• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS STRUKTURAL:

2.2 Tokoh dan Penokohan

2.2.1. Tokoh 1 Suyono

Suyono adalah tokoh utama protagonis. Dia diceritakan terus menerus dalam novel ini. Suyono digambarkan sebagai pemeluk agama Islam. Suyono memiliki dua orang istri. Istri yang pertama dan sudah dicerai bernama Lastri sedangkan istri kedua dan yang telah meninggal bernama Hermiati. Bersama dengan Lastri, Suyono dikaruniai empat orang anak dan bersama dengan Hermiati, dia memiliki dua orang anak.

(16) Lalu bagaimana dengan anak? Karena aku tergolong laki-laki normal, begitu juga Lastri adalah gadis yang normal dan sehat, maka lahirlah mereka, anak-anak kami. Soal jumlahnya sampai empat antara lain karena waktu itu belum dikenal apa yang dinamakan Keluarga Berencana.

Kutipan di atas adalah bagian dari surat yang ditulis Suyono kepada Hermiati. Kutipan mengenai Suyono yang memiliki dua orang anak bersama Hermiati terdapat di bawah ini.

(17) Pemutar-balikkan fakta antara lain dirinya yang tidak lain kawan sekerja Aji dikatakan sebagai pegawai Balai Kota dan aktivis partai, ekmudian menjadi anggota DPRD. Aji sendiri yang sepanjang dinasnya sebagai Pegawai Negeri menjadi pendidik ditampilkan sebagai usahawan yang sukses. Hanya Hermiati (istrinya) yang jadi tokoh Harni, sesuai benar dengan kenyataan, jadi guru SMA dan kemudian Kepala Sekolah, ‘Kebohongan’ pun dibuat oleh penulis novel. Tokoh Harni dilukiskan sebagai perempuan yang mandul. Padahal dalam berumah tangga dengan dirinya – Suyono – Hermiati dianugerahi dua orang anak.” (Ratmana, 2006: 3)

Pekerjaan awal Suyono adalah seorang guru bahasa Inggris, kemudian memiliki jabatan terakhir sebagai pengawas. Dapat kita lihat dalam kutipan berikut ini:

(18) ...

“Kalian tahu apa sebab Pak Aji kalah bersaing dengan Pak Yono?” tanya salah seorang dari mereka kepada kawan-kawannya.

“Kalah ganteng.” “Kalah pengalaman.”

“Salah!” kata Si Penanya dengan gaya serius. “Begini, Bu Her menentukan, pinangan harus diajukan secara tertulis dalam Bahasa Inggris. Nah, surat pinangna Pak Aji banyak salah gramatikal, sedangkan pinangan Pak Yono sempurna. “ (Ratmana, 2006: 89)

(19) Melihat ekpresi wajah Hermiati yang tiba-tiba berubah, Si Suami

menyesal melontarkan pertanyaan tadi. Karenanya dia segera mengalihkan persoalan.

”Pak Yono suami Ibu sekarang ....”

”Sudah pensiun. Juga pensiun sebagai Pengawas.” ”Pak Aji menikah dengan siapa?”

”Dengan mBak Arum, alumni SMA kita. Kakak kelas Anda.”(Ratmana, 2006: 121)

Percakapan tersebut percakapan antara dua orang alumni dengan Hermiati. Saat itu Hermiati menjabat sebagai kepala sekolah.

Suyono memiliki wajah yang tampan dan dia selalu tampil rapi dan merendah. Sifat Suyono ini dapat diketahui dari kutipan berikut. Kutipan ini merupakan bagian percakapan Hermiati dan ibunya.

(20) ”Kamu tertarik pada Yono karena dia laki-laki yang selalu tampil rapi dan merendah? Sebagai laki-laki dia memang punya daya pikat. Makin akrab kamu dengan dia daya pikat itu akan tumbuh semakin subur. Kalau kamu menghindar daya pikat itu makin melemah.” (Ratmana, 2006: 78)

Suyono adalah salah satu orang yang patut dibanggakan oleh lingkungan sekitarnya. Di desanya, dia adalah orang pertama yang berhasil menamatkan SLTA. Hal itu juga menjadi salah satu pemicu untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih mudah. Pengakuan ini dikisahkan oleh tokoh Suyono ketika dia mengirim surat kepada Hermiati sebelum mereka berdua resmi pacaran.

(21) Maklumlah aku tergolong pemuda yang dianggap berprestasi

istimewa. Memang akulah pemuda pertama di desaku yang berhasil menamatkan SLTA. Lebih-lebih sesudah ijazah ada di tangan. Sebagai pelajar yang menerima beasiswa Ikatan Dinas otomatis aku mendapatkan besluit pengangkatan sebagai guru SMP. Kebetulan aku ditempatkan di luar Jawa. (Ratmana, 2006: 33)

Selain berprofesi sebagai guru, Suyono juga aktif dalam pergerakan politik. Partai yang diunggulkannya adalah Marhaenisme. Partai itu sama dengan partai yang dianut oleh ayah Hermiati. Malam itu ketika Rustamaji datang ke tempat Hermiati, Suyono ada di sana dan sedang berniat untuk pergi ke diskusi politik.

2.2.1.2 Hermiati

Hermiati adalah tokoh utama tambahan dalam novel ini. Dia dihadirkan pengarang sebagai tokoh antagonis. Hermiati seorang perempuan yang tidak cantik, ulet, tekun, cerdas, merendah, dan tegas.

(22) ...

Ada pepatah Jawa mengatakan ‘Witing tresna jalaran saka kulina’

alias cinta tumbuh karena sering bergaul. Mengapa aku tidak pernah tertarik pada kawan guru putri lain yang sering bergaul denganku? Soal penampilan, terus terang harus kukatakan bahwa Lastri lebih cantik daripada kau, tetapi murid-murid kita masih remaja dan banyak yang cantik toh tidak ada yang menarik bagiku. Faktor keramahan? Bisa jadi. Yang terang kamu memiliki kepribadian yang istimewa: tekun, ulet, cerdas, merendah, dan tegas. Faktor terakhir ini benar-benar mengagumkan. Engkau adalah guru muda yang berwibawa di mata pelajar berkat ketegasan sikapmu. (Ratmana, 2006: 35-36)

Banyak lelaki yang menyukai dia karena sifat-sifatnya tersebut, termasuk Suyono dan Rustamaji. Hal ini dapat dilihat dari kutipan di bawah ini yang menceritakan teman-teman Hermiati sesama guru sedang berbincang-bincang di ruang guru membicarakan Hermiati.

(23) “Akhirnya teka-teki terpecahkan,” kata Mardiyah. “Tentang apa?” tanya Atin.

“Selama ini tanda tanya mengisi benak saya, siapa sebenarnya pria yang dicintai Bu Her. Sedangkan yang mencintai cukup banyak. Awal sekali saya dengar dia pacar Pak Gunadi, guru SD. Kemudian lama akrab dengan Pak Aji. Pernah pula saya dengar dia nonton bioskup berduaan dengan Pak Petrus. Hubungannya dengan Pak Yono cukup menghebohkan karena istri Pak Yono cemburu. Akhirnya Pak Yonolah yang dipilihnya.” (Ratmana, 2006: 90)

Hermiati aktif mengajar Pramuka di sekolahnya. Dia mengajar bersama dengan Suyono. Kutipan di bawah ini merupakan penggalan dari surat yang ditulis oleh Suyono kepada Hermiati.

(24) ...

Lebih-lebih aku sering pamit ke rumahmu membahas pelajaran padahal waktu itu statusmu masih Guru Tidak Tetap. Aktivitasmu dalam gerakan Pramuka dinilainya sebagai upaya untuk bisa lebih dekat denganku. (Ratmana, 2006: 35)

Hermiati aktif dalam partai politik bersama Suyono ketika mereka belum berkeluarga. Partai politik yang dianutnya adalah Marhen. Kutipan di

bawah ini mengambil dari peristiwa ketika Aji sedang datang ke rumah Hermiati untuk meminjam sebuah kopor kecil.

(25) “Sorry, aku tidak punya. Kopor yang agak besar bagaimana?”

“Yang besar aku punya,” kata Aji. “Eh, kalian kelihatan rapi, mau pergi, ya?”

Yang ditanya tidak segera menjawab. Bu Marto yang merasa tidak punya kepentingan dengan ketiga orang di ruang tamu itu lantas masuk ke dalam ruang dalam.

“Kami mau pergi ke rumah kediaman Walikota. Sebentar lagi akan ada kawan yang menjemput, “ kata Hermiati.

“Ayo sekalian ikut, “ kata Yono tiba-tiba. “Ikut ke mana?”

“Ke rumah Walikota, mengikuti diskusi politik, “ jawab Yono. Aji kaget.

“Tiap dua minggu sekali kami ikut pembinaan politik bertema Marhenisme.”

“O, kalau begitu jelas aku tidak bisa ikut.” “Kenapa?”

“Aku kurang minat pada politik.” (Ratmana, 2006: 75-76)

Sebelum Hermiati meninggal, dia dipromosikan sebagai Kakandekdikbud di Provinsi Jawa Tengah karena memang dia seorang kepala sekolah yang pekerja keras.

(26) ”Pak Aji silakan duduk!”

Pengawas itu pun duduk pada posisi paling tengah.

”Saya dengar kabar Bu Her akan dipromosikan jadi

Kakandekdikbud. Betul, Pak?”

”Mungkin. Dia memang calon terkuat untuk menduduki jabatan itu.” ”Untuk daerah mana?”

”Belum jelas. Ada beberapa lowongan, termasuk kabupaten Pemalang.”

”Wah, hebat!”

”Saya rasa sangat layak untuk seorang Kepala Sekolah yang berprestasi seperti dia. Apalagi usianya tergolong masih muda. Tapi yang jauh lebih penting, mari kita doakan semoga secepatnya dia bisa lepas dari krisis ini.”

Hermiati inilah yang menjadi istri kedua Suyono. Masa pernikahan mereka berumur dua puluh lima tahun. Hermiati meninggal pada umur 52 tahun.

2.2.1.3 Rustamaji

Rustamaji diceritakan sebagai tokoh utama tambahan antagonis. Dia berperan penting dalam kehidupan Suyono. Apabila Rustamaji atau Aji tidak ada, maka, Suyono tidak akan mengalami hal buruk dalam hidupnya di masa tua.

Aji adalah seorang guru matematika di SMA PGRI. Apabila dilihat dari segi fisik, Aji tidak begitu tampan. Hal itu diakui olah Hermiati ketika dirinya diolok-olok oleh teman-temannya sesama guru.

(27) ….

“Dalam cerita wayang tokoh Sembodro itu gambaran perempuan yang super sabar. Meski…………”

Sebelum kalimat itu selesai diucapkan Hermiati sudah menyingkir. Mau menangis rasanya mendengar olok-olok itu. Merah padam wajahnya. Dia tidak sudi disejajarkan dengan Sembodro, tokoh yang ikhlas dimadu oleh suami yang mata keranjang. Juga sebutan Arjuna untuk Aji sama sekali tidak cocok. Dia bukan lelaki ganteng yang punya daya pikat lahiriah. ‘Keterlaluan, keterlaluan!’ pekik Hermiati dalam hati. (Ratmana, 2006: 42)

Aji termasuk orang yang taat pada agamanya dan dia sangat menjunjung tinggi agamanya. Dia penganut santri yang ketat..

(28) ….

Sebagai orang yang sejak kecil hidup mengikuti garis santri yang ketat Aji tidak bisa membayangkan kalau harus beristri orang yang berbeda agama. (Ratmana, 2006: 50)

Pemikiran berbeda agama tersebut memang sangat mengganggu pikiran Aji karena Aji menyukai Hermiati. Sedangkan pada diri Hermiati

sendiri ada tanda-tanda yang kuat bersimpati pada agama lain. Aji tidak ingin iman yang diyakininya goyah. Akhirnya, dia terkesan sebagai orang yang bersikap ragu-ragu.

Selain berprofesi sebagai guru, Aji adalah seorang sastrawan dan dramawan. Dia pernah menjadi pemenang sayembara penulisan naskah drama. Oleh karena itu, dia ingin mementaskan nakah dramanya.

(29) Sejak diumumkan oleh Teater Muslim Yogya bahwa naskah

Persimpangan menjadi salah satu pemenang sayembara penulisan naskah drama, Aji sudah berkeinginan mementaskannya. Sesudah gagal kian kemari mencari sponsor yang jadi produser, Aji memutuskan untuk menggelarnya dalam suatu kegiatan yang bersifat studi. Dia sendiri yang menjadi penyandang dana, sedangkan para pelaku dipilihnya murid-muridnya sendiri yang dalam kegiatan ekstra kurikuler memilih Seni Drama. (Ratmana, 2006: 50-51)

Pada akhirnya, dia beristrikan Arum, mantan muridnya yang sangat mencintainya, setelah tidak berhasil mendapatkan Hermiati. Akan tetapi, istrinya tersebut telah meninggal dunia, lima tahun setelah Hermiati meninggal.

2.2.1.4 Lastri

Lastri merupakan tokoh tambahan. Dia berperan sebagai tokoh antagonis. Lastri adalah seorang perempuan yang cantik. Umurnya lebih tua dari Hermiati. Dia istri pertama Suyono.

(30) ...

Soal penampilan, terus terang harus kukatakan bahwa Lastri lebih cantik daripada dirimu. Demikian juga perawakannya. Lalu faktor apa? Umur? Memang Lastri lebih tua daripada kau, tetapi murid-murid kita masih remaja dan banyak yang cantik toh tidak ada yang menarik bagiku. (Ratmana, 2006: 35)

Lastri sering marah- marah dengan Suyono ketika dia mengetahui Hermiati dekat dengan suaminya. Hal ini tidak hanya diketahui oleh anak-anaknya saja tetapi didengar juga oleh tetangga di sekitarnya karena Lastri berteriak-teriak ketika dia sedang mara- marah. Hal ini diceritakan oleh mantan murid Aji yang bernama Yitno.

(31) ...

Itu baru sebagian saja dari demikian banyak fakta. Di sisi lain Pak, rumah saya berdekatan dengan rumah kontrakan Pak Yono. Aduh Pak, hampir tiap hari Pak Yono bertengkar dengan Bu Yono, didengar dan diketahui oleh semua tetangga. Persoalannya Bu Yono cemburu karena suaminya berupaya keras mendekati Bu Her. Puncak pertengkaran itu melahirkan perceraian karena Pak Yono benar-benar mau menikah denagn Bu Her. (Ratmana, 2006: 165-166)

Ketika Suyono dan Hermiati melangsungkan pernikahan mereka, Lastri datang bersama dengan anaknya yang paling kecil. Dia berteriak-teriak di luar gedung menyalahkan Hermiati dan Suyono. Ketika dia melihat Aji, dia juga menganggap Aji adalah banci. Lastri sangat jengkel dengan Suyono dan Hermiati sehingga dia melampiaskan segala kekesalannya dengan berteriak-teriak dan mengenakan pakaian yang kontras dengan pengunjung resepsi.

(32) Tanpa disadari laki-laki berdasi dan menenteng jas itu sudah jadi penonton adegan yang dramatis tersebut. Sebagaimana pria lain dia merasa kikuk. Soalnya yang sedang dibakar emosi ini seorang wanita. Situasi berubah ketika wanita itu kemudian mengarahkan perhatian pada dirinya.

“Pak Aji, Pak Ajiii!” pekiknya sambil melambaikan tangan. Yang dipanggil mendekat.

“Kenapa Anda biarkan pacar Anda bersanding denagn ayah anak in?” Aji kaget, mundur seketika.

“Pak Aji, jangan diam saja! Seret perempuan itu dari pelaminan, atau ludahilah wajahnya, wajah yang tidak tahu malu.”

Spontan Aji mengenakan jas dan melangkah ke arah gerbang.

“Pak Ajiiii!” panggil wanita itu keras-keras. “Kamu laki-laki apa banciii?” (Ratmana, 2006: 95)

2.2.2 Penokohan

Dokumen terkait