• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.2 KARAKTERISASI SIFAT FISIKOKIMIA

5.2.3 Karakterisasi Senyawa Prodrug dengan Mikroskop

5.2.4.2 Kelarutan senyawa prodrug dan campuran fisik

Karbamazepin merupakan senyawa obat yang memiliki kelarutan dalam air rendah. Kelarutan senyawa obat dalam air yang rendah disebabkan oleh lipofilisitas senyawa yang tinggi dan interaksi intermolekul yang kuat sehingga memerlukan energi yang tinggi untuk melarut (Faller dan Ertl, 2007). Hasil penelitian kelarutan KBZ, PD-KBZ-GLI, PD-KBZ-ALA, dan PD-KBZ-LIS dalam media air suling pH 6,8 ± 0,05 pada suhu 37 ± 0,5 ºC berturut-turut diperoleh sebesar 278,62, 841,71, 958,44 dan 822,86 (μg/mL) atau kadar KBZ dalam ketiga bentuk prodrug berturut-turut sebesar 677,95, 748,38 dan 533,44 (μg/mL).

Gambar 5.7 Histogram kelarutan KBZ (μg/mL) ± SE dalam senyawa prodrug dan campuran fisik dalam media air suling pH 6,8 ± 0,05 pada

suhu 37 ± 0,5 ºC

Kelarutan KBZ dalam media air suling ditentukan setelah 5 jam yaitu setelah tercapai kesetimbangan antara fase terlarut dan fase padat KBZ. Penentuan kelarutan KBZ dalam masing-masing perlakuan dilakukan dengan 3 (tiga) kali pengukuran. Hasil uji kelarutan KBZ dalam senyawa prodrug dan campuran fisik dapat dilihat pada

Gambar 5.7. Berdasarkan uji statistik dengan Anova satu arah pada derajat kepercayaan α = 0,05 (Tabel 5.9 dan Lampiran 11), diketahui terdapat perbedaan kelarutan antara senyawa prodrug dengan senyawa awal KBZ dan campuran fisiknya. Untuk mengetahui pasangan perlakuan yang memberikan perbedaan bermakna dilanjutkan uji LSD.

Hasil uji LSD menunjukkan bahwa kelarutan senyawa prodrug meningkat bermakna dibandingkan dengan senyawa awal karbamazepin maupun campuran fisiknya. Kelarutan campuran fisik CF-KBZ-GLI dan CF-KBZ-ALA tidak berbeda bermakna dibandingkan senyawa awal KBZ. Kelarutan senyawa prodrug PD-KBZ-ALA memberikan peningkatan bermakna dibandingkan dengan senyawa prodrug PD-KBZ-GLI dan PD-KBZ-LIS sedangkan senyawa PD-KBZ-GLI meningkat bermakna terhadap PD-KBZ-LIS. Peningkatan kelarutan paling tinggi terdapat pada senyawa prodrug PD-KBZ-ALA mencapai kadar 748,38 (μg/mL).

Tabel 5.9 Hasil Anova satu arah untuk mengetahui pengaruh jenis senyawa terhadap kelarutan KBZ dalam media air suling pH 6,8 ± 0,05 suhu 37 ± 0,5 ºC (n=3)

Jenis senyawa N Rerata kadar

KBZ (μg/mL) ± SE Anova Hasil Kesimpulan KBZ 3 278,62 ± 3,84 a F=920,539 p= 0,000 bermakna Beda PD-KBZ-GLI 3 677,95 ± 7,94 b PD-KBZ-ALA 3 748,38 ± 8,15 c PD-KBZ-LIS 3 533,44 ± 2,22 d CF-KBZ-GLI 3 258,68 ± 7,69 a CF-KBZ-ALA 3 266,43 ± 7,60 a CF-KBZ-LIS 3 301,10 ± 8,64 e Total 21

Keterangan: abcdesuperscript huruf yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan antar kelompok

Kelarutan suatu senyawa dipengaruhi oleh sifat alamiah senyawa terlarut, pelarut yang digunakan dan kondisi proses melarut. Proses melarut dapat terjadi bila senyawa terlarut dan pelarut berinteraksi sedemikian sehingga interaksi tersebut dapat mengatasi gaya tarik menarik antara molekul terlarut dengan pelarut. Struktur molekul senyawa terlarut merupakan salah satu sifat alamiah yang berperan dalam kelarutan (Sinko, 2011; Shargel et al., 2005).

Interaksi yang terjadi antara gugus karboksil (C=O) dari asam amino glisin, alanin atau lisin dengan gugus amida (NH2) karbamazepin secara kovalen membentuk ikatan serupa peptida. Gambar 5.8 memperlihatkan perbandingan spektra inframerah KBZ dengan senyawa prodrug yang menunjukkan telah terjadi pergeseran pita NH2 amida pada bilangan gelombang 3465 cm-1 dan pita C=O pada bilangan gelombang 1677 cm-1. Pergeseran pita yang terjadi menunjukkan telah terjadi interaksi antara KBZ dengan asam amino penyusunnya. Interaksi tersebut menghasilkan senyawa prodrug yang berperan dalam meningkatkan kelarutan karbamazepin. Ikatan kovalen merupakan ikatan kuat dengan energi ikatan berkisar antara 50-150 kkal/mol (Sinko, 2011). Kekuatan ikatan antara karbamazepin dengan gugus promoeity asam amino glisin, alanin, atau lisin mencegah lepasnya senyawa induk karbamazepin dari senyawa baru yang terbentuk.

4000.0 3000 2000 1500 1000 450.0 35.0 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90.0 cm-1 %T 4000.0 3000 2000 1500 1000 450.0 10.0 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85.0 cm-1 %T 4000.0 3000 2000 1500 1000 450.0 25.0 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75.0 cm-1 %T 4000.0 3000 2000 1500 1000 450.0 35.0 40 45 50 55 60 65 70 75 80.0 cm-1 %T 4000.0 3000 2000 1500 1000 450.0 35.0 40 45 50 55 60 65 70 75 80.0 cm-1 %T A B C D

Struktur molekul senyawa baru prodrug mengandung asam amino. Senyawa baru prodrug memiliki gugus C=O dari imida dan gugus NH2 yang dapat berinteraksi dengan molekul air membentuk ikatan hidrogen. Kemampuan senyawa prodrug membentuk ikatan hidrogen akan meningkatkan kelarutannya dalam air (Sinko, 2011).

Gambar 5.8 Perbandingan spektra FTIR KBZ (A), PD-KBZ-GLI (B), PD-KBZ-ALA (C), dan PD-KBZ-LIS (D)

Selain itu asam amino merupakan senyawa yang mengandung gugus basa amina dan gugus asam karboksilat. Pada pH fisiologi 7,35-7,45, gugus karboksilat (COO-) terdeprotonasi dan berada dalam bentuk anion karboksilat sementara gugus amina (NH2) terprotonasi dan berada dalam bentuk kation aminium. Dalam larutan air, asam amino terutama dalam bentuk ion dipolar atau zwitterion (Murry, 2008). Asam amino memiliki gugus karboksil (C=O) dan amina (NH2) yang bersifat polar sehingga dapat berinteraksi dengan molekul air membentuk ikatan hidrogen. Kemampuan senyawa prodrug

membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air mengakibatkan peningkatan kelarutannya dibandingkan senyawa awal KBZ maupun campuran fisiknya.

Selain kemampuan senyawa prodrug membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air yang lebih besar dibandingkan senyawa KBZ dan campuran fisiknya, juga diketahui bahwa titik lebur senyawa prodrug lebih rendah daripada KBZ. Titik lebur suatu senyawa dapat merupakan prediksi kelarutan senyawa. Titik lebur senyawa yang lebih rendah mengindikasikan ikatan antarmolekul dalam senyawa juga rendah, sehingga molekul lebih mudah dilepas dalam pelarut. Akan tetapi titik lebur bukan merupakan satu-satunya faktor penentu kelarutan (Suwaldi, 1987, Sinko, 2011, Yalkowsky, 1981).

Proses melarut merupakan proses kompleks yang dipengaruhi oleh beberapa faktor. Selain struktur molekul, kemampuan senyawa memecah struktur air juga berperan dalam kelarutan. Struktur air digambarkan sebagai struktur rongga karena adanya ikatan hidrogen. Pembentukan ikatan hidrogen akan diikuti dengan pembentukan ikatan hidrogen lainnya, demikian juga pemutusan ikatan hidrogen akan diikuti dengan pemutusan ikatan hidrogen lainnya. Pembentukan dan pemutusan ikatan hidrogen terjadi secara berkesinambungan dan bersifat temporer (Florence dan Attwood, 2006).

Hasil penelitian menunjukkan kelarutan KBZ dalam senyawa prodrug PD-KBZ-ALA, PD-KBZ-GLI, dan PD-KBZ-LIS berturut-turut sebesar 748,38, 677,95 dan 533,44 μg/mL atau sebesar 3,12 mM, 2,87 mM, dan 2,26 mM. Kelarutan senyawa prodrug PD-KBZ-ALA lebih besar daripada senyawa PD-KBZ-GLI maupun PD-KBZ-LIS. Hal ini disebabkan karena senyawa PD-KBZ-ALA mampu memecah struktur air akibat interaksi hidrofobik. Struktur molekul PD-KBZ-ALA mengandung asam amino alanin. Rantai samping asam amino alanin terdapat gugus metil yang bersifat nonpolar. Interaksi hidrofobik disukai secara termodinamik karena meningkatnya entropi atau ketidakteraturan molekul air akan menyertai asosiasi molekul nonpolar yang menekan air keluar (Sinko, 2011).

Hansch et al. (Yawkolsky, 1981 dan Sinko 2011) menghubungkan kelarutan suatu senyawa dengan titik lebur dan koefisien partisi melalui persamaan 2.1. Dari persamaan

tersebut diketahui bahwa perubahan kelarutan suatu senyawa dapat dikaitkan dengan perubahan koefisien partisi dan titik lebur. Dengan menggunakan rumus tersebut dibandingkan hasil penelitian yang dilakukan dapat dibuat perbandingan seperti tertera pada Tabel 5.10.

Tabel 5.10. Perbandingan prediksi kelarutan dengan kelarutan hasil penelitian

Senyawa Titik Lebur

(ºC) log Koefisien Partisi Prediksi Kelarutan (mM) Hasil penelitian

PD-KBZ-GLI 188,8 1,22 0,17 2,87

PD-KBZ-ALA 179,6 1,89 0,20 3,12

PD-KBZ-LIS 183,7 1,13 0,14 2,26

Berdasarkan perhitungan dengan rumus 2.1. diketahui bahwa senyawa prodrug PD-KBZ-ALA memiliki kelarutan lebih tinggi dibandingkan PD-KBZ-GLI dan kelarutan PD-KBZ-GLI lebih tinggi daripada PD-KBZ-LIS. Prediksi urutan kelarutan senyawa prodrug dengan persamaan 2.1 sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan (Tabel 5.10). Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa selain struktur molekul, titik lebur, dan koefisien partisi memberikan kontribusi dalam kelarutan suatu senyawa. Oleh karena itu dapat memberikan penjelasan kelarutan senyawa prodrug PD-KBZ-ALA yang lebih tinggi daripada dua senyawa prodrug lainnya (PD-KBZ-GLI dan PD-KBZ-LIS).

Perbandingan hasil uji kelarutan karbamazepin dalam campuran fisik dan senyawa prodrug pada Gambar 5.7 dan Tabel 5.9 menunjukkan bahwa kelarutan senyawa prodrug lebih besar dibandingkan kelarutan campuran fisiknya. Hasil penelitian menunjukkan kelarutan KBZ, campuran fisik CF-KBZ-GLI, CF-KBZ-ALA, dan CF-KBZ-LIS dalam pelarut air suling diperoleh berturut-turut sebesar 278,62, 258,77, 266,40 dan 301,10 μg/mL atau sebesar 1,17, 1,10, 1,13, dan 1,27 mM. Dari hasil statistik dengan menggunakan Anova yang dilanjutkan dengan uji LSD pada derajat kepercayaan 95 % diketahui bahwa kelarutan campuran fisik CF-KBZ-GLI dan

CF-KBZ-ALA tidak berbeda bermakna dibandingkan senyawa awal KBZ, akan tetapi kelarutan campuran fisik CF-KBZ-LIS menunjukkan peningkatan bermakna dibandingkan kelarutan senyawa awal KBZ dan dua campuran fisik lainnya (CF-KBZ-GLI dan CF-KBZ-ALA).

Asam amino merupakan senyawa yang mudah larut dalam air. Struktur molekul asam amino mengandung gugus karboksil dan gugus amina yang dapat membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air. Kemampuan asam amino membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air merupakan salah satu faktor yang menyebabkan asam amino mudah larut dalam air. Dalam media air, atom O dari gugus karboksil asam amino dapat berinteraksi dengan atom H dari gugus amida karbamazepin. Interaksi yang terjadi antara karbamazepin dengan asam amino dalam bentuk campuran fisik karena kemampuan kedua senyawa membentuk ikatan hidrogen. Ikatan hidrogen memiliki energi ikatan berkisar antara 2 - 8 kkal/mol. Interaksi antara kedua senyawa dengan melibatkan ikatan hidrogen tersebut mampu menurunkan sudut kontak antara karbamazepin dengan air dan meningkatkan pembasahan sehingga dapat meningkatkan kelarutan karbamazepin dalam air. Namun karena ikatan hidrogen merupakan ikatan relatif lemah, maka ikatan tersebut mudah putus dengan adanya gangguan pada lingkungan air (Sinko, 2011).

Hasil penelitian menunjukkan campuran fisik CF-KBZ-GLI dan CF-KBZ-ALA tidak mampu meningkatkan kelarutan karbamazepin secara bermakna. Penentuan kelarutan KBZ dilakukan setelah terbentuk kelarutan jenuh melalui pengocokan selama 5 jam. Selama waktu pengocokan, campuran fisik (CF-KBZ-AA) dalam media air dapat lepas menjadi komponen penyusunnya yaitu karbamazepin dan asam amino. Hal tersebut mengakibatkan ikatan hidrogen yang terbentuk di antara keduanya terlepas sehingga kelarutan dalam bentuk campuran fisik ditentukan oleh kelarutan karbamazepinnya (Sinko, 2011).

Gambar 5.9 Ilustrasi jaringan ikatan hidrogen dalam karbamazepin dihidrat (Harris et al., 2005)

Karbamazepin dalam lingkungan air cenderung berubah menjadi bentuk dihidrat yang mempunyai kelarutan sepertiga dari kelarutan bentuk anhidratnya (Bhise dan Rajkumar, 2008). Perubahan bentuk polimorf ini melemahkan interaksi antara karbamazepin dengan asam amino, sehingga kelarutan karbamazepin dalam campuran fisiknya tergantung dari kelarutan bentuk dihidrat karbamazepin dalam pelarut air. Perubahan bentuk polimorf karbamazepin dari bentuk III menjadi bentuk dihidrat menyebabkan penurunan kelarutannya dalam air (Mahalaxmi et al., 2009; Grzesiak et al., 2003). Gugus karboksil dan amida karbamazepin yang semula mampu berinteraksi melalui ikatan hidrogen dengan molekul air secara individu berubah menjadi interaksi antara molekul air dengan karbamazepin membentuk jaringan intramolekul sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 5.9 (Harris et al., 2005).

Gambar 5.10 Perbandingan termogram DTA KBZ (A), CF-KBZ-GLI (B), CF-KBZ-ALA (C), dan CF-KBZ-LIS (D)

Gambar 5.11 Perbandingan termogram DTA KBZ(A), kristal kering yang telah terpapar media air dari KBZ (B), CF-KBZ-GLI (C), CF-KBZ-ALA (D), dan CF-KBZ-LIS (E)

Perubahan bentuk polimorf anhidrat karbamazepin menjadi bentuk dihidrat dalam penelitian ini didukung dengan data DTA dan FTIR. Hasil DTA karbamazepin dan campuran fisik karbamazepin dengan asam amino dalam bentuk kristal kering yang telah terpapar media air dapat dilihat pada Gambar 5.10 sampai 5.11 dan Tabel 5.11.

Tabel 5.11 Perbandingan termogram DTA karbamazepin, campuran fisik dan kristal kering yang telah terpapar media air dari campuran fisik

Senyawa Puncak endotermik (ºC)

Campuran Fisik

KBZ-asam amino (ºC) Kristal kering yang telah terpapar media air (Cº)

Karbamazepin (KBZ) 171,2; 192,6 93,4; 136,8; 189,0

PD-KBZ-GLI 174,7; 192,3; 231,2 89,9; 146,1;189,5; 225,0

PD-KBZ-ALA 174,9; 191,6; 292 91,1; 146,2; 190,1; 228,6

PD-KBZ-LIS 173,3; 191,0; 232 86,2; 157,6; 188,2; 229,5

Pada Gambar 5.10 dapat dilihat termogram DTA karbamazepin menunjukkan puncak endotermik pada suhu 171,2 ºC dan puncak tajam pada suhu 192,6 ºC yang merupakan karakteristik karbamazepin bentuk III (Greziak et al., 2006, Prajapati, 2000). Termogram DTA campuran fisik karbamazepin dengan asam amino menunjukkan puncak endotermik karbamazepin bersanding dengan puncak endotermik dari masing-masing asam amino. Termogram DTA karbamazepin yang telah terpapar media air menunjukkan pergeseran puncak endotermik dari 192,6 ºC menjadi 189,0 ºC dan dari 171,2 menjadi 136,8 ºC, selain itu terlihat puncak baru pada suhu 93,4 ºC (Gambar 5.11). Termogram DTA campuran fisik karbamazepin dengan asam amino yang telah terpapar media air menunjukkan puncak endotermik yang identik dengan karbamazepin dalam kondisi yang sama dan terdapat puncak endotermik di atas 200 ºC dari asam amino. Penelitian Kobayashi et al. (2000) menunjukkan termogram DTA karbamazepin bentuk dihidrat memberikan puncak melebar antara suhu 50-75 ºC dan sebuah puncak endotermik pada suhu 190 ºC. Fenomena yang terjadi dalam penelitian ini menunjukkan karbamazepin bentuk III berubah menjadi bentuk dihidrat.

Karakterisasi campuran fisik dalam media air dengan menggunakan DTA mengindikasikan terbentuk polimorf dihidrat karbamazepin. Untuk memperkuat data tersebut dilakukan karakterisasi dengan menggunakan FTIR.

Gambar 5.12 Perbandingan spektra FTIR KBZ (A), CF-KBZ-GLI (B), C-KBZ-ALA (C), dan CF-KBZ-LIS (D)

Gambar 5.13 Perbandingan spektra FTIR KBZ (A), kristal kering yang telah terpapar media air dari KBZ (B), CF-KBZ-GLI (C), CF-KBZ-ALA (D), dan CF-KBZ-LIS (E)

Gambar 5.12 dan Tabel 5.12 menunjukkan spektra FTIR karbamazepin memberikan pita absorbsi bentuk polimorf III karbamazepin pada bilangan gelombang 3465 cm-1 (uluran -NH), 1677 cm-1 (uluran -C = O), 1605 and 1594 cm-1 (vibrasi -C=C- dan -C=O dan deformasi-NH), and 1384 cm-1 (ikatan -C-N) identik dengan hasil penelitian Prajapati et al. (2007). Spektra FTIR dari campuran fisik memberikan puncak yang mengindikasikan adanya gugus-gugus fungsi dari karbamazepin dan asam amino.

Tabel 5.12 Perbandingan spektra inframerah karbamazepin dan kristal kering yang telah terpapar media air dari KBZ dan campuran fisik

Senyawa Bilangan gelombang (cm-1)

Campuran Fisik

KBZ-asam amino Kristal kering yang telah terpapar media air Karbamazepin (KBZ) 3465; 3159; 1677; 1605; 1594; 1488; 1384; 766 3436; 3192; 3026; 1684; 1606; 1594; 1492; 1413; 1308; 1254; 771 CF-KBZ-GLI 3465;3161;2898; 1677; 1605; 1596; 1489; 1385; 1332; 766 3436; 3191; 3051; 1683; 1606; 1594; 1492; 1412; 1355; 1255; 771 CF-KBZ-ALA 3466;3081;2988;2602; 1677;1621;1604;1594; 1489;1455; 1412;1362; 1306; 1113;767 3436; 3191; 3051; 1683; 1606; 1594; 1492; 1412; 1355; 1255; 771 CF-KBZ-LIS 3465; 3280; 3159; 3020; 1677; 1605; 1594; 1506; 1489; 1384; 1144; 766 3436; 3192; 3026; 1683; 1606; 1594; 1492; 1412; 1362; 1307; 771

Gambar 5.13 dapat dilihat spektra FTIR karbamazepin dalam bentuk padat kering yang telah terpapar media air menunjukkan puncak melebar pada 3436 cm-1

mengindikasikan terjadi interaksi antara hidrogen amida dari karbamazepin dengan oksigen dari air. Demikian pula terjadi pada spektra FTIR campuran fisik CF-KBZ-GLI, CF-KBZ-ALA, dan CF-KBZ-LIS. Berdasarkan identifikasi yang telah dilakukan dengan menggunakan DTA dan FTIR, karbamazepin dalam media air dengan adanya asam amino menunjukkan perubahan bentuk dari polimorf III menjadi bentuk dihidrat.

Secara statistik diperoleh hasil bahwa kelarutan campuran fisik CF-KBZ-LIS meningkat bermakna dibandingkan kelarutan KBZ dan dua campuran fisik lainnya (CF-KBZ-GLI dan CF-KBZ-ALA). Kelarutan asam amino lisin dalam air delapan kali lebih besar daripada asam amino alanin dan empat kali lebih besar daripada asam amino glisin (O'Neil, 2006). Struktur molekul asam amino lisin memiliki rantai samping empat atom C dan sebuah gugus NH2 ekstra (Murray, 2008).

Gambar 5.14 Mikrofoto senyawa awal KBZ (A), kristal kering yang telah terpapar media air dari KBZ (B), CF-KBZ-GLI (C), CF-KBZ-ALA (D), dan CF-KBZ-LIS (E) dengan mikroskop optik pembesaran 40X

Adanya gugus NH2 pada rantai samping lisin memungkinkan lisin membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air lebih besar daripada asam amino glisin dan alanin. Selain itu gugus NH2 dalam media air terprotonasi dan berada dalam bentuk kation sehingga asam amino lisin memiliki kelarutan dalam air lebih besar (Murray, 2008). Keberadaan lisin dalam bentuk campuran fisik dengan karbamazepin mampu meningkatkan pembasahan karbamazepin dan menurunkan sudut kontak karbamazepin dengan air lebih besar sehingga kelarutannya lebih besar daripada dengan asam amino glisin maupun alanin (Sinko, 2011; Florence dan Attwood, 2006).

Mikrofoto campuran fisik CF-KBZ-GLI, CF-KBZ-ALA, dan CF-KBZ-LIS dibandingkan dengan KBZ dapat dilihat pada Gambar 5.14. Perubahan habit kristal dari bentuk lamelar menjadi bentuk bilah terjadi pada KBZ maupun campuran fisik yang terpapar air mengindikasikan telah terbentuk karbamazepin dihidrat (Carino et al.,

2006). Ketiga campuran fisik memiliki ukuran kristal lebih kecil daripada KBZ dan CF-KBZ-LIS memiliki ukuran paling kecil di antara keempat bentuk dihidrat. Lisin mempunyai kelarutan dalam air paling besar dibandingkan glisin dan alanin. Pada proses pembentukan kristal dihidrat dalam air molekul lisin mendesak pembentukan kristal dihidrat karbamazepin sehingga menghasilkan kristal yang paling kecil di antara keempat bentuk dihidrat. Ukuran kristal CF-KBZ-LIS yang lebih kecil dibandingkan CF-KBZ-GLI dan CF-KBZ-ALA menyebabkan luas permukaan yang kontak dengan pelarut air lebih besar sehingga dapat menjelaskan kelarutan CF-KBZ-LIS yang lebih besar daripada CF-KBZ-GLI dan CF-KBZ-ALA (Sinko, 2011).

5.2.5 Disolusi

Uji disolusi merupakan hal penting bagi penetapan kelarutan dalam pengembangan sediaan farmasi. Penetapan disolusi digunakan untuk memelajari faktor kritis yang memengaruhi absorbsi oral. Ketika suatu padatan dimasukkan dalam suatu pelarut, terjadi kontak antara zat terlarut dengan pelarut. Pencampuran terjadi karena kecenderungan semua molekul menuju randomisasi menghasilkan peningkatan entropi sistem. Molekul zat terlarut mulai melarut dalam pelarut sampai diperoleh kesetimbangan antara fase padat dan fase cair zat terlarut, keadaan ini disebut sebagai kelarutan termodinamik. Kecepatan untuk mencapai kesetimbangan kelarutan adalah kecepatan disolusi, yang merupakan fenomena kinetika (Qiao et al., 2011).

Uji disolusi dilakukan menggunakan alat disolusi tipe 2 dengan pengaduk dayung dan diputar dengan kecepatan 75 rpm, dalam media air suling pada pH 6,8 ± 0,05 dan suhu 37 ± 0,5 ºC. Sampel diambil pada periode waktu menit ke- 5, 10, 15, dan 30. Kadar karbamazepin terlarut ditentukan dengan metode spektrofotometer UV pada λ maksimum = 285 nm. Hasil uji disolusi KBZ, senyawa prodrug (PD-KBZ-GLI, PD-KBZ-ALA, dan PD-KBZ-LIS) dan campuran fisik (CF-KBZ-GLI, CF-KBZ-ALA, dan CF-KBZ-LIS) dapat dilihat pada Gambar 5.15 dan Lampiran 12.

Evaluasi hasil uji disolusi dilakukan dengan membuat profil disolusi yang menggambarkan proses melarut senyawa KBZ, campuran fisik dan senyawa prodrug

pada setiap waktu. Gambar 5.15 memperlihatkan perbandingan profil disolusi senyawa prodrug PD-KBZ-GLI, PD-KBZ-ALA atau PD-KBZ-LIS dengan profil disolusi senyawa awal KBZ dan campuran fisiknya . Senyawa prodrug memiliki kurva disolusi serupa yaitu menunjukkan peningkatan disolusi sampai menit ke-15 dan peningkatan semakin besar sampai menit ke-30. Tabel 5.15 menunjukkan persen terlarut selama 30 menit senyawa prodrug PD-KBZ-GLI (62,98 %) > campuran fisik CF-KBZ-GLI (55,71 %) > KBZ (31,40%) (Gambar 5.15 A); senyawa prodrug PD-KBZ-ALA (101,83 %) > campuran fisik CF-KBZ-ALA (51,94 %) > KBZ (31,40%) (Gambar 5.15 B) dan senyawa prodrug PD-KBZ-LIS (85,04 %) > campuran fisik CF-KBZ-LIS (68,82 %) > KBZ (31,40 %) (Gambar 5.15 C).

Disolusi merupakan proses kinetik yang melibatkan lepasnya molekul obat pada permukaan padatan untuk berdifusi melewati lapisan difusi di sekitar permukaan padatan. Hubungan antara kelarutan dan disolusi dideskripsikan dengan persamaan Noyes-Whitney (persamaan 2.2). Menurut persamaan tersebut, suatu senyawa yang mempunyai kelarutan dalam air rendah akan memberikan gradien konsentrasi (Cs - C) yang kecil sehingga menyebabkan kecepatan disolusi juga lambat. Demikian sebaliknya bila suatu senyawa memiliki kelarutan dalam air besar akan memberikan gradien konsentrasi besar, sehingga kecepatan disolusi juga menjadi lebih cepat (Bosselmann et al., 2012). Kelarutan senyawa prodrug yang lebih besar dibandingkan KBZ atau campuran fisik sebagaimana dapat dilihat pada hasil uji kelarutan berperan dalam peningkatan disolusi senyawa prodrug.

Gambar 5.16 menunjukkan perbandingan profil disolusi karbamazepin dengan senyawa prodrug. Profil disolusi senyawa prodrug berbeda dibandingkan profil senyawa awal KBZ. Disolusi senyawa prodrug di menit-menit awal meningkat sampai 15 menit dan terus meningkat sampai akhir disolusi pada menit ke-30. Dari profil tersebut dapat dilihat bahwa senyawa prodrug memiliki bentuk kurva serupa satu dengan yang lain namun berbeda dengan kurva profil disolusi KBZ.

Gambar 5.15 Profil disolusi karbamazepin, campuran fisik (CF) dan senyawa prodrug (PD) KBZ-glisin (A), alanin (B), dan lisin (C) dalam media air suling pH 6,8 ± 0,05 pada suhu 37 ± 0,5 ºC (n=3)

Gambar 5.16 Perbandingan profil disolusi karbamazepin dengan senyawa prodrug karbamazepin-asam amino dalam media air suling pH 6,8 ± 0,05 pada suhu 37 ± 0,5 ºC (n=3)

Gambar 5.17 Perbandingan profil disolusi karbamazepin dengan campuran fisik karbamazepin-asam amino dalam air suling pH 6,8 ± 0,05

Gambar 5.17 menunjukkan perbandingan profil disolusi karbamazepin dengan campuran fisik karbamazepin-asam amino. Profil disolusi campuran fisik CF-KBZ-GLI, CF-KBZ-ALA, dan CF-KBZ-LIS menunjukkan kurva serupa namun berbeda dibandingkan kurva profil disolusi KBZ. Profil disolusi campuran fisik (CF-KBZ-GLI, CF-KBZ-ALA, dan CF-KBZ-LIS) sampai 10 menit pertama meningkat dibandingkan KBZ. Setelah 10 menit peningkatan disolusi tidak setajam di menit awal dan pada akhir waktu disolusi diperoleh kurva yang cenderung turun menyerupai disolusi dari KBZ. Peningkatan disolusi KBZ dalam campuran fisik disebabkan oleh interaksi lemah KBZ dengan asam amino, dengan berjalannya waktu ikatan akan lepas dan setelah itu disolusi ditentukan oleh kelarutan dari KBZ. Fenomena profil disolusi senyawa prodrug berbeda dari campuran fisik. Perbedaan ini dikarenakan disolusi senyawa prodrug ditentukan oleh senyawa baru yang memiliki struktur berbeda dari KBZ.

Persen KBZ terdisolusi selama 30 menit senyawa prodrug berturut-turut PD-KBZ-ALA (101,83%) > PD-KBZ-LIS (85,04 %) > PD-KBZ-GLI (62,98 %) > KBZ (31,40%) (Tabel 5.15). Persen KBZ terdisolusi selama 30 menit campuran fisik berturut-turut CF-KBZ-LIS (68,82 %) > CF-KBZ-GLI (55,71) > CF-KBZ-ALA (51,94 %) > KBZ (31,40 %). Urutan persen KBZ terdisolusi selama 30 menit senyawa prodrug berbeda dari urutan campuran fisiknya. Peningkatan disolusi pada campuran fisik berkorelasi dengan kemampuan melarut dalam air dari asam amino yang digunakan dalam campuran fisik, sedangkan peningkatan disolusi pada senyawa prodrug ditentukan oleh kelarutan senyawa prodrug dalam media air. Setelah dibuat menjadi senyawa prodrug, maka kemampuan peningkatan disolusi senyawa baru berbeda dari campuran fisiknya.

Parameter efisiensi disolusi (ED30) digunakan untuk membandingkan disolusi senyawa prodrug dengan senyawa awal KBZ dan campuran fisiknya. Hasil analisis varians dilanjutkan uji LSD (α=0,05) efisiensi disolusi selama 30 menit (ED30) (Tabel 5.13) menunjukkan bahwa pembentukan senyawa prodrug PD-KBZ-GLI, PD-KBZ-ALA dan PD-KBZ-LIS memberikan peningkatan disolusi yang bermakna

terhadap senyawa awal KBZ. Peningkatan disolusi senyawa prodrug ditentukan oleh kelarutan senyawa prodrug dalam air. Sesuai dengan persamaan Noyes-Whitney maka kelarutan senyawa yang lebih besar akan menyediakan gradien konsentrasi yang besar sehingga menghasilkan kecepatan disolusi yang lebih cepat (Sinko, 2011). Senyawa