• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1 Invalid 0,103 Sedang 0,625 Sangat Jelek -0,017 digunakan Tidak 2 Valid 0,647 Sukar 0,25 Baik 0,422 Digunakan 3 Valid 0,618 Sukar 0,086 Jelek 0,128 Digunakan Tidak 4 Valid 0,606 Sukar 0,078 Jelek 0,144 Digunakan 5 Valid 0,658 Sukar 0,272 Cukup 0,333 Digunakan 6 Valid 0,514 Sedang 0,631 Cukup 0,272 Digunakan 7 Valid 0,649 Sukar 0,119 Cukup 0,228 Digunakan Tidak 8 Valid 0,583 Sukar 0,367 Baik 0,456 Digunakan Dari hasil uji instrumen, soal tes yang digunakan untuk posttest adalah nomor 2, 4, 5, 6, dan 8. Alasan peneliti hanya memakai 5 butir soal posttest dari 7 butir soal yang valid ialah mengingat bahwa kelas yang dipakai untuk uji coba soal posttest adalah kelas XI SMP yang sudah siap menghadapi UN (Ujian Negara) dan terlatih atau terbiasa mengerjakan soal-soal dalam bentuk pemecahan masalah, oleh karena itu saran dan masukan dari beberapa pakar evaluasi yang menjadi pembimbing peneliti mengenai tingkat kesulitan dan alokasi waktu yang tersedia perlu dipertimbangkan dengan banyak soal posttest yang harus diselesaikan.

F. Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan analisis kuantitatif, yaitu suatu teknik analisis yang penganalisisannya dilakukan dengan perhitungan, karena berhubungan dengan angka, yaitu hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematis yang diberikan.Penganalisisan hasil tes dilakukan dengan membandingkan hasil tes kelas kontrol dan hasil tes kelas eksperimen.

Dari data yang diperoleh, kemudian dilakukan perhitungan statistik dengan membuat distribusi frekuensi, hitungan mean, median, modus, varians, simpangan

baku, ketajaman, dan kemiringan (kurtosis). Kemudian dilakukan uji prasyarat analisis, yaitu uji normalitas dan uji homogenitas.Setelah itu dilakukan uji hipotesis dengan melakukan analisis perbandingan antara kelas kontrol dan kelas eksperimen guna mengetahui kontribusi model pembelajaran Treffinger terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.

1. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sampel yang diteliti berasal dari distribusi normal atau tidak. Dalam penelitian ini, pengujian normalitas menggunakan uji Chi-kuadrat, adapun prosedur pengujian adalah sebagai berikut: 15

1) Menentukan hipotesis

= Data berasal dari populasi yang berdistribusi normal = Data berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal 2) Menentukan rata-rata

3) Menentukan standar deviasi

4) Membuat daftar frekuensi observasi dan frekuensi ekspektasi: a) Rumus banyak kelas interval (aturan Struges):

K = 1 + 3,3 log (n), dengan n = banyaknya subjek b) Rentang (R) = skor terbesar – skor terkecil

c) Panjang kelas interval (P) =������������������ = 5) Mencari hitung dengan menggunakan rumus :

Keterangan :

=harga chi-kuadrat =frekuensi observasi

=frekuensi ekspektasi

6) Mencari tabel dengan derajat kebebasan (dk) = banyak kelas (k) – 3 dan taraf kepercayaan 95% serta taraf signifikansi α = 5%

7) Kriteria pengujian :

Setelah diperoleh harga hitung, maka selanjutnya dilakukan pengujian normalitas dengan membandingkan hitung dengan tabel.

a) Terima jika hitungtabel, maka diterima dan ditolak b) Tolak jika hitung> tabel, maka ditolak dan diterima 8) Kesimpulan:

hitungtabel : sampel berasal dari populasi berdistribusi normal

hitung> tabel : sampel berasal dari populasi berdistribusi tidak normal

2. Uji Homogenitas

Setelah dilakukan pengujian normalitas, maka selanjutnya dilakukan pengujian homogenitas.Uji homogenitas digunakan untuk menguji kesamaan varians dari skor pada kedua kelompok. Uji homogenitas yang digunakan yaitu uji Fisher (F), adapun prosedur pengujiannya adalah sebagai berikut:16 1) Menetukan Hipotesis

Distribusi populasi dua kelompok mempunyai varians yang sama

Distribusi populasi dua kelompok mempunyai varians yang tidak sama 2) Menghitung nilai F dengan rumus Fisher

Dimana: Keterangan:

16Kadir, Statistik untuk Penelitian Ilmu-ILmu Sosial, (Jakarta: Rose Mata Sampurna, 2010), h.111

F : Uji Fisher : Varians terbesar : Varians terkecil 3) Menentukan taraf signifikansi

4) Menentukan pada derajat bebas untuk pembilang dan untuk penyebut, dimana adalah banyaknya anggota kelompok.

5) Kriteria pengujian

Jika maka diterima

Jika maka ditolak

6) Kesimpulan

: varians kedua kelompok homogen : varians kedua kelompok tidak homogeny

3. Uji Hipotesis

Setelah uji normalitas dan uji homogenitas terpenuhi, maka selanjutnya dilakukan uji hipotesis. Uji hipotesis dilakukan untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah siswa. Pengujian hipotesis dilakukan dengan perhitungan uji-t.

Rumus uji-t yang digunakan yaitu:

1) Jika kedua kelompok heterogen, maka uji statistik yang digunakan adalah:

2) Jika kedua kelompok homogen, maka uji statistik yang digunakan adalah:17

17Husaini Umar dan R. Purnomo Setiady Akbar, Pengantar Statistika, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), cet. ke-1, h. 142

� = ��1− ��2����11 +1 2 Dimana, ���� = (�1−1)�12+ (2−1)�221+2−2 Keterangan: t : nilai t hitung

: Rata-rata kemampuan pemecahan masalah kelompok eksperimen : Rata-rata kemampuan pemecahan masalah kelompok kontrol. : Varians kelompok eksperimen.

: Varians kelompok kontrol.

��� : Simpangan baku total kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

: Banyaknya sampel pada kelompok eksperimen. : Banyaknya sampel pada kelompok kontrol.

Adapun langkah-langkah pengujian hipotesis adalah sebagai berikut: a) Menetukan hipotesis statistik

Hipotesis yang diajukan dalam pengujian pada penelitian ini adalah:

0 ∶ �1 ≤ �2

1 ∶ �1 >2

b) Menentukan uji statistik c) Menentukan taraf signifikan

Taraf signifikan yang digunakan dalam penelitian ini adalah α = 5% = 0,05 dan derajat kebebasan (��) =�1+2−2

d) Menentukan kriteria pengujian

Jika , maka diterima

Jika , maka ditolak e) Melakukan perhitungan statistik

f) Menarik kesimpulan

3) Jika data tidak berdistribusi normal maka untuk menguji kesamaan dua rata-rata digunakan uji statistik nonparametrik, yaitu uji Mann Whitney. Rumus uji statistik yang digunakan adalah sebagai berikut:18

Keterangan:

: Statistik uji Z yang berdistribusi normal N(0,1) : Statistik uji Mann Whitney

: Banyak sampel pada kelompok eksperimen : Banyak sampel pada kelompok kontrol

1 : Jumlah ranking yang diberikan pada kelompok yang ukuran

sampelnya �1

4. Hipotesis Statistik

Perumusan hipotesis statistik adalah sebagai berikut:

0 ∶ �1 ≤ �2

1 ∶ �1 >2 Keterangan:

1 : Rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran Treffinger.

2 : Rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran konvensional.

47

A. Deskripsi Data

Penelitian mengenai kemampuan pemecahan masalah matematik siswa ini dilakukan di MTsN Tangerang II Pamulang pada kelas VIII-4 sebagai kelas eksperimen dan kelas VIII-2 sebagai kelas kontrol. Materi matematika yang diajarkan pada penelitian ini adalah materi bangun ruang sisi datar dengan pokok bahasan kubus, balok, prisma dan limas. Pada penelitian ini kelas eksperimen yang terdiri dari 37 orang siswa diajarkan menggunaan model pembelajaran Treffinger, sedangkan kelas kontrol yang terdiri dari 36 orang siswa diajarkan dengan pembelajaran konvensional.

Berikut ini disajikan data kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang diberikan kepada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa Kelas Eksperimen

Data hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematik siswa kelas eksperimen ditunjukan dalam tabel distribusi di bawah ini:

Tabel 4.1

Distribusi Frekuensi Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa Kelas Eksperimen

No. Interval Frekuensi Absolut Frekuensi Kumulatif (≥) f

k(%) fi f(%) 1. 28 - 37 2 5,41 100 2. 38 - 47 5 13,51 94,59 3. 48 - 57 4 10,81 81,08 4. 58 - 67 9 24,32 70,27 5. 68 - 77 8 21,62 45,95 6. 78 - 87 8 21,62 24,32 7. 88 - 97 1 2,70 2,7 Jumlah 37 100

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa banyak kelas interval adalah 7 kelas dengan panjang tiap interval kelas adalah 10. Hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematik pada kelas eksperimen memperoleh nilai rata-rata 64,39, nilai rata-rata-rata-rata tersebut berada pada interval 58 – 67. Dari data tersebut terlihat bahwa sekitar 26 siswa atau sebesar 70,27% siswa memperoleh nilai lebih besar atau sama dengan rata-rata kelas.

Berdasarkan hasil tes diketahui bahwa 29,73% siswa kelompok eksperimen tersebut mendapat nilai hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematika lebih besar dari atau sama dengan nilai Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) yang ditetapkan oleh sekolah tempat penelitian yaitu 75 (11 siswa mendapat nilai ≥ 75).

2. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa Kelas Kontrol

Data hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematik siswa kelas kontrol ditunjukan dalam tabel distribusi di bawah ini:

Tabel 4.2

Distribusi Frekuensi Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa Kelas Kontrol

No. Interval Frekuensi Absolut Frekuensi Kumulatif (≥)

fk(%) fi f(%) 1. 16–26 2 5,56 100 2. 27–37 8 22,2 94,44 3. 38–48 6 16,7 72,22 4. 49–59 9 25 55,56 5. 60–70 6 16,7 30,56 6. 71–81 5 13,9 13,89 Jumlah 36 100

Dari table diatas dapat diketahui bahwa banyak kelas interval adalah 6 kelas dengan panjang tiap interval kelas adalah 11. Hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematik pada kelas kontrol memperoleh nilai rata-rata 50,33, nilai rata-rata tersebut berada pada interval 49 – 70. Dari data tersebut terlihat bahwa sekitar 20 siswa atau sebesar 50,56% siswa memperoleh nilai lebih besar atau sama dengan rata-rata kelas.

Berdasarkan hasil posttest diketahui bahwa 13,89% siswa kelompok kontrol tersebut mendapat nilai hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematika lebih besar dari atau sama dengan nilai Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) yang ditetapkan oleh sekolah tempat penelitian yaitu 75 (5 siswa mendapat nilai ≥ 75).

Perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa di kelas eksperimen dan kelas kontrol disajikan dalam tebel berikut ini:

Tabel 4.3

Statistik Deskriptif Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

Statistik Deskriptif Kelas

Eksperimen Kontrol Jumlah Siswa 37 36 Nilai Tertinggi 96 80 Nilai Terendah 28 16 Mean 64,39 50,33 Median 65,83 50,94 Modus 65,83 54 Varians (s2) 249,09 269,657 Simpangan Baku (s) 15,78 16,42 Kemiringan - 0,09125 -0,223 Ketajaman 0,278 0,301

Dari tabel 4.3 di atas dapat terlihat adanya perbedaan hasil perhitungan statistik deskriptif diantara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Dari tabel tersebut diketahui bahwa nilai siswa tertinggi di kelas eksperimen lebih besar dibandingkan kelas kontrol dengan selisih 16, begitu pula dengan nilai siswa terendah, nilai terendah di kelas eksperimen lebih besar 12 angka dibanding kelas kontrol. Nilai rata-rata dari 37 siswa di kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan nilai rata-rata dari 36 siswa di kelas kontrol dengan selisih 14,06. Jika dilihat dari simpangan baku, simpangan baku kelas eksperimen lebih kecil dari pada kelas kontrol, ini menunjukkan bahwa nilai kemampuan pemecahan masalah matematik siswa di kelas eksperimen lebih seragam dari pada nilai di kelas kontrol.

Secara visual perbandingan penyebaran data kedua kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada grafik berikut ini:

Gambar 4.1

Grafik Skor Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

Berdasarkan kurva di atas, terlihat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. Terlihat pula bahwa kurva kelas eksperimen lebih bergeser ke kanan dibandingkan kelas kontrol. Penyebaran nilai kemampuan pemecahan masalah matematik siswa pada kelas eksperimen cenderung mengumpul di atas nilai rata-rata kelas kontrol (50,33). Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol.

3. Persentase Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Menurut Indikator Pemecahan Masalah

Dalam penelitian ini, kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang diteliti yaitu kemampuan siswa dalam mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui dan ditanyakan, membuat model matematika, memilih dan menerapkan strategi, dan menjelaskan hasil dan memeriksa kebenaran hasil.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0 20 40 60 80 100 Fr ekue ns i Nilai Kelas Eksperimen Kelas Kontrol

Ditinjau dari indikator kemampuan pemecahan masalah matematik tersebut, skor persentase kemampuan pemecahan masalah matematik siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol disajikan pada tabel berikut ini.

Tabel 4.4

Persentase Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

No. Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa

Skor Ideal

Kelas

Eksperimen Kontrol Kelas

�� % �� %

1. Mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui dan

ditanyakan 10 9,14 91,35 8,33 83,33

2. Membuat model matematika 10 6,30 62,97 6 60 3. Memilih dan menerapkan strategi 20 11,08 55,41 8,42 42,08 4. Menjelaskan hasil dan memeriksa kebenaran hasil 10 5,03 50,30 2,72 27,22

Skor Total 50 31,55 65 25,47 53,16

Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat bahwa skor kemampuan pemecahan masalah matematik siswa secara keseluruhan pada kelas eksperimen sebesar 31,55 dari skor ideal sebesar 50 dengan persentase sebesar 65%, sedangkan skor kemampuan pemecahan masalah matematik siswa pada kelas kontrol secara keseluruhan sebesar 25,47 dengan persentase sebesar 53,16%. Persentase skor keseluruhan indikator pemecahan masalah kelas eksperimen lebih tinggi 11,85% dari kelas kontrol. Untuk setiap indikatornya persentase skor kemampuan pemecahan masalah matematik siswa kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol.

Selisih terbesar terdapat pada indikator menjelaskan hasil dan memeriksa kebenaran hasil dengan selisih 28.08%. Selisih terbesar kedua terletak pada indikator memilih dan menerapkan strategi yaitu sebesar 13,33%. Selanjutnya pada indikator mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui dan ditanyakan memiliki selisih sebesar 8,02%. Sementara untuk selisih persentase yang diperoleh pada kelas eksperimen dan kelas kontrol

terdapat pada indikator membuat model matematika memiliki selisih yang sangat kecil yaitu 2,97%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematik siswa pada kelas eksperimen lebih baik dibandingkan dengan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa pada kelas kontrol.

Secara visual perbandingan persentase kemampuan pemecahan masalah matematik siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada diagram berikut:

Gambar 4.2

Persentase Skor Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

Keterangan :

A : Mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui dan ditanyakan. B : Membuat model matematika.

C : Memilih dan menerapkan strategi.

D : Menjelaskan hasil dan memeriksa kebenaran hasil.

B. Hasil Pengujian Prasyarat Analisis

1. Uji Normalitas

Dalam penelitian ini, uji normalitas yang digunakan adalah uji Chi-Square (�2). Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data berasal

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 A B C D P ers ent a se (% ) Kelas Eksperimen Kelas Kontrol

dari populasi berdistribusi normal atau tidak, dengan ketentuan bahwa data berasal dari populasi normal jika memenuhi criteria �2

ℎ����� <2����� dan diukur pada taraf signifikansi dan tingkat kepercayaan tertentu.

a. Uji Normalitas Kelas Eksperimen

Hasil perhitungan uji normalitas pada kelompok eksperimen (lampiran), diperoleh harga �2

ℎ����� = 2,89, sedangkan dari tabel harga kritis uji Chi-Square (�2) diperoleh �2

����� untuk jumlah sampel 37 pada taraf signifikan �= 5% adalah 9,49. Karena �2

ℎ�����kurang dari

2

����� (2,899,49), maka 0 diterima, artinya data yang terdapat pada kelas ekserimen berasal dari populasi yang berdistribusi normal. (lampiran 20)

b. Uji Normalitas Kelas Kontrol

Hasil perhitungan uji normalitas pada kelompok eksperimen (lampiran), diperoleh harga �2

ℎ����� = 3,69, sedangkan dari tabel harga kritis uji Chi-Square (�2) diperoleh �2

����� untuk jumlah sampel 36 pada taraf signifikan � = 5% adalah 7,81. Karena �2

ℎ����� kurang dari

2

����� (3,697,81), maka 0 diterima, artinya data yang terdapat pada kelas kontrol berasal dari populasi yang berdistribusi normal. (lampiran 21)

Secara ringkas, hasil perhitungan uji normalitas pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.5

Hasil Perhitungan Uji Normalitas

Kelas n

������ ����� Kesimpulan Eksperimen 37 2,89 9,49 Berdistribusi Normal

Kontrol 36 3,69 7,81 Berdistribusi Normal

2. Uji Homogenitas

Setelah dilakukan uji normalitas pada kedua kelas penelitian, diperoleh bahwa data yang terdapat pada kedua kelas tersebut berasal dari populasi yang

berdistribusi normal. Selanjutnya dilakukan uji homogenitas dengan menggunakan Uji Fisher (Uji F), untuk mengetahui apakah kedua kelas sampel mempunyai varians yang sama (homogen) atau tidak. Kriteria pengujian yang digunakan yaitu kedua kelas dikatakan homogen apabila

ℎ����� <������ diukur pada taraf signifikansi dan tingkat kepercayaan tertentu.

Dari hasil perhitungan diperoleh nilai �ℎ����� = 1,083 dan ������ = 1,748 pada taraf signifikansi � = 5% dengan derajat kebebasan pembilang 35 dan derajat kebebasan penyebut 36. (lampiran 22)

Secara ringkas, hasil perhitungan uji homogenitas tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.6

Hasil Perhitungan Uji Homogenitas

Kelas n Varians () Hitung Tabel ( =,��) Kesimpulan

Eksperimen 37 269,66 1,083 1,748 Varians Homogen Kontrol 36 249,09

Karena �ℎ����� kurang dari ������ (1,083 ˂ 1,82)maka �0 diterima, artinya kedua kelas sampel memiliki varians yang sama (homogen).

C. Pengujian Hipotesis

Dari hasil perhitungan uji prasyarat menunjukan bahwa data kemampuan pemecahan masalah matematik siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi normal dan homogen. Untuk menguji perbedaan dan rata-rata antara kelas eksperimen dan kelas kontrol digunakan uji t dengan hipotesis sebagai berikut:

0 ∶ �1 ≤ �2

1 ∶ �1 >2 Keterangan:

1 : Rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang diajar menggunakan model Treffinger.

2 : Rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang diajar menggunakan model konvensional.

Setelah melakukan perhitungan dengan menggunakan uji t maka diperoleh

ℎ����� = 3,73 dan dengan menggunakan tabel t pada taraf signifikan �= 5% dan derajat kebebasan (db) = 71, diperoleh harga ������ = 1,99. (lampiran 23). Hasil perhitungan uji hipotesis disajikan pada tabel berikut ini:

Tabel 4.7 Hasil Uji Hipotesis

Kelas db ������ (=�����,��) Kesimpulan

Eksperimen 71 3,73 1,99 Tolak 0

Kontrol

Hasil perhitungan menunjukan bahwa �ℎ����� > ������ (3,73 > 1,99), maka dapat disimpulkan bahwa �0 ditolak dan 1 diterima atau dengan kata lain rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematik siswa pada kelas eksperimen yang diajarkan dengan model Treffinger lebih tinggi daripada siswa kelas kontrol yang diajarkan dengan model konvensional.

Berdasarkan tabel yang diketahui dapet dibuat sketsa kurvanya sebagai berikut:

Gambar 4.3

Kurva Uji Perbedaan Data Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

Berdasarkan gambar diatas, nilai �ℎ����� jatuh pada daerah penolakan 0 (daerah kritis). Hal ini berarti bahwa pembelajaran matematika dengan model pembelajaran Treffinger berpengaruh positif terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik siswa. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang menggunakan model pembelajaran

Treffinger lebih tinggi daripada kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional.

D. Pembahasan

Setelah dilakukan pengujian hipotesis maka diketahui bahwa pada penelitian ini kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran Treffinger lebih tinggi daripada siswa yang pembelajarannya menggunakan model konvensional yang diterapkan disekolah tersebut. Model pembelajaran Treffinger dalam penelitian ini terdiri dari 3 tahapan pembelajaran yaitu; basic tools, practice with process, dan working with real problem. Pada proses pembelajarannya siswa diberikan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang berisi tahapan-tahapan tersebut.

Proses pembelajaran di kelas eksperimen siswa dikelompokkan menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 4-5 siswa. Pada awal pertemuan respon siswa terhadap pembelajaran Treffinger sangat positif, mereka terlihat tertarik dan senang, namun banyak siswa yang tidak paham atau agak kesulitan dalam mengerjakan LKS. Hal ini karena siswa belum terbiasa dengan diskusi kelompok dan pembelajaran yang menuntut siswa menemukan sendiri konsep matematikanya. Pembelajaran siswa sebelumnya hanya berpusat pada guru dan siswa hanya diberikan latihan-latihan soal yang penyelesaiannya sama seperti contoh yang telah guru berikan. Selain itu banyak siswa yang tidak menguasai materi prasyarat yaitu materi segiempat yang sebenarnya telah mereka pelajari di kelas VII.Sehingga pada pertemuan awal peneliti memerlukan banyak waktu untuk membimbing mereka dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada di LKS. Padahal seharusnya siswa secara berkelompok dituntut untuk memahami dan menemukan konsep matematika dengan sendirinya melalui 3 tahapan dalam pembelajaran model Treffinger, dengan berbekal pengetahuan yang telah mereka miliki sebelumnya atau dengan melihat lingkungan sekitar dan mencari informasi melalui sumber belajar (buku pelajaran matematika) yang mereka gunakan.

Banyak siswa yang tidak paham dalam menjawab LKS mereka menjawab seadanya atau mereka tidak menjawab sama sekali. Sehingga di akhir pertemuan

kegiatan mempresentasikan hasil kerja kelompok mereka untuk dibahas secara bersama-sama kurang berjalan dengan baik. Ketika diminta mengumpulkan hasil kerja mereka, hanya beberapa kelompok yang mengumpulkan dan sebagian kelompok beralasan belum selesai mengerjakan atau tidak tahu harus mengisi apa pada lembar kerja siswa (LKS) tersebut. Begitupula dengan lembar pekerjaan rumah yang diberikan kepada masing-masing siswa untuk dikerjakan secara individu. Banyak siswa yang tidak mengerjakan dan mengumpulkan pekerjaan rumah pada pertemuan berikutnya. Oleh karena itu pembelajaran model Treffinger pada pertemuan pertama dan kedua masih terdapat kendala dan belum sesuai harapan.

Pada pertemuan selanjutnya, siswa sudah mulai terbiasa dengan pembelajaran model Treffinger yang diterapkan. Diskusi kelompok menjadi lebih aktif dan setiap siswa memberikan kontribusinya dalam menyampaikan ide-ide atau gagasannya dan mencari informasi melalui sumber belajar yang digunakan untuk menjawab masalah-masalah yang ada pada lembar kerja siswa (LKS). Setiap kelompok berdiskusi dan mengerjakan setiap tahapan pada model pembelajaran Treffinger yang ada dalam LKS.

Tahapan pertama dalam pembelajaran model Treffinger adalah basic tools. Pada tahap ini siswa diberikan masalah terbuka yang berkaitan dengan materi bangun ruang sisi datar yang memicu gagasan-gagasan siswa dalam menjawab permasalahan tersebut.siswa diberi kebebasan untuk mengungkap ide-idenya sesuai dengan pengetahuan dan pemahaman mereka sendiri. Setiap siswa pada masing-masing kelompoknya berdiskusidan menuliskan segala ide/gagasan yang mereka peroleh pada lembar kerja siswa (LKS) dan masing-masing kelompok memiliki ide tau gagasan yang berbeda-beda. Tahapan ini melatih siswa untuk berpikir divergen dan mempersiapkan materi yang akan diajarkan kepada siswa. Berikut ini contoh pekerjaan siswa pada tahapan basic tools.

Gambar 4.4

Hasil dari tahap basic tools Pada LKS 3

Tahapan kedua yaitu practice with process.Pada tahap ini siswa diajak untuk meluaskan pemikiran mereka dan berperan serta dalam kegiatan-kegiatan pembelajaran yang lebih majemuk dan menantang. Tujuan pada tahap ini adalah untuk memehami konsep pada materi yang sedang dipelajari. Berikut ini contoh kegiatan siswa pada tahapan practice with process.

Gambar 4.5

Kegiatan siswa pada tahap practice with process

Melalui kegiatan kelompok seperti gambar di atas, siswa dapat mencari konsep materi yang sedang dipelajari seperti mencari rumus volum balok dengan menggunakan kubus-kubus kecil yang telah mereka sediakan sebelumnya.Siswa memberikan respon positif pada kegiatan ini, banyak siswa yang antusias karena pembelajaran berbeda dengan cara mereka belajar sebelumnya

Tahapan terakhir yaitu working with real problem. Pada tahap ini setelah siswa memperoleh konsep materi pada tahap sebelumnya, selanjutnya siswa diberikan masalah yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Di awal pembelajaran pada tahap ini banyak siswa yang belum mengerti bagaimana menyelesaikannya karena belum terbiasa mengerjakan soal-soal secara mandiri tanpa diberikan contoh terlebih dahulu. Namun pada pertemuan-pertemuan berikutnya, siswa mulai terbiasa secara mandiri menyelesaikan soal-soal yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Berikut ini contoh pekerjaan siswa pada tahap working with real problem.

Gambar 4.6

Hasil pada tahap working with real problem Pada LKS 8

Setelah siswa mengerjakan LKS yang berisi tahapan-tahapan di atas, kemudian siswa mempresentasikan hasil diskusinya dan siswa yang lain mengungkapkan pendapatnya jika terdapat perbedaan dalam menyelesaikan LKS. Berbeda dengan kelas eksperimen, pada kelas kontrol pembelajaran dilaksanakan secara konvensional seperti yang biasa diterapkan guru sebelumnya yaitu kegiatan

Dokumen terkait