• Tidak ada hasil yang ditemukan

Permasalahan dalam Penegakan Hukum Kontrol Senjata Api

BAB III PENINGKATAN TREN KEJAHATAN SENJATA API

3.9 Permasalahan dalam Penegakan Hukum Kontrol Senjata Api

Berawal dari undang-undang yang diatur dalam Amandemen Kedua sekarang terdapat sekitar 20.000 hukum, peraturan kota dan regulasi atau kontrol

91

terhadap penjualan, transfer, kepemilikan dan penggunaan senjata api (Squires, 2000: 75). Meskipun saat ini terdapat begitu banyak hukum kontrol senjata api yang ada baik di tingkat federal maupun negara bagian, akan tetapi masih terdapat banyak celah dalam penerapannya, selain itu juga kurangnya ketegasan dalam penindakan membuat hukum tersebut menjadi kurang efektif. Salah satunya adalah permasalahan pasar sekunder senjata api yang tidak terjangkau hukum. Penjualan lewat tangan kedua ini terlepas dari kewajiban pengecekan riwayat hidup yang berfungsi mencegah orang yang tidak berkualifikasi untuk membeli senjata api.

This gap in federal background check laws, often called the ―Gun Show Loophole,‖ is associated with gun shows because they are a large and central marketplace where purchasers who wish to avoid detection can easily connect with private sellers. Private sales at gun shows are a reliable way for dangerous individuals – such as gun traffickers, convicted felons, and people with serious mental illness – to avoid background checks when they purchase guns (Mayors Against Illegal Guns, 2010: 14).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa para penjahat membeli senjata dari sumber yang tak teregulasi, yang memiliki jaringan yang luas sehingga terhindar dari ―instant check‖. Padahal pasar sekunder ini menyumbang sebesar 40% dalam penjualan senjata api di Amerika Serikat, sementara hadirnya perdagangan ilegal menjadi salah satu penyumbang besar dalam pembunuhan senjata api. ―Every year, tens of thousands of guns make their way into the hands of criminals through illegal trafficking channels. These firearms contribute to the more than 12,000 gun murders in the United States each year (Mayors Against Illegal Guns,

92

2010: 2).‖ Meskipun terdapat hukum Brady yang mensyaratkan pengecekan riwayat hidup dan periode menunggu, akan tetapi hukum yang masih bersifat permisif tersebut memberi celah bagi mereka yang tidak memiliki kualifikasi untuk tetap dapat membeli senjata api. Bahkan banyak penjualan yang dilakukan tanpa mengikuti aturan tersebut.

Gambar 3.4 Negara Bagian yang Mensyaratkan Pemeriksaan Riwayat Hidup untuk Semua Penjualan Senapan Genggam Saat Pameran Senjata

Sumber: Mayors Against Illegal Guns (2010)

Bahkan disebutkan bahwa “States that do not require background checks for all handgun sales at gun shows export crime guns at a rate more than two and a half

93

times greater than states that do, and are the source of a greater proportion of short TTC (Time-to-Crime) crime guns (Mayors Against Illegal Guns, 2010: 14).‖ Sementara itu, para kriminalis mendapatkan senjata dari berbagai jalur: ―theft, illegal manufacture, illegal importation (smuggling), reactivation of deactivated weapons and diversion from the legal trade, the (admittedly) limited evidence available does suggest that one source of supply dwarfs all the others‖ (Squires, 2000: 111).

Adapun BJS melaporkan bahwa pada tahun 2004, di antara narapidana penjara negara bagian yang memiliki senjata pada saat pelanggaran, kurang dari 2% membeli senjata api mereka di pasar loak atau pameran senjata, sekitar 10% dibeli dari pedagang eceran atau pegadaian, 37% diperoleh dari keluarga atau teman, dan lainnya 40% diperoleh dari sumber ilegal (theft or burglary, drug dealer/off street, fence/black market). Angka ini mirip dengan persentase distribusi pada tahun 1997 (2013: 13). Sedangkan Office of Juvenile Justice and Delinquency Prevention (OJJDP, 1999) di dalam laporannya menuliskan bahwa di Amerika Serikat setiap harinya terjadi sekitar 37.500 penjualan senjata termasuk di dalamnya penjualan 17.800 senapan genggam. Dengan bertambahnya kepemilikan senjata ini menurut OJJDP meningkatkan bahaya senjata yang diperoleh secara ilegal melalui pencurian dan perampokan. ―In 1994, more than a quarter-million households experienced the theft of one or more firearms; nearly 600,000 guns were stolen during these burglaries (OJJDP, 1999).‖

94

Besarnya angka senjata api yang telah beredar di kalangan masyarakat ini menjadi salah satu masalah krusial yang dihadapi oleh hukum kontrol senjata. Dengan jumlah penduduk Amerika yang mencapai 313.914.040 di tahun 2012 (FBI, 2012) terdapat sekitar 300 juta pucuk senjata api yang telah berada dalam sirkulasi (NSSF, 2012: 2). Angka ini begitu besar dan tidak mampu dibendung oleh sistem kontrol senjata negara. Kondisi ini diperparah dengan kenyataan bahwa saat ini terdapat dukungan yang lebih besar dari hukum negara bagian terhadap hak membawa senjata api tersembunyi (concealed-carry) secara luas, dan akses senjata api bagi kelompok minor menjadi lebih tinggi.

Kompleksitas permasalahan hukum senjata juga diwarnai dengan hukum federal yang membedakan regulasi antara senapan laras panjang dan senapan genggam. Persyaratan yang harus dipenuhi seseorang untuk mendapatkan senapan genggam lebih kompleks, sementara tidak halnya dengan senapan laras panjang sehingga syarat kepemilikan jenis senjata ini sangat mudah (Gerney and Parsons, 2014a: 5-7). Hukum federal melarang kepemilikan senapan genggam oleh individu dibawah umur 18 tahun tetapi tidak ada batasan usia untuk rifles dan shotguns. Kemudian untuk mencegah perdagangan ilegal senapan genggam antarnegara, di bawah hukum federal penjual berlisensi dilarang menjual senapan genggam kepada penduduk dari luar negara bagian akan tetapi boleh menjual senapan laras panjang kepada orang yang sama termasuk sebuah senapan serbu. Selain itu, tidak dibutuhkan laporan kepada ATF (Bureau of Alcohol, Tobacco,

95

Firearms and Explosives) untuk penjualan berlipat ganda rifles dan shotguns tidak seperti pada penjualan lebih dari satu senapan genggam.

Celah ini menurut Gerney dan Parsons membawa kelemahan signifikan bagi penegak hukum untuk mengidentifikasi jaringan ilegal perdagangan senjata api dan pembelian ilegal jenis senjata ini. Sebagaimana hasil statistik menunjukkan bahwa senapan laras panjang mengalami peningkatan dalam penggunaan pembunuhan oleh para kriminalis dan seringkali diperdagangkan secara ilegal di pasar sekunder. Khususnya dalam aktivitas kriminal kartel narkoba Meksiko diketahui agen senjata Amerika menjual lebih dari setengah. Sementara pembunuhan dengan jenis senjata ini terus mengalami kenaikan.

Jenis senjata ini digunakan dalam kejahatan pembunuhan di daerah pedesaan dan pinggiran kota, sedangkan pistol digunakan dalam 91% pembunuhan di daerah-daerah kota besar (Gerney and Parsons, 2014a: 11-12). Bahkan angka kejahatan senapan laras panjang terus meningkat signifikan di tahun 2013. Banyak faktor yang memengaruhi tren ini termasuk kejahatan secara keseluruhan menurun lebih signifikan di kota-kota besar dibandingkan daerah pedesaan. Gerney dan Parsons (2014a: 14) juga menyimpulkan bahwa sudah saatnya untuk mengevaluasi kembali hukum federal dan negara bagian yang memiliki regulasi yang kurang tegas terhadap senapan laras panjang daripada senapan genggam, termasuk untuk senapan serbu.

96

Berbagai masalah yang ditemukan yang menjadi celah dalam hukum kontrol senjata menjadi tantangan besar bagi pemerintah Amerika Serikat untuk dihadapi. Hanya saja, kembali disayangkan bahwa kondisi tersebut tidak mampu diimbangi dengan ketersediaan aparat keamanan yang ada, sebagaimana Squires (2000: 86) mengutip Kates (1983: 268):

It is regrettably the case that enormous increases in police budgets and personnel have not prevented the per capita incidence of reported robbery, rape and aggravated assault from rising by 300, 400 and 300 percent respectively since 1960. Increasingly police are concluding, and even publicly proclaiming, that they cannot protect the law-abiding citizen, and that it is not only rational for him to choose to protect himself with firearms, but a socially beneficial deterrent to violent crime.

Kurangnya perlindungan hukum oleh aparat keamanan dalam lingkungan masyarakat Amerika yang semakin berbahaya, menjadi salah satu penyebab besar mengapa masyarakat kemudian memilih jalan self-protection dengan memiliki senjata api pribadi. Squires (2000: 86) menyimpulkan:

‗The demand for legal handguns is positively related to riots and crime rates and negatively related to a measure of resources devoted to collective security, the number of police per capita. We interpret this as evidence that legal handgun demand is responsive to evaluations of the strength of collective security‘ (McDowall and Loftin, 1983: 1,147; Kleck, 1991: 27–33).

Tidak hanya oleh kalangan sipil biasa, bahkan penjahat sekalipun mengakui bahwa motivasi psikologis mereka memiliki senjata api adalah untuk perlindungan diri (OJJDP, 1999). Di satu sisi, situasi ini menandakan kurangnya kepercayaan terhadap kemampuan pemerintah dalam menjalankan tugas memberikan perlindungan bagi segenap warganya. Keamanan kolektif pun kembali menjadi taruhannya.

97

3.10 Babak Baru Kontroversi Abad XXI: Perubahan Interpretasi