Anggota kelompok ini mendeaminasi fenilalanin, dapat bergerak, tumbuh pada perbenihan kalium sianida (KCN), dan meragikan xilosa. Spesies Proteus bergerak sangat aktif dengan memakai flagel peritrik, yang mengakibatkan swarming (pertumbuhan menyebar pada permukaan, membentuk pola menyerupai lingkaran tahun pada pohon) pada perbenihan padat kecuali kalau ini
dihambat oleh zat kimia, misalnya feniletil alcohol atau perbenihan CLED (Cystine-lactose-electrolyte-deficiebnt). Spesies Proteus dan Morganella Morganii bersifat positif, sementaera spesies Providencia biasanya urease-negatif. Kelompok Proteus-Providencia meragikan laktosa secara amat lambat atau tidak sama sekali. Proteus mirabilis lebih peka terhadap obat antimikroba, termasuk penisilin, disbanding anggota lain dari kelompok itu.
6. Citrobacter
Bakteri ini secara khas bersifat sitrat-positif dan berbeda dari Salmonella karena tidak menyebabkan dekarboksilasi lisin. Bakteri ini sangat lambat meragikan laktosa.
Tabel 3-1. Identifikasi Cepat Dan Presumtif Kuman Enterik Gram-Negatif
Laktosa Escherichia coli:
Mengkilat seperti logam pada perbenihan diferensial;bergerak; koloni rata, tidak liat.
Enterobacter aerogenes:
Koloni meninggi, tidak ada kilauan logam; sering bergerak; pertuimbuhan lebih liat.
Klebsiella pneunomiae:
Sangat liat pertumbuhan mukoid; tidak bergerak.
Edwardsiella, Serratia,
Citrobacter, Arizona, Providencia, Erwinia.
Spesies Shigella:
Tidak bergerak, tidak membentuk gas dari dekstrosa.
Spesies Salmonella:
Bergerak, biasanya membentuk asam dan gas dari dekstrosa
Spesies Proteus:
Oada agar, ”swarming”; urea dihidrolisis dengan cepat (tercium bau ammonia).
Spesies Pseudomonas:
Pigmen yang larut, hijau-biru dan berfluoresen; tercium bau manis.
c. Struktur Antigen
Enterobacteriaceae mempunyai struktur antigen yang kompleks. Bakteri ini dapat digolongkan berdasarkan lebih dari 150 antigen somatic O (lipopolisakarida) tahan panas, lebih dari 100 antigen K (simpai) yang tak tahan panas, dan lebih dari 50 antigen H (flagel). Pada Salmonella typhi antigen simpai disebut antigen Vi.
Antigen O merupakan bagian terluar dari lipopolisakarida dinding sel dan teridiri atas unit polisakarida yang berulang. Beberapa polisakarida O-spesifik mengandung gula yang unik. Antigen O tahan terhadap panas dan alkohol dan biasanya dideteksi dengan aglutinasi bakteri. Antibodi terhadap antigen O terutama adalah IgM.
Meskipun tiap genus Enterobactericeae berhubungan dengan golongan O khusus, dalam satu organisme dapat ditemukan beberapa antigen O. Karena itu, sebagian besar shigela memiliki satu atau lebih antigen O yang sama dengan E coli. E coli dapat bereaksi silang dengan beberapa spesies Providencia, Klebsiella, dan Salmonella. Kadang-kadang, antigen O dapat berhubungan dengan penyakit manusia tertentu, misalnya tipe khusus O pada E. coli ditemukan pada diare dan infeksi saluran kemih.
Antigen K berada di luar antigen O pada beberapa jenis tetapi tidak semua Enterobactericeae. Sebagian adalah polisakarida, termasuk antigen K pada E. coli; lainnya adalah protein. Antigen K dapat mengganggu aglutinasi melalui antiserum O, dan dapat berhubungan dengan virulensi (misalnya strain E. coli yang menghasilkan antigen K1 sering ditemukan pada meningitis neonatus, dan antigen K E. coli menyebabkan peletakan bakteri pada sel epitel sebelum invasi ke saluran cerna atau saluran kemih). Klebsiella membentuk simpati besar yang terdiri atas polisakarida (antigen K) yang menutupi antigen somatik (O atau H) dan dapat dikenali dengan tes pembengkakan simpai menggunakan antiserum khusus. Infeksi pada saluran napas manusia disebabkan terutama oleh jenis simpai 1 dan 2; pada saluran kemih, terutama oleh jenis 8, 9,10 dan 24.
Antigen H terletak pada flagel dan didenaturasikan atau dirusak oleh panas atau alkohol. Antigen H dipertahankan dengan memberikan formalin pada varian bakteri yang bergerak. Antigen H semacam itu beraglutinasi dengan antibodi anti-H, terutama IgG. Penentu dalam antigen H merupakan fungsi urutan asam amino dalam protein flagel (flagelin). Dalam satu serotipe, antigen flagel dapat berada dalam satu atau dua bentuk, yang disebut fase 1 (biasanya ditunjukkan dengan huruf kecil) dan fase 2 (biasanya ditunjukkan dengan angka Arab). Organisme ini cenderung berubah bentuk dari satu fase ke fase lain; ini disebut variasi fase. Antigen H pada permukaan bakteri dapat mengganggu aglutinasi dengan antibodi anti-O.
Ada banyak contoh struktur antigen yang tumpang tindih antara bakteri Enterobacteriaceae dan bakteri lainnya. Sebagian besar Enterobacteriaceae mempuyai antigen O14 E. coli. Polisakarida simpai tipe 2 pada Klebsiella sangat mirip dengan polisakarida tipe 2 pada pneumokokus. Beberapa antigen K bereaksi silang dengan polisakarida simpai dari Haemophilus influenzae atau Neisseria Meninginitidis. Karena itu, O75: K100:H5 pada E. coli dapat menginduksi antibodi yang bereaksi dengan H. influenzae tipe b.
Kolisin (Bakteriosin)
Banyak organisme gram-negatif menghasilkan bakteriosin. Zat-zat bakterisidal mirip virus ini dihasilkan oleh strain bakteri tertentu yang aktif terhadap beberapa strain lain dari spesies yang sama atau yang serumpun. Pembentukannya dikendalikan oleh plasmid. Kolisin dihasilkan oleh E. coli, marsesin oleh Serratia, dan piosin oleh Pseudomonas. Strain yang menghasilkan bakteriosin bersifat resisten terhadap bakteriosinnya sendiri; karena itu bakteriosin dapat digunakan untuk ”menentukan tipe” organisme1.
1. Shigella
Habitat alamiah Shigella terbatas pada saluran pencernaan manusia dan primata lainnya: di sini Shigella tersebut menyebabkan disentri basiler.
a. Morfologi & Identifikasi
Ciri-ciri Khas Organisme
Shigella adalah batang gram-negatif ramping: bentuk kokobasil ditemukan pada biakan muda.
Biakan
Shigella bersifat fakultatif anaerob tetapi paling baik tumbuh secara aerobik. Koloninya konveks, bulat, transparan dengan pinggir-pinggir utuh, mencapai diameter kira-kira 2 mm dalam 24 jam.
Sifat-sifat Pertumbuhan
Semua Shigella meragikan glukosa. Bakteri ini tidak meragikan laktosa, kecuali Shigella sonnei. Ketidakmampuannya untuk meragikan laktosa membedakan bakteri-bakteri shigela pada pembenihan diferensial. Bakteri ini membentuk asam dari karbohidrat, tetapi jarang menghasilkan gas. Bakteri ini dapat juga dibagi menjadi bakteri yang meragikan manitol dan yang tidak, seperti terlihat pada Tabel 3-2.
Tabel 3 -2. Spesies Shigella yang Patogen Nama
Sekarang Golongan dan Jenis Manitol Ornitin Dekarboksilas e S. dysenteriae S. flexnery S. boydii S. Sonnei A B C D – + + + – – – + b. Struktur Antigen
Shigella mempunyai susunan antigen yang kompleks. Terdapat banyak tumpang tindih dalam sifat serologik pelbagai spesies ini, dan sebagian besar kuman mempunyai antigen O yang juga dimiliki oleh kuman enterik lainnya.
Antigen somatik O Shigella adalah lipopolisakarida. Spesifitas serologiknya bergantung pada polisakarida itu. Terdapat lebih dari 40 serotipe. Klasifikasi Shigella didasarkan pada sifat-sifat biokimia dan antigennya.
c. Patogen & Patologi
Infeksi Shigella hampir selalu terbatas pada saluran pencernaan; invasi ke aliran darah sangat jarang. Shigella sangat menular; untuk menimbulkan infeksi diperlukan dosis kurang dari 103 organisme (sedangkan untuk Salmonella dan Vibrio adalah 105
– 108). Proses patologik yang penting adalah invasi epitel mukosa; mikroabses pada dinding usus besar dan ileum terminal yang mengakibatkan nekrosis selaput mukosa, ulserasi superficial, perdarahan, dan pembentukan ”pseudomembran” pada daerah ulkus. Pseudomembran ini terdiri atas fibrin, leukosit, sisa sel, selaput mukosa yang nekrotik, dan bakteri. Bila proses mulai membaik, jaringan granulasi mengisi ulkus dan terbentuk jaringan parut.
d. Toksin
Endotoksin
Pada waku terjadi autolisis, semua Shigella mengeluarkan lipopolisakaridanya yang toksik. Endotoksin ini mungkin menambah iritasi dinding usus.
Eksotoksin Shigella dysenteriae
S. dysenteriae tipe 1 (basil Shiga) memproduksi eksotoksin tidak tahan panas yang dapat mempengaruhi saluran pencernaan dan susunan saraf pusat. Eksotoksin merupakan protein yang bersifat antigenik (merangsang produksi antitoksin) dan mematikan hewan percobaan. Sebagai enterotoksin, zat ini menimbulkan diare, sebagaimana halnya enterotoksin E. coli yang tak tahan panas, mungkin dengan mekanisme yang serupa. Pada manusia, eksotoksin ini juga menghambat absorpsi gula dan asam amino pada usus kecil. Sebagai “neurotoksin” zat ini ikut berperan dalam menyebabkan keparahan penyakit dan sifat fatal infeksi S dysenteriae, serta menimbulkan reaksi susunan saraf pusat (meningismus, koma). Penderita dengan infeksi Shigella flexneri atau Shigella sonnei membentuk antitoksin yang menetralkan eksotoksin S. dysenteriae in vitro. Aktivitas yang bersifat toksik ini berbeda
dengan sifat invasive shigela pada disentri. Keduanya dapat bekerja berurutan, toksin menyebabkan diare awal yang encer dan tidak berdarah, dan invasi usus besar mengakibatkan disentri lebih lanjut dengan tinja yang disertai darah dan nanah.
e. Gambaran Klinik
Setelah masa inkubasi yang pendek (1-2 hari), secara mendadak timbul nyeri perut, demam, dan tinja encer. Diare tersebut disebabkan oleh kerja eksotoksin dalam usus halus. Sehari atau beberapa hari kemudian, jumlah tinja meningkat karena infeksi meliputi ileum dan kolon; tinja ini berkurang encernya tetapi sering mengandung lendir dan darah. Tiap geraan usus disertai dengan ”mengedan” dan tenesmus (spasme rectum), yang menyebabkan nyeri perut bagian bawah. Demam dan diare ini sembuh secara spontan dalam 2-5 hari pada lebih dari setengah kasus orang dewasa. Namun, pada anak-anak dan orang tua, kehilangan cairan dan elektrolit dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis, bahkan kematian. Penyakit yang disebabkan oleh S dysenteriae ini dapat sangat parah.
Setelah sembuh, kebanyakan orang mengeluarkan bakteri disentri dalam waktu yang singkat, tetapi beberapa diantaranya tetap menjadi pembawa yang kronis dan dapat mengalami
serangan penyakit berulang-ulang. Setelah sembuh dari infeksi, kebanyakan orang akan memiliki antibodi terhadap Shigella dalam darahnya, tetapi antibodi ini tidak melindungi terhadap reinfeksi.
f. Tes Diagnostik Laboratorium
Bahan
Tinja segar, lendir, dan usapan rectum untuk pembiakan. Sejumlah besar leukosit dan darah merah sering dapat terlihat secara mikroskopik dalam tinja. Bahan serum, bila diinginkan, harus diambil tiap 10 hari untuk menunjukkan kenaikan titer aglutinasi antibodi.
Biakan
Bahan digoreskan pada perbenihan diferensial (misalnya, agar Mac Conkey atau agar EMB) dan pada perbenihan selektif (agar enterik Hektoen atau agar Samonella-Shigella), yang menekan Eneterobacteriaceae lain dan organisme gram-positif. Koloni-koloni yang tidak berwarna (laktosa negatif) diinokulasikan ke dalam perbenihan agar triplet gula besi. Organisme yang tidak membentuk H2S, yang menghasilkan asam, tetapi membentuk gas pada pangkal dan bagian miring yang basa, dan yang tidak bergerak, harus
diperiksa secara aglutinasi mikroskopik dengan antiserum spesifik Shigella.
Serologi
Orang normal sering mempunyai agglutinin terhadap berbagai spesies Shigella. Tetapi, serangkaian penetapan titer antibodi dengan selang waktu 10 hari dapat menunjukkan kenaikan antibodi spesifik. Serologi tidak digunakan untuk mendiagnosis infeksi Shigella.
Imunitas
Respons antibodi spesifik-tipe akan timbul setelah infeksi. Penyuntikan dengan Shigella yang dimatikan akan merangsang pembentukan antibodi dalam serum, tetapi tidak dapat melindungi manusia terhadap infeksi. Antibodi IgA dalam usus mungkin penting untuk membatasi reinfeksi; antibodi ini dapat dirangsang oleh strain-strain hidup yang dilemahkan dan diberikan melalui mulut sebagai vaksin percobaan. Antibodiserum terhadap antigen somatik Shigella adalah IgM.
Sprofloksasin, ampisilin, tetrasiklin, dan trimetoprim-sulfametoksazol biasanya menghambat Shigella dan dapat menekan serangan klinik disentri akut. Tetapi obat-obat ini sering gagal menghilangkan organisme dari saluran pencernaan, dan memungkinkan timbulnya pembawa bakteri. Resistensi terhadap banyak jenis obat dapat dipindahkan oleh plasmid, dan infeksi yang resisten tersebar luas. Banyak kasus seperti ini sembuh sendiri. Opiat harus dihindari pada disentri Shigella. Terdapat antitoksin spesifik yang cukup potensial untuk menghadapi eksotoksin S. dysenteriae, tetapi belum terdapat bukti yang meyakinkan secara klinik mengenai hal ini.
h. Epidemiologi, Pencegahan, dan Pengendalian
Shigella ditularkan melalui makanan, jari, tinja, dan lalat dari orang ke orang (food, fingers, feces, and files). Sebagian besar kasus infeksi Shigella terjadi pada anak-anak di bawah usia 10 tahun. S. dysenteriae tersebar luas. Kemoprofilaksis massak selama waktu yang terbatas (misalnya pada anggota tentara) telah dicoba, tetapi strain-strain Shigella yang resisten cenderung muncul dengan cepat. Karena manusia merupakan inang utama yang diketahui dari shigeLla yang patogen, usaha pengendalian harus diarahkan pada pembersihan bakteri dari sumber-sumber
dengan cara (1) pengendalian sanitasi air, makanan, dan susu; pembuangan sampah; dan pengendalian lalat; (2) isolasi penderita dan disinfeksi eksreta; (3) penemuan kasus-kasus subklinik dan pembawa bakteri, khususnya pada para pengurus makanan.