• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa Kelas

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data

1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa Kelas

Kata “masalah” mengandung arti yang komprehensif. Oleh karenanya akan terjadi berbagai tanggapan yang berbeda dalam menghadapi masalah tertentu. Misalnya sesuatu akan menjadi masalah bagi anak-anak, tetapi belum tentu hal tersebut menjadi masalah bagi orang dewasa.1 Masalah juga dikatakan bersifat relatif. Artinya masalah bagi seseorang pada suatu saat belum tentu merupakan masalah bagi orang lain pada saat yang bersamaan atau bahkan bagi orang itu sendiri beberapa saat kemudian.2

Problem atau masalah menurut Hayes dalam Erna Suwangsih adalah “suatu kesenjangan antara dimana anda berada sekarang dengan tujuan yang anda inginkan, sedangkan anda tidak tahu proses apa yang akan dikerjakan”.3 Masalah adalah sesuatu yang timbul akibat adanya rantai yang terputus antara keinginan dan cara mencapainya. Keinginan atau tujuan yang ingin dicapai sudah jelas, tetapi cara untuk mencapai tujuan itu belum jelas. Dalam mencapai tujuan yang diinginkan biasanya tersedia

1 Nahrowi Adjie dan Maulana,

Pemecahan Masalah Matematika, Ed. I. Cet. I, (Bandung: UPI PRESS, 2006), h.3.

2 Nyimas Aisyah, Pendekatan Pemecahan Masalah, (Dikti, Bahan Ajar PJJ SI PGSD), h.3

3 Erna Suwangsih, dkk, Model Pembelajaran Matematika, (Bandung: UPI Press, 2006), cet. I, h. 126.

berbagai alternatif yang bisa ditempuh.4 Hal ini menunjukan bahwa sesuatu dikatakan masalah jika dalam pencapaiannya belum ditemukan cara yang tepat untuk dapat menyelesaikannya.

Dalam matematika, suatu soal atau pertanyaan akan menjadi masalah jika pertanyaan itu menunjukan adanya suatu tantangan yang tidak dapat dipecahkan dengan suatu prosedur rutin yang sudah diketahui orang tersebut.5 Masalah dalam matematika adalah suatu persoalan yang ia sendiri mampu menyelesaikannya tanpa menggunakan cara atau algoritma yang rutin.6 Dalam proses belajar matematika, masalah matematika merupakan masalah yang dihubungkan dengan materi belajar atau materi tugas matematika, bukan masalah yang dihubungkan dengan kendala belajar atau hambatan hasil belajar matematika.

Menurut Lenchner dalam Sri Wardani menyatakan bahwa setiap tugas yang diberikan kepada siswa dalam pembelajaran matematika dapat dikelompokan ke dalam dua hal, yaitu sebagai: a) soal biasa/latihan (drill exercise), dan b) masalah (problem) untuk dipecahkan. Menurutnya latihan adalah tugas yang prosedur atau cara penyelesaiannya telah diketahui, seringkali suatu latihan dapat diselesaikan dengan langsung menerapkan satu atau lebih algoritma komputasi. Sedangkan masalah (problem) adalah lebih kompleks daripada latihan karena strategi yang digunakan untuk menyelesaikannya tidak langsung terlihat, dalam menyelesaikan suatu masalah menuntut tingkat kreativitas atau keoriginalitas dari penyelesaian masalah.7

Menurut Holmes dalam Sri Wardani, terdapat dua kelompok masalah dalam pembelajaran matematika yaitu masalah rutin dan masalah

4 Nyimas Aisyah, op.cit., h.3

5 Al. Krismanto dan Agus Dwi Wibawa,

Pembelajaran Kemampuan Pemecahan Masalah Bangun Datar di SMP, (Yogyakarta: PPPPTK Matematika, 2010), h. 9

6 Ruseffendi, Pengajaran Matematika Modern untuk Orang Tua Murid Guru dan SPG, (Bandung: Tarsito, 1980), h. 216

7 Sri Wardani, dkk, Pembelajaran Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika di SMP, (Yogyakarta: PPPPTK Matematika, 2010), h.13

nonrutin.8 Masalah rutin dapat dipecahkan dengan metode yang sudah ada dan sering disebut sebagai masalah penerjemah karena deskripsi situasi dapat diterjemahkan dari kata-kata kedalam simbol-simbol, sehingga dalam memecahkannya dapat membutuhkan satu atau lebih langkah pemecahan. Sedangkan pada masalah nonrutin membutuhkan lebih dari sekedar penerjemahan masalah menjadi kalimat matematika dan harus merencanakan dengan seksama bagaimana memecahkan masalah tersebut. Oleh karena itu strategi-strategi yang dilakukan seperti menggambar, menebak dan melakukan cek, membuat tabel atau urutan perlu dilakukan dalam memecahkan masalah nonrutin.

Charles R dalam Sri Wardani menyatakan bahwa terdapat beberapa tipe masalah dalam penugasan matematika selain soal latihan biasa (drill exercise) yang telah sering digunakan. Beberapa tipe masalah tersebut yaitu:

1. Simple Translation Problem (Masalah Penerjemah Sederhana)

Merupakan masalah yang dimaksudkan agar memberi pengalaman kepada siswa untuk menerjemahkan situasi dunia nyata kedalam ide-ide matematika. Contoh: “Bilkis mempunyai 20 ayam ras di dalam kandangnya. Sementara itu Ina mempunyai 25 ayam ras di kandangnya. Berapa lebihnya ayam ras yang dipunyai Ina dari yang dipunyai Bilkis?”.

2. Complex Translation Problem (Masalah Penerjemah Kompleks) Masalah ini mirip dengan penerjemahan sederhana, namun di dalamnya menuntut lebih dari satu kali penerjemahan dan operasi hitung yang terlibat lebih dari satu. Contoh: “Suatu produsen lampu sepeda motor mengemas 12 lampu dalam satu pack. Setiap 36 pack dimasukkan dalam satu kardus. Toko Jabar penjual suku cadang sepeda motor memesan 5.184 lampu kepada perusahaan tersebut. Berapa kardus lampu yang akan diterima oleh Toko Jabar?”.

3. Process Problem (Masalah Proses)

Masalah dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat menggambarkan proses yang terjadi dalam pikirannya. Siswa dilatih untuk mengembangkan strategi umum untuk memahami, merencanakan, dan memecahkan masalah sekaligus mengevaluasi hasil pemecahan masalah. Contoh: “Kelompok penggemar catur yang beranggotakan 15 orang akan mengadakan pertandingan. Jika setiap anggota harus bertanding dengan anggota lain sekali, berapa banyak seluruh pertandingan yang dimainkan?”.

4. Applied Problem (Masalah Penerapan)

Masalah yang dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada siswa mengeluarkan berbagai keterampilan, proses, konsep, dan fakta untuk memecahkan masalah nyata (kontekstual). Masalah ini akan menyadarkan siswa pada kegunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Contoh: “Berapa banyak kertas yang digunakan di sekolah anda dalam satu tahun?”.

5. Puzzle Problem (Masalah Puzzle)

Masalah yang dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada siswa mendapatkan pengayaan matematika rekreasi atau kesenangan dalam mempelajari matematika (recreation mathematics). Masalah puzzle tidak harus selalu teka-teki, kadang-kadang dalam bentuk aljabar yang penyelesaiannya bida di luar perkiraan. Contoh: “Gambarlah empat ruas garis melalui Sembilan titik pada gambar berikut tanpa mengangkat alat tulis dan tidak ada ruas garis yang terlewati dua kali!”9

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa masalah dalam matematika adalah suatu soal atau tugas matematika yang dihadapi

oleh siswa dimana soal tersebut tidak dapat dipecahkan menggunakan prosedur rutin dan tidak dapat dipecahkan secara langsung. Soal dalam matematika dikatakan masalah jika siswa merasa tertantang untuk menyelesaikan soal tersebut.

b. Pengertian Pemecahan Masalah Matematika

Pemecahan masalah adalah proses yang digunakan untuk menyelesaikan masalah. Hudojo menyatakan pemecahan masalah pada dasarnya adalah proses yang ditempuh oleh seseorang untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya sampai masalah itu tidak lagi menjadi masalah baginya.10 Hal tersebut menunjukan bahwa seseorang dalam menghadapi masalah memerlukan proses berpikir untuk mendapatkan pemecahan masalah yang sesuai dengan masalah yang dihadapi.

Pemecahan masalah merupakan bagian yang sangat penting dalam pembelajaran matematika. Hal ini juga disampaikan oleh Erman Suherman bahwa pemecahan masalah merupakan bagian kurikulum matematika yang sangat penting karena dalam proses pembelajarannya maupun penyelesaiannya, siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah atau soal yang bersifat tidak rutin.11

Menurut Bell dalam Djamilah menyatakan dari hasil-hasil penelitian menunjukan bahwa strategi-strategi pemecahan masalah pada umumnya yang dipelajari dalam pelajaran matematika dapat ditransfer dan diaplikasikan dalam situasi pemecahan masalah lain.12 Hal ini menunjukan bahwa pemecahan masalah merupakan bagian yang penting yang perlu diajarkan dalam pembelajaran matematika yang dapat

10 Nyimas Aisyah,

op.cit., h.3

11Erman Suherman dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung: JICA, Universitas Pendidikan Indonesia, 2003). h. 83.

12 Djamilah Bondan Widjajanti,

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Mahasiswa Calon Guru Matematika: Apa dan Bagaimana Mengembangkannya, (Yogyakarta: FMIPA UNY, 2009), h. 3

diaplikasikan dalam situasi pemecahan masalah lain yang ada di kehidupan sehari-hari.

Menurut Lenchner, pemecahan masalah matematika adalah sebuah proses menerapkan pengetahuan matematika yang telah diperoleh sebelumnya ke dalam situasi baru yang belum pernah didapatkan atau belum dikenal.13 Sedangkan Utari Sumarmo mengemukakan bahwa pemecahan masalah matematika mempunyai dua makna. Pertama, sebagai suatu pendekatan pembelajaran yang digunakan untuk menemukan kembali (reinvention) dan memahami materi atau konsep matematika. Yang kedua, sebagai tujuan atau kemampuan yang harus dicapai.14

Polya mendefinisikan pemecahan masalah sebagai usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan guna mencapai suatu tujuan yang tidak dengan secara dapat dicapai. Polya memaparkan bahwa terdapat empat langkah dalam menyelesaikan masalah, pertama memahami masalah, kedua menyusun rencana, ketiga melaksanakan rencana, dan keempat melihat kembali solusi.15

In order to group conveniently the questions and suggestions of our list, we shall distinguish four phases of the work. first, we have to understand the problem; we have to see clearly what is required. second, we have to see how the various items are connected, how the unknown is linked to the data, in order to obtain the idea of the solution, to make a plan. third, we carry out our plan. fourth, we look back at the completed solution, we review and discuss it.16

Proses yang harus dilakukan para siswa dari keempat tahapan tersebut secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Memahami Masalah

Pada tahap ini, kegiatan pemecahan masalah diarahkan untuk membantu siswa menetapkan apa yang diketahui pada permasalahan dan apa yang ditanyakan. Beberapa pertanyaan perlu dimunculkan

13 Sri Wardani,

op.cit., h.15

14 Utari Sumarmo, “Pembelajaran Matematika”, dalam Rochman Natawidjaja, dkk. (ed),

Rujukan Filsafat, Teori dan Praksis Ilmu Pendidikan, (Bandung : UPI Press, 2008), Cet. I, h.683 15 Erman Suherman dkk,

op.cit., h.84

16 George Polya, How to Solve It, (Princeton: Princeton University Press. 1973), cet ke-2, h.5

kepada siswa untuk membantunya dalam memahami masalah ini. Pertanyaan-pertanyaan tersebut, antara lain:

a) Apakah yang diketahui dari soal ? b) Apakah yang ditanyakan soal ? c) Apa saja informasi yang diperlukan? d) Bagaimana akan menyelesaikan soal?

Berdasarkan pertanyaan-pertanyaan di atas, diharapkan siswa dapat lebih mudah mengidentifikasikan unsur yang diketahui dan yang ditanyakan soal.

2. Merencanakan penyelesaian

Dalam perencanaan pemecahan masalah, siswa diarahkan untuk dapat mengidentifikasi strategi-strategi pemecahan masalah yanga sesuai untuk menyelesaikan masalah. Dalam mengidentifikasi strategi-strategi pemecahan masalah, hal yang paling penting untuk diperhatikan adalah apakah strategi tersebut berkaitan dengan permasalahan yang akan dipecahkan. Dalam merencanakan pemecahan masalah, terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan siswa, antara lain:

a) Membuat tabel, grafik atau diagram

b) Menyederhanakan permasalahan dengan membagi menjadi bagian-bagian

c) Menggunakan rumus

d) Menyelesaikan masalah yang ekuivalen

e) Menggunakan informasi yang diketahui untuk mengembangkan informasi baru.

3. Menyelesaikan Masalah

Jika siswa telah memahami permasalahan dengan baik dan sudah menentukan strategi pemecahannya, langkah selanjutnya adalah melaksanakan penyelesaian soal sesuai dengan yang telah direncanakan. Kemampuan siswa memahami substansi materi dan

keterampilan siswa melakukan perhitungan matematika akan sangat membantu siswa untuk melaksanakan tahap ini.

4. Melakukan Pengecekan Kembali

Langkah memeriksa ulang jawaban yang diperoleh merupakan langkah terakhir dari pendekatan pemecahan masalah matematika. Langkah ini penting dilakukan untuk mengecek apakah hasil yang diperoleh sudah sesuai dengan ketentuan dan tidak terjadi kontradiksi dengan yang ditanya.17

Seseorang yang sedang menghadapi masalah matematika harus ingat, mengerti, dan dapat menerapkan terhadap hal-hal yang terkait dengan masalah yang sedang ia hadapi. Misalnya, ketika ia sedang melakukan pembelian suatu barang maka ia harus ingat terhadap konsep operasi hitung penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian. Lebih jauh lagi seseorang yang sedang menghadapi masalah matematika harus dapat menganalisis, mengsintesis, dan mengevaluasi hasil kerjanya sehingga ia yakin benar akan hasil kerja yang ia peroleh.18

Berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa pemecahan masalah matematika merupakan proses yang dilakukan oleh siswa dalam menyelesaikan suatu soal-soal atau masalah matematika menggunakan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya dengan menganalisis informasi dan mengevaluasinya agar siswa yakin dengan jawaban yang telah diperolehnya.

c. Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kemampuan berasal dari kata mampu yang berarti kuasa (sanggup, bisa, dapat) melakukan sesuatu. Dengan imbuhan ke-an kata mampu menjadi kemampuan yang berarti kesanggupan, kecakapan, kekuatan untuk melakukan sesuatu.

17 Nyimas Aisyah, op.cit., h.20.

Kemampuan dalam pemecahan masalah merupakan suatu keterampilan, karena dalam pemecahan masalah melibatkan segala aspek pengetahuan (ingatan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi) serta sikap mau menerima tantangan.19 Kemampuan dalam pemecahan masalah adalah sebuah kemampuan tertentu dalam memecahkan masalah (hal-hal yang tidak rutin) dengan cara-cara yang rasional. Seseorang dikatakan mampu memecahkan masalah apabila ia dapat melakukan beberapa hal, antara lain:

1. Memahami dan mengungkapkan sesuatu masalah.

2. Memilih dan memprioritaskan strategi pemecahan yang tepat. 3. Menyelesaikan masalah tersebut secara efektif dan efisien. 20

Selanjutnya, menurut Dodson dan Hollander dalam Herry menjelaskan kemampuan pemecahan masalah yang harus ditumbuhkan oleh siswa dalam pembelajaran matematika adalah:

1. Kemampuan mengerti konsep dan istilah matematika

2. Kemampuan untuk mencatat kesamaan, perbedaan, dan analogi 3. Kemampuan untuk mengidentifikasi elemen terpenting dan

memilih prosedur yang benar

4. Kemampuan untuk mengetahui hal yang tidak berkaitan 5. Kemampuan untuk menaksir dan menganalisa

6. Kemampuan untuk memvisualisasi dan menginterpretasi kualitas dan ruang

7. Kemampuan untuk memperumum berdasarkan beberapa contoh. 8. Kemampuan untuk berganti metode yang telah diketahui

9. Mempunyai kepercayaan diri yang cukup dan merasa senang terhadap materinya. 21

Menurut Utari, kemampuan pemecahan masalah merupakan suatu jenis kemampuan yang didalamnya meliputi beberapa kemampuan, yakni:

1. Mengidentifikasi kecukupan data untuk pemecahan masalah. 2. Membuat model matematika dari suatu situasi atau masalah

sehari-hari dan menyelesaikannya.

19 Nahrowi Adjie dan Maulana,

op.cit., h. 14

20 Suhendra, dkk, Materi Pokok Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran

Matematika, Cet. 2, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007), h.7.23 21 Herry Pribawanto Suryawan,

Strategi Pemecahan Masalah Matematika, 2011, di akses melalui http://ebookbrowsee.net/strategi-pemecahan-masalah-matematika-pdf-d33814193, pukul 21:13 WIB

3. Memilih dan menerapkan strategi untuk menyelesaikan masalah matematika atau diluar matematika.

4. Menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan asal, serta memeriksa kebenaran hasil atau jawaban.

5. Menerapkan matematika secara bermakna. 22

Sedangkan Peraturan Dirjen Dikdasmen No. 506/C/PP/2004 menjelaskan bahwa pemecahan masalah merupakan kompetensi strategik. Ditunjukkan siswa dalam memahami, memilih pendekatan dan strategi pemecahan masalah, dan merumuskan pernyataan kedalam model matematika. Indikator yang menunjukkan pemecahan masalah sebagai berikut:

1. Menunjukkan pemahaman masalah

2. Mengorganisasi data dan memilih informasi yang relevan dalam pemecahan masalah.

3. Menyajikan masalah secara matematika dalam berbagai bentuk. 4. Memilih pendekatan dan metode pemecahan masalah secara

tepat.

5. Mengembangkan strategi pemecahan masalah.

6. Membuat dan menafsirkan model matematika dari suatu masalah.

7. Menyelesaikan masalah yang tidak rutin. 23

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis adalah kemampuan siswa untuk menyelesaikan soal atau masalah matematika menggunakan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya dengan tahapan-tahapan atau cara yang rasional agar siswa memperoleh jawaban dan yakin dengan jawaban yang telah diperolehnya.

Terdapat beberapa keterampilan yang digunakan dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, antara lain: (1) memahami soal, (2) memilih pendekatan atau strategi pemecahan, (3) menyelesaikan model, (4) menafsirkan solusi.24 Di dalam merencanakan penyelesaian masalah seringkali diperlukan kreativitas. Sejumlah strategi

22 Utari Sumarmo, “Pembelajaran Matematika”, dalam Rochman Natawidjaja, dkk. (ed),

Rujukan Filsafat, Teori dan Praksis Ilmu Pendidikan, (Bandung : UPI Press, 2008), Cet. I, h.683 23 Fadjar Shadiq, Kemahiran Matematika, (Jakarta: Depdiknas, 2009), h. 14

dapat membantu dalam merumuskan suatu rencana penyelesaian masalah. Strategi tersebut antara lain: membuat tabel, membuat gambar, menduga, mencoba, memperbaiki, mencari pola, menggunakan penalaran, menggunakan variabel, membuat persamaan, menggunakan algoritma, menggunakan sifat-sifat bilangan, menggunakan rumus, menggunakan informasi yang diketahui untuk mengembangkan informasi baru.25

Dalam penelitian ini, pemecahan masalah bukanlah sebagai strategi melainkan sebagai tujuan. Kemampuan pemecahan masalah matematik yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah kemampuan yang ditunjukkan siswa dalam menyelesaikan masalah berdasarkan tahapan-tahapan indikator pemecahan masalah. Indikator yang digunakan diambil dari indikator yang telah dijabarkan oleh Utari Sumarmo dan disesuaikan dengan karakteristik peserta didik. Indikator tersebut meliputi :

1. Mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui dan ditanyakan 2. Membuat model matematika

3. Memilih dan menerapkan strategi

4. Menjelaskan hasil dan memeriksa kebenaran hasil.

5. Model pembelajaran Treffinger

a. Pengertian Model Pembelajaran Treffinger

Model Treffinger merupakan salah satu model yang digunakan untuk mendorong belajar kreatif. Menurut Oon-Seng Tan, Treffinger menggambarkan proses kreatif sebagai rangkaian tahapan dimana masalah yang diselesaikan secara sistematis.26 Treffinger dalam Pomalato mengemukakan bahwa model belajar kreatif yang dikembangkan olehnya merupakan model yang bersifat developmental dan lebih mengutamakan segi proses. Prinsip yang perlu diperhatikan dalam mencapai tahap pengembangan tertentu adalah perlu dipenuhinya prasyarat pengetahuan

25

Ibid, h. 16

26 Oon-Seng Tan, Problem Based Learning and Creativity, e-book (Singapura: Cengange Learning Asia,2009), p.7

dan penguasaan materi.27 Jadi, seorang siswa dapat mencapai tahap kemampuan tertentu apabila kemampuan prasyarat mereka sudah dikuasai.

Menurut Treffinger, digagasnya model ini adalah karena perkembangan zaman yang terus berubah dengan cepat dan semakin kompleksnya permasalahan yang harus dihadapi. Karena itu, untuk mengatasi permasalahan tersebut, diperlukan suatu cara agar dapat menyelesaikan suatu permasalahan dan menghasilkan solusi yang paling tepat. Yang perlu dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan memperhatikan fakta-fakta penting yang ada di lingkungan sekitar kemudian memunculkan berbagai ide atau gagasan dan memilih solusi yang tepat untuk kemudian diimplementasikan secara nyata.28

Dengan melibatkan keterampilan kognitif dan afektif pada setiap tingkat dari model ini, Treffinger menunjukan saling hubungan dan ketergantungan antara keduanya untuk mendorong belajar kreatif.29 Disamping proses belajar kreatif digunakan pula proses berpikir divergen (proses berpikir bermacam-macam arah dan menghasilkan banyak alternatif penyelesaian) dan proses berpikir konvergen (proses berpikir yang mencari jawaban tunggal).

Pembelajaran kreatif model Treffinger ini dapat membantu siswa untuk berpikir kreatif dalam memecahkan masalah, membantu siswa dalam menguasai konsep-konsep materi yang diajarkan, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk menunjukan potensi-potensi kemampuan yang dimilikinya termasuk kemampuan kreativitas dan kemampuan pemecahan masalah. Dengan kreativitas yang dimiliki siswa berarti siswa mampu menggali potensinya dalam berdaya cipta, menemukan gagasan,

27 Sarson Waliyatimas Pomalato Dj, “Pengaruh Penerapan Model Treffinger Pada Pembelajaran Matematika Dalam Mengembangkan Kemampuan Kreatif dan Pemecahan Masalah Matematika Siswa”. Disertasi Pascasarjana UPI Bandung, Bandung, 2005, hal. 19, tidak dipublikasikan.

28 Miftahul Huda, Model-model Pengajaran dan Pembelajaran, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), h. 318.

29 Utami Munandar, Kreativitas & Keberbakatan, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 1999), h. 246.

serta menemukan pemecahan masalah yang dihadapinya yang melibatkan proses berpikir.

Treffinger menjelaskan terdapat tiga tingkat yang berbeda dari pembelajaran kreatif yang diungkapkan olehnya. “Treffinger proposed a practical model for describing three different levels of creative learning, with the consideration of both cognitive and affective dimentions at each level. the three levels are divergent functions, complex thinking and feeling processes, and involvment in real challenges.”30

Model Treffinger menggambarkan susunan tiga tingkat yang dimulai dengan unsur-unsur dasar dan menanjak ke fungsi-fungsi berpikir kreatif yang lebih majemuk. Setiap tahap dari model ini mencakup segi pengenalan (kognitif) dan segi afektif. Siswa terlibat dalam kegiatan membangun keterampilan pada tahap pertama dan kedua untuk kemudian menangani masalah kehidupan nyata pada tahap ketiga.

Adapun langkah-langkah model Treffinger menurut Utami Munandar adalah sebagai berikut:

1. Tingkat Basic Tools

Tingkat basic tools meliputi keterampilan berpikir divergen dan teknik-teknik kreatif. Keterampilan dan teknik-teknik ini mengembangkan kelancaran dan kelenturan berpikir serta kesediaan mengungkapkan pemikiran kreatif kepada orang lain.

2. Tingkat Practice with Process

Pada tingkat ini siswa diberi kesempatan untuk menerapkan keterampilan yang dipelajari pada tingkat basic tools dalam situasi praktis. Pada tingkat ini, siswa dituntut aktif dan terlibat dalam kegiatan mempelajari konsep yang dilakukan dengan jalan memperlihatkan representasi konsep tersebut.

30 Donald J. Treffinger, Scott G. Isaksen, and Roger L. Firestien, Theoritical Perspectives on Creative Learning and Its Facilitation: An Overview, Journal of Creative Behavior, vol. 17 Number 1, 1983, p.13

3. Tingkat Working with Real Problems

Pada tingkat ini siswa menerapkan keterampilan yang dipelajari pada tingkat basic tools dan practice with process terhadap tantangan dunia nyata. Siswa tidak hanya belajar keterampilan berpikir kreatif, tetapi juga bagaimana menggunakan informasi ini dalam kehidupan mereka. 31

Dalam buku Conny Semiawan terdapat tiga tingkatan dalam pembelajaran model Treffinger, yaitu:

1. Tingkat I : Fungsi Divergen

Pada tingkat ini dinamakan fungsi divergen dengan maksud untuk menekankan keterbukaan dan kemungkinan-kemungkinan. Fungsi divergen meliputi perkembangan dan kelancaran (fluency), kelenturan (flexibility), keaslian (originality), dan keterincian (elaboration) dalam berpikir. Tingkat I merupakan landasan atau dasar dimana belajar kreatif berkembang. Dengan demikian, tahap ini mencakup sejumlah teknik yang dipandang sebagai dasar belajar kreatif. Tujuan dari tahap pengembangan fungsi-fungsi divergen ini adalah mempersiapkan materi yang akan diajarkan kepada siswa. Teknik-teknik tersebut terdiri atas:

a) Tenik pemanasan, yaitu memberikan pertanyaan-pertanyaan terbuka yang menimbulkan minat dan merangsang rasa ingin tahu siswa sehingga diperoleh gagasan sebanyak mungkin.

b) Teknik pemikiran dan perasaan, yaitu mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang memberikan kesempatan timbulnya berbagai macam jawaban, yang merupakan ungkapan pikiran atau perasaan. c) Sumbang saran, yaitu keterbukaan dalam memberikan gagasan,

menerima dan menghasilkan banyak gagasan.

d) Daftar penulisan gagasan, yaitu penulisan gagasan yang dimiliki siswa.

31 Utami Munandar,op.cit.h.246

e) Penyusunan sifat, yaitu suatu teknik yang digunakan untuk menimbulkan banyak gagasan tentang suatu objek atau masalah.

Dokumen terkait