• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kekuatan Premanisme: Kekuatan Politik?

Dalam dokumen Pola-pola Eksploitasi Terhadap Usaha Kecil. (Halaman 136-139)

ASAL MULA EKSPLOITAS

3.2 Sumber-sumber Kekuasaan

3.2.2 Kekuatan Premanisme: Kekuatan Politik?

Mafia di dalam rantai perdagangan menciptakan pemusatan jalur pengangkutan dan transaksi perdagangan pada sedikit aktor saja yang mampu membayar biaya kolusi. Berbagai indikasi tentang adanya praktik-praktik ini di lapangan dapat dengan mudah kita lihat pada fenomena pungutan dan hambatan untuk masuk (barrier to entry) di jalur perdagangan, akan tetapi sebenarnya cukup sulit untuk menemukan dari mana asal kekuatan mafia ini.

Fenomena pungutan liar pada jalur transportasi adalah salah satu indikasi kuat adanya perilaku mafia. Pungutan liar di jalan diberikan agar angkutan dapat berjalan terus tanpa diperiksa surat-surat maupun ketentuan lainnya, seperti apakah berat beban angkutan melebihi kapasitas yang diizinkan. Pungutan di Indonesia sedemikian besar dan sedemikian umum sehingga tampaknya telah diterima sebagai bagian dari biaya produksi yang harus ditanggung dalam usaha. Besarnya pungutan liar pada jalur transportasi bervariasi dan tampaknya tergantung pada nilai strategis barang yang diangkut. Pada penelusuran rantai rotan mentah di Kalimantan Timur, misalnya, pungutan pada pengangkutan rotan mentah lebih kecil dibandingkan dengan pengangkutan kayu.

Para pelaku pungutan liar ini umumnya terkait erat atau di-back up oleh oknum- oknum aparat keamanan dan aparat-aparat di terminal-terminal bongkar-muat barang seperti pelabuhan atau bandara Di dalam pengangkutan kayu jati, para pengemudi truk harus selalu menyediakan korek api yang dilemparkan di persimpangan-persimpangan tertentu supaya bisa lewat. Di dalam pengangkutan rotan mentah di sepanjang Sungai Mahakam, seorang pengumpul rotan menuturkan bahwa sering tiba-tiba kapal diberhentikan oleh aparat keamanan yang kemudian memeriksa kapal dan mencari-cari kesalahan dari kapal tersebut, misalnya, surat izin pengangkutan rotan mentah atau kapasitas pengangkutan. Kapal tersebut dapat lepas apabila pemiliknya membayarkan sejumlah uang kepada aparat pemeriksa. Menurut informan yang sama, cara-cara yang digunakan aparat sekarang lebih lunak dibandingkan dengan zaman sebelum

reformasi dulu, karena aparat sekarang tidak pernah menggrebek kapal lagi tetapi mendatangi rumah dan meminta `'uang rokok'. Melalui penggrebekan, salah satu pengumpul menyebutkan angka Rp 1,5 juta yang harus dikeluarkan untuk membayar aparat, sedangkan 'uang rokok' hanya sebesar Rp 500 ribuan.

Sedangkan di titik-titik terminal bongkar-muat, pungutan terjadi misalnya di pelabuhan-pelabuhan yang melakukan bongkar-muat peti kemas. Investigasi yang dilakukan Kompas menunjukkan besarnya pungutan yang terjadi di pelabuhan terbesar di Indonesia, yaitu Tanjung Priok. Investigasi tersebut menemukan bahwa dalam bongkar-muat satu peti kemas, pungutan yang harus dibayarkan oleh pengemudi truk peti kemas minimal Rp 15.000,00 yang diserahkan pada oknum-oknum aparat. Sedangkan perusahaan angkutan peti kemas sendiri harus mengeluarkan minimal Rp 25,000,00 s/d Rp 150.000,00. Bila barang tidak sesuai dengan surat-surat, masih bisa lolos dengan membayar Rp 2,5 juta sampai 3 juta. Untuk pengamanan pengangkutan, perusahaan harus mengeluarkan Rp 100 sampai 150 ribu per orang per hari. Keamanan barang di pelabuhan, yaitu di gudang adalah Rp 75 -- 100 ribu per orang per hari, sedangkan biaya tambat kapal RP 5000,00 – 25.000,00. Biaya pengamanan ini dibayarkan kepada aparat TNI atau Polri. (Kompas, 18 Agustus, 2003 hal. 29). Pada pelaku bisnis yang mempunyai modal kuat, biaya-biaya pungutan ini justru dapat diinternalisasikan ke dalam biaya produksi untuk menjamin kelancaran usaha mereka, bahkan ketika usaha tersebut ilegal. Hal ini dapat terlihat misalnya pada kasus ekspor ilegal rotan mentah yang terjadi saat pemerintah melarang ekspor rotan mentah pada tahun 1976-an. Pada tahun 1976, melalui SK Menteri Perdagangan dan Koperasi No. 492/Kp/7/79, pemerintah memberlakukan larangan ekspor rotan mentah (yang belum dicuci dan diasap) ke luar negeri. Peraturan tersebut ditambah dengan pelarangan ekspor rotan mentah yang sudah diasapi dan dicuci pada tahun 1988 melalui SK Menteri Perdagangan No. 274/Kp/XI/86, serta pelarangan ekspor rotan setengah jadi (dalam bentuk iratan atau hati) melalui SK Menteri Perdagangan No. 190/Kpts/VI/88 dan larangan ekspor anyaman rotan (webbing) No. 274/Kpts/VI/88. Pada tahun 1992,

dilakukan penjadwalan ulang kebijakan larangan ekspor menjadi pajak ekspor melalui SK No. 534/KMK.013/1992. Akan tetapi, permintaan untuk rotan mentah dari luar negeri masih cukup tinggi, sehingga mengundang terjadinya penyelundupan rotan mentah. Dari Kalimantan Timur, rotan mentah ini umumnya diselundupkan melalui Pelabuhan Tarakan di perbatasan dengan Malaysia. Menurut penuturan sejumlah informan, penyelundupan ini cukup menguntungkan bagi pelaku-pelakunya karena harga yang diperoleh dari ekspor ilegal ini hampir empat kali lipat dari harga di dalam negeri. Dari tiga kali pengiriman, apabila tertangkap sekali, pelakunya masih dapat mengantongi keuntungan dari pengiriman-pengiriman yang lolos. Apalagi menurut salah satu informan, penangkapan atau penggrebekan aparat ini biasanya lebih merupakan upaya aparat 'mengingatkan' pelaku yang bersangkutan untuk membayar uang suap. Dengan membayar suap pada aparat, maka bisnis-bisnis ilegal pengangkutan hasil hutan dapat dijalankan terus oleh pelakunya.

Munculnya praktik premanisme di dalam hubungan-hubungan perdagangan ini dimungkinkan karena terjadi penyelewengan fungsi-fungsi oleh institusi yang seharusnya menjaga aturan main dan hubungan perdagangan yang adil. Aparat keamanan -- kepolisian dan tentara – seharusnya menjadi pengaman bagi masyarakat, termasuk di dalamnya pelaku bisnis, akan tetapi fungsi tersebut diselewengkan, sehingga aparat itu sendiri menjadi sumber ketidakamanan bisnis, kecuali jika pelaku usaha dapat membayar suap. Menilik pelaku mafia yang umumnya berasal dari lingkaran aparat keamanan, dapat disimpulkan bahwa sumber kekuatan mafia ini adalah dari kekuatan yang diberikan posisi politik mereka di dalam struktur masyarakat dan negara. Aparat keamanan adalah aparat negara dan berfungsi menjaga kepentingan negara dan publik. Pemanfaatan posisi politiknya untuk memperkaya diri sendiri merupakan penyimpangan kekuatan yang dimiliki. Era reformasi yang telah berjalan selama

Dalam penjadwalan ulang kebijakan ini, ditetapkan bahwa rotan mentah dikenai pajak sebesar US$ 15/kg, sedangkan rotan setengah jadi dikenai pajak sebesar US$ 10/kg. 1

lima tahun belum mampu menghilangkan praktik-praktik mafia di dalam dunia ekonomi kita, bahkan pada sejumlah kasus makin bertambah jumlah pelakunya.

Dalam dokumen Pola-pola Eksploitasi Terhadap Usaha Kecil. (Halaman 136-139)