Perjalanan seribu mil dimulai dengan satu langkah pertama
2. Kemampuan Menggali Makna
Tantangan bagi pelaku usaha nirlaba lebih berat daripada bagi pelaku usaha profit karena imbalannya hanya kepuasan batin.
Ketika masalah datang, salah satu hal yang membuat mereka bertahan adalah kemampuan mereka memaknai karya me-reka.
Pada abad yang lalu, di Italia, seorang gadis bernama Maria Montessori meng hadapi masalah. Kedua orangtuanya dan masyarakat menolak keinginannya untuk menjadi dokter. Ia tidak diberi tempat di sekolah kedokteran. Namun, akhir nya, ia dapat masuk Universitas Roma pada tahun 1890. Pada tahun 1896 ia menjadi dokter perempuan per tama di Italia.
Prestasinya yang luar biasa membuat Maria menjadi bagian dari kalangan elit.
Walaupun sudah berhasil mencapai cita-citanya, seta hun kemudian Maria menjadi relawan dalam program riset di klinik psikiatri di univer si tas nya. Di pelayanan ini, ia mendapati ba-nyak anak berkebutuhan khusus yang terbelakang. Sementara itu, dalam kehidupan pribadinya ia menjalin hubungan dengan Giusseppe Montesano, rekan dokternya. Dr. Giusseppe ber asal dari keluarga bangsawan se hingga hubungan mereka ditolak mentah-mentah oleh ibu Giusseppe, apalagi setelah Maria hamil.
54
Setahun kemudian, Maria depresi karena Giusseppe meng hianatinya. Di tengah masalah besar yang menghan-curkan hatinya serta berpotensi menghanmenghan-curkan kariernya, Maria memutuskan mengasingkan diri bebe rapa minggu di sebuah biara. Di sana ia merenungkan hi dup nya dan menda-patkan makna bahwa selama ini ia hidup hanya demi me mu-askan ambisi dan keakuannya. Ia menyadari bahwa semua kemampuannya tidak ia peroleh secara kebetulan. Pulang dari retretnya, ia berubah.
Maria mengajukan teori bahwa jika orangtua dan sistem pen didikan memberi dukungan yang tepat, anak-anak yang terbelakang akan mengalami perubahan positif. Pan dang-annya menuai kontroversi besar. Kemudian, ia mengem bang-kan diri dengan mempelajari filsafat pendidibang-kan dan antro
pologi.
Maria meyakini bahwa dengan potensi dirinya ia dapat menghasilkan perubahan. Maka, sejak berusia 34 sampai 38 tahun ia memberi kuliah di fakultas pendi dikan di kampus yang menjadi almamaternya. Pada tahun 1907 Maria membuka sebuah lembaga pendidikan yang dinama kan Casa dei Bambini (Rumah Anak-anak) yang menggunakan materi pendidikan yang ia siapkan selama bertahun-tahun. Berbagai aktivitas di sekolah tersebut didesain untuk mengembangkan diri siswa secara alamiah. Pendapatnya yang paling terkenal adalah
“Anak-anak adalah makhluk yang sejati nya suka belajar.” De-ngan demikian, mereka tidak perlu dipaksa, dicetak, atau di-disiplinkan.
Pada tahun 1909 Maria mendapat kesem patan menye-barkan teori dan caranya mempraktikkan pendi dikan. Buku-nya terbit dan diterjemahkan sampai ke Amerika pada tahun 1912. Hingga kini sistem pendidikan yang ia gagas masih
B E R A N I B E R U B A H
54 55
E m p a t E l E m E n p E n E n t u
menyebar ke berbagai negara dan dikenal dengan nama Metode Mon tessori.
Pada tahun 1946 wanita pejuang ini menjadi pe nerima beberapa hadiah Nobel. Putranya melanjutkan karya dan peng-abdiannya untuk terus mengubah dunia. Maria berhasil ber-ubah; meninggalkan identitas sebagai dokter yang hebat, menjadi pendidik dan pejuang perubahan so sial. Ia memberikan ba nyak hal setelah memaknai segala penderitaan yang ia alami dan perannya di dunia.
Mari kita simak juga pengalaman Ir. Takim Andriono dari Surabaya, pendiri organisasi pembelajaran bernama TRAMPIL.
Pria ini lulus S3 (Ph.D.) pada awal tahun 1990 dari University of Canterbury, New Zealand, di bidang Perencanaan Struktur di Zona Rawan Gempa, bidang yang waktu itu masih lang ka.
Takim merupakan dosen bergelar S3 termuda di perguruan tinggi tempatnya mengabdi di Surabaya. Ia menikmati kegiat annya sebagai dosen, peneliti, pejabat uni-versitas, dan praktisi konsultan perencanaan bangunan sampai pada suatu hari, hatinya tergerak untuk melakukan sesuatu yang berbeda, khu susnya di dunia pendidikan. Salah satu faktor pendorongnya adalah ingatan dan rasa terima kasihnya kepada seorang guru SD kelas duanya yang menolongnya mengalami titik balik, dari siswa yang pasif dan cenderung tertinggal, men jadi siswa aktif yang gemar belajar.
Semasa krisis moneter 1997/1998 sekelompok orang jumpai rektor sebuah universitas tempat ia bekerja. Ia ikut men-dengarkan ma salah yang mereka utarakan. Orang-orang itu prihatin melihat banyak sekolah yang sudah ada sejak zaman Belanda di Jawa Timur mengalami krisis. Memang guncangan ekonomi pada tahun 1998 telah memporakporandakan Indo-nesia. Banyak sekolah swasta terpaksa tutup.
56
Rektor mengusulkan sesuatu dan menunjuk Takim se-cara mendadak untuk membantu para tamunya itu. Maka, sejak tahun 1999 ia mulai memberikan pendampingan kepada sekolah-sekolah ter sebut, di bawah naungan yayasan yang mereka dirikan, yaitu Yayasan Pendidikan Visi dan Misi.
Namun, kemudian, Takim menyadari bahwa walaupun dengan pendampingan, pemberian donasi dana ternyata ku-rang efektif. Mereka setengah gagal setelah bekerja keras. Ia juga menyadari bahwa bantuan dana yang diberikan tidak me-nun jukkan kebangkitan sekolah-sekolah, malah mengakibat-kan ketergantungan. Tim menyim pulmengakibat-kan bahwa jika kapa sitas sumber daya manusia sekolah tidak juga dikembangkan, se-kolah tidak akan bertahan lama. Maka, mulai tahun 2009 School Leadership Develop ment Program (SLDP) beroperasi untuk melatih para pengurus, kepala sekolah, dan calon kepala se-kolah.
Menyadari bahwa masa depan adalah dunia digital, SLDP melaksanakan pembelajaran dengan metode Blended Learning, yaitu kombinasi tatap muka, belajar mandiri, dan sentuhan dengan kenyataan lapangan berupa perangkat keras dan lunak yang ada pada tahun 2009.
Pada tahun 2010 visi tentang pendidikan berbasis digital makin menguat dalam diri Takim setelah menyimak pendapat para pakar. Sejak itu, ia mulai me rintis pelatihan bagi pendi dik yang dapat menjangkau seluruh Indonesia, khususnya bagi mereka yang belum memiliki gelar S1, yang saat itu menjadi prasyarat yang ditentukan peme rintah.
Setelah jatuh bangun dalam melakukan uji coba selama tiga tahun, pada tahun 2013 Takim mendirikan Yayasan TRAMPIL Indonesia yang melayani para pendidik di lebih dari 20 Information and Communication Technology (ICT)
B E R A N I B E R U B A H
56 57
E m p a t E l E m E n p E n E n t u
Learning Centre di berbagai lokasi di Indonesia. Imple-mentasi pengabdian itu tidaklah selalu mulus. Mulanya ia mengontrak sebuah ruko. Tatkala kontrak kantor habis dan ia mendapatkan tempat yang lebih memadai, ia justru meng-alami peristiwa mengejutkan. Sehari sebelum upacara peletakan batu pertama bangunan dilaksanakan, beberapa orang warga sekitar menolak penyelenggaraan upacara dan pelaksanaan pembangunan gedung pendidikan di area pe mu-kiman, padahal prosesnya sudah melalui rembuk warga dan memiliki IMB. Meskipun demikian, semangat Takim tidak surut. Ia malah mendapatkan tempat lain di tengah kota, yang letaknya sangat strategis.
Memasuki tahun kedua pelayanan Yayasan TRAMPIL Indonesia, sebuah gun cangan lain terjadi. Donatur besar yang sangat diandalkan menghentikan bantuannya. Akibatnya, yayasan harus menanggung sendiri beasiswa bagi ratusan orang guru yang mengikuti program sarjana mereka. Selain itu, salah satu ang gota tim inti ternyata tidak andal mengelola berbagai sumber daya yayasan. Keputusan-keputusannya me-nambah beban Takim.
Semua tantangan yang ayah dari dua anak ini alami, ia maknai sebagai kesempatan belajar dan bangkit. Apalagi ia meyakini bahwa Yang Mahakuasa yang mendorong nya mema-suki jalur pekerjaan ini. Akhirnya, melalui gerakan “One Family Adopts One Teacher” semua tunggakan berhasil dilunasi.
Ratusan pendidik berhasil diwisuda dan dapat me lanjutkan tugas mereka sebagai guru di berbagai pelosok tanah air setelah menyandang gelar sarjana.
Hingga kini Yayasan Pendidikan Visi dan Misi (YPVM) dan Yayasan Thalasemia Indonesia (YTI) masih eksis dan bahkan memberi dampak inspiratif di tengah pandemi
58
Covid-19 de ngan menyediakan materi-materi pelatihan bagi kepala seko lah dan guru untuk dapat menyelenggarakan pembelajaran daring. Masalah-masalah baru pasti akan hadir, tetapi hal itu justru membuat mereka belajar, menjadi lebih cerdas, dan men syukuri pemeliharaan sang Mahakuasa,
“Tuhan tidak akan membiarkan kita sendiri menjalankan pengabdian ini,“ kata Purna, salah satu staf YPVM.
Sang penggiat masalah kemanusiaan, Benny Lumi, juga merupakan sosok yang memaknai perjalanan hidupnya. Kegi-atan utama aktivis kemanusiaan ini adalah melayani gene rasi muda, yaitu anak-anak. Selain menjadi anggota peng urus Yayasan Kampus Diakonia Modern/KDM, pengurus nasio nal Jaringan Peduli Anak Bangsa, anggota Pokja Anak Biro Perem-puan dan Anak Persekutuan Gereje-gereja di Indonesia (PGI), Sahabat Anak, dan lainnya, ia juga masih melayani di
Benny Lumi bersama Tim Garuda saat bertanding di Russia B E R A N I B E R U B A H
58 59
E m p a t E l E m E n p E n E n t u
gerejanya. Katanya, “… saya terli bat di mana-mana, tetapi saya tidak terima gaji dari mana-mana pula.”
Beban batinnya yang utama adalah perlin dungan anak.
Ia berujar, “Panggilan saya memang isu anak. Makin lama menangani isu ini, makin banyak yang kita hadapi. Misal nya, kekerasan. Kita akan tahu kalau berkeliling daerah. Mem pri-hatinkan sekali. Hal itu yang membuat saya terjun. Padahal, kalau mau cari kerja untuk cari duit, bisa saja. Tetapi, ini siapa yang ngerjain? Jadi, sudahlah, jalan saja.”
Apa yang ia lihat sebagai makna hidup dan tindak an nya, terutama dalam menghasilkan pembaruan, terpusat pada isti-lah “Citra Alisti-lah.” Konsep yang diajarkan ayahnya itu menun-jukkan bahwa ada urutan prioritas dalam hidup, yaitu Tuhan, manusia, lalu materi. Tuhan jangan dijadikan urutan paling bawah atau nomor dua. Tuhan adalah nomor satu. Hidup bu-kan untuk mengejar uang atau kepentingan pribadi. Oleh ka-rena itu, me nurut Benny, setiap manusia harus menemukan perannya di dalam hidup berdasarkan urutan itu. Hal inilah yang ia praktikkan sejak masih berstatus pelajar di BPK PENABUR Jakarta dengan cara melakukan kegiatan-kegiatan sosial.
Benny ingin, setiap manusia hidup mengenali konsep Imago Dei atau Citra Allah itu dan menemukan panggilan atau peran yang sang Pencipta berikan kepadanya. Dengan demi-kian, setiap manusia juga mengenali potensi dan permasa lah an yang ada di tengah masyarakat, apalagi mereka yang papa dan dipinggirkan.
Dalam refleksinya Benny mengatakan, “Ini tahun ke27 saya bekerja di bidang kemanusiaan. Apa sih peran saya seha-rusnya? Selain konsep Citra Allah di dalam manusia yang se lalu didengungkan ayah, saya melihat kondisi anak-anak yang
60
meng hadapi kekerasan dan sebagainya.” Benang merah semua pelayanannya adalah meme nuhi panggilan agar anak-anak mengenali dan hidup dalam kerangka Imago Dei.”
Benny memaknai bahwa ia harus menggunakan hidup-nya untuk menyentuh hi dup orang lain sehingga mereka da-pat mengenali dan mewujud nyatakan Citra Ilahi yang ada di dalam diri mereka. “Jadi, saya melihat ke depan. Walau pun mendapat kiriman tawaran pe ker jaan, saya sudah tidak lagi tertarik untuk menerima.”
Apa yang terjadi dengan Veronica Colondam juga tidak biasa. Wanita yang sa ngat tegar dan berani memutuskan sesuatu yang sulit ini menyadari apa yang harus ia ting galkan
sebagai legacy nya setelah satu dekade kehilangan ayah dan kemu dian, ibunya. Ia
juga me maknai bahwa berbagai peng alaman yang dijalaninya mem bawa per ubahan yang sig nifikan pada dirinya dan mem
berikan bekal yang luar biasa.
Bagi lulusan SMAK 1 PENABUR Jakarta ini, ada tangan Yang Maha kuasa yang menjalin suatu rencana baginya.
Veronica Colondam B E R A N I B E R U B A H
60 61
E m p a t E l E m E n p E n E n t u
Melalui Yayasan Cinta Anak Bangsa, Veronica menyentuh sekitar tiga setengah juta remaja yang tidak mampu melalui rumah bel ajarnya atau pelatihan soft skill-nya. Ia juga memberikan pem berdayaan ekonomi kepada ibu-ibu dan membangun jejaring dengan kalangan yang memiliki impian serupa.
Sementara itu, ia terus belajar dan menyadari peran yang dipercayakan kepadanya. Ia meng hayati tugasnya membawa terang dan memberi rasa kepada siapa saja yang berinteraksi dengannya.
3. Kegigihan (Persistence)
Memiliki perspektif yang lebih luas, yaitu berani mening gal-kan fo kus pada diri sendiri saja dan memaknai apa yang di ker-jakan tak akan memadai untuk membekali kita menghasilkan perubahan jika tidak disertai dengan kegigihan (persistence).
Banyak orang yang menjalankan filantropi berhenti di tengah jalan, bukan? Kegigihan merupakan faktor ketiga yang harus jadi bekal bagi mereka yang mau me rangkul per ubahan.
Artinya, melanjutkan apa telah me reka mulai.
Seperti Robby, Salman, atau Benny, Devi Sumarno menge-nali masalah kehidupan modern di Indonesia. Ia mencatat bahwa ada 1.200.000 kasus aborsi yang dilakukan oleh maha-siswi dan 900.000 kasus aborsi oleh pelajar yang belum me-nikah per tahun. Memang menurut BKKBN kecenderungan itu terus meningkat.
Apa yang sudah dipaparkan sekilas mengenai Devi Sumarmo dengan RUTH-nya tidak cukup menggambarkan kegigihannya. Namun, lulusan S1 Teknik Kimia Universitas Parahyangan dan S2 Pendidikan Psikologi Uni versitas
Pendi-62
dikan Indonesia ini sudah bertahun-tahun menampung pe-rempuan yang hamil di luar nikah. Devi dan rekan-rekannya yakin bahwa wanita-wanita yang mereka tolong sebenarnya adalah “mutiara” kem bali bersinar.
Keterlibatan perempuan ini di bidang filantrofi dimulai tahun 2007 ketika ia masih lajang. “Sebenarnya hanya nolongin teman aja.
Waktu itu ada teman yang hamil di luar ni kah. Saya cuma mikir, ia diusir keluarganya karena hamil di luar nikah. Maka, waktu itu pikiran saya simpel aja. Saya tampung ia di tempat kos.
Jadi, di situlah ia berada, mulai dari hamil empat bulan sampai melahirkan dan kemudian anaknya berusia satu tahun.”
Alumni BPK PENABUR Bandung ini menuturkan bahwa masa belajar di SMA merupakan masa pembentukan dirinya.
Ia belajar memikul tangung jawab, sedangkan tantangan aka-demik membuatnya tahan meng hadapi kesulitan.
Setelah menikah dengan Charles Wong pada tahun 2009, kasus demi kasus wanita hamil di luar nikah masih terus
Devi Sumarno di rumah RUTH B E R A N I B E R U B A H
62 63
E m p a t E l E m E n p E n E n t u
hampiri kehidupan mereka. Dalam setahun hampir dua belas kasus mereka tangani. Maka, teman–teman di gerejanya usulkan, “Dev, udah ngontrak rumah aja, bikin yayasan. Nanti dikira, suami kamu punya istri banyak.” Jadi, itulah alasan pertama yang mendorong Devi dan suaminya mendirikan Yayasan RUTH pada tahun 2011.
Sampai saat ini, Yayasan RUTH Bandung telah menolong lebih dari dua ratus wanita dengan kehamilan di luar nikah dan menyelamatkan sekitar dua ratus bayi dari percobaan aborsi. Ini bukanlah prestasi, tetapi harus jadi keprihatinan karena angka free sex di Indonesia ternyata terbilang tinggi.
Yayasan RUTH juga membina dan membekali mereka agar hidup di jalan yang benar serta mandiri.
Meskipun belum mendapat perhatian cukup dari peme-rintah atau kalangan agama, Devi tetap gigih dan kokoh, bah-kan ketika suaminya menderita sakit yang serius. Ia harus mendidik dan merawat anak-anaknya, mendukung suami-nya, dan mengurus kebutuhan dirinya sendiri. Devi terus ber-karya dan terlibat dalam kegiatan kemasyarakatan lainnya.
Apa yang terjadi dengan tim penggagas Program Pela-tihan Pemimpin Abad 21 atau P321 dari BPK PENABUR juga demikian. Pada awal tahun 1991, bersama para guru dan pim-pinan yayasan pendidikan, mereka mengenali suatu masalah.
Banyak peserta didik tidak mengenali potensi kepemimpinan mereka. Mereka mungkin cerdas, terutama yang belajar di Se-kolah-sekolah ung gulan, tetapi tidak memiliki gam bar diri yang positif. Mereka mudah memandang orang lain sebagai saingan atau ancaman sehingga kemampuan untuk berkolaborasi dan bersinergi amat terbatas. Lebih lanjut lagi, mereka tidak terbuka dan bergairah menjangkau mereka
64
yang berada di luar ka langan mereka sendiri dan memberikan dampak positif bagi bangsa Indonesia.
Gagasan tersebut didukung oleh para pim pinan sebuah lembaga sekolah di Jakarta tempat gagasan itu muncul dan akhirnya berjalan. Dalam sembilan tahun, 870 peserta didik dilatih secara terus-menerus. Namun, karena perilaku dan gaya belajar mereka jadi sangat ekspresif, kolaboratif, dan berani mengeksplorasi mandiri, program ini di hentikan pada tahun 1999. Para alumninya jadi berani mengkritik para guru, komunitas agama di mana mereka berada, bahkan ber gaul dengan berbagai kalangan yang tidak dikenal oleh para pengajar. Me reka juga sering berinisiatif tanpa ber-kulo nuwun kepada siapa pun.
Para penggagas tidak menyerah. Ketiadaan dana dan cap ne gatif tidak melenyapkan kegigihan mereka. Mereka yakin, jika sebuah pintu ditutup, masih banyak jendela bisa dilewati.
Me reka bertekad bahwa program ini harus diperke nalkan kepada kalangan lebih luas.
Seorang pimpinan Ikatan Akuntan Indonesia, Ruddy Koesnadi, seorang bankir senior, Jusuf Arbianto, seorang dok ter gigi, Iwan Taher, dan Jonathan L. Parapak, Direktur Indosat pada saat itu, mendukung gagas an tersebut Maka, program ini dikenal kan, dilaksanakan, dan kini mo dulnya dibagikan di Aceh, Medan, Lampung, Manado, Purwo kerto, Malang, Surabaya, dan Nongkojajar, selain di Jawa Barat.
Program ini kemudian digandeng oleh Young Life Inter-national, suatu organisasi yang khusus menangani kawula muda sejak tahun 1940-an. Kini para alumni P321 dikenal di ba nyak tempat, antara lain TV host dan presenter terkenal Agustin Ramli; konsultan SDM andal, Jeriel Charis; pem buat pro gram Gojek, Rano; seorang pendeta, penulis, dan motivator,
B E R A N I B E R U B A H
64 65
E m p a t E l E m E n p E n E n t u
Peter Wijaya; Sekretaris Umum GKI, Danny Purnama, dan masih banyak lain yang berkiprah di da lam serta di luar negeri.
Sebagian dari mereka membentuk biro konsultasi atau pelatihan dalam Lampung. Ia mem buat Yayasan Training DELTA yang khusus menjangkau dan membina muda-mudi segala kalangan di daerahnya. Da lam tujuh tahun, lebih dari 5000 orang muda ia raih dan latih. Beberapa orang kini sudah menjadi orang dewasa yang ber karya di berbagi bidang: juru rawat, guru, rohaniwan, pemilik service kendaraan, dan lain sebagainya.
Kegigihan yang berarti kesediaan memilih untuk terus melangkah ketika semua mening galkan memang dibutuh-kan. Kegigihan berarti berani terus maju berjalan walaupun rintangan menghalang. Kegigihan berarti meyakini bahwa hasil perubahan tidak selalu terlihat dan kentara dalam jangka pendek. Kini P321 kembali dibahas di lembaga yang melahir-kannya dan menumbuhkan minat untuk menghidupmelahir-kannya kembali.
Eka Putra Wirya
66