• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.2 KARAKTERISASI SIFAT FISIKOKIMIA

5.3.3 Parameter Farmakokinetika Senyawa Prodrug dan Campuran Fisik

( ] [ ] [ kmt kelt m el P m P e e k k PD k D    ...(5.4)

Kadar obat karbamazepin dalam urin dapat diprediksi dengan persamaan 5.5 di bawah ini. P el u k D dt D d[ ] [ ] ...(5.5)

5.3.3 Parameter Farmakokinetika Senyawa Prodrug dan Campuran Fisik

Dari data uji bioavalabilitas (Lampiran 19) dilakukan perhitungan parameter farmakokinetika. Parameter farmakokinetika ditentukan dengan terlebih dahulu menghitung konstante laju absorbsi (ka) dan konstante laju eliminasi (kel). Penentuan konstante laju absorbsi (ka) dan konstante laju eliminasi (kel) dari masing-masing perlakuan senyawa uji diperoleh dari fase absorbsi dan fase eliminasi data bioavailabiltas. Proses absorbsi dan eliminasi mengikuti kinetika orde 1, sehingga nilai ka dan kel dapat dihitung berdasarkan rumus kinetika orde 1. Plot hubungan antara log kadar KBZ dalam darah terhadap waktu dari masing-masing perlakuan menghasilkan persamaan regresi dengan suatu nilai slope. Nilai konstante laju absobsi (ka) dan konstante laju eliminasi (kel) dapat dihitung dari (k) = slope x 2,303 (Shargel et al., 2005). Haga ka dari masing-masing senyawa uji dapat dilihat pada Tabel 5.17.

Pembentukan senyawa prodrug karbamazepin-asam amino bertujuan untuk meningkatkan kelarutan senyawa KBZ dalam air dan setelah berada dalam tubuh prodrug diurai menjadi senyawa induk KBZ oleh enzim-enzim peptidase yang terdapat dalam saluran cerna, darah, dan jaringan yang ada dalam tubuh (Stella et al., 2007).

Tabel 5.17 Nilai ka masing-masing senyawa dalam plasma darah kelinci

Senyawa Persamaan Regresi nilai r ka (jam-1)

KBZ y = 0,0855 x - 0,1232 0,9918 0,20 P KBZ-GLI y = 0,2053 x - 0,2158 1,0000 0,47 P KBZ-ALA y = 0,5600 x + 0,7100 1,0000 1,28 P KBZ-LIS y = 0,2174 x + 0,3338 0,9986 0,50 CF KBZ-GLI y = 0,1318 x - 0,5070 0,9809 0,30 CF KBZ-ALA y = 0,2102 x - 0,1491 0,9902 0,48 CF KBZ-LIS y = 0,1918 x + 0,0902 0,9716 0,44

Kelarutan suatu obat berpengaruh terhadap disolusinya dan disolusi dapat digunakan untuk memprediksi ketersediaan hayati obat dalam tubuh (bioavailabilitas) secara in vitro (Shargel et al., 2005). Hasil uji sifat fisikokimia menunjukkan bahwa kelarutan bentuk prodrug PD-KBZ-ALA > PD-KBZ-LIS > PD-KBZ-GLI lebih besar daripada kelarutan campuran fisiknya maupun senyawa awal KBZ. Kelarutan senyawa prodrug berkorelasi dengan disolusinya, namun tidak demikian dengan campuran fisik. Pembentukan polimorf dihidrat KBZ pada campuran fisik CF-KBZ-AA yang diteliti menyebabkan kelarutannya tidak berbeda bermakna dibandingkan kelarutan senyawa awal KBZ namun adanya asam amino GLI, ALA, atau LIS mampu meningkatkan disolusinya sampai menit ke-30.

Disolusi merupakan proses kinetik (bergantung pada waktu) dan menggambarkan tahap akhir pelepasan obat sebelum obat diabsorbsi dan memberikan efek farmakologi (Sinko, 2011). Senyawa yang memiliki disolusi lebih baik, akan dilepas secara sempurna sehingga menghasilkan kadar obat dalam plasma yang lebih tinggi. Oleh karena itu, disolusi dapat memengaruhi mula kerja, intensitas, dan durasi respon terapeutik dan mengendalikan keseluruhan aspek bioavailabilitas (Ansel et al., 2011). Konstante laju absorbsi (ka) berkorelasi dengan konstante laju disolusi. Data hasil penelitian menunjukkan bahwa senyawa yang memiliki disolusi besar memberikan nilai ka yang besar pula. Senyawa prodrug PD-KBZ-ALA memiliki nilai ka paling besar di antara senyawa yang diuji, sebanding dengan hasil kelarutan dan disolusinya. Demikian halnya terjadi pada senyawa prodrug PD-KBZ-LIS dan PD-KBZ-GLI.

Dari data diketahui nilai konstante laju absorbsi (ka)senyawa prodrug > campuran fisik > KBZ. Nilai ka hasil penelitian menunjukkan bahwa kecepatan absorbsi obat masuk ke dalam sistemik dipengaruhi oleh laju disolusi senyawa secara in vitro. Ada korelasi antara konstante laju disolusi senyawa uji dengan nilai konstante laju absorbsi obat masuk ke dalam sistem sistemik. Senyawa yang memiliki laju disolusi cepat juga memiliki laju absorbsi besar. Dalam saluran cerna tersedia senyawa terlarut dalam jumlah besar bagi senyawa yang memiliki disolusi besar. Oleh karenanya tersedia gradien konsentrasi yang besar sebagai kekuatan pendorong dalam absorbsi masuk ke dalam sirkulasi sistemik, terutama bagi senyawa yang ditranspor dengan mekanisme difusi pasif (Shargel et al., 2005; Sinko, 2011). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pembentukan senyawa prodrug selain dapat memperbaiki kelarutan dan disolusi karbamazepin juga dapat memperbaiki laju absorbsinya.

Waktu paruh (t1/2) merupakan parameter farmakokinetika yang dapat digunakan untuk menggambarkan lama obat berada dalam tubuh. Waktu paruh menyatakan waktu yang dibutuhkan sehingga kadar obat dalam tubuh tinggal separuhnya. Hasil penelitian dalam Tabel 5.18 dapat diketahui bahwa t1/2 ditentukan oleh nilai konstante laju eliminasinya (kel). Semakin besar nilai kel maka semakin kecil atau semakin singkat obat berada dalam tubuh (Shargel et al., 2005). Data menunjukkan bahwa KBZ dan campuran fisik memiliki nilai kel kurang lebih sama. Hal ini dikarenakan dalam cairan tubuh campuran fisik akan terdisosiasi menjadi senyawa awal KBZ dan asam amino. Campuran fisik dalam tubuh akan dieliminasi sesuai dengan senyawa induk KBZ, sehingga menghasilkan nilai kel dan waktu paruh yang tidak berbeda. Sebaliknya senyawa prodrug dalam cairan tubuh memiliki struktur molekul yang berbeda dari struktur molekul KBZ. Oleh karenanya nilai kel juga berbeda dan dari data diketahui nilai kel senyawa prodrug lebih besar daripada nilai kel KBZ.

Waktu mencapai kadar maksimum obat dalam darah dinyatakan dengan tmaks. nilai

tmaks = k ka k ka  ) / ln( ... (5.2)

Waktu mencapai kadar maksimum, tmaks bergantung pada konstante laju absorbsi (ka) dan konstante laju eliminasi (kel). Absorbsi tercepat akan mengakibatkan waktu untuk mencapai kadar puncak dalam plasma (tmaks) menjadi lebih pendek (Shargel et al., 2005).

Tabel 5.19 memperlihatkan nilai tmaks senyawa prodrug PD-KBZ-ALA yang memiliki nilai ka paling besar menunjukkan nilai tmaks paling pendek. Waktu mencapai kadar maksimum, tmaks senyawa prodrug lebih cepat dibandingkan senyawa awal KBZ maupun campuran fisik.

Tabel 5.18 Nilai kel masing-masing perlakuan dalam plasma darah kelinci

Senyawa Persamaan regresi nilai r (jamkel-1 ) (jam) t1/2

KBZ y = 0,0579 x + 0,8240 0,9948 0,13 5,33 P KBZ-GLI y = 0,1679 x + 1,2418 0,9999 0,38 1,82 P KBZ-ALA y = 0,1001 x + 0,7476 0,9796 0,23 3,01 P KBZ-LIS y = 0,1073 x + 0,9972 0,9862 0,25 2,77 CF KBZ-GLI y = 0,0513 x + 0,4937 0,9766 0,12 5,78 CF KBZ-ALA y = 0,0542 x + 0,5661 0,9509 0,12 5,78 CF KBZ-LIS y = 0,0558 x + 0,9533 0,9466 0,13 5,33

Tabel 5.19 Hasil perhitungan k absorbsi (ka), k eliminasi (kel) dan tmaks

dari masing-masing senyawa dalam plasma darah kelinci

Senyawa ka (jam-1) kel (jam-1) tmaks (jam)

KBZ 0,20 0,13 6,14 P KBZ-GLI 0,47 0,38 2,18 P KBZ-ALA 1,28 0,23 1,63 P KBZ-LIS 0,50 0,25 2,77 CF KBZ-GLI 0,30 0,12 5,09 CF KBZ-ALA 0,48 0,12 3,85 CF KBZ-LIS 0,44 0,13 3,93

Karbamazepin menunjukkan nilai tmaks paling lama dibandingkan bentuk senyawa prodrug maupun campuran fisik. Fakta ini memperkuat pendapat bahwa senyawa obat

yang memiliki kelarutan dalam air kecil, maka laju disolusi akan merupakan tahap penentu kecepatan ketersediaan hayati obat dalam tubuh (Shargel et al., 2005). Waktu mencapai kadar puncak yang lebih singkat pada senyawa prodrug akan memberikan dampak terhadap mula kerja obat (onset of action) yang lebih cepat dibandingkan senyawa awal KBZ maupun campuran fisik (Ansel, 2011).

Tabel 5.20 Parameter farmakokinetika (tmaks, Cmaks, dan AUC0-12 ) dari masing-masing senyawa dalam plasma darah kelinci

Senyawa tmaks (jam) Cmaks (μg/mL) AUC0-12 (μg jam/mL)

KBZ 6,14 2,56 20,59 P KBZ-GLI 2,18 1,62 15,47 P KBZ-ALA 1,63 4,38 21,99 P KBZ-LIS 2,77 6,75 34,48 CF KBZ-GLI 5,09 1,38 11,88 CF KBZ-ALA 3,85 2,04 18,08 CF KBZ-LIS 3,93 4,85 37,31

Kadar puncak dalam plasma, Cmaks adalah kadar obat maksimum dalam plasma setelah pemakaian obat secara oral. Cmaks merupakan petunjuk bahwa obat diabsorbsi dalam jumlah cukup untuk memberikan respon terapeutik. Untuk mencapai kadar puncak dalam plasma melibatkan proses absorbsi dan eliminasi. Kadar puncak dalam plasma (Cmaks) senyawa uji dapat dilihat pada Tabel 5.21, menunjukkan bahwa senyawa prodrug PD-KBZ-LIS memberikan kadar paling tinggi sebesar 6,77 μg/mL.

Uji Kruskal-Wallis untuk membandingkan Cmaks senyawa uji dapat dilihat pada

Tabel 5.21. Hasil menunjukkan bahwa Cmaks senyawa prodrug meningkat tidak bermakna dibandingkan senyawa KBZ maupun campuran fisiknya. Nilai Cmaks

menunjukkan pembentukan senyawa prodrug PD-KBZ-GLI, PD-KBZ-LIS dan PD-KBZ-ALA dapat meningkatkan kadar puncak KBZ dalam plasma tidak bermakna dibandingkan KBZ maupun campuran fisiknya.

Hasil penelitian terhadap hewan coba kelinci menunjukkan Cmaks senyawa prodrug PD-KBZ-ALA dan PD-KBZ-LIS sebesar 4,38 - 6,77 μg/mL dicapai pada saat jam ke 1,63 dan 2,77. Untuk mengetahui efektivitas senyawa uji, maka dilakukan uji Kruskal-Wallis dilanjutkan dengan Mann Whitney terhadap kadar KBZ dalam plasma

saat 2 jam dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel 5.22 dan Tabel 5.23.

Tabel 5.21 Hasil uji Kruskal Wallis dan Mann-Whitney untuk mengetahui pengaruh jenis senyawa terhadap kadar maksimal KBZ dalam plasma darah kelinci

Jenis sistem N Rerata kadar KBZ

(μg/mL) ± SE Hasil Kruskal-Wallis Kesimpulan

KBZ 5 2,59 ± 0,52 Χ2 = 8,245 p= 0,221 Beda tidak bermakna PD-KBZ-GLI 5 2,88 ± 0,46 PD-KBZ-ALA 5 4,38 ± 3,60 PD-KBZ-LIS 5 6,77 ± 3,45 CF-KBZ-GI 5 1,49 ± 0,24 CF-KBZ-ALA 5 2,06 ± 0,60 CF-KBZ-LIS 5 4,90 ± 1,65 Total 35

Hasil uji Mann-Whitney kadar KBZ setelah pemakaian 2 jam menunjukkan bahwa senyawa prodrug PD-KBZ-LIS memberikan kadar meningkat bermakna dibandingkan KBZ, namun memberikan kadar meningkat tidak bermakna dibandingkan campuran fisik CF-KBZ-LIS. Hal ini menunjukkan bahwa pembentukan senyawa prodrug PD-KBZ-LIS tidak hanya mampu meningkatkan kelarutan maupun disolusi melainkan mampu meningkatkan bioavailabilitas KBZ.

Tabel 5.22 Hasil Uji Kruskal Wallis dan Mann-Whitney untuk mengetahui pengaruh jenis senyawa terhadap C2jam KBZ dalam plasma darah kelinci

Jenis sistem N Rerata kadar KBZ

(μg/mL) ± SE Hasil Kruskal Wallis Kesimpulan

KBZ 5 1,11 ± 0,23 a

Χ2 = 9,318

p= 0,156 Beda tidak bermakna

PD-KBZ-GLI 5 1,56 ± 0,51 a PD-KBZ-ALA 5 3,63 ± 2,64 a PD-KBZ-LIS 5 6,65 ± 3,54 b CF-KBZ-GI 5 0,75 ± 0,23 a CF-KBZ-ALA 5 1,84 ± 0,56 a CF-KBZ-LIS 5 2,79 ± 1,30 a Total 35

Tabel 5.23 Hasil Uji Mann-Whitney untuk mengetahui perubahan kadar KBZ dalam plasma setelah pemakaian senyawa uji 2 jam

NO Kelompok yang diuji Mann Whitney

a b Hasil Kesimpulan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 KBZ KBZ KBZ KBZ KBZ KBZ PD-KBZ-GLI PD-KBZ-ALA PD-KBZ-LIS PD-KBZ-GLI PD-KBZ-ALA PD-KBZ-LIS CF-KBZ-GLI CF-KBZ-ALA CF-KBZ-LIS CF-KBZ-GLI CF-KBZ-ALA CF-KBZ-LIS Z=-0,522 p=0,602 Z=-0,104 p=0,917 Z=-1,984 p=0,047 Z=-1,149 p=0,251 Z=-1,149 p=0,251 Z=-1,149 p=0,251 Z=-1,149 p=0,251 Z=-0,522 p=0,602 Z=-1,149 p=0,251

Beda tidak bermakna Beda tidak bermakna

Beda bermakna Beda tidak bermakna Beda tidak bermakna Beda tidak bermakna Beda tidak bermakna Beda tidak bermakna Beda tidak bermakna

Proses absorbsi selain dipengaruhi oleh sifat fisikokimia obat juga dipengaruhi faktor biologis tempat absorbsi. Sifat fisikokimia obat yang berperan utamanya adalah kelarutan dan lipofilisitas (Shargel et al., 2005). Kelarutan dan disolusi berpengaruh terhadap jumlah obat yang melarut pada tempat absorbsi. Bila mekanisme absorbsi merupakan proses difusi pasif, maka senyawa yang melarut dengan jumlah lebih besar akan memberikan gradien konsentrasi yang besar pada kadar obat yang masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Gradien konsentrasi yang besar itu berperan terhadap tenaga pendorong absorbsi obat dalam sirkulasi sistemik, sehingga diperoleh kadar obat dalam plasma lebih besar (Shargel et al., 200512).

Lipofilisitas secara in vitro dapat diprediksi dengan menentukan koefisien partisi senyawa obat. Bentuk prodrug merupakan senyawa yang aktif setelah masuk dalam tubuh karena mengalami proses pemutusan ikatan secara enzimatis menjadi senyawa induk. Senyawa prodrug yang diberikan pada hewan coba akan mengalami pemutusan ikatan secara enzimatis oleh enzim peptidase yang terdapat pada sepanjang saluran cerna, darah dan jaringan lain menjadi senyawa induk KBZ dan asam amino yang berperan sebagai promoeity (Stella et al., 2007).

Faktor biologis yang memengaruhi proses absorbsi seperti struktur saluran cerna, motilitas saluran cerna, waktu pengosongan lambung dan kecepatan aliran darah sangat bervariasi pada setiap individu. Hewan coba kelinci yang digunakan pada percobaan ini dapat diminimalkan pengaruh faktor biologisnya dengan cara dibatasi persyaratan terhadap usia, jenis kelamin, jenis kelinci, berat badan dan makanan yang diberikan.

Selain faktor-faktor tersebut adanya nutrien dalam saluran cerna juga akan memengaruhi proses absorbsi.

Penelitian Hecker et al. (2003) menunjukkan bahwa, senyawa prodrug cephalosporin yang dibuat dengan gugus promoeity asam amino mengalami pemutusan ikatan menjadi senyawa induk dalam plasma darah. Kecepatan pemutusan ikatan senyawa prodrug cephalosporin dengan gugus promoeity asam amino rantai lebih panjang terjadi lebih cepat daripada asam amino rantai pendek. Senyawa prodrug PD-KBZ-LIS dengan rantai samping gugus (CH2)4NH2 memiliki rantai samping lebih panjang daripada senyawa PD-KBZ-ALA dengan rantai samping CH3. Fenomena Cmaks

dan AUC0-12 senyawa PD-KBZ-LIS yang lebih besar daripada senyawa PD-KBZ-ALA dapat dihubungkan dengan kecepatan pemutusan senyawa prodrug dalam plasma darah. Untuk itu diperlukan penelitian berkaitan dengan kecepatan pemutusan ikatan senyawa prodrug secara enzimatis dan kimiawi.

Senyawa prodrug PD-KBZ-ALA memiliki struktur molekul yang lebih kecil daripada senyawa PD-KBZ-LIS dan nilai koefisien partisi yang lebih besar bermakna (1,89) daripada senyawa PD-KBZ-LIS (1,13). Struktur molekul yang lebih kecil dan lipofilisitas yang lebih baik memungkinkan senyawa prodrug PD-KBZ-ALA diabsorbsi dalam jumlah lebih banyak dalam bentuk senyawa prodrug. Pemutusan ikatan senyawa prodrug PD-KBZ-ALA menjadi senyawa induk KBZ lebih banyak terjadi dalam plasma darah. Pemutusan ikatan senyawa prodrug PD-KBZ-ALA menjadi senyawa induk KBZ dalam darah memerlukan waktu lebih lama dibandingkan pemutusan ikatan senyawa prodrug PD-KBZ-LIS. Oleh karena itu kadar KBZ dalam plasma darah dari senyawa prodrug PD-KBZ-ALAlebih rendah daripada senyawa prodrug PD-KBZ-LIS.

Area under curve (AUC) menyatakan ukuran dari jumlah bioavailabilitas suatu obat. AUC mencerminkan total obat aktif yang diabsorbsi mencapai sirkulasi sistemik. nilai AUC dipengaruhi oleh dosis yang diberikan, dalam penelitian ini besar dosis yang diberikan antar perlakuan dibuat sama yaitu sebesar 0,5 mol (setara 120 mg KBZ). Profil bioavailabilitas yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan fase eliminasi dari masing-masing senyawa belum berlangsung dengan sempurna. Oleh karena itu data AUC yang disajikan sampai jam ke-12 belum mampu menggambarkan jumlah total obat yang ada dalam plasma darah setelah pemberian secara per oral.

diperoleh menunjukkan nilai AUC0-12 senyawa prodrug PD-KBZ-ALA dan PD-KBZ-LIS lebih besar daripada nilai AUC0-12 KBZ. Nilai AUC0-12 senyawaprodrug PD-KBZ-GLI lebih kecil daripada nilai AUC0-12 KBZ, meskipun diketahui bahwa nilai ka senyawa prodrugPD-KBZ-GLI lebih besar daripada KBZ. Demikian juga terjadi pada campuran fisik CF-KBZ-GLI memiliki nilai AUC0-12 lebih kecil daripada KBZ dan senyawa prodrug PD-KBZ-GLI. Peningkatan kelarutan dalam air senyawa prodrug PD-KBZ-GLI yang kemudian berdampak terhadap peningkatan disolusinya, memberikan kadar KBZ yang lebih besar di tempat absorbsi. Fenomena ini menunjukkan bahwa meskipun kecepatan absorbsi senyawa prodrug PD-KBZ-GLI besar namun tidak diikuti dengan kadar KBZ dalam plasma darah yang besar pula. Kecepatan absorbsi senyawa obat ditentukan oleh jumlah obat di tempat absorbsi, namun tidak menggambarkan jumlah obat yang diabsorbsi. Hal ini terlihat pada kadar Cmaks campuran fisik CF-KBZ-GLI maupun senyawa prodrug PD-KBZ-GLI yang lebih rendah daripada semua senyawa yang diuji.

Uji bioavalabilitas secara keseluruhan terhadap senyawa prodrug menunjukkan bahwa laju disolusi merupakan karakteristik fisikokimia penentu absorbsi. Pembentukan prodrug mampu meningkatkan laju disolusi KBZ dibandingkan senyawa awal KBZ maupun campuran fisik. Laju disolusi yang meningkat mampu memberikan jumlah KBZ terlarut yang besar di tempat absorbsi sehingga merupakan tenaga pendorong bagi absorbsi KBZ masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Pemilihan asam amino yang digunakan sebagai promoeity perlu dipertimbangkan, tidak hanya mampu meningkatkan kelarutan senyawa obat tetapi harus dipertimbangkan pengaruhnya terhadap proses absorbsi.

Berdasarkan hasil uji sifat fisikokimia (kelarutan, disolusi, dan koefisien partisi) dan uji bioavailabilitas (tmaks, Cmaks, dan AUC0-12) di antara ketiga senyawa prodrug yang dibuat maka senyawa prodrug PD-KBZ-LIS merupakan senyawa yang dipilih untuk dikembangkan lebih lanjut.