyakan merupakan masalah anak muda dan usia paruh baya, akan tetapi anak-anak juga mengalami kasus ini dengan jumlah yang tinggi, bahkan lebih tinggi daripada negara berkembang lainnya. Sementara itu, faktor resiko terkuat individu untuk mencoba bunuh diri adalah gangguan jiwa atau penyalahgunaan zat (Hemenway, 2004: 37). Senjata dipilih sebagai alat bunuh diri karena dua hal: efek senjata yang paling mematikan dalam waktu cepat dan dapat diakses. Oleh karena itu, para ahli berpendapat

122

kehadiran senjata dalam rumah meningkatkan berbagai macam resiko (http://www.hsph.harvard.edu/magazine-features/guns-and-suicide-the-hidden-toll/). Selain itu, resiko lain yang umum terjadi adalah rentan mengalami pencurian karena senjata juga menjadi barang incaran para perampok. Diperkirakan hampir setengah juta senjata dicuri setiap tahun dan banyak di antaranya kemudian digunakan dalam kejahatan (Hemenway, 2004: 82), sebagaimana telah dibahas pada Bab III.

Pembunuhan terkait senjata api umumnya terjadi di perkotaan sedangkan bunuh diri kebanyakan terjadi di pedesaan karena di wilayah ini paling banyak rumah tangga memiliki senjata api (Valdez and Ferguson, 2011: 57). Dengan demikian, lingkungan perkotaan ataupun pedesaaan di Amerika sama-sama rawan mengalami kasus kekerasan senjata api yang berujung pada tingginya angka kematian. Tingginya angka tersebut sesungguhnya sangat dapat dihindari jika saja paparan terhadap senjata api dan aksesnya tidak semudah seperti sekarang ini di Amerika Serikat.