• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kendalan Dan Cara Mengatasi Pelaksanaan Pembelajaran Model Modifikasi Bahan Ajar Pendidikan Inklusi Siswa Tunanetra Di SMP

Prestasi Belajar

LAPORAN HASIL PENELITIAN

B. Temuan Penelitian

2. Kendalan Dan Cara Mengatasi Pelaksanaan Pembelajaran Model Modifikasi Bahan Ajar Pendidikan Inklusi Siswa Tunanetra Di SMP

Negari 4 Wonogiri.

Pelaksanaan model modifikasi bahan ajar pendidikan inklusi di SMP Negeri 4 Wonogiri tidak luput dari hambatan/kendala dan cara mengatasinya, yang ada secara umum meliputi:

1) Hambatan/kendala faktor ekonomi orang tua.

Siswa-siswi SMP Negeri 4 Wonogiri khususnya dan pendidikan inklusi pada umumnya adalah dari kelas ekonomi menengah ke bawah. Hal ini terjadi karena banyak orang tua siswa menyekolahkan anaknya di SMP Negeri 4 yang letak dan pembiayaan pembelajaran tidak begitu besar, karena sebagian besar SMP Negeri di Wonogiri sudah RSBI dan biaya yg cukup tinggi. Seperti ungakapan salah satu siswa:

“…ya bu, di SMP Negeri 4 uang SPP dan uang pengembangannya sangat murah, bahkan yang tidak mampu bisa gratis dan yang berprestasi akan mendapatkan beasiswa”.( CL. 06).

Berdasarkan hasil pengamat peneliti ternyata siswa SMP Negeri 4 Wonogiri masih banyak yang tidak mempunyai buku penunjang pelajaran atau referensi, sedangkan buku paket bagi anak tuna netra juga belum ada kekhususan untuk menunjang proses pembelajaran. Seperti yang dikatakan salah siswa:

“…ya bu saya sebenarnya ingin memiliki buku paket, tetapi untuk kebutuhan saya khususnya tunanetra belum tercukupi, sedangkan kalau mau beli juga belum tersedia di took-toko buku dan kalaupun ada mungkin terlalu mahal” ( CL.06 ).

commit to user

cxlii

Disisi lain peran pemerintah dalam bentuk bantuan untuk sekolah inklusi belum memadahi. Ini akibatnya program kerja untuk peningkatan mutu ataupun kebutuhan operasional sekolah sering terhambat. Hal ini disampaikan oleh wakil kepala sekolah bidang kurikulum kepada penulis:

“….Ya hambatan terutama peralatan, peralatan itu kalau karena perkembangan teknologi harus mengikuti perkembangan teknologi, disamping juga mungkin rasio itu masih belum cukup. Mestinya kan setiap memberi pembelajaran dengan anak tunanetra sebagai guru harus memiliki atau setiap anak memiliki alat-alat sendiri, agar proses pembelajaran itu dapat tercapai dengan maksimal. Karena anak tunanetra tanpa dibimbing satu-satu akan sulit untuk menerima tidak seperti anak-anak normal lainnya”. ( CL. 03 ). Dari kendala diatas mengenai keterbatasan buku paket dan alat-alat pembelajaran, menurut hemat peneliti sebaiknya guru dalam mengajar guru banyak memberi bimbingan dan membuat media yang bisa memperjelas bagi anak tunanetra.

2) Hambatan yang berkaitan dengan Proses Belajar Mengajar (PBM).

Hambatan/kendala yang berikutnya adalah Proses Belajar Mengajar, dalam pembelajaran dikelas kebanyakan guru memandang anak berkebutuhan khusus (ABK) sama halnya dengan anak yang regular. Dalam pembelajarannya anak tidak mendapatkan konsep terlebih dahulu sebelum guru memberikan materi. Guru lebih memperlakukan sama antara anak regular dan ABK. Khususnya para guru di Inklusi SMP Negeri 4 Wonogiri banyak yang belum memahami jiwa siswa, Seperti yang disampaikan oleh guru khusus inklusi kepada penulis:

commit to user

cxliii

“…..Untuk proses belejar mengajar memang banyak kendala khususnya pada pembelajaran dikelas, guru kadang banyak memperlakukan sama antara anak ABK dan regular karena satu kelas. Memang sulit untuk memilah-milah dan mengatur strategi karena dalam pembelajaran dikelas anatara anak regular dan ABK lebih banyak regulernya. Dalam pembelajaran dikelas guru biasanya banyak menggunakan metode ceramah untuk memudahkan siswa berkebutuhan khusus mudah menerima, tetapi untuk yang regular banyak kejenuhannya. Jadi merupakan kendala besar bagi guru dalam PBM”. ( CL. 04 ).

Dalam proses pembelajaran terutama anak ABK sangat lambat dalam menerima pelajaran matematika khususnya berhitung, disini guru kadang tidak mentoleransi keadaan siswa yang ABK.karena guru juga dituntut proses pembelajaran ketuntasan materi. Contohnya dalam pemakaian alat peraga siswa regular dapat menggunakan tanpa dibimbing guru, tetapi untuk ABK harus ada bimbingan khusus dalam menggunakan model bahan ajar yang disajikan oleh guru, seperti yang diungkapkan ketua penyelenggaraan inklusi di kepada penulis:

“……Sebenarnya untuk proses pembelajaran dikelas bisa berjalan dengan baik sepajanng media yang digunakan guru itu dapat diterima oleh anak-anak di kelas (anak regular dan ABK). Tetapi yang menjadi kendala adalah beban waktu yang kurang, karena ABK harus dibimbing sendiri atau khusus untuk memudahkan mereka lebih jelas dengan materi yang disampaikan oleh guru”. (CL. 02)

3) Hambatan/kendala Kesiapan ketrampilan dan kemampuan guru yang kurang variatif cenderung membosankan dan membuat pembelajaran pasif. Dalam proses mengajar kadang kala guru lupa mempersiapkan atau terbatasnya media yang akan diajarkan khusus untuk ABK, hal ini akan

commit to user

cxliv

membuat jenuh peserta didik khususnya ABK. Terkadang juga guru juga harus mempersiapkan media yang disajikan untuk ABK dan anak regular sudah begitu paham, hal ini juga kurang member daya tarik media pada anak regular dan akan menimbulkan kejenuhan dalam pembelajaran yang berlangsung seperti yang di ungkapkan oleh guru dikelas regular:

“….Memang dalam persiapan mengajar kadang membinggungkan dalam hal mempersiapkan media khususnya, media untuk anak tunanetra kadang dipandang anak yang regular sudah tidak menarik lagi seperti mainan anak-anak dan akan menimbulkan ferbalisme pada anak-anak serta akan menimbulkan kegaduhan karena menganggap media itu suatu mainan, tetapi apabila kita menyediakan media untuk anak regular anak tunanetra akan merasa kesulitan contohnya menerangkan macam-macam tempat ibadah. (CL. 05).

4) Hambatan/kendala keterbatasan guru untuk mengikuti pelatihan. Hambatan ini dikarenakannya keterbatasan guru inklusi yang khusus di SMP Negeri 4 Wonogiri, sehingga para guru regular sangat terbatas untuk mengikuti pelatihan yang khusus dan cara mendidik anak berkebutuhan khusus menjadi lebih baik. Karena tidak mudah dalam membina, mengerti dan mengajar anak berkebutuhan khusus. Keterbatasan inilah maka guru dalam pola pembelajaranya enggan melaksanakan perubahan dan mengerti keadaan siswa yang berkebutuhan khusus. Dan keterbatasan ilmu tentang psikologi untuk anak berkebutuhan khusus tersebut membuat para guru selalu menyamakan antara peserta didik regular dan anak berkebutuhan khusus untuk mencapai ketuntasan dalam pembelajaran. Seperti ungkapan salah satu guru khusus inklusi: .

commit to user

cxlv

“ sebaiknya memang para guru itu diberi suatu bekal dalam akan mengajar di sekolah inklusi,karena tidaklah mudah menghadapi anak-anak berkebutuhan khusus, kita harus tanggap dengan sikap, kata-kata maupun perbuatan mereka terutama yang harus kita plajari adalah psikologi anak, karena anak berkebutuhan khusus sangatlah peka terhadap ucapan ataupun perbuatan kita yang kita anggap biasa tapi dianggap menyinggung bagi mereka”. ( CL. 04 ).

5) Hambatan/kendala perbedaan kemampuan individu dalam hal ini perbedaan peserta didik normal/regular dan peserta didik yang membutuhkan layanan khusus. Perbedaan ini kadang kala membuat anak merasa minder karena keadaanya yang kurang lengkap. Karena kurangnya sosialisasi dari lingkungan sekolahan maka dengan kekurangan ini kadang menjadikan ejekan dan dijadikannya mainnan untuk teman-temannya dikelasnya. Seperti yang teleh diungkapkan salah satu siswa:

“ Ya kadang saya minder dengan keadaan saya, apalagi kalau mendengar teman-teman bisa menjawab pertanyaan dan apabila saya ditertawain saat menjawab, saya merasa minder sekali. Tapi sudah menjadi pilihan saya dan saya harus sportif dengan cita-cita saya untuk bisa sekolah lebih tinggi melalui sekolah inklusi ini”. (CL. 06 ).

Faktor untuk mengatasi hambatan diatas adalah faktor pendukung sebagai instrument atau unsur yang berpotensi, berdaya guna dan berhasil guna dalam proses pelaksanaan pembelajaran. Untuk mengatasi tujuan yang hendak dicapai anatara lain adalah:

1) Sumber daya manusiayaitu:

commit to user

cxlvi

Peranan guru dalam kegiatan belajar sangatlah berperan, karena keberhasilan proses belajar mengajar juga ditentukan oleh peranan guru. Maka dari itu guru harus memiliki kompetensi profsional yang mencangkup kemampuan dalam hal; mengerti dn dapat menerapkan landasan pendidikan baik filosofis, psikologis, mengerti dan dapat menerapkan teori belajar sesuai dengan tingkat perkembangan dan prilaku anak, mampu menangani mata pelajaran yang ditugaskan, mengerti dan dapat menerpakan metode mengajar yang sesuai, dapat mengunakan berbagai alat pengajaran dan fasilitas belajar lainnya, dapat mengorganisasi dan melaksanakan program pengajaran, dapat mengevaluasi dan dapat menumbuhkan kepribadian anak.

b) Orang tua yang memahami kebutuhan pendidikan bagi anaknya.

Peran orang tua juga sangat mendukung kelangsungan anak untuk meneruskan jenjang yang lebih tinggi. Karena peran orang tua yang menentukan maka sebaiknya orang tua juga mendorong anak supaya dapat meneruskan jenjang pendidikan dengan memperhatikan dan mendampingi saat belajar meskipun anak itu berkebutuhan khusus. Oaring tua harus memiliki prinsip cacat bukan suatu halangan untuk maju tetapi mendorong supaya lebih atau sama dengan teman-teman sebayanya.

c) Lembaga Swdaya Masyarakat yang peduli terhadap pendidikan.

Kepedulian lembaga sosial masyarakat akan memberikan semangat anak untuk tetap berkarya dan tetap berusaha lebih maju dari orang lain

commit to user

cxlvii

yang sama dengan mereka. Lembaga masyarakat yang baik akan selalu memberi sosialisasi terhadap lingkungan yang berkenaan dengan anak-anak yang berkebutuhan khusus, contohnya member wawasan pada masyarakat bahwa anak berkebutuhan khusus juga ingin sekolah seperti yang lain dan ingin bersosialisasi terhadap lingkungan maka masyarakat dan akan menerima apa adanya.

d) Tutor sebaya.

Penerapan system pembelajaran diluar sekolah yang dipandu oleh guru dapat meningkatkan keakrapan dan dapat memahami keadaan siswa baik dari lingkungan keluaraga maupun dari diri pribadi. Dalam tutor sebaya anak dituntut memiliki disiplin diri, inisiatif dan motivasi belajar yang kuat. Dengan adanya itu siswa diaharapkan dapam belajarnya memiliki kemandirian dan memiliki motivasi belajar secara inisiatif sendiri baik dilakukan secara kelompok maupun individu.

e) Para ahli yang berkaitan: psikologi, terapis, psikotrapi dan lain-lain. Dengan adanya para ahli tersebut anak merasa tak terbebani, karena anak bias mencurahkan apa yang menjadi beban pikiran. Biasanya anak berkebutuhan khusus sangatlah peka dengan apa yang ada disekitarnya, mudah tersinggung dan marah. Maka dengan adanya para ahli tersebut bias menjadi teman ngobrol atau teman berbagi.

2) Sarana Prasarana

Tempat pembelajaran yang ramah terhadap pembelajaran yang kondusif dengan aksesibillitas akan memudahkan anak berkebutuhan khusus

commit to user

cxlviii

bersemangat dan termotifasi untuk belajar dengan tekun. Sarana prasarana yang menunjang dapat untuk perantara mereka memahami apa yang menjadi tujuan pembelajran yang disajikan oleh guru.

3. Hasil Belajar Dari Pelaksanaan Model Pembelajaran Inklusi Siswa