• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.4. TINJAUAN TENTANG ASAM AMINO

Asam amino merupakan suatu molekul yang mengandung baik suatu gugus karboksilat maupun suatu gugus amino dan rantai samping yang bervariasi di antara asam amino yang berbeda. Oleh karena itu asam amino bersifat amfoter. Asam amino larut dalam air dan pelarut polar lain. Asam amino mempunyai momen dipol yang besar, bersifat kurang asam dibandingkan kebanyakan asam karboksilat dan kurang basa dibandingkan kebanyakan amina. Hal ini dikarenakan suatu asam amino mengandung gugus amino basa dan gugus karboksil asam dalam satu molekul (Murray, 2008; Fessenden dan Fessenden,1982).

Dua puluh asam amino lazim dijumpai dalam protein tubuh manusia. Manusia hanya dapat mensintesis sebelas dari duapuluh asam amino yang terdapat dalam protein manusia. Sembilan asam amino tersisa diperoleh dari biosintesis yang berasal dari tanaman ataupun hewan. Asam amino yang terdapat dalam protein adalah asam α-aminokarboksilat. Variasi dalam struktur monomer-monomer terjadi dalam rantai samping. Asam amino paling sederhana adalah asam aminoasetat (H2NCH2CO2H) yang disebut glisin. Glisin tidak memiliki rantai samping oleh karenanya tidak mengandung suatu karbon kiral. Semua asam amino lain mempunyai rantai samping dan karena itu karbon α-nya bersifat kiral. Asam amino yang digunakan sebagai promoeity dalam penelitian ini adalah glisin, alanin, dan lisin sebagaimana struktur molekulnya dapat dilihat pada Gambar 2.12 (Murray, 2008; Fessenden dan Fessenden,1982).

Glisin merupakan asam amino dengan rantai samping gugus R' polar tidak bermuatan. Glisin mempunyai kelarutan dalam air 250 g/L (25 ºC). Alanin merupakan asam amino dengan rantai samping gugus R' nonpolar mempunyai kelarutan dalam air 121 g/L (25 ºC). Lisin merupakan asam amino dengan rantai samping gugus R' bermuatan

positif dan mengandung gugus NH2 ekstra, sangat mudah larut dalam air (1000 g/L) (Murray, 2008; O'Neil, 2006).

Berdasarkan struktur rantai samping, asam amino dapat dibagi menjadi tiga yaitu asam amino yang bersifat asam, basa, dan netral. Dua asam amino mempunyai rantai samping yang mengandung gugus karboksil, senyawaan ini dikelompokkan sebagai asam amino bersifat asam, yaitu asam glutamat dan asam aspartat. Tiga asam amino mengandung gugus amino pada rantai samping dikelompokkan sebagai asam amino basa, yaitu lisin, arginin, dan histidin. Lima belas asam amino tersisa dikelompokkan sebagai asam amino netral, seperti alanin, serin, sistein, dan glutamin. Beberapa rantai samping asam amino netral mengandung gugus –OH, -SH atau gugus polar yang dapat membentuk ikatan hidrogen (Murray, 2008, Fessenden and Fessenden, 1982).

(a) (b) (c)

Gambar 2.12. Struktur molekul asam amino glisin (a), alanin (b), dan lisin (c)

Asam amino dalam larutan air terutama berada dalam bentuk ion dipolar atau zwiterion. Zwiterion asam amino merupakan garam internal sehingga mempunyai sifat seperti garam. Asam amino mempunyai momen dipol besar, sehingga larut dalam air dan pelarut polar lain, tetapi tidak larut dalam pelarut non polar seperti dietil eter atau benzene. Asam amino merupakan senyawa kristalin dengan titik lebur tinggi. Suatu asam amino mengalami reaksi asam-basa dalam menghasilkan suatu ion dipolar yang juga disebut zwitterion. Oleh karena terjadinya muatan ion, suatu asam amino mempunyai banyak sifat garam (Murray, 2008; Fessenden dan Fessenden, 1982).

Suatu asam amino mengandung baik suatu ion karboksilat (-CO2-) maupun suatu ion ammonium (-NH3+) dalam sebuah molekul. Oleh karena itu asam amino bersifat amfoter, asam ini dapat bereaksi baik dengan asam maupun basa tergantung lingkungannya. Dalam lingkungan larutan asam, zwiterion asam amino adalah basa yang dapat memberikan sebuah proton menghasilkan suatu kation. Dalam larutan basa, zwiterion merupakan suatu asam yang kehilangan sebuah proton membentuk suatu anion. Karboksilat, CO2- bertindak sebagai sisi basa dan menerima sebuah proton dalam larutan asam, sedangkan kation ammonium bertindak sebagai sisi asam dan memberikan sebuah proton dalam larutan basa (Murray 2008; Fessenden dan Fessenden 1982).

Pada titik tengah skala pH dalam mana asam amino berada dalam bentuk setimbang antara kation dan anion dan berada terutama dalam keadaan netral disebut sebagai pH isolektrik (isoelectric point/ PI). Titik isoelektrik asam amino tergantung pada struktur asam amino. Asam amino netral mempunyai titik isoelektrik mendekati netral antara 5,0 – 6,5. Asam amino bersifat asam mempunyai titik isoelektrik pada pH lebih rendah, sehingga deprotonasi tidak terjadi pada rantai samping –CO2H. Sebaliknya pada asam amino bersifat basa mempunyai titik isoelektrik pada pH lebih tinggi sehingga protonasi tidak terjadi pada rantai samping gugus amino (Murray, 2008).

2.5 TINJAUAN TENTANG PEMBENTUKAN PRODRUG

Pembentukan prodrug karbamazepin dengan gugus promoeity asam amino dibuat dengan metode carbodiimida. Metode carbodiimida merupakan metode yang paling banyak digunakan dalam pembentukan ikatan peptida. Ikatan peptida dapat dibentuk karena gugus asam karboksil dari salah satu asam amino bereaksi dengan gugus amina dari asam amino lainnya. Carbodiimida berperan dalam mengaktifkan gugus asam karboksil terhadap nukleofilik nitrogen. Salah satu bentuk carbodiimida yang paling banyak digunakan sebagai reagen kopling dalam larutan adalah diisopropilkarbodiimida (DIC). Carbodiimida terdiri dari dua gugus alkilamino yang diikat melalui ikatan rangkap dengan atom karbon yang sama. Carbodiimida merupakan senyawa penarik suatu molekul air dari gugus karboksil dan gugus amina yang berasal dari dua reaktan. Atom oksigen akan pergi ke atom

karbon dari carbodiimida dan atom hidrogen ke atom nitrogen, menghasilkan suatu N,N' disubstitusi yang merupakan dialkilamida dari asam karbonat (Benoiton, 2006).

Pembentukan prodrug karbamazepin dengan promoeity asam amino diawali dengan mereaksikan Boc-asam amino (asam amino dengan gugus NH2 yang dilindungi Boc/t-butoksikarbonil) dengan karbamazepin dan menambahkan diisoprpilkarbodiimida (DIC). Dari reaksi tersebut terjadi ikatan antara gugus karboksil asam amino dengan gugus amida karbamazepin. Tahap berikutnya adalah menghilangkan pelindung Boc yang terdapat dalam asam amino. Beberapa metode dapat digunakan untuk menghilangkan Boc di antaranya dengan menggunakan trifluoroacetic acid dalam diklorometana (TFA/DCM) dengan perbandingan 1:1. Metode ini memiliki kelemahan ketika senyawa hasil sintesis yang mengandung Boc berada dalam suasana asam oleh karena adanya TFA, maka akan terjadi pemutusan ikatan tidak hanya Boc tetapi juga senyawa target (Benoiton, 2006). Selain menggunakan TFA deproteksi juga dapat dilakukan dengan memanaskan senyawa dalam air mendidih pada tekanan tertentu dalam waktu 10-20 menit (Zinelaabidine , 2012).

BAB III