• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 TINJAUAN TENTANG SIFAT FISIKOKIMIA

2.1.1 Tinjauan Tentang Kelarutan

2.1.1.1. Tinjauan Tentang Prodrug

Prodrug merupakan derivat molekul obat yang mengalami biotransformasi enzimatis atau kimia menjadi senyawa bentuk aktif dalam tubuh, sebelum memberikan efek farmakologi (Gambar 2.2.). Pelepasan bentuk aktif obat dikendalikan dan dapat terjadi sebelum, selama atau setelah absorbsi atau pada tempat aksi obat yang spesifik tergantung dari tujuan rancangan obat (Stella et al., 2007; Rautio et al., 2008).

Promoiety merupakan suatu gugus fungsional, digunakan untuk memodifikasi struktur yang aktif secara farmakologi. Promoeity yang digunakan idealnya aman dan segera diekskresikan dari tubuh. Promoeity yang akan direaksikan diseleksi berdasarkan sifat yang ingin diperbaiki dari senyawa induknya. Ilustrasi mengenai gugus-gugus promoeity yang dapat dibuat menjadi senyawa prodrug dengan senyawa obat yang memiliki gugus fungsi tertentu dapat dilihat pada Gambar 2.3. Senyawa induk yang bersifat lipofilik, mempunyai kemampuan menembus membran biologis besar akan tetapi kelarutannya dalam air kecil. Sebaliknya senyawa induk yang bersifat hidrofilik, mempunyai kelarutan yang besar, akan tetapi kemampuan menembus membran biologis kecil (Rautiob et al., 2008).

Gambar 2.2. Ilustrasi konsep prodrug (prodrug = obat + promoeity) (Rautioaet al., 2008)

Perubahan Enzimatik dan / atau kimia

Pendekatan prodrug telah berhasil digunakan untuk mengatasi kelarutan bahan obat yang rendah dalam air atau bioavailabilitas yang tidak menentu. Dengan memodifikasi senyawa induk dengan suatu gugus polar maka kelarutan senyawa obat yang rendah dalam air akan dapat ditingkatkan (Stegemann et al., 2007; Stella et al., 2007; Rautio a et al., 2008).

Pendekatan prodrug pada umumnya didasarkan pada biotranformasi kimia atau biokimia menjadi bentuk aktif sebelum mencapai tempat aksi. Pendekatan ini khususnya bermanfaat bagi sediaan intravena karena prodrug yang larut air direkonstitusi sebelum digunakan, yang dengan cepat berubah menjadi bentuk aktif senyawa induknya. Bagi sediaan oral, perubahan dalam saluran cerna biasanya terjadi sebelum fase absorbsi, dan selanjutnya bahan obat yang tidak larut mengendap dari larutan dalam saluran cerna. Akan tetapi bentuk prodrug masih menguntungkan oleh karena (i) kelarutan lebih cepat tercapai sehingga menghasilkan kecepatan transpor awal lebih cepat, (ii) dosis obat mungkin cukup kecil sehingga sekali berada dalam bentuk larutan akan tetap dalam bentuk larutan terutama mengingat adanya surfaktan di dalam saluran cerna, dan (iii) bentuk endapan obat mungkin berada dalam bentuk sangat halus sehingga lebih mudah melarut (Yalkowsky, 1981).

Sekitar 5-7% obat yang disetujui Food and Drug Administration (FDA) dapat diklasifikasikan sebagai prodrug dan pada saat ini implementasi pendekatan prodrug pada tahap awal penemuan obat bertumbuh pesat. Pendekatan rancangan prodrug disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai. Prodrug yang diinginkan untuk melepas senyawa induk dengan segera, dirancang untuk mendapat ikatan lemah antara senyawa induk dengan promoeity. Dengan demikian proses biokonversi dari bentuk prodrug menjadi senyawa induk dapat diperoleh sesaat setelah obat digunakan. Proses biokonversi di dalam tubuh dimediasi oleh adanya enzym-enzym yang terdapat di dalam darah, hati dan jaringan lain

(Stella et al., 2007; Rautio aet al., 2008; Rautio bet al., 2008). Pendekatan prodrug yang digunakan disesuaikan dengan sifat-sifat fisikokimia,

farmasetika, biofarmasetika dan atau farmakokinetika yang akan diperbaiki. Dua pendekatan prodrug yang ditujukan untuk meningkatkan kelarutan senyawa sukar larut dalam air adalah: (1) menurunkan titik lebur senyawa induk dengan derivatisasi dan/ atau (2) menambahkan promoiety polar/yang dapat terionkan pada senyawa induk. Prodrug-prodrug larut air pada umumnya didapat pada gugus fosfat, suksinat atau asam amino dari gugus hidroksil (Stella dan Nti Addae, 2007; Roche, 1987).

Fenitoin merupakan senyawa asam lemah yang sukar larut dalam air (pKa 8,3), memiliki gugus imida dalam struktur molekulnya. Dengan menggantikan satu proton NH tipe imida dengan suatu gugus fosfonooksimetil membentuk prodrug yang dikenal sebagai fosfenitoin. Fosfenitoin merupakan salah satu bentuk prodrug yang mampu meningkatkan kelarutan fenitoin dari 20-25 µg/mL menjadi 140 mg/mL. Selain itu fosfenitoin juga memberikan bioaavailabilitas dan profil keamanan lebih baik dibandingkan bentuk garam natrium fenitoin (Rautiobet al., 2008; Stegemann et al., 2007; Stella, 1995).

Asam-asam amino telah diteliti secara luas dalam penggunaannya sebagai promoiety untuk memperbaiki kelarutan senyawa dalam air dari berbagai macam obat-obat yang mengandung amina dan alkohol. Valacyclovir merupakan bentuk prodrug asam amino acyclovir. Valacyclovir menunjukkan peningkatan kelarutan dari 1,3 mg/mL menjadi 174 mg/mL pada suhu 25 °C dan bioavailabilitas pada penggunaan secara oral meningkat dari 12-20 menjadi 54 % (Santos et al., 2009; Rautiob et al., 2008, Steingrimsdottir et al., 2000).

Midodrine merupakan prodrug dengan gugus promoeity berasal dari asam amino glisin. Bioavailabilitas midodrine setelah penggunaan per oral meningkat dari 50% (desglymidodrine) menjadi 93% (midodrine) (Rautiob et al., 2008). Prodrug ester camphothecin dengan serangkaian gugus α-asam amino (glisin, alanin, aminobutirat dan norvalin) telah disintesis, dikarakterisasi dan dievaluasi oleh Deshmukh et al. (2010).

Gambar 2.4. Prodrug yang larut dalam cairan saluran cerna memberikan konsentrasi besar sebagai kekuatan pendorong dalam absorbsi. Pemutusan promoeity oleh suatu enzim di brush border yang terikat membran melepaskan senyawa induk lipofilik di sekitar membran mukosa (Fleisher et al., 1996).

Hecker et al. (2003) telah meneliti peningkatan kelarutan cephalosporin yang dibuat prodrug ester dengan gugus promoiety dari berbagai macam asam amino. Penelitian Hecker et al. (2003) menunjukkan pembentukan prodrug asam amino dengan alanin mampu meningkatkan kelarutan cephalosporin dua kalinya (dari semula 4,5 mg/mL), sebanding dengan serin dan melepaskan senyawa induk cephalosposin (secara in vitro) lebih besar (83%) dibandingkan serin (3%). Lisin mampu meningkatkan kelarutan cephalosporin lebih dari 5 kali dan mampu melepaskan senyawa induk secara in vitro sebesar 23%. Sedangkan

peningkatan kelarutan cephalosporin dengan asam amino glisin hanya sebesar 1,3 kali, akan tetapi prodrug yang terbentuk menunjukkan kecepatan yang cukup untuk berubah menjadi senyawa induk secara in vivo. Oleh karena itu dalam penelitian ini asam amino yang digunakan sebagai promoeity yaitu glisin, alanin, dan lisin.

Selain memberikan kelarutan yang baik dalam air, penggunaan asam-asam amino sebagai promoiety dapat segera diubah oleh enzim esterase dan atau peptidase yang terdapat dalam tubuh. Promoiety asam amino juga disukai karena dilepaskan secara alami sebagai keutuhan non toksik saat terjadi perubahan bentuk dalam tubuh (Hemenway et al., Suatu prodrug dengan kelarutan tinggi memberikan kekuatan pendorong (gradien konsentrasi) dibandingkan senyawa obat induk ketika diabsorbsi. Senyawa induk dengan koefisien partisi tinggi memberikan keuntungan ketika terjadi rekonversi prodrug oleh enzim di brush broder membran mukosa dalam saluran cerna. Pada kondisi tersebut prodrug akan dilepas menjadi senyawa induk yang permeabel. Rekonversi prodrug yang cepat dalam saluran cerna akan membantu memperbaiki keterbatasan absorbsi (Fleisher et al., 1996).