• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

D. Pembahasan

Setelah dilakukan pengujian hipotesis maka diketahui bahwa pada penelitian ini kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran Treffinger lebih tinggi daripada siswa yang pembelajarannya menggunakan model konvensional yang diterapkan disekolah tersebut. Model pembelajaran Treffinger dalam penelitian ini terdiri dari 3 tahapan pembelajaran yaitu; basic tools, practice with process, dan working with real problem. Pada proses pembelajarannya siswa diberikan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang berisi tahapan-tahapan tersebut.

Proses pembelajaran di kelas eksperimen siswa dikelompokkan menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 4-5 siswa. Pada awal pertemuan respon siswa terhadap pembelajaran Treffinger sangat positif, mereka terlihat tertarik dan senang, namun banyak siswa yang tidak paham atau agak kesulitan dalam mengerjakan LKS. Hal ini karena siswa belum terbiasa dengan diskusi kelompok dan pembelajaran yang menuntut siswa menemukan sendiri konsep matematikanya. Pembelajaran siswa sebelumnya hanya berpusat pada guru dan siswa hanya diberikan latihan-latihan soal yang penyelesaiannya sama seperti contoh yang telah guru berikan. Selain itu banyak siswa yang tidak menguasai materi prasyarat yaitu materi segiempat yang sebenarnya telah mereka pelajari di kelas VII.Sehingga pada pertemuan awal peneliti memerlukan banyak waktu untuk membimbing mereka dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada di LKS. Padahal seharusnya siswa secara berkelompok dituntut untuk memahami dan menemukan konsep matematika dengan sendirinya melalui 3 tahapan dalam pembelajaran model Treffinger, dengan berbekal pengetahuan yang telah mereka miliki sebelumnya atau dengan melihat lingkungan sekitar dan mencari informasi melalui sumber belajar (buku pelajaran matematika) yang mereka gunakan.

Banyak siswa yang tidak paham dalam menjawab LKS mereka menjawab seadanya atau mereka tidak menjawab sama sekali. Sehingga di akhir pertemuan

kegiatan mempresentasikan hasil kerja kelompok mereka untuk dibahas secara bersama-sama kurang berjalan dengan baik. Ketika diminta mengumpulkan hasil kerja mereka, hanya beberapa kelompok yang mengumpulkan dan sebagian kelompok beralasan belum selesai mengerjakan atau tidak tahu harus mengisi apa pada lembar kerja siswa (LKS) tersebut. Begitupula dengan lembar pekerjaan rumah yang diberikan kepada masing-masing siswa untuk dikerjakan secara individu. Banyak siswa yang tidak mengerjakan dan mengumpulkan pekerjaan rumah pada pertemuan berikutnya. Oleh karena itu pembelajaran model Treffinger pada pertemuan pertama dan kedua masih terdapat kendala dan belum sesuai harapan.

Pada pertemuan selanjutnya, siswa sudah mulai terbiasa dengan pembelajaran model Treffinger yang diterapkan. Diskusi kelompok menjadi lebih aktif dan setiap siswa memberikan kontribusinya dalam menyampaikan ide-ide atau gagasannya dan mencari informasi melalui sumber belajar yang digunakan untuk menjawab masalah-masalah yang ada pada lembar kerja siswa (LKS). Setiap kelompok berdiskusi dan mengerjakan setiap tahapan pada model pembelajaran Treffinger yang ada dalam LKS.

Tahapan pertama dalam pembelajaran model Treffinger adalah basic tools. Pada tahap ini siswa diberikan masalah terbuka yang berkaitan dengan materi bangun ruang sisi datar yang memicu gagasan-gagasan siswa dalam menjawab permasalahan tersebut.siswa diberi kebebasan untuk mengungkap ide-idenya sesuai dengan pengetahuan dan pemahaman mereka sendiri. Setiap siswa pada masing-masing kelompoknya berdiskusidan menuliskan segala ide/gagasan yang mereka peroleh pada lembar kerja siswa (LKS) dan masing-masing kelompok memiliki ide tau gagasan yang berbeda-beda. Tahapan ini melatih siswa untuk berpikir divergen dan mempersiapkan materi yang akan diajarkan kepada siswa. Berikut ini contoh pekerjaan siswa pada tahapan basic tools.

Gambar 4.4

Hasil dari tahap basic tools Pada LKS 3

Tahapan kedua yaitu practice with process.Pada tahap ini siswa diajak untuk meluaskan pemikiran mereka dan berperan serta dalam kegiatan-kegiatan pembelajaran yang lebih majemuk dan menantang. Tujuan pada tahap ini adalah untuk memehami konsep pada materi yang sedang dipelajari. Berikut ini contoh kegiatan siswa pada tahapan practice with process.

Gambar 4.5

Kegiatan siswa pada tahap practice with process

Melalui kegiatan kelompok seperti gambar di atas, siswa dapat mencari konsep materi yang sedang dipelajari seperti mencari rumus volum balok dengan menggunakan kubus-kubus kecil yang telah mereka sediakan sebelumnya.Siswa memberikan respon positif pada kegiatan ini, banyak siswa yang antusias karena pembelajaran berbeda dengan cara mereka belajar sebelumnya

Tahapan terakhir yaitu working with real problem. Pada tahap ini setelah siswa memperoleh konsep materi pada tahap sebelumnya, selanjutnya siswa diberikan masalah yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Di awal pembelajaran pada tahap ini banyak siswa yang belum mengerti bagaimana menyelesaikannya karena belum terbiasa mengerjakan soal-soal secara mandiri tanpa diberikan contoh terlebih dahulu. Namun pada pertemuan-pertemuan berikutnya, siswa mulai terbiasa secara mandiri menyelesaikan soal-soal yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Berikut ini contoh pekerjaan siswa pada tahap working with real problem.

Gambar 4.6

Hasil pada tahap working with real problem Pada LKS 8

Setelah siswa mengerjakan LKS yang berisi tahapan-tahapan di atas, kemudian siswa mempresentasikan hasil diskusinya dan siswa yang lain mengungkapkan pendapatnya jika terdapat perbedaan dalam menyelesaikan LKS. Berbeda dengan kelas eksperimen, pada kelas kontrol pembelajaran dilaksanakan secara konvensional seperti yang biasa diterapkan guru sebelumnya yaitu kegiatan pembelajaran berpusat pada guru dengan memberikan materi secara ceramah kemudian siswa diberikan contoh soal dan diberikan tugas, akibatnya pembelajaran menjadi kurang efektif.

Pada penelitian ini kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang diteliti terdiri atas empat indikator pemecahan masalah matematik. Kelas eksperimen dan kelas kontrol diberikan posttest dengan instrument soal yang sama untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah matematiknya. Berikut ini beberapa pembahasan soal beserta jawaban posttest siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol pada tiap-tiap indikator:

1. Indikator Mengidentifikasi Unsur-Unsur yang Diketahui dan Ditanyakan

Temuan penelitian mengungkapkan bahwa persentase indikator mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui dan ditanyakan pada siswa diajar dengan model pembelajaran Treffinger mencapai 91,35% dan siswa yang diajar dengan model pembelajaran konvensional mencapai 83,33%. Hal ini terlihat pada siswa yang diajar dengan model pembelajaran Treffinger sebagian besar siswa telah mampu mengidentifikasi apa yang diketahui dan ditanyakan dengan benar, siswa juga lebih mampu membaca dan memahami soal yang diberikan daripada siswa diajar dengan model pembelajaran konvensional dimana kebanyakan siswa kurang lengkap menulisakan apa yang diketahui. Cuplikan kemampuan memahami masalah dan mengidentifikasi apa yang diketahui dan ditanyakan dari soal disajikan pada gambar berikut.

Gambar (a) dan (b) merupakan jawaban siswa yang salah dalam menjawab soal nomor 1. Walaupun jawaban kedua siswa salah, namun dalam mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui dan ditanyakan terdapat perbedaan antara keduanya. Pada gambar (a) terlihat siswa tepat dalam mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui sesuai dengan soal yang dikerjakan. Sedangkan pada gambar (b) hanya sebagian unsur yang diketahui yang disebutkan oleh siswa. Siswa tidak menyebutkan biaya per meter kain dan ukuran-ukuran yang tepat pada tenda dalam soal tersebut.

2. Indikator Membuat Model Matematika

Temuan penelitian mengungkapkan bahwa persentase indikator membuat model matematika pada siswa yang diajar dengan model pembelajaran Treffinger mencapai 62,97% dan siswa yang diajar dengan model pembelajaran konvensional mencapai 60%. Selesih persentase kedua kelas pada indikator tersebut hanya 2,97%. Hal ini menunjukan tidak ada perbedaan yang terlalu besar antara kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran Treffinger dengan siswa yang diajar dengan model pembelajaran konvensional. Hal ini terjadi karena siswa yang diajar dengan model pembelajaran Treffinger lebih banyak yang langsung menyelesaikan masalah tanpa membuat model matematika terlebih dahulu namun mereka menyelesaikannya dan memperoleh jawaban yang benar. Berbeda dengan siswa yang diajar dengan model pembelajaran konvensional, sebagian besar siswa sudah mampu membuat model matematika namun pada saat mereka menyelesaikannya terdapat kesalahan dalam perhitungan atau kurang teliti sehingga memporeleh hasil yang salah. Cuplikan kemampuan membuat model matematika disajikan pada gambar berikut.

(a) Model pembelajaran Treffinger (b) Model pembelajaran Konvensional

Gambar (a) dan (b) merupakan jawaban siswa yang benar dalam menjawab soal nomor 2. Pada jawaban tersebut terlihat siswa membuat model matematika terlebih dahulu. Siswa membuat model matematika untuk mencari panjang, lebar dan tinggi dari volume yang diketahui sebelum mereka mencari luas permukaan prisma pada soal tersebut. Secara keseluruhan tidak ada perbedaan dalam membuat model matematika antara siswa yang diajar dengan model pembelajaran Treffinger dengan model pembelajaran konvensional.

3. Indikator Memilih dan Menerapkan Strategi.

Temuan penelitian mengungkapkan bahwa persentase indikator memilih dan menerapkan strategi pada siswa yang diajar dengan model pembelajaran Treffinger mencapai 55,41% dan siswa yang diajar dengan model pembelajaran konvensional mencapai 42,08%. Hal ini terlihat pada siswa yang diajar dengan model pembelajaran Treffinger sebagian mereka telah mampu memilih dan menerapkan strategi sesuai prosedur sehingga diperoleh jawaban yang benar, sedangkan pada siswa diajar dengan model pembelajaran konvensional dimana kebanyakan siswa masih ada yang membuat rencana yang tidak relevan dengan apa yang ditanyakan pada soal. Siswa cenderung

mengabaikan atau memperhatikan kondisi soal yang diberikan. Beberapa siswa bahkan tidak memilih strategi penyelesaian dan langsung melaksanakan perhitungan. Cuplikan kemampuan memilih dan menerapkan strategi pada soal disajikan pada gambar berikut.

(a) Model pembelajaran Treffinger

(b) Model pembelajaran Konvensional

Gambar (a) dan (b) merupakan jawaban siswa dalam menjawab soal nomor 5. Pada soal tersebut diperlukan strategi membuat gambar untuk memudahkan dalam menyelesaikan soal. Gambar (a) merupakan jawaban siswa yang memilih strategi membuat gambar dengan benar. Siswa membuat gambar untuk memudahkan mencari luas permukaan selimut pada limas yang merupakan bentuk atap pada soal tersebut. Setelah siswa memilih strategi, maka siswa dapat menerapkannya dan memperoleh jawaban yang tepat. Sedangkan pada gambar (b), siswa tidak memilih strategi untuk menyelesaikan soal tersebut. sehingga siswa salah dalam memahami soal yang ditanyakan. Pada soal tersebut ditanyakan berapa banyaknya genteng sehingga

siswa seharusnya mencari terlebih dahulu luas permukaan selimut atap yang berbentuk limas tanpa menghitung luas alas atap tersebut.

4. Indikator Menjelaskan Hasil dan Memeriksa Kebenaran Hasil.

Temuan penelitian mengungkapkan bahwa persentase indikator menjelaskan hasil dan memeriksa kebenaran hasil pada siswa yang diajar dengan model pembelajaran Treffinger mencapai 50,30% dan siswa yang diajar dengan model pembelajaran konvensional mencapai 27,22%. Hal ini terlihat pada siswa yang diajar dengan model pembelajaran Treffinger sebagian mereka telah mampu menjelaskan dan memeriksa kebenaran hasil yang telah mereka peroleh, ketika mereka menjawab “yakin” dengan hasil yang diperoleh, mereka memang benar telah memeriksa kembali jawaban tersebut dan menjelaskan kembali jawaban yang diperoleh ke dalam permasalahan asal atau permasalahan yang ditanyakan. Sedangkan pada siswa diajar dengan model pembelajaran konvensional dimana kebanyakan siswa masih ada yang tidak menjelaskan kembali hasil ke permasalahan asal dan memeriksanya sehingga mereka tidak tahu apakah hasil yang diperolehnya sudah sesuai atau tidak dengan apa yang ditanyakan pada soal. Siswa menganggap jawaban telah selesai apabila sudah mendapatkan nilai. Cuplikan kemampuan menjelaskan hasil dan memeriksa kebenaran hasil dari soal disajikan pada gambar berikut.

Gambar (a) dan (b) merupakan jawaban siswa dalam menjawab soal nomor 3. Gambar (a) merupakan jawaban siswa yang tepat dalam menjelaskan dan memeriksa hasil yang diperolehnya. Jawaban yang diprolehnya merupakan jawaban yang benar pada soal nomor 3. Sedangkan pada gambar (b) terlihat siswa kurang memahami masalah sehingga salah dalam menjawab. Siswayakin dengan jawaban yang diperolehnya padahal jawaban tersebut salah. Pada soal ditanyakan “berapa volume air jika kolam diisi air hingga ketinggian setengahnya?”, seharusnya siswa mencari terlebih dahulu tinggi 1 buah balok yang tersusun menjadi tangga pada kolam tersebut. setelah tinggi 1 buah balok diketahui maka siswa selanjutnya mencari volume balok pada ketinggian setengah kolam renang yang trsusun dari 7 buah balok (baris bawah 4 buah dan baris atasnya 3 buah balok). Setelah itu mencari volume air kolam pada ketinggian setengahnya dan mengurangi dengan 7 buah volume balok tersebut. Pada jawaban diatas siswa mecari volume air seluruhnya baru kemudian membagi setengahnya dari hasil yang ia peroleh. Hal ini menunjukan siswa kelas kontrol kurang teliti dan menganggap hasil yang mereka peroleh sudah benar tanpa di periksa terlebih dahulu.

Dari semua uraian diatas, berdasarkan indikator-indikator kemampuan pemecahan masalah terlihat bahwa kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran Treffinger lebih tinggi dibandingkan siswa yang diajar menggunakan pembelajaran konvensional. Pada siswa kelas eksperimen yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran Treffinger pada umumnya lebih mengutamakan proses penyelesaian menggunakan tahapan pemecahan masalah. Sedangkan siswa yang diajar menggunakan pembelajaran konvensional cenderung mengerjakan soal dengan mengutamakan hasil akhir tanpa melalui proses tahapan pemecahan masalah. Ditinjau dari indikator kemampuan pemecahan masalah, tampak bahwa indikator yang paling rendah dicapai siswa adalah menjelaskan hasil dan memeriksa kebenaran hasil. Siswa tidak terbiasa melakukan hal ini sehingga mereka seringkali melakukan kesalahan-kesalahan, seperti tidak menuliskan satuan, salah

menjumlahkan atau mengalikan, tidak melihat kembali apa yang ditanyakan, dan beberapa kesalahan lain yang sebenarnya dapat dihindari jika mereka memeriksa kembali jawaban mereka. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Tia Agnesa dengan judul “Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah Open-Ended” yang melaporkan bahwa indikator kemampuan pemecahan masalah yang paling rendah dicapai siswa adalah memeriksa kembali (looking back). Siswa tidak terbiasa memeriksa kembali jawaban mereka sehingga terdapat kesalahan-kesalahan sederhana seperti tidak menuliskan satuan yang menyebabkan kehilangan point dalam menjawab soal-soal yang diajukan.

Dengan menggunakan model pembelajaran Treffinger siswa lebih percaya diri dalam mengungapkan gagasannya saat pembelajaran berlangsung dan siswa lebih bersemangat sehingga mampu meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik. Oleh karena itu, terlihat bahwa model pembelajaran Treffinger yang diterapkan selama proses pembelajaran matematika memberikan pengaruh positif terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik siswa. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Imas Teti Rohaeti (2013) dengan judul “Penerapan Model Treffinger pada Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa SMP”. Melaporkan bahwa kemampuan berpikir kreatif siswa yang memperoleh pembelajaran matematika dengan model pembelajaran Treffinger lebih tinggi daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional, serta siswa memberikan sikap positif terhadap model Treffinger pada pembelajaran matematika. Begitupun hasil penelitian Dwi Retnowati (2012) mengungkapkan bahwa model pembelajaran Treffinger dapat meningkatkan kemampuan pemahaman konsep dan disposisi matematis siswa. Kemampuan pemahaman konsep dan disposisi matematis siswa sebelum tindakan masih rendah, namun setelah dilakukan tindakan mulai mengalami peningkatan. Kemampuan mengaplikasikan konsep atau logaritma dalam pemecahan masalah mulai terlihat saat siswa menyelesaikan masalah terbuka, soal diskusi dan membuat pertanyaan serta menyelesaikannya secara mandiri. Pada tahap I sampai III siswa terbiasa mengerjakan berbagai bentuk soal

sehingga kemampuan mengaplikasikan konsep dalam pemecahan masalah meningkat. Tiga tahapan pada model Treffinger juga mampu menciptakan pembelajaran aktif yang berpusat pada siswa.

Dokumen terkait