• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menurut Schmid (1987), kelembagaan merupakan inovasi manusia untuk

mengatur atau mengontrol interdependensi antar manusia terhadap sesuatu, kondisi atau situasi melalui inovasi dalam hak pemilikan, aturan representasi atau

batas yurisdiksi. Sementara itu, menurut Samuel Hutingon dalam Peters (2000)

menetapkan empat kriteria terjadinya proses institusionalisasi yaitu; (a) otonomi; (b) adaptabilitas; (c) kompleksitas dan (d) koheren.

Dari beberapa pengertian kelembagaan tersebut, maka bentuk kelembagaan tersebut dapat berupa orgnisasi dan aturan main atau bahkan dapat berupa norma atau nilai yang berkembang dalam masyarakat, seperti pengetahuan lokal. Dalam pembangunan perhutanan sosial kelembagaan yang dibangun berupa struktur organisasi atau kelompok dan aturan main atau awik-awik kelompok.

Dalam pengelolaan HKm di Pulau Lombok dapat dikatagorikan dua kelembagaan yang berperan yaitu kelembagaan sosial (masyarakat) dan kelembagaan formal HKm (kelembagaan yang dikembangkan oleh pemerintah). Kelembagaan sosial tersebut berupa nilai-nilai ataupun pengetahuan lokal yang ada dan berkaitan dengan sumberdaya hutan.

Sementara itu, kelembagaan formal HKm merupakan kelembagaan dengan struktur organisasi dan aturan main yang dikembangkan oleh masyarakat atas instruksi dan harapan pemerintah. Bentuk kelembagaan formal tersebut dapat berupa kelompok tani hutan dan koperasi sesuai yang diamanahkan dalam Surat Keputusan Menteri Kehutanan tentang Hutan Kemasyarakatan. Meskipun

kelembagaan formal memiliki bentuk yang sama namun, memiliki aturan main yang berbeda satu dengan lainnya. Aturan main dibangun oleh kelompok HKm yang dianggkat dari kondisi lokal dan permasalahan yang dihadapi.

Hasil penelitian ini menemukan bahwa kelembagaan masyarakat dan kelembagaan formal HKm memberikan peran dalam pembangunan HKm dalam hal sebagai pusat informasi, pelaksana teknis dan pengaturan aturan main kelompok. Dari Gambar 15. dapat diberikan makna bahwa dalam pembangunan HKm terdapat dua bentuk kelembagaan yang terlibat yaitu kelembagaan yang bersifat formal dan non formal. Kelembagaan yang besifat formal merupakan kelembagaan pemerintah dan kelembagaan masyarakat yang dibentuk untuk kepentingan pembangunan HKm, sedangkan kelembagaan non formal merupakan kelembagaan yang bersumber dari nilai-nilai atau pengetahuan lokal masyarakat.

Keterangan :

Hubungan Koordinasi :

Hubungan Langsung :

Hubungan Timbal-balik :

Gambar 15. Hubungan Kelembagaan Sosial dan Kelembagaan Formal dengan Kelompok Masyarakat HKm Dalam Kawasan Hutan Lindung di Pulau Lombok Dinas Kehutanan Provinsi BPDAS Dinas Kehutanan Kabupaten UPTD Desa Kelompok/Kope rasi HKm Kawasan Hutan/HKm Kelembagaan Sosial Besiru Bebangar Kelembagaan Formal Lokaq Hijiban, Tahlillan dan Serakal Program Kehutanan Pusat Forum HKm Sawen/Mangku Alas LSM

155

Hubungan kelembagaan formal dengan masyarakat pengelola HKm umumnya bersifat satu arah sesuai dengan kegiatan atau program pembangunan

HKm yang bersifat top down, sementara antar kelembagaan tersebut formal

tersebut terjadi hubungan koordinasi dan masing-masing kelembagaan tersebut secara langsung bersentuhan dengan masyarakat ataupun kawasan hutan. Demikian juga halnya dengan peran Kelembagaan Desa dalam kawasan HKm yang merupakan kelembagaan yang berfungsi hanya dalam mengkomunikasikan program pemerintah, namun hampir sama sekali tidak berperan dalam menyampaikan permasalahan sumberdaya hutan menuju lembaga terkait dan bahkan Kelembagaan Desa tidak pernah mengangkat persoalaan sumberdaya hutan dalam Musrenbang Desa. Permasalahan tersebut dapat terjadi karena

karakteristik pembangunan HKm masih bersifat top down dan belum bersifat

partisipatif.

Berbeda halnya dengan kelembagaan sosial yang berkembang dalam

masyarakat seperti hijiban/tahlilan/serakal, bebangar, besiru, lokaq dan

sawen(mangku alas) merupakan kelembagaan yang behubungan timbal balik dan hanya berperan sebagai media informasi, gotong royong dan kontrol terhadap kawasan hutan. Namun kelembagaan tersebut belum terevitalisasi dalam pengelolaan kawasan hutan. Kelembagaan tersebut masih bekerja sesuai dengan kondisi masyarakat kawasan hutan. Artinya kelembagaan tersebut belum dimanfaatkan secara optimum oleh pemerintah dan masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya hutan.

6.3.1. Kelembagaan Masyarakat

Kelembagaan masyarakat ataupun tradisional merupakan pengetahuan lokal yang berkembang dalam masyarakat yang mengandung aspek kognitif, regulatif dan normatif dalam pengelolaan sumberdaya alam. Aspek kognitif mengandung makna pengelolaan, sedangkan aspek regulatif mengandung aturan main dan aspek normatif mengandung nilai atau keyakinan terhadap institusi tradisional tersebut (Satria 2006).

Kelembagaan lokal yang terdapat dalam kawasan HKm berupa Lokaq,

Kelembagaan tersebut umumnya belum direvitaslisasi dan dilibatkan dalam

pembangunan Hutan Kemasyarakatan kecuali Lokaq.

Lokaq merupakan pengetahuan lokal masyarakat di Kawasan Hutan Lindung Sesaot yang merupakan orang-orang yang dituakan, disegani dan

dipercaya oleh masyarakat. Lokaq ini ditempatkan paling depan dalam aktivitas

sosial masyarakat. Dalam pembangunan HKm, Lokaq ditempatkan sebagai ketua

blok HKm dan juga ditempatkan sebagai pengurus Forum HKm. Didalam

kepengurusan Forum HKm, Lokaq mendapatkan posisi sebagai hakim dalam

memimpin persidangan pelanggaran awik-awik.

Besiru merupakan pengetahuan lokal yang terdapat dalam seluruh kawasan HKm di Pulau Lombok. Besiru merupakan bentuk arisan kerja atau tolong-menolong pada awal pembukaan lahan. Pengetahuan lokal ini nampaknya tidak bekerja lagi dan masyarakat kawasan tidak lagi memanfaatkan kelembagaan ini. Desakan pola perekonomian masyarakat yang berubah dalam bentuk sistem pengupahan dalam bentuk uang menggeser kelembagaan ini, sehingga menjadi tidak solid lagi. Modal sosial berupa ikatan-ikatan sosial dan solidaritas sosial menjadi luntur dan rapuh. Oleh karena itu, kelembagaan besiru ini tidak mampu lagi dipertahankan atau dirubah dalam bentuk lainnya sebagai bentuk tolong- monolong.

Bebangar merupakan pengetahuan lokal yang berkembang di kawasan

HKm Desa Aikberik. Acara Bebangar dilakukan pada saat pembukaan lahan dan

pengambilan kayu dalam hutan. Bebangar diikuti dengan ritual pemotongan

ternak ayam dan pemasangan Penyawek berupa lekes dari daun sirih dan daun

enau/nira. Pengetahuan lokal ini mengandung nilai/keyakinan bahwa dalam membuka kawasan hutan dan menebang kayu harus mendapat ijin dari kekuatan gaib sebagai penunggu hutan. Implikasi dari Bebangar ini, hutan menjadi terjaga atau terindung dari kehancuran. Namun dalam kenyataannya peran Bebangar dalam pembangunan HKm sangat kecil dan hanya dlakukan oleh sekelompok orang saja yang memang peduli terhadap kelestarian kawasan.

Hijiban dan Tahlillan merupakan pengetahuan lokal yang berkembang hampir pada semua kawasan HKm. Hijiban ini berkembang dan bersentuhan dengan program pembangunan HKm pada kawasan HKm Desa Aikberik dan

157

Stiling Batukliang Utara. Kelembagaan lokal ini memiliki peran sebagai institusi yang mengkomunikasikan informasi secara masal. Dalam program pembangunan HKm, khususnya di Batukliang Utara masih tetap menjaga peran kelembagaan ini. Setiap informasi datang dari pihak pemerintah dan ataupun terdapat permasalahan sumberdaya hutan selalu dikomunikasikan dalam kelembagaan lokal ini.

Keterangan : a). Besar Lingkaran menunjukkan peran kelembagaan dalam pembangunan HKm

b). Jarak merupakan kedekatan hubungan kelembagaan dengan program HKm

Gambar 16. Peran dan Kedekatan Hubungan Kelembagaan Masyarakat dengan Kawasan Hutan Kemasyarakatan di Pulau Lombok

Sawen merupakan kelembagaan lokal yang berkembang di Kecamatan

Bayan Kabupaten Lombok Utara. Kelembagaan Sawen ini mengatur pengelolaan

sumberdaya alam seperti laut, hutan dan pertanian. Khususnya untuk pengelolaan

sumberdaya hutan diatur oleh seorang Mangku Alas. Tugas seorang mangku alas

adalah mengatur pembukaan lahan dan cara pengelolaannya serta cara-cara

memuangut hasil hutan. Suryadi (2006) menjelaskan peran Pemangku dan

Perumbak dalam pengelolaan hutan. Pemangku adalah sosok penjaga keamanan

hutan yang bertanggung jawab atas penegakan hukum adat dalam pelestarian

fungsi hutan, sedangkan Perumbak adalah orang yang tinggal di dalam kawasan

hutan yang memiliki tanggungjawab melindungi satwa hutan dari gangguan Program HKm Hijiban dan Talillan Forum HKm Sawen/ Mangku Alas Besiru Klp. Tani Hutan/ Masyarakat Jarak Bebangar Lokaq

pemburu. Kelembagaan ini sesungguhnya memiliki peran penting dalam pengelolaan kawasan hutan, namun sayang sampai saat ini belum diangkat dan direvitalisasi dan belum memiliki peran dalam pembangunan HKm di Pulau Lombok.

Meskipun cukup banyak pengetahuan lokal yang terdapat di Desa dan disekitar kawasan Hutan Kemasyarakatan, namun belum dilibatkan dan diangkat masuk dalam kelembangaan HKm. Kelembagaan yang dekat dengan

pembangunan HKm adalah Kelompok Tani Hutan, Forum HKm dan Lokaq.

Sementara itu, kelembagaan seperti Besiru, Bebangar dan Hijiban merupakan

pengetahuan lokal yang terbatas sekali pelibatannya dalam pembangunan HKm.

Demikian juga keadaannya dengan Sawen yang memiliki perani besar dalam

pengelolaan hutan tidak dilibatkan dalam pembangunan HKm

Masyarakat belum mampu merevitalisasi pengetahuan lokal tersebut masuk dalam kelembagaan HKm. Masyarakat lebih terfokus dalam pertimbangan- pertimbangan rasional dan dijadikan sebagai konsensus ataupun aturan main yang

sering diselogankan dengan istilah awik-awik. Situasi ini terbangun tidak terlepas

dari peran pendamping masyarakat baik dari dinas/instansi, perguruan tinggi dan LSM. Aturan main sering berpihak sehingga membangun konflik horizontal dan vertikal. Sebagai kasus bahwa aturan main yang berpihak pada masyarakat miskin dan tidak memiliki areal produktif, menyebabkan kelompok masyarakat lainnya yang tidak diakomodir haknya dalam HKm melakukan perambahan dan menamakan dirinya HKm Non Program (Kasus HKm Seaaot).

Dalam penyusunan aturan tersebut hanya didasarkan atas kepentingan pihak tertentu saja dan tidak ada nilai keadilan yang dapat dicapai untuk semua masyarakat disekitar hutan. Rapuhnya kelembagaan sosial masyarakat pada kawasan HKm dan sebagai akibat dari lemahnya pemahaman pendamping tentang kelembagaan dan pengetahuan lokal yang ada dalam masyarakat merupakan faktor yang menyebabkan tidak terangkatnya pengetahuan lokal sebagai aturan main kelembagaan HKm di Pulau Lombok.

159

6.3.2. Kelembagaan Hutan Kemasyarakatan. 6.3.2.1. Stuktur Organisasi

Olson (1977) memberikan pengertian mengenai kelompok (group) atau

organisasi merupakan kumpulan orang-orang yang memiliki kepentingan yang

sama (common interest). Untuk mencapai tujuan bersama tersebut diperlukan

pengaturan melalui struktur organisasi dan perangkatnya. Struktur organisasi merupakan gambaran secara skematis hirarki tugas dan tanggungjawab pengurus (jabatan) dalam suatu institusi. Hirarki yang lebih tinggi memiliki tanggung jawab yang lebih tinggi dan memiliki kekuasaan yang lebih tinggi pula terhadap perangkat yang berada dibawahnya. Perangkat yang sejajar atau sama memiliki arti tanggungjawab yang sama dan memiliki fungsi dan tugas yang sama pula.

Bentuk organisasi yang berkembang untuk pembangunan HKm berupa Kelompok Tani Hutan ataupun Usaha Kehutanan Masyarakat (UKM) dan Koperasi. Kelembagaan ini berkembang karena kedua bentuk kelembagaan tersebut merupakan persyaratan (sesuai dengan SK Menteri Kehutanan tentang HKm) bagi masyarakat bila ingin terlibat dalam pengelolaan HKm. Perbedaan bentuk organisasi memberikan konsekuensi pada perbedaan struktur organisasi dari kelembagaan HKm tersebut.

Hasil penelitian menemukan bahwa bentuk kelembagaan koperasi memiliki struktur organisasi yang lebih kompleks bila dibandingkan dengan bentuk kelembagaan bukan koperasi (Kelompok Tani Hutan dan UKM). Perbedaan dari bentuk kelembagaan HKm ini juga memberikan dampak terhadap efektifitas kelembagaan tersebut dalam menjalankan fungsinya.

Pandangan dalam sosiologi klasik bahwa organisasi merupakan wadah berkumpulnya orang-orang yang diikat oleh sebuah aturan yang tegas dan melaksanakan kegiatan yang telah terkoordinir secara sitematis dalam sebuah struktur guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kemudian pandangan kelompok sosiologi modern memberikan pemahaman bahwa organisasi merupakan sebuah jaringan sistem yang terdiri dari 2 orang atau lebih dengan saling ketergantungan input, proses dan output. Sementara itu, dalam sosiologi post modern mendefiniskan organisasi merupakan tempat negosiasi kekuasaan,

dominasi kelompok dan pertarungan kepentingan, sehingga diperlukan rekonstruksi kekuasaan.

Dari ketiga pandangan tersebut, maka organisasi berfungsi sebagai wadah sekelompok orang-orang yang memiliki kepentingan untuk mengekspresikan kekuasaannya untuk mencapai tujuan tertentu dan dikendalikan oleh aturan yang tegas dalam melaksanakan kegiatannya. Dari pemahaman ini, maka organisasi ataupun kelompok (formal atau informal) memiliki fungsi, tujuan dan aturan yang mengikat anggotanya untuk bertindak sesuai dengan yang diatur dalam organisasi tersebut.

Kemudian dalam kontek bahwa organisasi dalam bentuk kelompok informal seperti kelompok tani, maka kelompok tersebut memiliki peran adalah sebagai media informasi pembangunan, mengefisienkan agen penyuluhan, sistem pelayanan dari pemerintah ke masyarakat, mempermudah alih teknologi dan meningkatkan pendapatan sekaligus kesejahteraan anggota.

Bila dikaitkan dengan kelompok yang terbangun dalam pembangunan HKm di Pulau Lombok bahwa kelompok HKm tersebut hanya mementingkan kepentingan anggotanya saja dan kurang mengarah pada pembangunan hutan yang berkelanjutan. Fakta tersebut terlihat dari rendahnya peran kelompok untuk mencapai pembangunan perhutanan sosial atau kehutanan yang berkelanjutan. Fungsi dan peranan kelompok HKm disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 24 . Fungsi dan Peranan Kelompok dalam Pembangunan HKm pada Kawasan Hutan Lindung di Pulau Lombok.

Fungsi dan Aktivitas Kelompok HKm

Bentuk Kelembagaan

Koperasi Kelompok Tani Hutan/UKM

Fungsi Akses Hak Kelola Hutan Kuat Kuat

Fungsi Kontrol Kawasan Lemah Lemah

Fungsi Pengembangan Ekonomi Masyarakat

Pola Simpan Pinjam Tidak ada

Fungsi Membangun Hutan Lestari

Berlangsung dengan arah kurang jelas

Berlangsung dengan arah kurang jelas

Arus Informasi dan Komunikasi Lamban Lamban

Hubungan antar kelompok Lemah Lemah

Rencana Kerja/ Operasional Kelompok untuk HKm

Tidak Ada Tidak Ada

161

Hasil penelitian menemukan bahwa kelembagaan HKm yang terdapat di Pulau Lombok hampir sepenuhnya berperan sebagai wadah masyarakat untuk dapat memperoleh hak pengelolaan sumberdaya hutan. Fungsi dan peranan lainnya nampaknya terabaikan, seperti sarana komunikasi dan informasi dan pembangunan hutan lestari dan sarana untuk mengontrol kawasan dari perambahan.

Kelompok seharusnya memiliki rencana kerja yang memberikan arah dalam mencapai tujuan kelompok, namun dalam realitanya organisasi/kelompok HKm tidak memilikinya. Artinya, kelembagaan yang terbangun selama ini belum memiliki rencana dan arah dari pembangunan HKm yaitu menuju hutan lestari melalui pelibatan pemberdayaan ekonomi masyarakat.

Meskipun kelembagaan memiliki perangkat berupa Forum Komunikasi yang berperan sebagai sumber informasi dan komunikasi dengan pihak lainnya dan sebagai kelembagaan pengadilan dalam pelanggaran awik-awik, namun kelembagaan ini belum mampu untuk menjalankan fungsinya. Pemasalahannya ternyata terletak pada lemahnya pendanaan kelembagaan dan dihadapkan pada besarnya jumlah kelompok dan tersebar pada lokasi domisili masyarakat

pesanggem. Dana kelompok kurang mampu untuk mengatasi permasalahan tersebut yaitu untuk biaya operasional termasuk biaya komunikasi antar kelembagaan dan individu.

Hal ini terjadi lebih parah lagi pada kelembagaan HKm yang tidak memiliki memiliki kelembagaan berupa Forum HKm, kelembagaan yang dimanfaatkan berupa Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani Hutan) dan Koperasi secara langsung menangani persoalan informasi melalui perangkat yang ada dalam kelembagaan tersebut. Arus komunikasi dan informasi pada anggota HKm sangat lamban dan sering terjadi kemandekan. Besar dan sebaran anggota yang begitu luas dan lemahnya pendanaan kelompok menjadi faktor utama dari terjadinya gangguan arus informasi. Kelembagaan ini sampai sekarang ini belum mampu untuk menggalang dana dari anggota kelompok.

Kelembagaan yang mengelola Hutan Kemasyarakatan hanya dalam dua bentuk yaitu koperasi dan non koperasi (kelompok petani mengelola). Kelembagaan dalam bentuk koperasi hanya terdapat pada HKm di Aikberik dan

Setiling Batukliang Utara, sementara itu HKm di Sesaot Kabupaten Lombok Barat dan Sekaroh Kabupaten Lombok Timur kelembagaannnya berbentuk kelompok tani/kelompok usaha bersama

Dari aspek struktur organisasi HKm yang berkembang di Pulau Lombok menunjukkan keragaman bentuk seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 17,18,19 dan 20. Perbedaan bentuk struktur organisasi tersebut tergantung pada sejarah awal terbentuknya kelembagaan HKm tersebut. Bagi kelembagaan HKm yang berupa koperasi atau KUB, maka nampak struktur organisasinya menjadi lebih kompleks, karena berkembangnya bidang-bidang usaha. Namun sebaliknya, bagi kelembagaan yang hanya berkonsentrasi pada pembangunan HKm semata, maka struktur organisasinya menjadi lebih sederhana, seperti KMPH Desa Sesaot.

Meskipun struktur organisasi SPHKm Darus Shiddiqien lebih kompleks, namun memiliki kelengkapan pengurus untuk pembangunan perhutanan sosial yaitu berupa seksi-seksi seperti penyuluhan, penanaman, ekonomi, keamanan dan pemberdayaan. Dengan demikian Kelembagaan HKm Darus Shiddiqien memiliki keunggulan daripada kelembagaan HKm lainnya.

Kotak 8. Kelembagaan Komunikasi HKm Pasif Karena Pendanaan Kelompok Ahmad Muliadi sebagai ketua Forum HKm bercerita bahwa keuangan kelompok terbatas. Dari setiap anggota diambil retribusi sebesar Rp. 25.000,- per are (0,01 hektar) per tahun dan didistribusikan sebagai berikut :

1. 50 % untuk Desa dan 50 % disetorkan ke Dinas Kehutanan Kabupaten

melalui UPTD sebagai sumber PAD.

2. Dari pembagian 50 % desa dialokasikan sebesar 75 % untuk desa dan 25%

untuk Forum dan Ketua Blok.

3. Dari 25% (forum dan ketua blok) tersebut didistribusikan 65 % untuk

ketua blok, 10% untuk dana operasional dan 25 % untuk Forum HKm.

4. Dari dana 25% FHKm tersebut diatur 50 % Kas Kelompok dan 50 %

untuk kegiatan FHKm.

5. Dana yang terkumpul pada tahun 2010 sekitar 60 juta rupiah dan Forum

HKm hanya memperoleh sekitar Rp. 1.875.000,- untuk setiap tahunnya Dapat dibayangkan bagaimana cukup dana sekitar Rp. 1.875.000, mampu untuk mengkomunikasikan segala bentuk informasi pada seluruh anggota yang tersebar pada tiga desa dalam satu kecamatan tersebut.

163

Sementara itu, pada struktur organisasi kelembagaan HKm yang lainnya tidak terdapat pengurus dengan pembagian tugas untuk pembangunan HKm. Akan tetapi untuk kepengurusan pembangunan HKm ditangani langsung oleh kelompok tani masing-masing melalui wadah kelompok tani hutan yang lebih besar, seperti KMPH (Kelompok Mitra Pengaman Hutan) untuk Desa Sesaot, dan UKM (Usaha Kehutanan Masyarakat) untuk Sekaroh Kabupaten Lombok Timur. Perbedaan Struktur Organisasi perhutanan sosial yang berkembang di Pulau Lombok disajikan pada beberapa bagan berikut ini.

Gambar 17. Bagan Struktur Organisasi Forum HKm Kawasan Hutan Lindung Sesaot Kabupaten Lombok Barat

DEWAN PENGAWAS

• Dishutbun Prov. NTB • Dishutbun Kab. Lobar • Kep. Desa Sedau • Kep. Desa Lb. Sempage • Kep. Desa Batu Mekar • Kep. Desa Sesaot

SEKRETARIS BENDAHARA KETUA FORUM

Ahmad Muliadi

LANG-LANG

9 Orang dari 4 desa •Desa Sedau 2 orang; •Lembah Sempage2 orang •Desa Sesaot 3 orang •Desa Batu Mekar 2 orang

LOKAQ (PEMANGKU) AWIQ-AWIQ KELOMPOK SEDAU KELOMPOK LEMBAH SEMPAGA KMPH KELOMPOK DARWITE (Sesaot Lauk) KELOMPOK Mule Paice KELOMPOK Wana Lestari (Sesaot Daye) FORUM RANGET

Gambar 18. Bagan Struktur Organisasi HKm Desa Sesaot Kecamatan Narmada Kabupaten Lombok Barat

Gambar 19. Bagan Struktur Orgnisasi SPHKm Kepontren Darus Shiddiqien Desa Stiling Kecamatan Batukliang Utara Kabupaten Lombok

Tengah

KMPH

Ketua

Devisi Pengembangan Usaha Devisi

Kader Wilayah Kader Wilayah Kader wilayah Kader Wilayah Kader Wilayah PELINDUNG PENASEHAT KETUA

BENDAHARA SEKRETARIS KELOMPOK

RELAWAN MANAGER

SEKSI-SEKSI

PENYULUHAN PENANAMAN EKONOMI KEAMANAN PEMBERDAYAAN

KOORDINATOR KETUA KELOMPOK I KETUA KELOMPOK II KETUA KELOMPOK III KETUA KELOMPOK IV

165

Gambar 20. Struktur Organisasi HKm Sekaroh Desa Pemongkong Kabupaten Lombok Timur

.

Forum HKm hanya terdapat pada HKm Sesaot Kabupaten Lombok Barat. Stuktur organisasinya cukup besar yang mengatur 7 kelompok tani HKm pada empat desa yaitu Desa Sesaot, Desa Lebah Sempage, Desa Batu Mekar dan Desa Sedau. Wilayah kerja Forum HKm ini adalah meliputi empat desa dengan luasan 211 hektar areal Hutan Kemasyarakatan.

Fungsi kelembagaan Forum Hutan Kemasyarakatan sebagai kelembagaan yang mengkoordinasi semua kepentingan anggota dan pihak pemerintah dalam menjalankan program pembangunan HKm pada Kawasan Hutan Lindung Sesaot yang meliputi empat desa yaitu Desa Sesaot, Desa Lebah Sempage, Desa Mekar dan Desa Sedau. Adapun peran masing-masing pengurus sebagai berikut:

1) Ketua Forum, memiliki peran sebagai koordinator umum semua kelompok dan forum kawasan dengan tugas yaitu :

a. Mengkoordinasikan semua elemen dalam dalam forum serta semua

kelompok yang ada.

b.Memonitoring dan mengevaluasi serta mendampingi semua kelompok

c. Membangun hubungan dengan pihak luar dalam upaya memperkuat forum

dan kelompok.

2) Lokaq Awiq – Awiq, memiliki peran sebagai pemegang keputusan akhir dalam penegakan sanksi yaitu

a. Mengadakan sidang awiq-awiq.

b.Memutuskan vonis.

UKM

(Usaha KehutananMasyarakat) Ketua

Sekretaris Bendahara Unit Sembako Unit Peternakan Unit Simpan Pinjam

c. Menetapkan sanksi kepada yang bersalah sesuai dengan aturan awiq- awiq dengan pertimbangan yang bijak.

3) Lang – Lang, memiliki peran sebagai penegak awiq-awiqyaitu :

a. Sosialisasi awiq-awiq.

b. Memberi pengarahan tentang awiq-awiq (peringatan awal jika terjadi

pelanggaran).

c. Mengawasi pelaksanaan awiq-awiq

d. Menyelidiki dan mencari bukti pelanggaran

e. Menangkap yang sudah terbukti melanggar awiq-awiq berdasarkan

penyelidikan.

f. Menyerahkan proses selanjutnya pada proses sidang lokaq awiq-awiq

g. Mengikuti sidang awiq-awiq.

Dari keempat struktur organisasi HKm yang ada tersebut, kecuali kelembagaan HKm Darus Shiddiqien yang telah menempatkan kelembagaan pemerintah dalam struktur organisasinya yang jelas yaitu pada seksi penyuluhan, penanaman, keamananan dan pemberdayaan. Sementara itu, kelembagaan lainnya belum secara jelas menempatkan posisi instansi pemerintah dalam struktur organisasi yang dibangun. Instansi pemerintah difungsikan sebagai berikut : a. Pengatur alokasi sumberdaya hutan (regulator) antara lain menentapkan wilayah kelola masyarakat, b. Fasilitator (pelayanan umum) termasuk memfasilitasi proses perijinan, membina hubungan-hubungan, membuka akses informasi teknologi maupun pasar dan c. Pemantau yakni memonitor seluruh proses kegiatan

pengelolaan social forestry atau perhutanan sosial.

Demikian juga halnya dengan kelembagaan LSM yang tidak dimasukkan dalam struktur organisasi. Kelembagaan LSM difungsikan sebagai fasilitator dan pengembangan kapasitas melalui pendampingan. Sesungguhnya kelembagaan LSM disamping sebagai fasilitator dapat juga ditempatkan pada seksi pemberdayaan bersamaan dengan instansi pemerintah lainnya seperti Dinas Pertanian dan Peternakan dan Dinas Koperasi dan Perindustrian dan Perdagangan.

Dalam struktur organisasi HKm yang berkembang lebih mengaruh dari usaha kelompok dan belum ada kelompok usaha sepesifik pada usaha pengembangan HKm atau agroforestri. Demikian juga belum terdapat seksi

167

pembibitan dan pengembangan teknologi kehutanan. Seksi ini memiliki peranan