• Tidak ada hasil yang ditemukan

DALAM NOVEL SEDIMEN SENJA KARYA S.N. RATMANA

3.2 Akibat Kecemasan

3.2.5 Kekuatan Edukatif

(Ratmana, 2006:184-185)

Apa yang dilakukan oleh Suyono ini membuatnya merasa lebih nyaman karena dia merasa kecemasannya berkurang. Dia merasa lebih baik. Akan tetapi, akan lebih baik lagi apabila dia membicarakannya dengan orang lain yang dia percaya.

3.2.5 Kekuatan Edukatif

Kekuatan edukatif yang dimiliki oleh seseorang membuatnya dapat belajar dari pengalaman yang telah didapatnya dalam kehidupan. Dia dapat mengetahui segala hal melalui hidup yang dia jalani.

Pada waktu pernikahannya yang pertama dengan Lastri dan berujung pada perceraian, hal ini membuat Suyono berhati- hati mengambil langkah. Dia harus menikah dengan orang yang benar-benar dia cintai dan mengetahui perangai dari orang tersebut karena apa yang dilakukan oleh Lastri kepada Suyono mengakibatkan Suyono merasa tidak nyaman.

Kecemasan yang dirasakan oleh Suyono membuatnya berpikir bahwa apa yang didapatnya dari perseteruan antara dirinya dan Aji di masa muda

untuk mendapatkan Hermiati ternyata tidak memberikan kebahagiaan apa-apa. Hanya kebahagiaan semu semata.

Hal ini memberikan pelajaran baginya bahwa dia tidak boleh merasa angkuh karena ternyata dialah yang mendapatkan kesempatan untuk bersama dengan Hermiati, bukan Aji, atau laki- laki lain lagi. Sikap di atas anginnya ini membuatnya terlena sehingga dia tidak pernah tahu bagaimana perasaan Hermiati kepadanya. Dia salah tafsir, tidak selalu orang yang dicintainya, juga mencintai dia.

Pada pernikahannya yang pertama, Suyono tidak mencintai istrinya, dan pada perkawinan yang kedua, Suyono tidak dicintai oleh istrinya sedangkan dia benar-benar mencintai Hermiati. Hingga tidak ada perempuan lain yang bisa menggantikannya.

(72) ...

Pujian yang tulus banyak dialamatkan pada Hermiati baik sebagai istri maupun sebagai ibu. Tidak mengherankan bila, sepeninggal almarhumah memasuki alam kubur, Sang Suami berjanji untuk tidak menikah lagi. Rasa-rasanya tidak ada perempuan lain yang menggantikan posisi Hermiati di hatinya. (Ratmana, 2006: 8)

Kebodohannya ini membuat dia terus- menerus menyesali apa yang dilakukannya di masa lalu. Akan tetapi, semua kejadian dalam hidupnya itu, membuat Suyono mendekatkan diri kepada Tuhan. Dia mohon ampun atas semua dosa yang diperbuatnya. Dia melakukan itu karena dia tidak bisa melakukan hal lain lagi untuk menyelesaikan permasalahan yang dia hadapi. Berdasarkan analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa bentuk kecemasan yang dialami Suyono adalah rasa takut. Suyono mengalami rasa takut pada waktu

Suyono dihadapkan pada sikap jelek istrinya ketika Lastri cemburu kepada Hermiati. Bentuk kecemasan yang kedua adalah gusar. Hal ini dialami Suyono ketika dia beranggapan bahwa Hermiati melindungi Aji. Rasa takut ini diakibatkan oleh rasa cemburu. Suyono kembali merasakan gusar ketika Aji menulis sebuah novel dan dia tidak ingin orang-orang yang mengenalnya menduga atau menyangka bahwa dialah salah satu dari tokoh tersebut. Suyono mengalami gusar ketika dia harus memilih antara menceraikan Lastri atau tidak. Hal ini berujung pada perceraian mereka berdua. Kedua, setelah Suyono selesai membaca buku karangan Aji. Hatinya bertanya-tanya, apakah benar yang ditulis oleh Aji dalam novelnya tersebut. Jika itu benar, maka, Hermiati tidak mencintai dia.

Akibat kecemasan yang pertama, yaitu tegangan. Akibat dari rasa cemburu Lastri kepada Hermiati, terjadilah pertengkaran yang sengit antara Suyono dan Aji. Hal ini mengakibatkan Suyono merasa tidak berharga sebagai suami karena dia dicecar kata-kata kotor ketika keduanya bertengkar.

Tegangan yang kedua ketika dia berseteru dengan Aji pada masa mudanya. Dia harus berebut perhatian dari orang tua Hermiati. Aji mendapatkan nilai lebih dari ibu Hermiati dan Yono berbesar hati karena aya h Hermiati menyetujui hubungannya dengan Hermiati. Tegangan yang menjadi akhir dari semua hal dalam hidup Suyono, yaitu ketika Aji menulis sebuah buku dan Suyono menganggap bahwa buku itu menjatuhkan namanya.

Akibat kecemasan yang kedua, yaitu sikap protektif. Perceraian merupakan suatu usaha Yono untuk membuat hidupnya lebih baik. Dia berlindung pada ajaran agama Islam, yang menyatakan bahwa perceraian itu sah. Suyono juga melindungi

dirinya dari orang-orang di sekitarnya dengan menutup diri. Dia tidak ingin bertemu dengan orang-orang selain keluarganya setelah dia mengetahui isi dari novel karangan Aji.

Sistem diri merupakan akibat kecemasan yang ketiga. Suyono sadar bahwa menceraikan Lastri merupakan tindakan yang sangat berani karena dia harus berhadapan dengan orang-orang di sekitarnya yang akan menganggapnya sebagai orang jahat karena menelantarkan istri dan keempat anaknya.

Sistem diri mengingatkan Suyono bahwa dia tidak boleh melakukan hal yang bodoh. Demi menghindari pertanyaan dari orang yang ada di sekelilingnya, Suyono tidak melanjutkan usahanya untuk merusak buku pinjaman dari sekolahan. Buku itu novel karangan Aji. Sistem diri juga memberikan ketenangan bahwa tidak semua orang membaca buku itu. Mereka juga tidak tahu siapa tokoh dalam novel itu.

Akibat yang keempat, yaitu pengalihan kegiatan. Setelah Suyono merasa cemas akibat novel yang dia baca, Suyono hanya berdiam diri di rumah saja. Dia membantu cucunya belajar dan bermain bersama mereka. Suyono juga menjalankan shalat lima waktu.

Kekuatan edukatif merupakan akibat kecemasan yang kelima. Apa yang dialami oleh Suyono pada masa lalu memberikan hal yang berharga bahwa dia tidak boleh merasa angkuh dengan apa yang didapatnya selama ini. Dia tidak tahu apakah Hermiati mencintai dia atau tidak sehingga dia merasa ragu akan kesetiaan Hermiati selama mendampinginya dua puluh lima tahun.

BAB IV KESIMPULAN

Skripsi ini membahas analisis struktural novel Sedimen Senja dan membahas kecemasan yang dialami oleh Suyono dalam novel Sedimen Senja karya S. N. Ratmana. Penelitian ini menggunakan pendekatan psikologi sastra.

Analisis struktural yang diambil adalah alur, tokoh dan penokohan, serta latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan psikologi sastra. Teori yang digunakan, yaitu kecemasan yang terdiri dari bentuk kecemasan: takut dan gusar; serta akibat kecemasan: tegangan, adanya tindakan protektif, munculnya sistem diri, adanya pengalihan kegiatan, dan terdapat kekuatan edukatif.

Alur dalam novel ini adalah alur campuran. Alur mundur menceritakan bagaimana kehidupan yang dijalani para tokohnya di masa yang telah lalu atau ingatan- ingatan pada masa lalu. dan alur maju mengisahkan apa yang terjadi pada para tokohnya di masa kini.

Tokoh yang dianalisis dalam novel ini adalah Suyono sebagai tokoh utama protagonis, Hermiati dan Rustamaji sebagai tokoh utama antagonis. Lastri adalah tokoh tambahan yang berperan sebagai tokoh antagonis. Suyono pada masa mudanya adalah seorang guru Bahasa Inggris. Dia menikah dengan Lastri dan memiliki empat orang anak. Setelah mereka bercerai, Suyono menikah dengan Hermiati, mereka dikaruniai dua orang anak. Di cerita tersebut, Hermiati telah meninggal sembilan tahun lamanya. Suyono memiliki wajah yang tampan, dia selalu tampil rapi dan

merendah. Ketika dia masih aktif menjadi guru, Suyono juga aktif dalam partai. Partai yang dianutnya adalah partai yang sama dengan partai yang dipeluk oleh ayah Hermiati sehingga ada peluang besar mendekati Hermiati. Musuh terbesarnya dalam memperebutkan Hermiati adalah Rustamaji.

Hermiati adalah seorang guru Bahasa Inggris. Dia digambarkan sebagai seorang perempuan yang tidak cantik, ulet, tekun, cerdas, merendah, dan tegas. Akhir masa jabatannya sebagai seorang kepala sekolah. Dia mencintai Aji sepanjang hidupnya. Dia memiliki musuh, yaitu Utari. Kecemburuannya kepada Utari mengakibatkan dia melakukan hal konyol, yaitu pergi ke dukun. Hermiati berjanji kepada dukun itu bahwa dia tidak akan mendekati Aji lagi demi permintaannya mencelakai Utari.

Rival terberat Suyono ini memiliki profesi sebagai guru Matematika. Akan tetapi, dia adalah seorang dramawan dan sastrawan. Aji tidak begitu tampan, dia adalah seorang santri yang taat. Ketika Aji masih muda, dia pernah berpacaran dengan Utari. Hal ini menyebabkan hubungannya dengan Hermiati menjadi berantakan. Dia memiliki istri bernama Arum. Aji juga seorang duda karena Arum juga telah meninggal. Pada masa tuanya, Aji membuat sebuah buku yang membuat kehidupan masa tua Suyono menjadi penuh kecemasan.

Lastri memiliki tabiat yang kurang baik. Dia sering marah- marah dan memaki- maki suaminya, Suyono ketika dia mulai merasa curiga dengan Hermiati yang menurutnya mendekati Suyono. Lastri tipe perempuan yang tidak dapat mengendalikan emosinya.

Latar tempat yang diambil dalam novel ini sebagian besar adalah di SMA PGRI, tempat Suyono, Hermiati, dan Rustamaji mengajar. Latar waktu terjadi sekitar tahun 1960-an pada masa pergerakan politik masa lalu di Indonesia. Pada masa kini terjadi tiga puluh tahun setelah peristiwa tersebut. Latar sosial dalam novel ini mengambil masyarakat ekonomi kelas menengah. Para tokohnya berprofesi sebagai guru, kepala sekolah, dan pengawas. Kebudayaan yang diambil adalah budaya Timur. Bentuk kecemasan yang dialami oleh Suyono adalah rasa takut dan gusar. Rasa rakut dirasakannya ketika dia dihadapkan pada tingkah laku istrinya yang begitu cemburu dengan sikap Suyono kepada Hermiati - Suyono terkesan begitu lunak dengan Hermiati - Suyono takut jika nantinya gadis itu akan menjadi sasaran kemarahan Lastri. Rasa takut yang kedua pada waktu Suyono menyangka istrinya melindungi Aji pada waktu terjadi tuntutan dari para murid terhadap guru-guru mereka. Suyono juga takut jika orang-orang di sekitarnya mengetahui siapa sebenarnya para tokoh yang ditulis oleh Aji dalam novelnya dalam kehidupan nyata.

Suyono mengalami gusar ketika Suyono dihadapkan pada sebuah dilema, yaitu antara menceraikan istrinya atau tidak. Suyono juga merasa gusar ketika dia telah selesai membaca buku karangan Rustamaji. Gusar juga dia rasakan setelah berpikir lebih jauh, mungkinkah Hermiati memang tidak mencintai dia, Hermiati mengkhianatinya?

Akibat kecemasan yang pertama adalah tegangan. Tegangan yang dialami Suyono adalah adanya tegangan yang terjadi dalam dirinya ketika dia dihadapkan pada dilema, antara menceraikan istrinya atau tidak dan Yono juga merasakan tegangan lagi ketika dia harus berhadapan dengan Aji yang dianggapnya sebagai rival

terberat untuk mendapatkan Hermiati terlebih lagi setelah Hermiati meninggal, muncul buku yang menceritakan kisah cintanya antara Aji dan Hermiati di masa muda.

Sikap protektif dilakukan oleh Suyono ketika dia ingin menceraikan Lastri. Suyono berlindung pada ajaran agama Islam yang mengatakan bahwa agama Islam tidak melarang sebuah perceraian. Tindakan protektif yang kedua, yaitu Suyono tidak mau orang-orang menanyakan masalah novel itu kepadanya, terlebih mereka yang mengenal kehidupan Suyono, Hermiati, dan Rustamaji tiga puluh empat tahun yang lalu. Oleh karena itu, dia menutup diri.

Dinamisme diri terjadi ketika Suyono akan menceraikan Lastri dan pada waktu Suyono selesai membaca buku karangan Rustamaji. Dia ingin menginjak- injak buku itu, tetapi apa yang akan dikatakan oleh anaknya jika dia tahu apa yang dilakukannya itu? Dia akan me rasa malu. Akan tetapi, Suyono benar-benar kesal pada Aji dan bukunya.

Pengalihan kegiatan dilakukan Suyono dengan membuat sebuah tindakan lain dari apa yang biasanya dia lakukan. Ada perubahan yang baik dalam diri Suyono terhadap keluarganya, yaitu dia semakin dekat dengan cucu-cucunya. Dia memanfaatkan kecerdasan yang dia punya untuk membantu cucunya belajar. Yono tidak lagi memenuhi undangan- undangan yang ditujukan kepadanya dan juga tidak mau menerima tamu.

Pertanyaan-pertanyaan dalam dirinya, persepsi-persepsi yang dimiliki Suyono terhadap Hermiati dan Rustamaji ketika Hermiati masih hidup, dan pemikiran-pemikiran dia dalam hubungan berumah tangga dengan Hermiati membuatnya

mengalihkan lagi keruwetan itu dengan melakukan hal lain secara fisik, yaitu, Suyono semakin taat beribadah.

Kekuatan edukatif yang didapat oleh Suyono, yaitu ketika dia mencoba untuk belajar dari pengalamannya yang telah lalu, yaitu, dia harus menikah dengan orang yang benar-benar dia cintai dan mengetahui perangai dari orang tersebut karena apa yang dilakukan oleh Lastri kepada Suyono mengakibatkan Suyono merasa sakit hati.

Kecemasan yang dirasakan oleh Suyono membuatnya berpikir bahwa apa yang didapatnya dari perseteruan antara dirinya dan Aji di masa muda untuk mendapatkan Hermiati ternyata tidak memberikan kebahagiaan apa-apa. Hanya kebahagiaan semu semata. Sebagai manusia dia tidak diperkenankan unt uk merasa angkuh atas apa yang telah diraihnya.

Dari pembahasan dan analisis novel Sedimen Senja karya S.N. Ratmana dapat disimpulkan bahwa kecemasan dapat dirasakan oleh seseorang ketika dia mulai merasa takut dan gusar. Rasa takut ini berasal dari ancaman-ancaman dari luar pribadi orang tersebut sedangkan rasa gusar merupakan suatu hal yang disadari ada dalam diri seseorang. Gusar ini mengarah pada pemikiran-pemikiran dari orang itu sendiri. Kedua hal ini mengakibatkan adanya beberapa sikap yang harus dilakukan orang untuk menghindari terjadinya hal yang di luar keinginannya. Seseorang melakukan apapun demi penyelamatan diri. Kecemasan ini dapat membuat orang merasakan tegangan, muncul sikap protektif, dinamisme diri, adanya pengalihan kegiatan, dan juga terdapat unsur edukatif yang dapat memberikan pelajaran berharga bagi orang yang merasakannya. Seseorang dapat belajar dari apa yang dia alami.

Dokumen terkait