• Tidak ada hasil yang ditemukan

6. INTERAKSI ANTAR AKTOR DALAM PEMANFAATAN

7.1 Kelestarian sumberdaya TNS

Sebelum ditetapkan sebagai taman nasional dengan luas 568.700 hektar, hutan Sebangau merupakan hutan produksiseluas kurang lebih 510.250 hektar,dan hutan produksi yang dapat dikonversi seluas kurang lebih 58.450 hektar. Ketika berstatus hutan produksi, di kawasan ini beroperasi sebanyak 13 HPH, dan kondisi hutan Sebangau sudah terdegradasi ketika kawasan ini berubah fungsi menjadi TNS (BTNS 2007).Kondisi TNS pada awal penunjukkan yang sudah terdegradasi dapat dilihat dari peta identifikasi lahan terbuka hasil citra satelit tahun 2006 disajikan pada Gambar 7.1.

Sumber: WWF-Indonesia Sebangau Project (2013)

Sumber: BTNS (2008b)

Gambar 7.2 Foto udara kawasan TNS tahun 2006

Sumber: BTNS (2008b)

Gambar 7.3 Foto barang bukti pencurian kayu di TNS tahun 2006

Foto udara kawasan TNS tahun 2006 (Gambar 7.2) juga menunjukan kerusakan hutan yang terjadi padamasa transisi perubahan fungsi dari hutan produksi ke hutan konservasi. Pada tahun 2006 pencurian kayu terjadi secara besar-besaran di Sungai Bulan, Sungai Bandat, Sungai Akah, Sungai Musang, dan Sungai Lewang yang merupakan anak Sungai Katingan, dengan barang bukti pencurian kayu sebanyak 578.360 batang (lihat Tabel 7.1 dan Gambar 7.3).Hasil citra satelit tahun 2006 menunjukkan bahwa luas hutan TNS yang terdegradasi

mencapai 66.984 hektar (BTNS 2007).Namun, kondisi sumberdaya TNS saat ini semakin membaik. Hasil interpretasi citra satelit tahun 2010 (Gambar 7.4), dan hasil intepretasi foto udara tahun 2010 (Gambar 7.5)menunjukkan bahwa kualitas tutupan vegetasiTNS lebih baik dibandingkan tahun 2006.

Sumber: WWF-Indonesia Sebangau Project (2013)

Sumber: BTNS (2012)

Gambar 7.5 Foto udara kawasan TNS tahun 2010

Gambar 7.6 Foto hasil kegiatan rehabilitasi kawasan TNS tahun 2010

Kondisi sumberdaya TNS yang semakin membaik merupakan hasil dari keberhasilan kegiatan pengamanan dan rehabilitasi hutan (Gambar 7.6).Kerusakan sumberdaya TNS akibat pencurian kayu mengalami penurunan yang tajam sejak tahun 2006 (Tabel 7.1).

Tabel 7.1 Barang bukti pencurian kayu dikawasan TNS tahun 2006-2012

Tahun Barang bukti Lokasi

2006 578.360 batang kayu log S. Bulan, S. Bandat, S. Akah, S. Musang, S. Lewang.

2007 33.421 batang kayu log

2008 12.028 batang balok,&614 batang kayu olahan.

S. Bulan, S.Paduran Alam, S.Sebangau

2009 40 batang

2010 1.750 papan, 39 balok; 5.000 batang kayu log barang bukti tahun 2006.

S. Rasau Gunung, Habaring Hurung; S.Bulan, S. Musang

2011 - -

2012 146 kayu log, 392 batang kayu olahan S.Sampang,S. Batilap,Kanal Suharto Kasongan, Banturung. Sumber : BTNS (2007;2013)

Rehabilitasi sumberdaya TNS juga mengalami keberhasilan (Tabel 7.2). Sampai tahun 2013 kawasan hutan yang telah direhabilitasi seluas 6.868 hektar, dengan jumlah tanaman sebanyak 2.751.200 batang dengan jenis tanaman endemik yang mudah tumbuh seperti jelutung, belangeran dan pulai. Selain upaya-upaya rehabilitasi yang dilakukan oleh BTNS dengan dukungan aktor-aktor lainnya, ekosistem hutan rawa gambut TNS dapat mengalami suksesi secara alami, yaitu melalui trubusan dan pertumbuhan anakan. Intervensi yang dilakukan adalah melakukan pengelolaan hidrologi dengan cara membuat tabat (canal blocking), yang bertujuan untuk menahan laju aliran air, dan menjaga kelembaban tanah sehingga suksesi dapat berjalan dengan baik.

Tabel 7.2 Realisasi kegiatan rehabilitasi kawasan TNS tahun 2006-2012

Tahun Luas

(Ha)

Jumlah tanaman (batang)

Jenis tanaman Lokasi Sumber dana

2006 400 160.000 Jelutung, &Belangeran

Mangkok Dishut Pulang Pisau, BKSDA, BPDAS 2007 - - - - - 2008 250 100.000 Belangeran, Jelutung, Pulai Hulu Sebangau CSR PT Garuda Indonesia Airlines 2009 183 77.200 Belangeran, Jelutung, Pulai, Tumih, Tutup Kabali Mangkok CSR Bank Indonesia, WWF Indonesia-Kalteng, WWF Jerman, CSR PT Nokia Indonesia, PT Sorya Palace Jaya, Artis Luna Maya dkk, PT. Coca Cola Indonesia

Tahun Luas (Ha)

Jumlah tanaman (batang)

Jenis tanaman Lokasi Sumber dana

2010 2.035 814.000 Belangeran, Jelutung, Pulai Habaring Hurung, Bangah, Mendawai PT. Siemen Indonesia, PT. Bodyshop, APBN 2011 2.000 800.000 Belangeran, Jelutung, Pulai Mendawai APBN 2012 2.000 800.000 Belangeran, Jelutung, Pulai Bangah, Muara Bulan APBN Total 6 .868 2.751.200 Sumber: BTNS (2013)

Kondisi sumberdaya TNS yang semakin membaik merupakan dampak dari kelembagaan TNS yang mengalami penguatan khususnya dari aspek organisasi yang dapat dilihat dari peningkatan sumberdaya manusia (SDM), keuangan, dan infrastruktur (Tabel 7.3).

Tabel 7.3 Perbandingan kapasitas organisasi BTNS tahun 2007 dan 2010

No. Indikator

Tahun

2007 2012 Kenaikan

(%)

1. Pagu anggaran (Milyar Rp) 4,1 10,6 158,5

2. Realisasi anggaran (%) 36,9 84,3 128,5

3. Jumlah SDM (Orang) 24,0 76,0 216,7

4. Infrastruktur/Aset BMN (Milyar Rp)

3,7 10,9* 194,6

Sumber : BTNS (2007, 2010); *) data tahun 2010

Persepsi masyarakat sekitar TNS tentang kelembagaan TNS mengalami perubahan yang positif seperti disajikan pada Gambar 7.7.

Sumber : Soehartono & Mardiastuti (2013), diolah

Gambar 7.7 Perbandingan persepsi masyarakat sekitar terhadap kelembagaan TNS tahun 2005 dan 2010

Kerjasama antara BTNS dan WWF sebagai tindak lanjut MOU antara Kementerian Kehutanan dengan WWF dituangkan dalam rencana bersama.Dengan adanya dokumen rencana bersama yang telah disepakati ini, kedua aktor dapat bekerja secara sinergis.Kedua aktor ini mempunyai kekuatan yang relatif besar dibandingkan aktor-aktor lainnya, mereka mampu mengarahkan aktor-aktor lainnya untuk bekerja bersama melakukan kegiatan pengamanan dan rehabilitasi TNS. Menurut Knight (1992:146) dalam Hidayat (2005:35) aktor yang memiliki kekuatan yang lebih besar umumnya mempunyai kecenderungan untuk mengontrol dan mempengaruhi proses perubahan kelembagaan sesuai dengan kepentingannya. Salah satu sumber kekuatan adalah wacana konsep konservasi yang berbasis masyarakat.Konsep ini dapat menyatukan berbagai aktor dalam tindakan bersama untuk melakukan kegiatan rehabilitasi di kawasan TNS.Keuntungan yang diperoleh BTNS dari kegiatan rehabilitasi ini adalah BTNS mendapatkan dukungan untuk menjalankan mandat konservasi TNS.Sedangkan, keuntungan yang diperoleh WWF dari kegiatan ini adalah kegiatan rehabilitasi TNS sesuai kepentingan proyek WWF di Sebangau yaitu konservasi ekosistem hutan rawa gambut sebagai habitat orangutan. Kinerja WWF di TNS yang baik berpengaruh terhadap penilaian lembaga-lembaga donor untuk memberikan bantuan dana kepada WWF melalui proposal yang diajukannya. Selain itu, WWF juga mampu meyakinkan perusahaan-perusahaan swasta seperti PT. Garuda Indonesia, PT. Siemen, dan PT. Coca Cola untuk bekerjasama melakukan rehabilitasi TNS. Keuntungan perusahaan-perusahaan ini dalam rehabilitasi TNS adalah untuk memperoleh citra positip sebagai pelaku bisnis yang ramah lingkungan.Contohnya PT. Garuda Indonesia adalah perusahaan penerbangan yang tergolong dalam sektor transportasi.Seperti

41,85 28,62 32,38 12,62 12,92 24,61 18,15 50,89 28 35 35,08 85,14 83,42 84,57 58 65,15 74,86 67,99 64 78,28 72,57 74,29 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 Popularitas BTNS Dukungan kepada BTNS Dukungan program Ekowisata Pengetahuan batas fisik TNS Pengetahuan aturan formal TNS Pengetahuan manfaat TNS Pengetahuan peran dan fungsi BTNS Pengetahuan peran dan fungsi WWF Opsi Pengelolaan oleh Pemerintah Opsi Pengelolaan oleh Masyarakat Opsi Pengelolaan Kolaboratif

Tingkat Persepsi Masyarakat (%)

diketahui bahwa transportasi merupakan penyumbang emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 13% (Handadhari et al. 2011:35), sehinggga ketika mendapatkan citra positip sebagai ”perusahaan yang ramah lingkungan” maka akan memudahkan bisnisnya. Hal ini merupakan fenomena “green alliances” yaitu kolaborasi antara LSM lingkungan dengan perusahaan untuk memperoleh manfaat ekologi yang saling menguntungkan (Arts 2002:27).Masyarakat setempat juga terlibat dalam kegiatan rehabilitasi kawasan TNS, mereka mempunyai keuntungan setidaknya dalam jangka pendek mendapatkan upah dari pekerjaan rehabilitasi, dan dalam jangka panjang berharap untuk dapat memanfaatkan getah Jelutung yang ditanam dalam kegiatan rehabilitasi TNS72.Tindakan bersama juga terjadi pada kegiatan pengamanan kawasan TNS.Kedua aktor penting (BTNS & WWF) juga bersinergi untuk melibatkan parapihaklainnya seperti kepolisian, kejaksaan, TNI, pemerintah daerah, dan masyarakat setempat.Menurut Ostrom (1990: 46) dan Ostrom et al. (1994:16) permasalahan CPRs terdiri dari permasalahan pemanfaatan dan penyediaan.Tindakan bersama beberapa aktor baik dalam kegiatan rehabilitasi dan pengamanan TNS adalah terkait dengan penyediaan yaitu untuk menjaga atau memelihara sumberdaya agar tidak rusak.

Dokumen terkait