• Tidak ada hasil yang ditemukan

VII. RELASI GENDER DAN POLA PENGAMBILAN KEPUTUSAN

7.2 Keluarga Etnis Jawa

7.2.1 Pembagian Kerja dan Curahan Waktu

Hermawati (2007) menyatakan bahwa pada keluarga, terdapat dinamika pembagian kerja antara individu-individu di dalamnya untuk mempertahankan kelangsungan hidup keluarga. Pembagian kerja di dalam keluarga akan membawa konsekuensi berupa adanya pengalokasian anggota keluarga (suami, istri, anak-anak, keluarga luas) untuk melakukan kegiatan produksi, reproduktif dan sosial. Keluarga dan masyarakat Jawa mempunyai pandangan dan harapan yang berbeda pada anak laki-laki dan perempuan. Pandangan ini mempengaruhi cara perlakuan masyarakat dan pengasuhan orangtua, yang telah mereka tanamkan sejak mereka bayi. Pembagian peran dalam masyarakat yang berhubungan dengan hal-hal ‘apa yang boleh dilakukan’ dan ‘siapa yang boleh melakukan’ mempengaruhi pemahaman mengenai partisipasi masing-masing jenis kelamin dalam kehidupan bermasyarakat. Bahkan hal ini menjadi sangat kuat di bidang pendidikan, biasanya anak laki-laki mendapat prioritas pendidikan yang lebih tinggi, dengan anggapan anak laki-laki kelak akan mendapat pekerjaan, peran dan kedudukan yang tinggi, sementara anak perempuan kelak akan mengasuh anak dan mengurus rumah tangga (Goode, 1997). Hal yang senada dikatakan juga oleh De Jong (1976) yang menuturkan bahwa seperti layaknya dalam keluarga Jawa, lingkungan keluarga dan masyarakat juga lebih memprioritaskan kesempatan dan fasilitas bagi anak laki-laki untuk mengembangkan kemampuannya daripada anak perempuannya .

Zeitlin, Megawangi, Kramer, Colleta, Babatunde dan Garman (1995) menyatakan bahwa dalam budaya Jawa menyatakan bahwa peran suami dan istri mempunyai batasan yang jelas. Peran suami tidak lepas dari perannya sebagai laki-laki. Peran produksi merupakan peran yang berhubungan dengan kegiatan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup, merupakan peran untuk mencari nafkah bagi keluarganya di luar rumah. Peran sosial adalah peran yang dibawa dan dimainkan oleh seseorang dalam masyarakat, peran tersebut berkaitan dengan hidup sosial pada umumnya, seperti peran-peran dalam hukum, pemerintahan, agama, kepemimpinan lain dalam masyarakat. Sedang peran reproduktif adalah peran yang dimainkan oleh kaum perempuan. Peran ini berhubungan dengan kegiatan untuk mempertahankan dan melangsungkan kehidupan, tetapi tidak berhubungan dengan menghasilkan uang, misalnya melahirkan dan mengurus anak, memasak, dan mengurus anggota keluarga, membersihkan rumah dan lain-lain. Dengan adanya perbedaan peran tersebut, kaum istri atau perempuan menjadi lemah, bodoh, dan miskin. Kaum perempuan tidak mempunyai kekuasaan untuk ikut mengambil keputusan, karena posisinya secara sosial yang tidak menguntungkan tersebut, sehingga tidak jarang hal ini membuat mereka dalam posisi yang rapuh (Goode, 1997).

Tabel berikut ini menunjukkan profil aktivitas yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan dalam keluarga etnis Jawa yang mencakup aktivitas sosial ekonomi, aktivitas reproduktif dan pemeliharaan sumber daya manusia serta aktivitas sosial. Berdasarkan Tabel 22, istri dalam keluarga etnis Jawa juga melibatkan diri dalam sektor produktif meskipun tidak banyak. Sama halnya dengan etnis Minang, istri dalam keluarga etnis Jawa juga terlibat dalam pemenuhan kebutuhan keluarga. Anak-anak yang telah dewasa dan belum menikah juga bekerja dan menyumbangkan pendapatan guna memenuhi kebutuhan keluarga. Pekerjaan yang digeluti oleh suami dalam keluarga etnis Jawa kebanyakan adalah buruh bangunan. Jam kerja yang tidak tetap menyebabkan mereka memiliki pekerjaan sampingan lain yang akan mereka lakukan jika sedang tidak bekerja sebagai buruh bangunan.

Tabel 22. Aktivitas Produksi, Reproduksi dan Sosial pada Keluarga Etnis Jawa di Kelurahan Sukajadi tahun 2009

Aktivitas Sosial Ekonomi LD PD LA PA LL PL Waktu Lokasi M/H Jam

Produksi Barang dan Jasa :

Bekerja sebagai pedagang, buruh pabrik, buruh bangunan, karyawan toko, tukang becak dll

V V V V H 8 D

Berjualan V H 5 D

Reproduktif dan Pemeliharaan SDM :

Memasak V V V H 1 A

Menyapu dan mengepel rumah V V V H ½ A

Mengasuh anak V V V H 12 A

Mencuci pakaian dan piring V V V V H 2 A

Membersihkan halaman V V V H 1/2 D

Kegiatan Sosial

Mengikuti organisasi V V V M 2 D

Bersosialisasi dengan lingkungan sekitar

Keterangan : LD = Laki-laki Dewasa ; PD = Perempuan Dewasa ; LA =Laki-laki Anak ; PA = Perempuan Anak ; LL=Laki-laki Lanjut ; PL = Perempuan Lanjut

H = Harian ; M = Mingguan

Pada sektor reproduktif, istri memegang peranan dominan. Peran laki-laki juga terlihat dalam membantu pekerjaan rumah tangga walaupun tidak sering. Suami membantu dalam pekerjaan seperti membersihkan halaman dan mengasuh anak saat istri sedang mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Namun hal tersebut dilakukan saat suami sedang tidak bekerja atau sedang berada di rumah. Perempuan tetap mengurus pekerjaan rumah tangga seperti memasak, mencuci baju dan piring, menyapu dan mengepel, serta mengasuh anak. Jika dalam keluarga tersebut memiliki anggota keluarga luas yang ikut tinggal bersama, maka pekerjaan rumah tangga akan menjadi lebih ringan. Beberapa keluarga juga merasa terbantu dalam hal finansial dengan adanya anggota keluarga luas mereka yang ikut tinggal bersama. Tugas pengasuhan yang bersifat fisik masih sering dilakukan oleh suami, khususnya pada keluarga muda yang baru memiliki satu atau dua orang anak. Pengasuhan yang bersifat psikis atau pemberian stimulasi positif pada anak lebih sering dilakukan oleh istri ataupun anggota keluarga besar yang ikut tinggal bersama seperti nenek.

”Adik suami saya kan ikut tinggal sama kita, Mbak.. Dia juga kerja. Ya, kadang suka ngasih uang belanja juga buat sehari-hari. Lumayanlah, Mbak.. Namanya juga keluarga, harus saling tolong menolong..”(Ibu Endah, RT 22)

”Mertua saya kan tinggal di sini, Mbak.. Kalo masak ya dibantuin, tapi gak tega juga kalo liat Ibu ngerjain yang lain. Sudah tua, Mbak.. Tapi kadang suka ikutan ngebantuin kalo saya lagi nyuci baju atau nyetrika..” (Ibu Sriyati, RT 22)

Aktivitas sosial yang dilakukan oleh keluarga etnis Jawa sama seperti yang dilakukan oleh keluarga etnis Minang. Kegiatan yang ditemukan di RT 22 hanya berkisar pada kegiatan yang melibatkan ibu-ibu seperti arisan, pengajian dan kegiatan Posyandu. Organisasi atau perkumpulan untuk laki-laki tidak ditemukan di RT 22. Aktivitas sosial yang dilakukan oleh suami hanya sebatas berinteraksi dengan tetangga dan rekan kerja. Aktivitas sosial yang dilakukan anak juga sebatas berinteraksi dengan teman sebaya dan lingkungan sekitar tempat tinggal.

Relasi gender dalam pengasuhan anak di keluarga etnis Jawa juga tergolong seimbang antara suami dan istri. Suami ikut terlibat dalam kegiatan domestik, meskipun dalam penelitian ini frekuensinya tidak begitu sering. Hal ini disebabkan karena suami-suami telah menghabiskan banyak waktu dalam sektor produksi. Etnis Jawa menganut sistem bilateral yang memandang sistem kekerabatan berdasarkan garis keturunan ayah dan ibu sehingga pengasuhan antara anak laki-laki dan perempuan juga tidak berbeda.

7.2.2 Pola Pengambilan Keputusan dalam Keluarga

Pola pengambilan keputusan dalam keluarga dibagi menjadi lima tipe yaitu (1) pengambilan keputusan oleh istri saja; (2) pengambilan keputusan oleh istri bersama dengan suami dimana istri lebih dominan; (3) pengambilan keputusan oleh istri bersama dengan suami yang bersifat setara; (4) pengambilan keputusan oleh istri bersama dengan suami dimana suami lebih dominan; dan (5) pengambilan keputusan oleh suami saja. Pada keluarga etnis Jawa, pengambilan keputusan dalam hal konsumsi barang dan jasa yang mencakup kebutuhan pangan, sandang, alat rumah tangga dan kesehatan anggota keluarga ada pada tangan istri. Namun dalam hal Waktu rembelian alat rumah tangga dan tempat berobat jika ada anggota keluarga yang sakit, suami ikut berperan dalam mengambil keputusan. Selebihnya, misalnya dalam hal konsumsi makanan termasuk belanja, variasi dan distribusi diserahkan kepada istri. Selain itu dalam

hal memnuhi kebutuhan sandang juga diserahkan kepada istri. Suami hanya bertindak mengambil keputusan dalam hal waktu membelinya saja.

Pada aspek pembentukan keluarga, keputusan diambil secara bersama-sama oleh suami dan istri dalam hal disiplin anak, sopan santun anak, sekolah dan biaya sekolah anak, menentukan jumlah anak, ikut KB dan jenis KB yang digunakan. Dalam hal pembagian tugas anak di rumah, keputusan diambil sepenuhnya oleh istri karena istri dianggap lebih mengerti kondisi rumah dibanding suami sehingga istri lebih mengetahui pembagian tugas yang bagaimana yang tepat bagi anak. Suami hanya bertindak mengawasi dan menegur jika anak lalai dalam melaksanakan tugas yang diberikan oleh istri. Suami tetap menganggap bahwa anak, baik laki-laki maupun perempuan, berkewajiban membant pekerjaan orangtua di rumah.

Pada aspek keuangan, suami tetap memegang keuangan keluarga. Namun kadangkala suami juga memberi kewenangan kepada istri untuk mengatur sendiri keuangannya asal sepengetahuan suami. Segala hal yang berkaitan dengan pengeluaran dan pemasukan keluarga harus dibicarakan bersama agar tidak terjadi kesalahpahaman atau masalah intern dalam keluarga yang berkaitan dengan keuangan.

Pada aspek partisipasi sosial anggota keluarga, keputusan untuk mengikuti suatu kegiatan atau organisasi sosial di masyarakat dan lingkungan pergaulan tidak dikekang. Setiap anggota keluarga memiliki hak yang sama untuk mengikuti kegiatan atau organisasi. Anak-anak juga diberi hak untuk berinteraksi dengan teman sebanyanya, mengikuti organisasi di sekolah atau di lingkungan pergaulannya, namun harus dengan sepengetahuan orangtua. Setiap anak dididik untuk bertanggungjawab pada apa yang mereka lakukan.

7.3 Keluarga Etnis Batak

7.3.1 Pembagian Kerja dan Curahan Waktu

Sistem kekerabatan dalam etnis Batak adalah mengikuti garis keturunan ayah (patrilineal). Tabel berikut ini menunjukkan profil aktivitas yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan dalam keluarga etnis Batak yang mencakup aktivitas

sosial ekonomi, aktivitas reproduktif dan pemeliharaan sumber daya manusia serta aktivitas sosial.

Berdasarkan Tabel 23, terlihat bahwa sektor produksi tidak hanya milik laki-laki, namun perempuan juga terlibat di dalamnya. Istri yang ikut bekerja dalam keluarga migran etnis Batak biasanya bermatapencaharian sebagai pedagang pakaian bekas atau sayur mayur di pasar. Pekerjaan ini cukup mengurangi waktu istri berada di rumah karena curahan waktu kerjanya berkisar antara 5-6 jam seriap harinya. Pada umumnya, istri dalam keluarga migran etnis Batak yang bermatapencaharian sebagai penjual pakaian bekas akan mulai berjualan pada pukul 10 pagi. Sebelum berangkat kerja, istri terlebih dahulu menyiapkan keperluan untuk suami dan anak-anak, memasak dan membersihkan rumah. Jika dalam keluarga masih terdapat anak-anak yang membutuhkan pengawasan penuh dari ibunya, maka anak akan diajak ke tempat ibu berjualan atau dititipkan kepada anggota keluarga yang lain. Anak-anak yang telah dewasa dan belum menikah, baik anak laki-laki maupun anak perempuan, juga ikut bekerja dan membantu pemenuhan kebutuhan hidup keluarga.

Tabel 23. Aktivitas Produksi, Reproduksi dan Sosial pada Keluarga Etnis Batak di Kelurahan Sukajadi tahun 2009

Aktivitas Sosial Ekonomi LD PD LA PA LL PL Waktu Lokasi M/H Jam

Produksi Barang dan Jasa : Bekerja sebagai buruh pabrik, buruh bangunan, karyawan toko, tukang becak dll.

V V V H 8 D

Berjualan V V H 5-6 D

Reproduktif dan Pemeliharaan SDM :

Memasak V V V H 1 A

Menyapu dan mengepel rumah

V V V H ½ A

Mengasuh anak V V V H 12 A

Mencuci pakaian dan piring V V V V H 2 A

Membersihkan halaman V V V H 1/2 D

Kegiatan Sosial

Mengikuti organisasi V V V M 2 D

Bersosialisasi dengan lingkungan sekitar

Keterangan : LD = Laki-laki Dewasa ; PD = Perempuan Dewasa ; LA =Laki-laki Anak ; PA = Perempuan Anak ; LL=Laki-laki Lanjut ; PL = Perempuan Lanjut

Curahan waktu suami bekerja di luar rumah lebih lama dibandingkan dengan curahan waktu istri bekerja di luar rumah. Hal ini juga yang menyebabkan peran suami dalam sektor reproduktif tidak begitu terlihat. Suami hanya membantu dalam pekerjaan seperti membersihkan halaman rumah dan mengurusi ternak, dan kedua pekerjaan tersebut juga tidak rutin dilakukan oleh suami. Tugas-tugas pengasuhan yang berkaitan dengan pengasuhan fisik jarang dilakukan oleh suami. Suami ikut berperan dalam hal pembentukan disiplin dan moral anak, khususnya anak laki-laki. Bagi keluarga etnis Batak, anak laki-laki sebagai penerus keturunan penting untuk dididik dengan baik namun anak perempuan juga tetap diberi perlakuan yang sama dengan anak laki-laki. Sektor reproduktif tetap menjadi tanggung jawab utama seorang istri dimana istri dapat membagi tanggung jawabnya tersebut kepada anak-anaknya.

Pada aspek keikutsertaan dalam kegiatan sosial, keluarga migran etnis Batak tergolong aktif dalam mengikuti kegiatan sosial di lingkungan tempat tinggal maupun di lingkungan pergaulan mereka. Responden yang menganut agama Kristen Protestan aktif mengikuti kegiatan keagamaan di gereja. Anak-anak dalam keluarga etnis Batak yang beragama Kristen Protestan juga ikut terlibat dalam kegiatan keagamaan di gereja, namun keterlibatan mereka tidak bersifat dipaksakan oleh orangtua. Responden yang beragama Islam juga aktif mengikuti kegiatan pengajian di lingkungan tempat tinggal. Suami juga sering berinteraksi dengan tetangga atau teman sekerja.

”Ya.. paling kalau pulang kerja gini, nongkrong sama temen-temen di warung. Maen domino atau maen kartu gitulah, Dek... Ngilangin capek karena kerja juga.. (Bapak Tombang, RT 23)

7.3.2 Pola Pengambilan Keputusan dalam Keluarga

Pola pengambilan keputusan dalam keluarga dibagi menjadi lima tipe yaitu (1) pengambilan keputusan oleh istri saja; (2) pengambilan keputusan oleh istri bersama dengan suami dimana istri lebih dominan; (3) pengambilan keputusan oleh istri bersama dengan suami yang bersifat setara; (4) pengambilan keputusan oleh istri bersama dengan suami dimana suami lebih dominan; dan (5) pengambilan keputusan oleh suami saja. Pada keluarga etnis Batak, pengambilan

keputusan dalam hal konsumsi barang dan jasa secara umum diputuskan oleh istri saja. Istri berhak memutuskan tentang belanja, variasi dan distribusi makanan bagi seluruh anggota keluarga. Keputusan mengenai model dan tempat membeli pakaian juga diputuskan oleh istri, namun jika berkaitan dengan waktu pembelian istri tetap meminta pertimbangan suami. Jika anak-anak dalam keluarga tersebut sudah beranjak dewasa, hal semacam itu tidak lagi diputuskan sendiri oleh istri namun turut melibatkan anak.

Pada aspek pembentukan keluarga, segala keputusan yang berkaitan dengan disiplin anak, sopan santun anak, sekolah dan biaya sekolah anak, menentukan jumlah anak, ikut KB dan jenis KB yang digunakan diputuskan secara bersama-sama oleh suami dan istri. Seorang suami akan terlibat lebih dominan dalam hal membentuk disiplin dan sopan santun anak, khususnya anak laki-laki. Berkaitan dengan pembagian tugas anak di rumah, keputusan diambil sepenuhnya oleh istri karena istri dianggap lebih mengerti kondisi rumah dibanding suami, sehingga istri lebih mengetahui pembagian tugas yang paling tepat bagi anak.

Suami tetap berperan sebagai pemegang keuangan keluarga. Istri juga terlibat di dalamnya, terlebih dalam hal pengeluaran yang berkaitan dengan kebutuhan rumah tangga. Pendapatan keluarga, baik yang berasal dari suami maupun istri, harus diketahui oleh kedua belah pihak. Pada aspek partisipasi sosial anggota keluarga, istri dan suami mempunyai hal yang sama untuk mengikuti kegiatan atau organisasi sosial yang ada di lingkungan tempat tinggal maupun lingkungan pergaulan masing-masing. Kebebasan tersebut tetap harus diimbangi dengan tidak melupakan tanggung jawab di dalam keluarga.

Terdapat kesepakatan dalam keluarga etnis Batak dimana istri boleh bersosialisasi di luar asal tidak melupakan tanggung jawabnya sebagai istri di dalam keluarga. Suami juga berhak bersosialisasi di luar asal tidak melupakan tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga dan memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Sama halnya dengan anak-anak, yang dituntut untuk tidak melupakan tanggung jawab dan tugasnya sebagai anak. Perempuan juga memiliki andil dalam kegiatan sektor produksi dan sosial, sama halnya dengan laki-laki. Hal tersebut berbeda dengan penelitian Agustrisno, Simanjuntak, Rachman dan Siregar (1995)

pada kelompok keluarga dalam kehidupan bermasyarakat suku bangsa Melayu Asahan di Sumatera Utara, dimana perempuan hanya memiliki akses dan kontrol dalam peranan di sektor domestik seperti mengurus makanan dan minuman keluarga. Terlihat bahwa ada pergeseran nilai budaya pada aspek relasi gender dalam keluarga yang disebabkan karena perubahan pola pikir dan tuntutan lingkungan yang tidak laki memungkinkan jika hanya laki-laki saja yang terlibat dalam sektor produksi.