ASUMSI DASAR
2. Kemampuan Kebijakan Untuk Menstruktur Proses Implementasi a. Kejelasan dan Konsistensi Tujuan
Bagaimana kejelasan tujuan-tujuan yang akan dicapai dan disusun secara
jelas skala prioritas atau urutan kepentingan bagi para pelaksana dan
kemungkinan output kebijakan dari badan-badan pelaksana akan sejalan dengan
petunjuk tersebut. Berdasarkan keterangan dari I1 mengenai kejelasan dan konsistensi tujuan, bahwa tujuan dari program lanjutan dari Jamsostek yang
sekarang menjadi BPJS Ketenagakerjaan adalah untuk mensejahterakan
tenagakerja di hari tua nanti, atau menjalani masa pensiun kerja, juga
meringankan beban ketika terjadi kecelakaan kerja, hal ini diperjelas dengan
pernyataan di bawah berikut :
“Misi kita ini menjadi jembatan menuju kesejahteraan pekerja. Ini di terjemahkan dalam program tadi, dengan mengikuti program BPJSTK, dapat meningkatkan kesejahteraan pekerja dan sebaliknya. Program BPJSTK tidak semata menanggulangi resiko dari kecelakaan kerja dan kematian, tapi juga ada proteksi hari tua. Proteksi hari tua ini terdiri dari Jaminan hari tua dan Jaminan Pensiun. Ada harapan besar bagi para peserta dimana di hari tuanya mempunyai bekal yang sudah di tabung melalui Jaminan hari tua dan pensiun. Secara lumsam, dia akan mendapat tabungan secara sekaligus yang dapat dijadikan usaha atau kegiatan berikutnya, setelah menjalani masa pensiun secara berkala setiap bulan. Mereka mendapat pensiun sebagai penghasilan yang hilang. Kedua proteksi ini tentunya yang diharapkan oleh pekerja di sektor swasta.” (Wawancara dengan Kepala Pemasaran Peserta Penerima Upah Kantor BPJS Ketenagakerjaa Cikokol Tangerang, Kamis, 17 Desember 2015, 10:26 WIB)
Pemaparan yang disampaikan oleh I2 berkaitan dengan hal ini, tujuannya adalah untuk mensejahterakan tenagakerja yang ada di Indonesia khususnya di
Kota Tangerang sendiri seperti dijelaskan di bawah ini :
“Kita sama sekali tidak ada kepentingan, kepentingan kita disini murni untuk membantu dan menolong kesejahteraan tenagakerja yang ada di Indonesia, khususnya di Tangerang ini. Dengan program lanjutan dari Jamsostek yang dulu pernah ada, seperti diantaranya Jaminan Hari Tua, Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian dan Jaminan Pensiunan.”
(Wawancara dengan Kepala Pemasaran Peserta Penerima Upah Kantor BPJS Ketenagakerjaan Kebon Besar Tangerang, Selasa, 5 Januari 2016 pukul 10:45 WIB )
Keterangan dari I3 dari Rumah Sakit Awal Bros menjelaskan konsistensi dan tujuan dari program BPJS Ketenagakerjaan adalah sesuai dengan visi misi
dan motto, tidak membedakan antara BPJS Kesehatan atau BPJS
Ketenagakerjaan, karena tugas mereka memberikan pelayanan kesehatan bagi
siapapun :
“Tujuan kami jelas sesuai dengan visi dan misi rumah sakit, yaitu Menjadi Rumah Sakit Bertaraf Internasional (Visi), Memberikan pelayanan kesehatan secara proesional (Misi) dan Motto kami, Profesional Peduli”
(Wawancara dengan Staff Bagian Penelitian Rumah Sakit Awal Bros Kota Tangerang. Senin, 11 Januari 2016 pukul 10.40 WIB).
Berdasarkan hasil wawancara dengan I5, peneliti mendapat sebuah pernyataan mengenai tujuan yang akan dicapai atau kepentingan sebagai pejabat
“Tujuan kepentingan bagi para pelaksana, kami rasa kami hanya membantu tenagakerja untuk mencapai kesejahteraan di masa sekarang dan di masa yang akan datang. Di masa kini lebih seperti kepada kami memberi program jaminan kecelakaan kerja, dan jaminan kematian. Kesejahteraan di masa depan lebih kepada jaminan hari tua dan jaminan pensiun yang berguna sebagai tabungan investasi para tenagakerja yang masih aktif bekerja sekarang ini”. (Wawancara dengan Kepala Seksi Pengupahan dan Jamsostek Dinas Tenaga Kerja Kota Tangerang, Senin, 23 Mei 2016 pukul 10:45 WIB )
Dari hasil wawancara informan yang telah dijabarkan di atas, peneliti
menarik sebuah kesimpulan bahwa kejelasan dan konsistensi tujuan dari
pemerintah dalam BPJS Ketenagakerjaan ini bertujuan untuk mensejahterakan
tenaga kerja ketika memasuki masa pensiun dan hari tua, tujuan lainnya yaitu
untuk agar peserta memperoleh manfaat pelayanan kesehatan dan santunan uang
tunai apabila seorang pekerja mengalami kecelakaan kerja atau menderita
penyakit akibat kerja; untuk menjamin agar peserta uang tunai apabila mengalami
cacat total tetap, atau meninggal dunia; dan untuk memberikan santunan kematian
yang dibayarkan kepada ahli waris yang meninggal dunia.
Cakupan yang terdapat dalam program BPJS Ketenagakerjaan ini hanya
meliputi 4 program yang diantaranya Program Jaminan Kecelakaan Kerja,
Jaminan Hari Tua, Jaminan Kematian dan Jaminan Pensiun, hanya saja ditambah
dengan beberapa inovasi seperti yang sekarang ini sedang berjalan, yaitu Housing
Benefit. Housing Benefit itu sendiri adalah bantuan dari pemerintah kepada
peserta BPJS Ketenagakerjaan yang ingin membeli rumah kredit KPR dengan
memberikan bantuan dana sebesar 3 persennya.
Bagaimana kira-kira tujuan program pembaharuan ini dicapai melalui
implementasi kebijakan. Jika terdapat penghambat maka hambatan-hambatan apa
sajakah dan bagaimana penyelesaiannya. Seperti penjelasan dari I1 di bawah ini :
“Perubahan yang mendasar dari Badan Penyelenggara PT. Jamsostek adalah ditambahkannya program pensiun. Jadi total ada 4 program, Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, Jaminan Hari Tua dan Pensiun. Kendalanya belum semua pekerja yang belum mengetahui tentang program BPJS Ketenagakerjaan, untuk itu perlu dilakukan sosialisasi ke seluruh masyarakat, baik itu pekerja, calon pekerja, mahasiswa atau pelajar. Sosialisasi kepada pekerja bisa dilakukan melalui sosialisasi langsung ke pabrik, atau tempat bekerja, media elektronik, media cetak, dan lain - lain. Untuk pelajar dan mahasiswa dilakukan edukasi pendekatan melalui pelajaran tertentu di sekolah mereka.” (Wawancara dengan Kepala Pemasaran Peserta Penerima Upah Kantor BPJS Ketenagakerjaan Cikokol Kota Tangerang, Kamis 17 Desember 2015 pukul 10:26 WIB )
Berdasarkan hasil wawancara di atas dengan I1, peneliti dapat mengambil sebuah kesimpulan sementara mengenai hambatan yang terjadi dan ditemui dalam
menjalankan program Implementasi Program BPJS Ketenagakerjaan adalah
edukasi yang harus lebih sering dilakukan kepada pelajar sejak dini untuk
menambah pengetahuan dan persiapan menuju dunia kerja di masa depan.
Hambatan lain yg terjadi dalam pelaksanaan proses implementasi program
BPJS Ketenagakerjaan lain ialah kurangnya kesadaran dari semua pihak yang
terlibat dalam program ini, hal ini diperkuat oleh pernyataan dari I2 yang mengatakan sebagai berikut :
“Hambatan dari jaman jamsostek hingga sekarang, kita wajib, cuma ompong. Maksudnya ompong itu, ketika ada perusahaan yang tidak mendaftar atau didaftarkan, itu kan harusnya di tindak, seperti tidak dapat izin SIUP dan lain lainnya, tapi kita disini tidak bisa menindak karena kita hanya pelaksana. Ini gimana mau ditindak kalau Disnakernya
sendiri tidak berani tegas. Penyelesaiannya itu harus ada ketegasan dari orang nomor 1 di Indonesia ini, Presiden.” (Wawancara dengan Kepala Pemasaran Peserta Penerima Upah Kantor BPJS Ketenagakerjaan Kebon Besar Tangerang, Selasa, 5 Januari 2016 pukul 10:45 WIB )
Pernyataan dari I3 dari pihak Rumah Sakit Awal Bros yang bekerja di Bagian Penelitian menjelaskan tentang hambatan yang ditemui dalam berjalannya
program BPJS Ketenagakerjaan sebagai berikut :
“Hambatannya kalau dari pihak rumah sakit, saya pikir itu pola pikir dari keluarga pasien yang kalau misalkan mereka mengklaim asuransi kecelakaan kerja dan sebagainya, itu suka dipersulit, padahal sebenarnya tidak, kalau pun ada itu mungkin dari beberapa orang, dan kita langsung tahu karena kita juga mengontrol dan mengevaluasi pelayanan.”
(Wawancara dengan Staff Bagian Penelitian Rumah Sakit Awal Bros Kota Tangerang. Senin, 11 Januari 2016 pukul 10.40 WIB )
Sedangkan dari I4, wawancara dengan Ombudsmn Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Banten selaku pengawas pelayanan publik mengatakan
bahwa hambatan yang dilakukan dalam pengawasan adalah :
“Secara teknis hambatan kita itu laporannya banyak, semuanya mau cepat, semuanya mau prioritas, kita juga berdasarkan undang – undang. Tidak bisa siapa cepat dia dapat, itu tergantung dari kasus pelayanan yang kita review berdasar kronologi pelapor”. (Wawancara dengan Karyawan Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Propinsi Banten, Rabu, 27 Maret 2016 )
Dari Informan I5 Dinas Tenaga Kerja Kota Tangerang menyebutkan hambatannya dalam membantu menjalankan program ini, seperti yang dijelaskan
“Hambatan dalam berjalannya pelaksanaan program BPJS Ketenegakerjaan ini dari pengawas pelaksanaan, BPJS Ketenagakerjaan sendiri saat ini belum punya tim pengawas untuk menginvestigasi permasalahan yang terjadi di lapangan”. (Wawancara dengan Kepala Seksi Pengupahan dan Jamsostek Dinas Tenaga Kerja Kota Tangerang, Senin, 23 Mei 2016 pukul 10:45 WIB)
Dari hasil wawancara di atas dengan informan diatas ( I1, I2, I3,I4 dan I5 ), maka dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa hambatan yang ditemui dalam
proses implementasi program BPJS Ketenagakerjaan ini diantaranya adalah
kurangnya pemahaman atau edukasi yang diterima oleh peserta BPJS
Ketenagakerjaan, lalu masih ada beberapa pihak yang kurang mendukung 100%
program ini seperti perusahaan yang hanya mendaftarkan sebagian upah atau gaji
yang diterima karyawannya, dikarenakan banyak pihak dengan berbagai
kepentingan yang mengambil keuntungan dalam program ini, regulasi dari
undang – undang yang dirasa harus ada perbaikan, dan juga pengawas internal
dari BPJS Ketenagakerjaan. Andaikata semua pihak yang terlibat mempunyai
kesadaran dan semangat juang yang tinggi untuk benar benar serius menjalankan
program ini, maka hambatan yang terjadi di lapangan sedikit demi sedikit akan
dapat di atasi.
b. Ketepatan Alokasi Sumber Dana
Ketepatan sumber alokasi dana dalam program BPJS Ketenagakerjaan,
untuk penggunaan dana sepenuhnya berasal dari iuran kepesertaan yang
dibayarkan setiap bulannya dengan beberapa ketentuan tertentu, untuk Jaminan
sudah ada ketentuannya tersendiri berdasarkan jenis pekerjaan dan jumlah upah
atau gaji yang diterima. Hal ini dijelaskan diungkapkan oleh I2, sebagai berikut :
“Kalau dulu sebelum per Juli kemarin, pengobatannya ada limit, 20 juta plus 20, jadi 40 juta. Tapi sekarang tidak ada limit, jadi selama dia masih aktif terdaftar masih bisa kita cover”. (Wawancara dengan Kepala Pemasaran Peserta Penerima Upah Kantor BPJS Ketenagakerjaan Kebon Besar Kota Tangerang, Selasa, 5 Januari 2016 pukul 10:45 WIB).
Alokasi dana bagi para peserta BPJS Ketenagakerjaan sebenarnya sudah
dijelaskan dan sudah ada dalam regulasi undang – undangnya yang menyatakan
bahwa berapapun jumlah klaimnya, itu semua ditanggung oleh BPJS
Ketenenagakerjaan yang langsung otomatis menggunakan dana tabungan dari
tenagakerja itu sendiri, jika pun kurang, maka akan ditangguhkan biaya
selebihnya. Hal di atas tersebut diperjelas dan diperkuat oleh pernyataan dari
informan I1 yang menuturkan bahwa:
“Dana jaminan yang diberikan kepada peserta sesuai dengan penetapan jaminan berdasar aturan Undang - Undang BPJS Ketenagakerjaan no 24 tahun 2011. Pembayaran jaminan dilakukan secara langsung, tunai atau transfer tanpa ada pembiayaan. Kepastian penerimaan baik kepada peserta maupun ahli waris sudah ditentukan oleh Undang - Undang BPJS Ketenagakerjaan. Sumber dana berasal dari alokasi dana yang diperuntukkan untuk pembayaran jaminan melalui RKAT ( Rencana Kerja Anggaran Tahunan ) setiap tahun.” (Wawancara dengan Kepala Pemasaran Peserta Penerima Upah Kantor BPJS Ketenagakerjaan Cikokol Kota Tangerang, Kamis 17 Desember 2015 pukul 10:26 WIB )
Sementara dari pihak rumah sakit tugasnya hanya mengakumulasikan dana
yang yang dikeluarkan oleh peserta BPJS Ketenagkerjaan melalui asuransinya,
“Alokasi dana dalam program ini semua sudah ada aturan dalam undang – undangnya sendiri, berapa preminya, itu semua sudah diatur, kalau dari kita hanya menentukan biaya pengobatannya saja”. (Wawancara dengan Staff Bagian Penelitian di Rumah Sakit Awal Bros Kota Tangerang, Senin, 11 Januari 2016 pukul 10.40 WIB )
Dari informan I5 sendiri mengatakan bahwa alokasi sumber dana yang diterima dan digunakan adalah sebagai berikut :
“Alokasi dananya jelas, dari tenagakerja dan akan kembali kepada tenagakerja tersebut, tanpa dikenakan potongan sepeser pun. Karena semua sudah ada peraturannya”. (Wawancara dengan Kepala Seksi Pengupahan dan Jamsostek Dinas Tenagakerja Kota Tangerang, Senin 23 Mei 2016, pukul 10:46 WIB)
Dari hasil wawancara dengan I1, I2, I3 dan I5 di atas, peneliti mendapat sebuah kesimpulan sementara yaitu bahwa sejatinya tidak ada yang perlu ditakuti
atau diragukan oleh peserta BPJS Ketenagakerjaan seandainya mereka ingin
melakukan klaim asuransi BPJS Ketenagakerjaan karena semua sudah ada
regulasi dan ketentuan, berapapun jumlah klaim yang dikeluarkan, hanya tinggal
mengurus beberapa persyaratan guna mencairkan dana.
c. Ketepatan Hirarki Antar Lembaga Pelaksana
Salah satu ciri penting yang berlaku yang dimiliki oleh setiap
perundang-undangan yang baik adalah kemampuannya untuk memadukan hirarki
badan-badan pelaksana. Dalam progam Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Tenagakerja, pemerintah dalam Undang-Undang maupun aturan turunan lainnya
telah menetapkan perundang-undangan yang sesuai dengan badan pelaksananya
Nasional, Undang - Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial.
Saat ini terdapat 16 Rumah Sakit dan Klinik yang bekerjasama,
diantaranya adalah RS. An Nisa, RS Awal Bros, RS Sari Asih Ciledug dan
Karawaci, RS. Usada Insani, RS. Bhakti Asih, Klinik Sahabat, Klinik Duta
Medika, dan yang lainnya. Pemaparan dari I2 yang menjelaskan tentang koordinasi mengatakan bahwa koordinasi yang dilakukan olehnya dengan
penyedia pelayanan yang lain sudah cukup baik, intens melalui berbagai macam
media :
“Sesuai dengan BPJS Ketenagakerjaan, maka salah satu program Jaminan Kecelakaan Kerja harus dilakukan melalui Rumah Sakit Trauma Center. Rumah sakit bekerjasama dengan BPJS Ketenagakerjaan untuk melayani peserta khusus kasus kecelakaan kerja. Kerjasama rumah sakit ini dapat digunakan oleh BPJS Ketenagakerjaan cabang lain bila pesertanya mengalami kecelakaan kerja tidak bisa ditentukan wilayah atau keberadaannya. Melalui jaringan trauma center peserta dapat ditolong dan diobati, baik rawat inap maupun rawat jalan sampai sembuh total, yang dinyatakan oleh dokter. Tanpa batas biaya, sesuai kondisi medis, sampai tenagakerja bekerja kembali. (Wawancara dengan Kepala Pemasaran Peserta Penerima Upah Kantor BPJS Ketengakerjaan Kebon Besar Kota Tangerang, Selasa, 5 Januari 2016 pukul 10:45 WIB )
Pemaparan lain dijabarkan oleh I1 bahwa koordinasi yang dilakukan sudah cukup baik dan berjalan dengan lancar, seperti di bawah ini :
“Kalau untuk rumah sakit, itu relatif. Karena kami sambung menyambung. Jadi setiap ada kantor cabang itu punya yang namanya rumah sakit, tapi kita sistemnya saling mendukung ini saling menyambung. Di Tangerang ini kita BPJS Ketenagakerjaan bekerjasama dengan 16 rumah sakit kurang lebihnya, cukup atau tidaknya untuk menaungi pekerja. Berbeda dengan kondisi saat dia tidak berada dekat dengan kondisi rumah sakit yang bekerjasama, misalnya pegawai Kantor Tangerang, sedang dinas di Kota Serang mendapat musibah, itu bisa langsung klaim di Rumah sakit Kota Serang mana saja yang bekerja sama
dengan BPJS Ketenagakerjaan Kota Serang, jadi tidak mesti harus dibawa kerumah sakit di Tangerang, kami disini hanya tinggal mengurus pembayarannya saja. Jadi mau dimana saja, klaim saja di rumah sakit yang bekerjasama dengan BPJS Ketenagakerjaan. Koordinasinya seperti yang saya katakan tadi, koordinasinya dengan pihak pemerintah daerah, kejaksaan, Dinas Tenaga Kerja, koordinasi dengan kerjasama itu yang terkait adalah dengan perayaan pesertaan, karena regulasi ini namanya undang – undang itukan harus dijalankan dengan semua lini. Koordinasi ini sudah melekat dengan Badan Perizinan Pelayanan Terpadu, kami ada disitu” (Wawancara dengan Kepala Pemasaran Peserta Penerima Upah Kantor BPJS Ketenagakerjaan Cikokol Kota Tangerang, Kamis 17 Desember 2015 pukul 10:26 WIB ).
Seperti yang dikatakan di atas, wawancara dengan I3 pun menjelaskan sebagai berikut mengenai koordinasi yang dilakukan antar pejabat pelaksana :
“Koordinasi kita dengan Kantor BPJSTK Tangerang, Dinas Tenaga Kerja, setiap ada klaim, kita laporan, berapa jumlahnya, atas nama siapa, rinciannya apa saja. Dikatakan sudah atau cukup untuk menaungi, kita disini dengan 15 rumah sakit lainnya termasuk kami, mereka peserta bebas mau merujuk kemana saja, yang penting bekerjasama dengan BPJSTK, supaya koordinasinya gampang dan mudah, di luar kota pun juga bisa, tujuannya untuk mempermudah. (Wawancara dengan Staff Bagian Penelitian Rumah Sakit Awal Bros Kota Tangerang, Senin 8 Januari 2016 pukul 10.40 WIB).
Melalui wawancara dengan informan I4, sebagai pengawas pelayanan publik, koordinasi yang dilakukan dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik
diantaranya itu bisa dengan kapan dan dimana saja, tidak tergantung waktunya
berapa lama, seperti yang dijelaskan berikut di bawah ini :
“Kita koordinasi dalam hal yang memang perlu di koordinasikan. Koordinasi yang kita lakukan antar lembaga yang dilakukan Ombudsman tergantung, tidak dalam tenggat waktu, dalam arti kita koordinasi tidak terikat waktu. Kapan saja kita koordinasi jika memang ada pengaduan dengan pihak dan sesuai dengan wewenang kita”. (Wawancara dengan Karyawan Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Propinsi Banten, Rabu 23 April 2016, 16:15 WIB).
Berdasarkan hasil wawancara dengan I5, koordinasi yang dilakukan antar lembaga pelaksana yang mendukung program ini adalah sebagai berikut :
“Kami sebagai Disnaker, melakukan koordinasi hanya jika dibutuhkan saja oleh BPJS Ketenagakerjaan sebagai bantuan jika ada tenagakerja yang ingin pensiun, mencairkan jaminan hari tua atau pensiun, selebihnya tidak ada koordinasi lagi”. (Wawancara dengan Kepala Seksi Pengupahan dan Jamsostek Dinas Tenaga Kerja Kota Tangerang, Senin 23 Mei 2016 10:45 WIB ).
Dari wawancara di atas, didapat sebuah kesimpulan setelah
membandingkan hasil wawancara mengenai koordinasi yang dilakukan oleh pihak
BPJS Ketenagakerjaan yaitu bahwa koordinasi yang dilakukan oleh Dinas Tenaga
Kerja, Pemerintah Daerah, Rumah Sakit dan yang lainnya dapat dikatakan cukup
baik, hanya saja sosialisasi yang dilakukan dan disampaikan kepada tenagakerja
belum terlihat dampak positifnya sehingga masih banyak yang tidak mengerti.
d. Perekrutan Pejabat Pelaksana
Memilih atau menarik orang yang memenuhi syarat pekerjaan. Ini
dilakukan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan dalam
perekrutan pegawai baru di tahun 2015 yang dilakukan pada bulan Agustus
kemarin, ini dilakukan karena beban kerja semakin tinggi, dalam perekrutannnya
pun dilakukan dalam tahapan yang tidaklah mudah dari mulai seleksi
administrasi, psikotes, wawancara dan kesehatan. Seperti yang dikatakan oleh I2
dibawah ini :
“Belum lama kita buka pendaftaran pekerjaan untuk disini, tanggal 15 Agustus kemarin kalau tidak salah, untuk lebih jelas dan pastinya bisa
langsung buka dan lihat di website resmi di www.bpjstk.go.id. Hebatnya di kita itu untuk lowongan kerja, kita ada maksimal umur, bagi yang D3 maupun S1 itu ada maksimal umurnya, jadi yang bekerja disini itu hampir semua karyawan barunya fresh graduate. Yang penting minimal akreditasi kampusnya B.” (Wawancara dengan Kepala Pemasaran Peserta Penerima Upah Kantor BPJS Ketenagakerjaan Cikokol Kota Tangerang, Kamis 17 Desember 2015, 10:26 WIB)
Dari hasil wawancara di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa
rekrutmen pegawai ataupun pejabat pelaksana merupakan lulusan fresh graduate
dari universitas yang minimal akreditasinya B dengan batas umur tertentu.
Penjelasan lebih rinci mengenai jenis lowongan pekerjaan dalam merekrut
pegawai atau pejabat pelaksana dijelaskan oleh I1 yang menjelaskan bahwa :
“Setiap tahun ada lowongan kerja dari semua bidang dan disiplin ilmu, di seleksi melalui lembaga professional untuk mendapat kualitas sumber daya manusia yang bermutu. Ketersediaan sumber daya manusia yang bermutu, berimplikasi kepada tingkat pelayanan pada peserta.”
(Wawancara dengan Kepala Pemasaran Peserta Penerima Upah BPJS Ketenagakejaan Kebon Besar Kota Tangerang, 5 Januari 2016 pukul 10:45 WIB)
Dari hasil wawancara di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa
semakin tinggi pendidikan calon pegawai, maka akan semakin baik untuk
kepentingan pelayanan kesehatan tenagakerja yang dibutuhkan. Informan lainnya,
yaitu I3 dari pihak rumah sakit Awal Bros Tangerang menjelaskan sebagai berikut:
“Kita buka lowongan tidak tentu, kapan saja kita buka, karena kita disini yang kerja kan kerja shift, suster, perawat sama yang bisa stand by disini pokoknya, untuk ngontrol pasien. Jadi kapan saja kita terima surat lamaran, tetapi untuk panggilan kerjanya kita belum bisa menentukan kapannya”. (Wawancara dengan Staff Bagian Penelitian di Rumah Sakit Awal Bros Kota Tangerang, Senin 11 Januari 2016, 10:40 WIB)
Kesimpulan yang ada pada poin ini setelah melihat dan membandingkan
dari wawancara di atas antara I1, I2 dan I3 bahwa penyelenggara program BPJS Ketenagakerjaan dan penyedia pelayanan kesehatan melakukan perekrutan dan
pemilihan pegawai sesuai dengan kapasitas yang dibutuhkan dan kemampuan
yang sesuai dengan bidang kerja agar memudahkan menyelesaikan pekerjaan dan
melakukan pelayanan kepada peserta karena ini menyangkut tentang
kesejahteraan tenaga kerja, juga calon pegawai yang tergolong muda, juga melihat
dari akreditasi universitas.
3. Variabel Diluar Kebijakan yang Mempengaruhi Proses Implementasi