• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN MODEL MODIFIKASI BAHAN AJAR PENDIDIKAN INKLUSI SISWA TUNA NETRA DI SMP NEGERI 4 WONOGIRI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PELAKSANAAN PEMBELAJARAN MODEL MODIFIKASI BAHAN AJAR PENDIDIKAN INKLUSI SISWA TUNA NETRA DI SMP NEGERI 4 WONOGIRI"

Copied!
168
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

i

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN MODEL MODIFIKASI BAHAN AJAR PENDIDIKAN INKLUSI SISWA TUNA NETRA

DI SMP NEGERI 4 WONOGIRI

TESIS

Untuk memenuhi persyaratan mencapai Derajat Magister

Program Studi Teknologi Pendidikan

Disusun Oleh:

RETNO DWI MARTUTI

NIM S 811002007

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENDIDIKAN

(2)

commit to user

ii

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN MODEL MODIFIKASI BAHAN AJAR SISWA TUNANETRA DI SMP NEGERI 4 WONOGIRI

Disusun Oleh: RETNO DWI MARTUTI

NIM: S 811002007

Telah disetujui Tim Pembimbing

Pada Tanggal: 28 Mei 2011

Pembimbing I Pembimbing II

Prof.Dr.H.Mulyoto,M.Pd Dr.Hj.Nunuk Suryani,M.Pd

NIP. 19430712 197301 1 001 NIP. 19661108 19903 2 001

Mengetahui

Ketua Program Studi Teknologi Pendidikan Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret

(3)

commit to user

iii

PENGESAHAN TESIS

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN MODEL MODIFIKASI BAHAN AJAR SISWA TUNANETRA DI SMP NEGERI 4 WONOGIRI

Disusun Oleh:

RETNO DWI MARTUTI NIM: S 811002007

Telah disetujui dan disahkan oleh Tim Penguji Tanggal, Juni 2011

Jabatan Nama Tanda Tangan

ketua : Prof. Dr. Samsi Haryanto, M.Pd ………

Sekertaris : Prof. Dr. Sri Anitah, M.Pd ………...

Anggota penguji : 1. Prof. Dr. H.Mulyoto, M.Pd ………

2. Dr. Hj. Nunuk Suryani, M.Pd ………

Surakarta, Juni 2011

Mengetahui

Direktur Pascasarjana UNS Ketua Program Studi TP

(4)

commit to user

iv

PERSEMBAHAN

Tesis ini akan kepersembahkan kepada:

1. Bapak dan ibuku tercinta 2. Suamiku yang setia

3. Anak-anakku yang tercinta : Febrian Valentino Al’Firdaus, Junniko Jerifiansyah dan Erwin Aji Pangestu

(5)

commit to user

v

PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini saya :

Nama : Retno Dwi Martuti

NIM : S 811002007

Menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa tesis yang berjudul PELAKSANAANPEMBELAJARAN MODEL MODIFIKASI BAHAN AJAR SISWA TUNANETRA DI SMP NEGERI 4 WONOGIRI, betul-betul karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis tersebut diberikan citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sangsi akademik yang berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut.

Surakarta,…. Juni 2011

Yang membuat pernyataan

(6)

commit to user

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan ke hadiran Tuhan Yang Maha Esa, yang Maha Pemurah, Maha Penyayang, Maha Pengasih atas karunia dan petunjuk-Nya yang diberikan kepada peneliti, sehingga peneliti bias menyelesaikan penulisan tesis ini. Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan pembelajaran model modifikasi bahan ajar siswa tunanetra, serta pengaruhnya terhadap meningkatnya prestasi belajar siswa berkebutuhan khusus di SMP Negeri 4 Wonogiri. Temuan penelitian ini berguna sebagai masukan khususnya para guru di sekolah inklusi dan umumnya kepada para aktivis di dunia pendidikan. Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa penelitian ini mempunyai keterbatasan dan kelemahan, untuk itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat peneliti harapkan.

Di samping itu, peneliti juga menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Direktur program pasca sarjana,yang telah membantu dan memberikan arahan dalam perkuliahan sampai dengan penulisan tesis ini.

2. Ketua Program Studi Teknologi beserta staf yang telah membantu dalam berbagai kepentingan yang berhubungan dengan perkuliahan sampai penyelesaian tesis ini.

(7)

commit to user

vii

teknik penyusunan serta dorongan semangat yang tiada hentinya mulai dari penulisan proposal sampai selesainya tesis ini.

4. Kepala Sekolah SMP Negeri 4 Wonogiri beserta jajarannya yang telah membantu dengan segenap hati demi terselesainya tesis ini.

5. Suamiku tercinta dan anak-anakku tersayang yang telah memberikan dorongan semangat sehingga terselesaikannya tesis ini.

Semoga amal baik beliau-beliau senantiasa mendapat rahmat dan hidayah dari Tuhan Yang Maha Esa. Amin.

Surakarta, Juni 2011

Penulis

(8)

commit to user

viii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……… i

HALAMAN PERSETUJUAN ………. ii

HALAMAN PENGESAHAN ………. iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ………..… iv

HALAMAN PERNYATAAN ……….... v

KATA PENGANTAR ……….... vi

DAFTAR ISI ……….. viii

DAFTAR TABEL ……….. xii

DAFTAR GAMBAR ……….. xiii

DAFTAR LAMPIRAN ……….. xiv

ABSTRAK ……….. xv

ABSTRACT ………...…. xvii

BAB I PENDAHULUAN ……… 1

A. Latar Belakang ……… 1

B. Identifikasi Masalah ………... 7

C. Rumusan Masalah ………. 7

(9)

commit to user

ix

E. Manfaat Penelitian ……… 8

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR ……… 10

A. Kajian Teori ………... 10

1. Penegrtian Model Pembelajaran ………..… 10

2. Model Pembelajaran Inklusi ………. 12

3. Pembelajaran Inklusi ……… 19

4. Tuna Netra ……… 48

5. Prestasi Belajar ………. 57

B. Kerangka Pikir ……… 65

BAB III METODELOGI PENELITIAN ………. 66

A. Jenis Penelitian ………. 66

B. Tempat Dan Waktu Penelitian ……….. 67

C. Bentuk Penelitian ……….. 69

D. Sumber Data ……….. 70

E. Teknik Sampling ( Cuplikan ) ……… 72

F. Teknik Pengumpulan Data ……… 73

G. Validitas Data ……… 75

H. Teknis Analisa Data ……….. 76

(10)

commit to user

x BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ……… 83 1. Sejarah berdirinya SMP Negeri 4 Wonogiri. ………… 83 2. Lokasi SMP Negeri 4 Wonogiri ……… 85 3. Kondisi SMP Negeri 4 Wonogiri ……… 85 4. Struktur Organisasi ……… 88 5. Pembelajaran Inklusi di SMP Negeri 4 Wonogiri ……… 90 B. Temuan Penelitian ……….. 91

1. Pelaksanaan Model Modifikasi Bahan Ajar Pendidikan Inklusi SMP Negeri 4 Wonogiri……….. 91 a. Pelaksanaan Model Pembelajaran Inklusi Di SMP

Negeri 4 Wonogiri ……… 91 b. Struktur Kurikulum Pendidikan Khusus …………. 100 c. Bentuk Proses Belajar Mengajar ………. 112 d. Jenis Dan Peran Materi Pelajaran Dalam Proses

Belajar Mengajar ………. 115 e. Peran Guru Dan Siswa Dalam Proses Belajar

Mengajar ……… 117 f. Prestasi Siswa SMP Negeri 4 Wonogiri Sebagai

g. Sekolah Rintisan Inklusi .……….………… 123 2. Kendala Dan Cara Mengatasi Pelaksanaan Pembelajaran

Model Modifikasi Bahan Ajar Pendidikan Inklusi

(11)

commit to user

xi

a. Hambatan /kendala factor ekonomi orang tua …… 125

b. Hambatan yang berkaitan dengan proses belajar Mengajar (PBM) ………. 126

c. Hambatan/kendala Kesiapan ketrampilan dan kemampuan guru yang kurang variatif cenderung membosankan dan membuat pembelajaran pasif……… . 128

d. Hambatan/kendala keterbatasan guru untuk mengikuti pelatihan ………. 128

e. Hambatan/kendala perbedaan kemampuan individu dalam hal ini perbedaan peserta didik normal/regular dan peserta didik yang membutuhkan layanan khusus.. 129

3. Hasil Belajar Dari Pelaksanaan Model Pembelajaran Inklusi Siswa Tunanetra Di SMP Negari 4 Wonogiri. ... 132

C. Pembahasan Temuan penelitian ……… 134

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ……….. 147

A. Kesimpulan ………. 147

B. Implikasi ……… 150

C. Saran – saran ………. 152

DAFTAR PUSTAKA ………. 154

(12)

commit to user

xii

DAFTAR TABEL

(13)

commit to user

xiii

DAFTAR GAMBAR

1. Gambar 1 : Kerangka Berpikir ……… 65

2. Gambar 2 : Tahapan analisis dan model interaktif ……….. 77

3. Gambar 3 : Prosedur Penelitian ………. 81

4. Gambar 4 : model Modifikasi Bahan Ajar ……….. 98

5. Gambar 5 : Struktur Kurikulum Inklusi ……… 104

6. Gambar 6 : Bentuk Pembelajaran ………. 113

7. Gambar 7 : hubungan antara komponen dalam pembelajaran Terpadu ……….. 121

(14)

commit to user

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

1. Lampiran 1 : Profil SMP ………. 157

2. Lampiran 2 : Identitas sekolah inklusi ……….. 190

3. Lampiran 3 : Silabus dan RPP ……….. 197

4. Lampiran 4 : Wawancara ………. 217

5. Lampiran 5 : daya serap dan nilai ………. 232

(15)

commit to user

xv ABSTRAK

Retno Dwi Martuti S.811002007 Pelaksanaan Pembelajaran Model Modifikasi Bahan Ajar Siswa Tunanetra Di SMP Negeri 4 Wonogiri. Tesis: Program Studi Teknologi Pendidikan Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. Pembimbing I : Prof. Dr. Mulyoto, M.Pd. Pembimbing II : Dr. Nunuk Suryani, M.Pd.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji secara mendalam mengenai Pelaksanaan Pembelajaran Model Modifikasi Bahan Ajar Siswa Tunanetra Di Smp Negeri 4 Wonogiri sekaligus mengkaji kendala-kendala dan cara mengatasinya, juga mengkaji sejauh mana pembelajaran model modifikasi bahan ajar dapat meningkatkan presetasi belajar siswa tunanetra di SMP Negeri 4 Wonogiri.

Metodelogi penelitian yang dilakukan adalah diskriptif kualitatif, yang mengambil lokasi penelitian di SMP Negeri 4 Wonogiri dengan teknik pengumpulan data mengunakan wawancara, pengamatan, dan pencatatan dokumen serta langsung, serta dalam pemeriksaan keabsahan datanya menggunakan trianggulasi sumber dan trianggulasi data. Hasil penelitian ini adalah : pertama pelaksanaan pembelajara model bahan ajar pendidikan inklusi siswa tunanetra di SMP Negeri 4 Wonogiri agar siswa mampu menerima materi kondisi perbedaan latar belakang social, emosional, intelektual dan sensoris, kedua kurikulum yang digunakan adalah kurikulum regular, ketiga proses pembelajarannya adalah lima puluh persen dikelas dan lima puluh persen diluar kelas, keempat jenis dan fungsi materi pelajaranya berbentuk kolaborasi antara mata pelajaran yang mempunyai kesamaan tema atau materi, kelima peran guru dan siswa dalam kegiatan belajar mengajar adalah menyampaikan tugas, memotifasi,member fasilitas belajar siswa dan mengevaluasi proses belajar mengajar,keenam prestasi siswa SMP Negeri 4 Wonogiri sebagai sekolah rintisan Inklusi adanya minat, perhatian dan belajar keras agar prestasi belajarnya berhasil. Adapun kendala-kendala yang dialaminya factor ekonomi orang tua, proses belajar mengajar, kesiapan ketrampilan dan kemampuan guru yang kurang variatif cenderung membosankan dan membuat pasif, keterbtasan guru untuk mengikuti pelatihan dan perbedaan kemampuan individu dalam hal pelayanan antara siswa regular dengan siswa berkebutuhan khusus dan untuk mengatasinya sekolah harus konsekuen melakukan perubahan mulai cara pandang, sikap sampai pada proses pendidikan yang berorentasi pada kebutuhan individu tanpa diskriminasi. Kemudian hasil belajar dari pelaksanaan model modifikasi bahan ajar siswa tunanetra di SMP Negeri 4 Wonogiri terlihat adanya siswa berkebutuhan khusus yang meningkat rasa percaya diri yang tinggi, hal itu dilihat dari keberanian bertanya pada guru, mengemukakan pendapat dimuka teman-temannya dan bertanya pada teman yang lebih pandai.

(16)

commit to user

xvi

(17)

commit to user

xvii ABSTRACT

Retno Dwi Martuti S.811002007. The Implementation Of Modification Model Learning On Teaching Material For Blind Students In SMP Negeri 4 Wonogiri. Thesis: Educational Technology Postgraduate Program of Sebelas Maret University of Surakarta. First Advisor: Prof. Dr. Mulyoto, M.Pd. Second Advisor: Dr. Hj. Nunuk Suryani, M.Pd.

This study was aimed to investigate The Implementation of Modification Model Learning on Teaching Material for Blind Students in SMP Negeri 4 Wonogiri thoroughly and to research obstacles and their solution all at once, and also to examine how far the implementation of modification model on teaching material could enhance learning achievement of blind students’ in SMP Negeri 4 Wonogiri.

The method of data analysis used in this research was the qualitative descriptive method, and took place in SMP Negeri 4 Wonogiri. The researcher used the technique of interviewing, observing, and documenting in collecting the data. Whereas, the validity examination of the data used were source triangulation and data triangulation. The result of the research were: First, implementation of teaching material model of inclusive education for blind students at SMP Negeri 4 Wonogiri was used in order to attain students’ capability in comprehending the materials within different background of social, emotional, intellectual and sensoric condition; Second, curriculum being used was the regular curriculum; Third, teaching and learning process was fifty percent inside the classroom and fifty percent outside; Fourth, type and function of the materials were in form of collaboration among subjects which had the same theme and material; Fifth, roles of teachers and students in teaching and learning process were delivering assignments, motivating, providing facilities for students and evaluating the process of teaching and learning; Sixth, students’ learning achievement was gained due to their self-awareness in having interests, paying attention and studying. However, there were also some obstacles within the process: factor of parental finance, teaching and learning process, the readiness of teaching skills that led to be passive and boring teaching methods, restrictiveness in joining trainings and different individual skill of teachers in term of service toward different types of students. To solve the mentioned problems, the institution should be consistent and must change their state of mind and demeanor right up to indiscriminate education process. Significant alteration had appeared after implementing the modification model on teaching material for blind students in SMP Negeri 4 Wonogiri. It could be seen from the raising confidence of students’ by asking questions to the teacher, giving opinion in front of their friends, and asking questions to cleverer students.

(18)

commit to user

xviii

Negeri 4 Wonogiri. It was an obligation for all of the school members especially for the teachers to achieve maximum completeness, provide helpful service in form of means and infrastructure that support learning. The application of modification model on teaching material should be carry out better in order to attain students’ best learning achievement. The school institution should provide satisfying learning condition especially for the service of means and infrastructure by supplying educative books in the library. It was also important to pay attention to the students’ interest to affect their motivation in order to enhance their learning achievement. The researcher was suggested to do further research about the effectiveness of modification model on teaching material on inclusive school toward other influences, so that the result would be realized as expected.

(19)

commit to user

xix BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Model pembelajaran merupakan suatu bentuk pembelajaran yang ditujukkan untuk menciptakan situasi belajar berdasarkan teori-teori dan cara mengorganisasikan pembelajaran yang digunakan. Model pembelajaran diartikan sebagai suatu rencana mengajar yang memperlihatkan pada pembelajaran tertentu, dalam pola tersebut dapat terlihat kegiatan guru-siswa di dalam mewujudkan kondidi belajar atau system lingkungan yang menyebabkan terjadinya proses belajar pada siswa. Pola pembelajaran merupakan rentetan atau tahapan perbuatan/kegiatan guru-siswa atau dikenal dengan istilah sinteks dalam peristiwa pmbelajaran. Dalam model pembelajaran terkadang adanya sinteks (urutan kegiatan pembelajaran), sistem sosial (peran guru dalam pembelajaran), prinsip reaksi (upaya guru dalam membimbing dan merespon siswa), system pendukung (faktor-faktor yang harus diperhatikan, dimiliki guru dalam menggunakan model), dan dampak pembelajaran (langsung dan iringan) (Bruce Joyce, 1980).

(20)

commit to user

xx

anak-anak berkebutuhan khusus tersebar hampir di seluruh daerah (Kecamatan/Desa). Akibatnya, sebagian anak-anak berkebutuhan khusus, terutama yang kemampuan ekonomi orang tuanya lemah, terpaksa tidak disekolahkan karena lokasi SLB jauh dari rumah; sementara kalau akan disekolahkan di SD terdekat, SD tersebut tidak bersedia menerima karena merasa tidak mampu melayaninya. Sebagian yang lain, mungkin selama ini dapat diterima di SD terdekat, namun karena ketiadaan pelayanan khusus bagi mereka, akibatnya mereka beresiko tinggal kelas dan akhirnya putus sekolah. Permasalahan di atas apabila dibiarkan akan berakibat pada kegagalan program wajib belajar. Akibat lebih lanjut, mutu sumber daya manusia (SDM) akan semakin tertinggal.

(21)

commit to user

xxi

(22)

commit to user

xxii

Pendidikan Inklusi”, (8) Deklarasi Bukittinggi tahun 2005 tentang ” ”Pendidikan untuk semua” yang antara lain menyebutkjan bahwa ”penyelenggaraan dan pengembangan pengelolaan pendidikan inklusi ditunjang kerjasama yang sinergis dan produktif antara pemerintah, institusi pendidikan, istitusi terkait, dunia usaha dan industri, orangtua dan masyarakat”. Berdasarkan landasan yuridis yang sebagian telah disebutkan di atas, menunjukkan bahwa pendidikan inklusi perlu diselenggarakan yang implemetasinya memerlukan kesungguhan dan komitmen dari berbagai pihak.

(23)

commit to user

xxiii

pendidikan khusus tertua, menampung anak berkebutuhan khusus dengan jenis kelainan yang sama, sehingga ada SLB Tunanetra, SLB Tunarungu, SLB Tunagrahita, SLB Tunadaksa, SLB Tunalaras, dan SLB Tunaganda. Sedangkan SDLB menampung berbagai jenis anak berkebutuhan khusus, sehingga di dalamnya mungkin terdapat anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras dan atau tunaganda.

Dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidiksn Nasional, pasal 50, menjelaskan bahwa pendidikan diarahkan pada pengembangan sikap dan kemampuan kepribadian anak, bakat, kemampuan mental dan fisik sampai mencapai potensi mereka yang optimal. Demikian pula pada Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standart nasional pendidikan, serta Peraturan Menteri No. 22 dan 23 tentang Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan antara lain mrnrntukan bahwa : kurikulum disusun dan dikembangkan oleh tingkatan satuan pendidikan yaitu kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang mengacu kepada Standar Isi (SI) dan Standart Kompetensi Lulusan (SKL).

(24)

commit to user

xxiv

Pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus tiap jenis dan derajat ketunaan dan memerlukan pendekatan dan strategi yang berbeda-beda. Perbedaan itu lebih disebabkan adanya karakteristik anak berkebutuhan khusus yang beragam. Untuk membangkitkan minat anak dan mempertahankan mental anak di sekolahan yang hiterogen guru harus memperhatikan identifikasi kebutuhan dalam pembelajaran anak tunanetra dan tuna rungu dimaksudkan untuk memberikan perhatian dan fokus secara khusus dalam pembelajaran anak tunanetra jika dibanding dengan pembelajaran secara umum.

Prestasi belajar peserta didik inklusi diukur dengan mengamati kecenderungan peserta didik untuk tetap atau terus belajar. Daya tarik pembelajaran erat kaitanya dengan daya tarik bidang stadi. Namun demikian daya tarik bidang stadi dalam penyampaiannya akan banyak tergantung pada kualitas belajar. Untuk mempreskripsikan daya tarik atau minat pembelajaran sebagai hasil belajar maka tekanan diletakkan pada kualitas pembelajaran bukan pada daya tarik bidang stadi.

(25)

commit to user

xxv

B. IDENTIFIKASI MASALAH

Yang menjadi identifikasi masalah pada penelitian ini adalah Pelaksanaan Model Modifikasi Bahan Ajar pendidikan inklusi dalam meningkatkan prestasi belajar siswa tunanetra dalam proses pembelajaranya di lingkup SMP Negeri 4 Wonogiri.

C. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian tindakan kelas ini adalah :

1. Bagaimana Pelaksanaan Pembelajaran Model Modifikasi Bahan Ajar Pendidikan Inklusi di SMP Negeri 4 Wonogiri.

2. Apa kendalanya dan cara mengatasi pelaksanaan pembelajaran model modifikasi bahan ajar pendidikan inklusi siswa tunanetra di SMP Negari 4 Wonogiri.

3. Bagaimanakah hasil belajar dari pelaksanaan model pembelajaran Inklusi siswa tunanetra di SMP Negari 4 Wonogiri.

D. TUJUAN PENELITIAN.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:

(26)

commit to user

xxvi

b. Peningkatan proses pembelajaran Inklusi untuk siswa tunanetra dengan mengunakan Model Modifikasi Bahan Ajar bagi siswa tunanetra di SMP Negeri 4 Wonogiri.

c. Peningkatan prestasi belajar siswa tunanetra melalui Pelaksanaan Model Modifikasi Bahan Ajar Di SMP Negeri 4 Wonogiri.

E.MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi guru, siswa dan masyarakat yang memiliki kekurangan pada fisik mereka.

1. Secara Teoritis.

Hasil penelitian yang bersifat deskritif kualitatif ini diharapkan akan memberikan profil dan informasi berharga tentang penyelenggaraan model pembelajaran Inklusi di SMP Negeri 4 Wonogiri. Hasil-hasil temuan penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan kajian untuk mendalami tentang model pembelajaran inklusi di sekolah-sekolah lain.

2. Secara Praktis.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan positif dalam meningkatkan mutu pendidikan Inklusi di SMP negeri 4 Wonogiri dan dunia pendidikan pada umumnya.

(27)

commit to user

xxvii

b. Bagi sekolah yang sudah melaksanakan pembelajaran inklusi sebagai bahan kajian untuk dapat melaksanakan model pembelajaran inklusi bagi siswa-siswa yang kurang mampu dalam fisiknya sehingga akan lebih baik.

c. Bagi dinas pendidikan dan dinas-dinas terkait sebagai bahan masukan dalam pelaksanaan model pembelajaran inklusi terutama dalam memperhatikan minat belajar dan perkembangan mental siswa yang kurang mampu dalam fisiknya.

(28)

commit to user

xxviii BAB II

KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR A. KAJIAN TEORI

1. Pengertian Model Pembelajaran

Menurut Ryder (2003), model pembelajaran seperti mitos dan metaphor, dapat membantu memahami sesuatu. Apakah model itu diturunkan oleh seseorang atau merupakan hasil dari penelitian, setiap model menawarkan pemahaman tertentu secara lebih mudah. Nilai sebuah model pembelajaran ditentukan dalam konteks yang digumakan. Model mengandung maksud tertentu bagi pengguna, menawarkan penyelesaian dari beben pembelajran dan menyajikan focus dan arahan untuk mencapai hasil yang lebih baik.

Pendidikan inklusif merupakan model pendidikan anak berkebutuhan khusus yang terkini. Sejak digulirkannya konsep mainstreaming dalam pendidikan khusus, ada upaya kuat melaksanakan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus secara terpadu, bahkan terpadu penuh (inklusif), dengan anak normal di sekolah biasa. Model pendidikan inklusif semakin meluas pengkajiannya sejak ada pernyataan Salamanca pada Konferensi Dunia tentang Pendidikan khusus bulan Juni 1994 bahwa “prinsip mendasar dari pendidikan inklusif adalah: selama memungkinkan, semua anak seyogyanya belajar bersama-sama tanpa memandang kesulitan ataupun perbedaan yang mungkin ada pada mereka.”

(29)

commit to user

xxix

menyediakan program pendidikan yang layak, menantang, tetapi sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan setiap siswa. Di samping itu ada pula bantuan dan dukungan yang dapat diberikan oleh para guru agar anak-anak berhasil. Bahkan sekolah inklusif juga merupakan tempat setiap anak dapat diterima menjadi bagian dari kelas tersebut dan saling membantu baik dari guru, teman sebaya, maupun anggota masyarakat lain agar kebutuhan individual anak berkelainan dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa dapat terpenuhi.

Staub dan Peck (1995) (dalam Sunardi, 2002) mengemukakan bahwa pendidikan inklusif adalah penempatan anak berkebutuhan khusus tingkat ringan, sedang, dan berat secara penuh di kelas reguler. Hal ini menunjukkan bahwa kelas reguler merupakan tempat belajar yang relevan bagi anak berkebutuhan khusus, apapun jenis kelainannya dan bagaimanapun gradasinya.

Sapon-Shevin (O’Neil, 1995) (dalam Sunardi, 2002) menyatakan bahwa pendidikan inklusif sebagai system layanan pendidikan yang mempersyaratkan agar semua anak berkebutuhan khusus dilayani di sekolah-sekolah terdekat, di kelas reguler bersama-sama teman seusianya. Konsekuensinya antara lain ditekankan adanya restrukturisasi sekolah, sehingga menjadi komunitas yang mendukung pemenuhan kebutuhan khusus setiap anak, artinya kaya dalam sumber belajar dan mendapat dukungan dari semua pihak, yaitu para siswa, guru, orang tua, dan masyarakat sekitarnya.

(30)

commit to user

xxx

Vaughn, Bos, dan Schumm (2000), mengatakan bahwa dalam praktik, istilah inklusif sering dipakai bergantian dengan istilah mainstreaming, yang secara teori diartikan sebagai penyediaan layanan pendidikan yang layak bagi anak berkebutuhan khusus sesuai dengan kebutuhan individualnya.

2. Model Pembelajaran Inklusif a. Pengertian

1) Model : merupakan kata pengecilan dan modo yang artinya: sifat, cara. Model selection is based on student learning styles the demond of the

content, and teacher preference. (model bahan ajar yang dimaksud dalam

pembelajaran adalah untuk menggambarkan, menjelaskan atau menemukan cara pengajaran dalam pendidikan inklusif.

2) Modifikasi berarti modus, ukuran, cara atau membuat dalam suatu organisasi yang bukan dari keturunan.

3) Pengembangan dimaksudkan sebagai kegiatan melakuakn penyesuaian dari bahan ajar dasar yang dirumuskan dalam standar isi pada sekolah umum ke rumusan bahan ajar untuk siswa berkebutuhan khusus.

(31)

commit to user

xxxi

mengajarkan anak sesuai dengan kemampuan heterogen. Dalam arti bahan ajar diberikan dengan pendekatan individual.

5) Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajarn agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. 6) Inklusi (inclusive) inclusion is the practices if integrating students with

disabilities fully into regular classrooms, definisi tersebut memberikan

penjelasan bahwa inklusi merupakan pendidikan yang praktis bagi anak yang memiliki kebutuhan khusus dapat bersekolah secara penuh di kelas umum pada siswa yang normal. Dengan demikian inklusi berarti mengikutsertakan anak berkelainan di kelas umum bersama dengan anak-anak lainya.

7) Pendidikan inklusif proses pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah umum dengan menggabungkan anakdidik yang memiliki kebutuhan khusus.

b. Unsur Pelaksanaan.

(32)

commit to user

xxxii

siswa yang berkebutuhan khusus. Unsur pelaksana yang terlibat dalam pelaksanaan pembelajaran dalam pendidikan inklusi adalah guru umum dengan guru pendidikan khusus (GPK) atau guru sekolah luar biasa.

Guru umum membutuhkan rekan kerja untuk membuat program dan berperan untuk memberikan dukungan tim guru dalam arti mendiskusikan pada komite sekolah yang terdiri dari orang tua, tokoh masyarakat, tenaga medis dan tenaga ahli yang terkait.

c. Prinsip Pengembangan/Modifikasi Bahan Ajar.

Bahan ajar yang dikembangkan khusus untuk layanan pendidikan inklusif diharuskan memenuhi beberapa prinsip antara prinsip keterbaharuan bahan ajar, artinya bahan yang ditetapkan untuk pendidikan inklusif harus merupakan bahan ajar yang tidak kedaluwarsa agar kemanfaatan bahan ajar bagi peserta didik dapat dinikmati dimasa mendatang. Demikian juga bahan ajar harus memenuhi prinsip kecukupan. Dalam kaitan ini guru harus meyakinkan bahan ajar yang telah dipilih memang terjamin kecukupannya sehingga bobot dan volumenya tidak di bawah standart isi yang ditentukan.

(33)

commit to user

xxxiii d. Model Modifikasi Bahan Ajar.

Model modifikasi bahan ajar dimaksudkan adalah bagaimana cara menemukan atau memberikan bahan ajar yang tepat dalam pendidikan inklusif sesuai dengan kemampuan individu (pendekatan individu). Terdapat tiga kegiatan utama dalam modifikasi bahan ajar pendidikan inkusif yaitu:

1) Kegiatan menyeleksi merupakan kegiatan memilih, menetapkan bahan ajar yang tepat bagi peserta didik. Pemilihan dan penetapan bahan ajar dilakukan oleh guru atas bahan ajar yang telah ada pada silabus sekolah umum, apabila bahan ajar disekolah umum tidak tersedia, maka guru wajib untuk mengusahakan dengan langsung merinci dari SK dan KD mata pelajaran terkait.

2) Mengorganisasi bahan ajar dimaksudkan sebagai kegiatan guru dalam menyusun dan membuat urutan susunan bahan ajar dengan tata urutan tertentu. Tata urutan bahan ajar ada yang berdasarkan kronologis, urutan procedural, urutan logis maupun urutan herarchis. Pertimbangan pengurutan dapat menggunakan dasar tuntuntan SK dan KD atau dapat pula menggunakan dasar karakter mata pelajaran.

(34)

commit to user

xxxiv

e. Model Modifikasi Bahan Ajar Untuk Siswa Tunanetra.

Dalam proses pembelajaran siswa tunanetra disekolah regular, guru perlu memperhatikan bahwa peserta didik tunanetra dalam menyerap bahan ajar melelui pendengaran dan perabaab. Dengan menyadari kondisi seperti ini maka dalam menyajikan bahan ajar guru dituntut untuk memodifikasi bahan ajar tersebut.

Ada beberapa tahapan yang bias dilakukan untuk memodifikasi bahan ajar untuk peserta didik tunanetra yaitu:

1) Bahan ajar dinarasikan atau diinformasikan.

Pengalaman visual cenderung menyatukan informasi dari apa yang dilihat kemudian menghubungkannya dengan pikiran atau perasaan. Peserta didik tunanetra tidak akan mampu memahami situasi atau kondisi apabila dihadapkan pada suasana yang baru dikenalnya. Guru harus memberikan informasi yang jelas kepada peserta didik tuna netra agar anak didik mampu memahami situasi yang baru dikenalnya.

2) Bahan ajar divisualisasikan pada pengalaman nyata.

(35)

commit to user

xxxv

3) Bahan ajar disajikan dalam bentuk benda-benda kongkrit atau benda-benda yang dibuat model tiruan, sehingga siswa dapat mengenal bentuk secara alamiah, mampu mengenal ukuran berat, sifat-sifat permukaan, kelenturan dan lain sebagainya.

4) Bahan ajar diganti dan disesuaikan dengan kebutuhan siswa.

5) Bahan ajar dihilangkan atau tidak diberikan sama sekali, dengan pertimbangan apabila diberikan dapat membahayakan diri peserta didik.

Pada saat seorang anak tunanetra masuk kedalam sebuah lembaga pendidikan formal seperti yang dilakukan oleh anak-anak normal lainnya, pendekatan yang paling efektif adalah dengan jalan optimalisasi pendidikan inklusif secara berkelanjutan kepada tunanetra. Kurikulum yng digunakan pada pendidikan inklusif adalah kurikulum fleksibel, disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan setiap siswa. Pemilihan metode untuk anak tunanetra sebenarnya banyak didorong oleh setiap kemudahan yang menjadi karakteristik dari pendidikan inklusif.

(36)

commit to user

xxxvi

a. Menciptakan dan menjaga komunitas kelas yang hangat, menerima adanya keanekaragaman, dan dapat saling menghargai pada setiap perbedaan.

b. Dapat memberikan dan mengajar kelas yang heterogen dengan memerlukan perubahan pelaksanaan kurikulum secara mendasar.

c. Menyiapkan dan mendorong guru untuk dapat megajar secara interaktif. d. Penyediaan dorongan bagi guru dan kelasnya secara terus menerus dan

penghapusan hambatan yang berkaitan dengan isolasi profesi.

e. Melibatkan orang tua secara bermakna dalam proses sebuah perencanaan.

Metode pembelajaran bagi anak tunanetra dapat dibedakan menurut fungsunya yaitu media untuk menjelaskan konsep yang berupa alat peraga dan media untuk membantu kelancaran proses pembelajaran yang berupa alat bantu untuk proses pembelajaran yang beupa alat bantu untuk peruses pembelajaran yaitu :

a. Alat bantu yang bisa digunakan untuk membantu proses suatu pembelajaran anak tunanetra meliputi objek atau situasi yang sebenarnya dengan prinsip totalitas atau situasi yang sebenarnya, benda asli yang telah diawetkan, tiruan/model (tiga atau dua demensi).

(37)

commit to user

xxxvii

alat bantu untuk berhitung (cubaritma, abacus/sempos, speech calculator) serta alat bantu yang bersifat audio seperti tape recorder. Evaluasi terhadap pencapaian hasil belajar pada anak tunanetra pada dasarnya sama dengan yang dilakukan terhadap anak yang memiliki mata normal, namun ada sedikit perbedaan yang menyangkut materi tes/soal dan teknik pelaksanaan tes. Materi tes atau pertanyaan yang diajukan kepada anak tunnetra tidak mengandung unsure-unsur yang memerlukan persepsi visual apabila menggunakan tes tertulis, soal hendaknya diberikan dalam huruf Braille atau menggunakan reader (pembaca) apabila menggunakan huruf alphabet normal yang biasa digunakan oleh anak-anak bermata normal.

3. Pembelajaran Inklusi a. Pengertian Pendidikan Inklusif

(38)

commit to user

xxxviii

ingin menyatakan bahwa istilah inklusif berkaitan dengan banyak aspek hidup manusia yang didasarkan atas prinsip persamaan, keadilan, dan hak individu.

Dalam ranah pendidikan, istilah inklusif dikaitkan dengan model pendidikan yang tidak membeda-bedakan individu berdasarkan kemampuan dan atau kelainan yang dimiliki individu. Dengan mengacu pada istilah inklusif yang disampaikan Reid di atas, pendidikan inklusif didasarkan atas prinsip persamaan, keadilan, dan hak individu. Istilah pendidikan inklusif digunakan untuk mendeskripsikan penyatuan anak-anak berkelainan (penyandang hambatan/cacat) ke dalam program sekolah. Konsep inklusi memberikan pemahaman mengenai pentingnya penerimaan anak-anak yang memiliki hambatan ke dalam kurikulum, lingkungan, dan interaksi sosial yang ada di sekolah (J. David Smith, 2006 : 45).

MIF. Baihaqi dan M. Sugiarmin menyatakan bahwa hakikat inklusif adalah mengenai hak setiap siswa atas perkembangan individu, sosial, dan intelektual. Para siswa harus diberi kesempatan untuk mencapai potensi mereka. Untuk mencapai potensi tersebut, sistem pendidikan harus dirancang dengan memperhitungkan perbedaan-perbedaan yang ada pada diri siswa. Bagi mereka yang memiliki ketidakmampuan khusus dan/atau memiliki kebutuhan belajar yang luar biasa harus mempunyai akses terhadap pendidikan yang bermutu tinggi dan tepat. (MIF. Baihaqi dan M. Sugiarmin, 2006 ; 75-76).

(39)

commit to user

xxxix

pendidikan dengan mempersiapkan model pendidikan yang disesuaikan dengan perbedaan-perbedaan individu tersebut. Perbedaan bukan lantas melahirkan diskriminasi dalam pendidikan, namun pendidikan harus tanggap dalam menghadapi perbedaan.

Daniel P. Hallahan mengemukakan pengertian pendidikan inklusif sebagai pendidikan yang menempatkan semua peserta didik berkebutuhan khusus dalam sekolah reguler sepanjang hari. Dalam pendidikan seperti ini, guru memiliki tanggung jawab penuh terhadap peserta didik berkebutuhan khusus tersebut (Daniel P. Hallahan, 2009 : 53).

Tarje Magnussonn Waretdal (2007: 5), Inclusion/Inclusive Education: Inclusive school welcome all the children in the community regardless of their

social, economic, athnic, regigious, or languangebackgroun. Inclusive

communities and school embrace diversity-not merelytolerate it. (sekolah

inklusi menerima semua anak dimasyarakat tanpa memandang kemampuan, kecacatan, jender, status HIV, dan status kesehatan serta latar belakang social, ekonomi, etnis,agama, atau bahasa. Masyarakat dan sekolah yang inklusif merangkul keragaman tidak hanya mentolelirnya). Selanjutnya menurut:

Berit H Johanes dan Miriam D. Skjorten, dalam susi Septaviana Rakhmawati (2004: 181), beberapa ide utama dari prinsip sekolah inklusi dapat dijelaskan sebagai berikut:

(40)

commit to user

xl

dalam pemilihan materinya. Guru kerja sama dan memiliki pengetahuan tentang strategi pembelajaran dan kebutuhan pelejaran umum, khusus, individual dan memiliki pengetahuan tentang cara menghargai pluralitas perbedan individu dalam mengatur aktivitas kelas.

Pengertian ini memberikan pemahaman bahwa pendidikan inklusif menyamakan anak berkebutuhan khusus dengan anak normal lainnya. Untuk itulah, guru memiliki tanggung jawab penuh terhadap proses pelaksanaan pembelajaran di kelas. Dengan demikian guru harus memiliki kemampuan dalam menghadapi banyaknya perbedaan peserta didik.

Daniel P. Hallahan, dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 70 Tahun 2009 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.

(41)

commit to user

xli

demikian pemerintah mulai mengubah model pendidikan yang selama ini memisah-misahkan peserta didik normal ke dalam sekolah reguler, peserta didik dengan kecerdasan luar biasa dan bakat istimewa ke dalam sekolah (baca: kelas) akselerasi, dan peserta didik dengan kelainan ke dalam Sekolah Luar Biasa (SLB).

Rumusan mengenai pendidikan inklusif yang disusun oleh Direktorat Pendidikan Sekolah Luar Biasa (PSLB) Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (Mandikdasmen) Kementrian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) mengenai pendidikan inklusif menyebutkan bahwa pendidikan inklusif adalah sistem layanan pendidikan yang mensyaratkan anak berkebutuhan khusus belajar di sekolah-sekolah terdekat di kelas biasa bersama-sama teman seusianya. Sekolah penyelenggara pendidikan inklusif adalah sekolah yang menampung semua murid di sekolah yang sama. Sekolah ini menyediakan program pendidikan yang layak dan menantang, tetapi disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan setiap murid maupun bantuan dan dukungan yang dapat diberikan oleh para guru agar anak-anak berhasil.

(42)

commit to user

xlii

didik normal agar mereka dapat belajar dan bekerja sama secara efektif dalam satu sekolah. (Ensiklopedi Online Wikipedia “Inclusion”).

Pengertian-pengertian yang dikemukakan di atas secara umum menyatakan hal yang sama mengenai pendidikan inklusif. Pendidikan inklusif berarti pendidikan yang dirancang dan disesuaikan dengan kebutuhan semua peserta didik, baik peserta didik yang normal maupun peserta didik berkebutuhan khusus. Masing-masing dari mereka memperoleh layanan pendidikan yang sama tanpa dibeda-bedakan satu sama lain. Anak yang berkebutuhan khusus dulunya adalah anak-anak yang diberikan label

(labelling) sebagai Anak Luar Biasa (ALB). Anak berkebutuhan khusus (ABK)

merupakan istilah lain untuk menggantikan istilah Anak Luar Biasa (ALB) yang menandakan adanya kelainan khusus. Istilah lain yang juga biasa dipakai untuk menandai anak yang “lain” dari yang lain ini yaitu hendaya (impairment) (Bandi Delphie: 2006), disability dan handicap.

Impairment, handicap, dan disability seringkali disamakan dalam

penggunaannya. Sebenarnya terdapat perbedaan arti dari ketiga istilah tersebut.

Impairment digunakan untuk menunjukkan kemampuan yang tidak sepenuhnya

rusak/cacat. Handicap digunakan untuk menunjukkan adanya kesulitan-kesulitan dalam penggunaan organ tubuh. Disability digunakan untuk menunjukkan ketidakmampuan yang ada sejak dilahirkan atau cacat yang sifatnya permanen. (Thomas M. Stephens, dkk.), Teaching Mainstreamed

Students, (Canada: John Wiley&Sons, 1982), Hornby, Oxford Advance .

(43)

commit to user

xliii

Handicap adalah kondisi yang dinisbahkan kepada seseorang yang menderita

ketidakmampuan. Kondisi ini boleh jadi disebabkan oleh masyarakat, lingkungan fisik, atau sikap orang itu sendiri. Dalam hal ini sering muncul ungkapan “jangan sampai disability menjadi handicap”.John W. Santrock,

Educational Psychology, (New York: The McGraw Hill Inc., 2004: 175).

Anak berkebutuhan khusus mempunyai karakteristik yang berbeda antara yang satu dengan yang lain. Bandi Delphie menyatakan bahwa di Indonesia, anak berkebutuhan khusus yang mempunyai gangguan perkembangan dan telah diberikan layanan antara lain: Anak yang mengalami hendaya (impairment) penglihatan (tunanetra), tunarungu, tunawicara, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, autism (autistic children), hiperaktif

(attention deficit disorder with hyperactive), anak dengan kesulitan belajar

(learning disability atau spesific learning disability), dan anak dengan hendaya

kelainan perkembangan ganda (multihandicapped and developmentally

disabled children) (Delpin).

(44)

commit to user

xliv

yang memiliki bakat dan/atau kecerdasan luar biasa agar dapat belajar bersama-sama dalam satu kelas.

Anak berkebutuhan khusus (Heward) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Yang termasuk kedalam ABK antara lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan prilaku, anak berbakat, anak dengan gangguan kesehatan. istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa dan anak cacat. Karena karakteristik dan hambatan yang dimilki, ABK memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka, contohnya bagi tunanetra mereka memerlukan modifikasi teks bacaan menjadi tulisan Braille dan tunarungu berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat. Anak berkebutuan khusus biasanya bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB) sesuai dengan kekhususannya masing-masing. SLB bagian A untuk tunanetra, SLB bagian B untuk tunarungu, SLB bagian C untuk tunagrahita, SLB bagian D untuk tunadaksa, SLB bagian E untuk tunalaras dan SLB bagian G untuk cacat ganda.

1) Tunanetra

(45)

commit to user

xlv

dikoreksi atau tidak lagi memiliki penglihatan. Karena tunanetra memiliki keterbataan dalam indra penglihatan maka proses pembelajaran menekankan pada alat indra yang lain yaitu indra peraba dan indra pendengaran. Oleh karena itu prinsip yang harus diperhatikan dalam memberikan pengajaran kepada individu tunanetra adalah media yang digunakan harus bersifat taktual dan bersuara, contohnya adalah penggunaan tulisan braille, gambar timbul, benda model dan benda nyata. sedangkan media yang bersuara adalah tape recorder dan peranti lunak JAWS. Untuk membantu tunanetra beraktivitas di sekolah luar biasa mereka belajar mengenai Orientasi dan Mobilitas. Orientasi dan Mobilitas diantaranya mempelajari bagaimana tunanetra mengetahui tempat dan arah serta bagaimana menggunakan tongkat putih (tongkat khusus tunanetra yang terbuat dari alumunium)

2) Tunarungu

(46)

commit to user

xlvi

berbicara sehingga mereka biasa disebut tunawicara. Cara berkomunikasi dengan individu menggunakan bahasa isyarat, untuk abjad jari telah dipatenkan secara internasional sedangkan untuk isyarat bahasa berbeda-beda di setiap negara. saat ini dibeberapa sekolah sedang dikembangkan komunikasi total yaitu cara berkomunikasi dengan melibatkan bahasa verbal, bahasa isyarat dan bahasa tubuh. Individu tunarungu cenderung kesulitan dalam memahami konsep dari sesuatu yang abstrak.

3) Tunagrahita

Tunagrahita adalah individu yang memiliki intelegensi yang signifikan berada dibawah rata-rata dan disertai dengan ketidakmampuan dalam adaptasi prilaku yang muncul dalam masa perkembangan. klasifikasi tunagrahita berdasarkan pada tingkatan IQ. Tunagrahita ringan (IQ : 51-70), Tunagrahita sedang (IQ : 36-51), Tunagrahita berat (IQ : 20-35), Tunagrahita sangat berat (IQ dibawah 20). Pembelajaran bagi individu tunagrahita lebih di titik beratkan pada kemampuan bina diri dan sosialisasi.

4) Tunadaksa

(47)

commit to user

xlvii

fisik tetap masih dapat ditingkatkan melalui terapi, sedang yaitu memilki keterbatasan motorik dan mengalami gangguan koordinasi sensorik, berat yaitu memiliki keterbatasan total dalam gerakan fisik dan tidak mampu mengontrol gerakan fisik.

5) Tunalaras

Tunalaras adalah individu yang mengalami hambatan dalam mengendalikan emosi dan kontrol sosial. individu tunalaras biasanya menunjukan prilaku menyimpang yang tidak sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku disekitarnya. Tunalaras dapat disebabkan karena faktor internal dan faktor eksternal yaitu pengaruh dari lingkungan sekitar.

6) Kesulitan belajar

(48)

commit to user

xlviii

itu lebih disebabkan adanya karakteristik anak berkebutuhan khusus yang beragam. Identifikasi kebutuhan dalam pembelajaran anak tuna netra dimaksudkan untuk memberikan perhatian dan focus secara khusus dalam pembelajaran anak tuna netra jika dibanding dengan pembelajaran secara umum adalah

1) Kebutuhan pengalaman konkrit.

2) Kebutuhan akan pengalaman memadukan dari yang detil ke global. 3) Kebutuhan akan berbuat dan bekerja dengan belajar.

Selain itu anak tuna netra memerlukan media pembelajaran yang dibedakan menjadi

1) Anak buta menggunakan media baca tulis huruf Braille.

2) Anak low menggunakan media baca tulis huruf cetak yang diperbesar atau menggunakan alat pembesar.

(49)

commit to user

xlix

1) Pemetaan Standar Kompetensi, Kompetensi dasar dan Indikator ke dalam jaringan tema , penyususnan Silabus dan Penyususnan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran bagi SLB Tuna Netra (A). 2) Pelaksanaan pembelajaran seperti tahap kegiatan, strategi

pengelola pembelajaran, penyusunan waktu yang disesuaikan dengan materi pelajaran.

3) Penilaian pembelajaran seperti pengertian, tujuan, prinsip-prinsip penilaian, alat penilaian, analisis hasil penilaian dan tindak lanjut penilaian.

4) Pengawasan pembelajaran seperti perencanaan, pelaksanaan dan tindak lanjut yang meliputi materi, proses, strategi dan metode. Kebutuhan layanan pendidikan tunanetra pada dasarnya membutuhkan suatu pendidikan untuk mengembangkan segala potensi yang ada dalam dirinya secara optimal. Meskipun dengan segala keterbatasan indra pada indranya, terutama pada indra penglihatannya, anak tuna netra membutuhkan latihan khusus yang meliputi latihan membeca dan menulis huruf broille, penggunaan tongkat, orentasi dan mobilitas, serta melakukan latihan visual atau fungsional pada penglihatan.

(50)

commit to user

l

SDL-B dan kelas jauh. Bentuk-bentuk keterpaduan tersebut yang dapat diikuti oleh anak-anak tunanetra, yaitu melalui system integritas yang meliputi kelas biasa dengan adanya seorang guru konsultan, kelas biasa dengan seorang guru kunjung, serta kelas biasa dengan guru-guru sumber dan kelas khusus.

Strategi proses pembelajaran untuk anak-anak penyandang tunanetra pada dasarnya memliki kesamaan dengan strategi pembelajaran anak-anak pada umumnya. Hanya saja, ketika dalam pelaksanaannya memerlukan modifikasi agar sesuai dengan anak yang melakukan pembelajaran tersebut, yang dalam hal ini adalah anak tunanetra sehingga pesan atau materi yang disampaikan dapat diterima ataupun dapat ditangkap dengan baik dan mudah oleh anak-anak tunanetra tersebut dengan menggunakan semua system indranya yang masih berfungsi dengan baik sebagai sumber pemberi informasi.

Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam pembelajaran untuk anak-anak tunanetra adalah

1) Prinsip Individu

(51)

perbedaan-commit to user

li

perbedaan umum seperti usia, kemampuan mental, fisik, kesehatan, social dan budaya pada anak-anak tunanetra tersebut memiliki perbedaan khusus yang terkait dengan tunanetra tersebut seperti tingkat ketunanetraan, sebeb-sebab ketunanetraannya dan lain-lain. Oleh sebab itu harus ada perbedaan layanan pendidikan antara anak low vision dengan anak-anak buta local lainnya. 2) Prinsip layanan individu jauh lebih mengisyaratkan pada perlunya

seorang guru untuk merancang strategi adan metode pembelajaran yang sesuai dengan keadaan sianak tunanetra. Hal tersebut yang menjadi dasar adanya pendidikan yang dilakukan secara individual agar tidak terjadinya ketimpangan social antara anak penderita tunanetra yang satu dan lainnya yang memiliki tingkatan keparahan dan penyebab berbeda pula. Peran guru memang menjadi salah satu hal utama dan pokok dalam metode pembelajaran dan menjaga agar anak-anak tunanetra tidak merasakan kerendahan dirinya yang justru akan menghambat kelancaran anak-anak tersebut dalam belajar. Guru dalam metode ini diharapkan dapat berperan aktif dalam pendekatan individual dengan strategi-strategi barunya untuk mendekatkan diri secara personal terhadap anak penyandang tunanetra dengan lebih intim lagi agar bisa melihat segala perbedaan yang ada dan bisa menyikapi secara tepat.

(52)

commit to user

lii

Strategi pembelajaran yang digunakan oleh guru untuk anak-anak penyandang tunanetra harus memungkinkan anak tunanetra untuk mendapatkan pengalaman secara nyata dari apa yang dipelajarinya. Dalam bahasa Bower (1986) disebut sebagai “Pengalaman pengindraan langsung”. Anak tunanetra tidak dapat belajar melalui pengamatan visual yang memiliki dimensi jarak, seperti pada contoh bunga yang sedang mekar, embun yang menetes dari dedaunan dan sebagainya.

4) Strategi pembelajaran harus memungkinkan adanya akses langsung terhadap objek atau situasi. Anak tunanetra harus dibimbing untuk dapat meraba, mendengar, mencium, mengecap, mengalami situasi secara langsung dan juga melihat bagi anak low vision. Prinsip ini sangat erat kaitanya dengan komponen alat/media dan lingkungan pembelajaran. Untuk memenuhi prinsip pengalaman pengindraan, perlu tersedia alat atau media pembelajaran yang mendukung dan relevan. Anak tunanetra harus dapat merasakan secara langsung apa yang terjadi di lingkungannya, seperti pada proses memasak, menanam bunga, ataupun pada proses lainnya yang tidak membutuhkan adanya dimensi jarak dan waktu, tetapi pada proses yang melakukan penggunaan pengalaman pengindraan secara langsung.

(53)

commit to user

liii

(54)

commit to user

liv

anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus dalam hal gangguan pengelihatan. Hilangnya suatu penglihatan pada salah satu dari kelima indranya, dapat membuat anak-anak tunanetra menjadi sulit mendapatkan gambaran secara nyata dan menyeluruh mengenai objek-objek yang tidak dapat diamati secara serentak oleh kelima indranya. Maka dari itu, perpaduan beberapa teknik dalam penggunaannya menjadi penting untuk anak tunanetra tersebut.

6) Prinsip Aktifitas Mandiri

(55)

commit to user

lv

apabila anak tunanetra tersebut dapat menguasai dan mengalami secara personal dan langsung untuk mendapatkan isi pembelajaran tersebut secara utuh. Oleh akrena itu proses pembelajaran dengan cara mengalami dan mengenal suatu objek secara langsung dapat membantu anak untuk dapat mengenali apa yang selama ini anak-anak normal lainnya alami.

b. Faktor-faktor pembelajaran Inklusi

Faktor yang berpengaruh dalam pembelajaran inklusi terhadap perkembangan siswa adalah penilaian. Agar hasil penilaian dapat menggambarkan apa yang hendak diukur perlu diperhatikan prinsip-prinsip : 1) Peserta didik dikelompokan secara homogeny untuk memudahkan dalam pembelajaran dan penilaian. Jika peserta didik heterogen dalam jenis ketunaan dan derajat kecerdasan harus dilakukan dengan pendekatan Program pendidikan Individu (PPI).

2) Kenaikan kelas pada pendidikan khusus berdasarkan :

a. Evaluasi kemampuan yang disesuaikan dengn tuntunan kurikulum peserta didik dengan kecerdasan normal (Tuna rungu, tuna daksa dan tuna laras yang disertai dengan kelainan lainnya).

(56)

commit to user

lvi

3) Pelaporan hasil penilaian kemampuan belajar peserta didik dilaporkan dalam bentuk kuantitatif dan kualitatif yang dideskripsikan (narsi).

4) Untuk peserta didk yang kemampuan akademiknya kurang tidak diharuskan mengikuti Ujian nasional (UN), cukup mengikuti Ujian Sekolah (US) dan akan memperoleh Surat Tanda Tamat Nelejar (STTB).

5) Untuk peserta didik yang memiliki kemampuan akademik dapat mengikuti Ujian nasional (UN) dan akan memperoleh Surat Tanda tamat Belajar (STTB).

Faktor lain yang sangat mendukung pembelajaran siswa inklusi adalah penilaian diri (self assessment) adalah suatu teknik penilaian, dimana sabjek yang dinginkan diminta menilai dirinya sendiri berkaitan dengan status, proses dan tingkata pencapaian kompetensi yang dipelajari dalam mata pelajaran tertentu. Teknik penilaian diri dapat digunakan dalam berbagai aspek penilaian yang berkaitan dengan kompetensi kognitif, afektif dan psikomotorik.

c. Pengembangan kurikulum Pendidikan Inklusi.

(57)

commit to user

lvii

mempertimbangkan karakteristik (ciri-ciri) dan tingkat kecerdasannya. Modifikasi kurikulum dilakukan terhadap:

1) Alokasi waktu 2) isi/materi kurikulum 3) proses belajar-mengajar 4) sarana prasarana

5) lingkungan belajar 6) pengelolaan kelas.

Modifikasi/pengembangan kurikulum pendidikan inklusi dapat dilakukan oleh Tim Pengembang Kurikulum yang terdiri atas guru-guru yang mengajar di kelas inklusi bekerja sama dengan berbagai pihak yang terkait, terutama guru pembimbing khusus (guru Pendidikan Luar Biasa) yang sudah berpengalaman mengajar di Sekolah Luar Biasa, dan ahli Pendidikan Luar Biasa (Orthopaedagog), yang dipimpin oleh Kepala Sekolah Dasar Inklusi (Kepala SD Inklusi) dan sudah dikoordinir oleh Dinas Pendidikan. Pelaksanaan Pengembangan kurikulum dilaksanakan dengan:

1) Modifikasi alokasi waktu disesuaikan dengan mengacu pada kecepatan belajar siswa. Misalnya materi pelajaran (pokok bahasan) tertentu dalam kurikulum reguler (Kurikulum Sekolah Dasar) diperkirakan alokasi waktuny selama 6 jam.

(58)

commit to user

lviii

ii. Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi relatif normal dapat dimodifikasi menjadi sekitar 8 jam. iii. Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi

di bawah normal (anak lamban belajar) dapat dimodifikasi menjadi 10 jam, atau lebih; dan untuk anak tunagrahita menjadi 18 jam, atau lebih; dan seterusnya.

2) Modifikasi isi/materi, Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi di atas normal, materi dalam kurikulum sekolah reguler dapat digemukkan (diperluas dan diperdalam) dan/atau ditambah materi baru yang tidak ada di dalam kurikulum sekolah reguler, tetapi materi tersebut dianggap penting untuk anak berbakat.

i. Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi relatif normal materi dalam kurikulum sekolah reguler dapat tetap dipertahankan, atau tingkat kesulitannya diturunkan sedikit.

ii. Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi di bawah normal (anak lamban belajar/tunagrahita) materi dalam kurikulum sekolah reguler dapat dikurangi atau diturunkan tingkat kesulitannya seperlunya, atau bahkan dihilangkan bagian tertentu.

(59)

commit to user

lix

problem solving, untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi di atas normal;

i. Menggunakan pendekatan student centerred, yang menenkankan perbedaan individual setiap anak;

ii. Lebih terbuka (divergent);

iii. Memberikan kesempatan mobilitas tinggi, karena kemampuan siswa di dalam kelas heterogen, sehingga mungkin ada anak yang saling bergerak kesana-kemari, dari satu kelompok ke kelompok lain.

iv. Menerapkan pendekatan pembelajaran kompetitif seimbang dengan pendekatan pembelajaran kooperatif. Melalui pendekatan pembelajaran kompetitif anak dirangsang untuk berprestasi setinggi mungkin dengan cara berkompetisi secara fair. Melalui kompetisi, anak akan berusaha seoptimal mungkin untuk berprestasi yang terbaik,“aku-lah sang juara”. Namun, dengan pendekatan pembelajaran kompetitif ini, ada dampak negatifnya, yakni mungkin “ego”-nya akan berkembang kurang baik. Anak dapat menjadi egois. Untuk menghindari hal ini, maka pendekatan pembelajaran kompetitif ini perlu diimbangi dengan pendekatan

pembelajaran kooperatif.

(60)

commit to user

lx

diberi tugas dalam kelompok, secara bersama mengerjakan tugas dan mendiskusikannya. Penekanannya adalah kerjasama dalam kelompok, dan kerjasama dalam kelompok ini yang dinilai. Dengan cara ini sosialisasi anak dan jiwa kerjasama serta saling tolong menolong akan berkembang

dengan baik.

Dengan demikian, jiwa kompetisi dan jiwa kerjasama anak akan berkembang harmonis.

v. Disesuaikan dengan berbagai tipe belajar siswa (ada yang bertipe visual; ada yang bertipe auditoris; ada pula yang bertipe kinestetis). Tipe visual, yaitu lebih mudah menyerap informasi melalui indera penglihatan.Tipe auditoris, yaitu lebih mudah menyerap informasi melalui indera pendengaran.Tipe kinestetis, yaitu lebih mudah menyerap informasi melalui indera perabaan/gerakan.Guru hendaknya tidak monoton dalam mengajar sehingga hanya akan menguntungkan anak yang memiliki tipe belajar tertentu saja.

d. Sistem Kurikulum dan Proses Belajar Mengajar Pendidikan Inklusi.

1) Kurikulum

(61)

commit to user

lxi

dikembangkan melalui sistem pembelajaran yang dapat memacu dan mewadahi integritas antara pengembangan spiritual, logika, etika, dan estetika serta dapat mengembangkan kemampuan berfikir holistik, kreatif, sistematik, linear, dan konvergen untuk memenuhi tuntutan masa kini dan yang akan datang sesuai dengan kadar potensi masing-masing siswa.

Struktur program (jumlah jam setiap mata pelajaran) untuk semua kelas dan semua sekolah sama, hanya perbedaannya terletak pada waktu penyelesaian kurikulum tersebut lebih dipercepat atau diperlambat sesuai kondisi sekolah masing-masing. Percepatan atau perlambatan tersebut didasarkan pada kemampuan siswa dalam menguasai kompetensi isi kurikulum dan mengefektifkan sistem pembelajaran dengan mengurangi pembahasan materi yang tidak esensial.

2) Sistem PBM

(62)

commit to user

lxii

pengembangan berpikir elaborasi, pelatihan berpikir induktif dan deduktif, serta pengembangan IPTEK dan IMTAQ secara terpadu.

Dalam pelaksanaan PBM, guru menekankan kepada hal-hal sebagai berikut:

(1) Pelayanan individual (bukan klasikal).

(2) Menggunakan buku paket, buku pelengkap, buku referensi, dan modul.

(3) Menggunakan LKS yang dibuat sendiri.

(4) Menggunakan media audio visual (multi media).

(5) Menggunakan sarana laboratorium (lab. Kimia, lab. Fisika, Lab. Bahasa, Lab. Komputer, dan internet) sesuai dengan kebutuhan atau laboratorium alam (misalnya : kebun, sawah, dsb) sesuai kondisi sekolah.

(6) Melakukan kunjungan ke objek-objek tertentu yang sesuai dengan mata pelajaran yang sedang dipelajari.

(7) Memberikan kesempatan pada siswa untuk belajar di luar kegiatan sekolah formal melalui media lain, misalnya GPK, radio, televisi, internet/komputer, wawancara pakar, kunjungan ke musium, dan sebagainya.

3) Sistem Evaluasi dan Laporan Hasil Pendidikan (Raport)

(63)

commit to user

lxiii a) Nilai Akademik

b) Nilai proses/ulangan harian. c) Ujian blok/ulangan umum. d) Ujian akhir.

e) Nilai Afektif (bisa dalam bentuk deskriptif) f) Nilai Psikomotor

g) Laporan hasil pendidikan juga mempunyai format yang sama untuk semua siswa, hanya pembagiannya diseuaikan dengan kalender pendidikan atau kemajuan siswa yang bersangkutan.

4) Peningkatan/Perluasan Peran BP/BK

(64)

commit to user

lxiv

masalah, sosiometri kelas ataupun melakukan wawancara untuk mendapatkan informasi yang lebih jauh tentang data siswa. Ikut menangani asesmen dan penempatan siswa. Melakukan koordinasi dan kolaborasi yang harmonis dengan Resource Center/Pusat Sumber melalui Guru Pembimbing Khususnya.

4. Tuna Netra

Tuna netra merupakan sebutan untuk individu yang mengalami gangguan pada indra penglihatan. Pada dasarnya, tuna netra dibagi menjadi dua kelompok, yaitu buta total dan kurang penglihatan (low vision). Buta total tidak dapat melihat dua jari dimukanya atau hanya melihat sinar atau cahaya yang lumayan dapat dipergunakan untuk orientasi mobilitas. Mereka tidak bias menggunakan huruf lain selain huruf Braille. Buta kurang (low vision) adalah orang yang bila melihat sesuatu, mata harus didekatkan, atau mata harus dijauhkan dari objek yang dilihatnya atau orang yang memiliki pemandangan kabur ketika melihat objek.

Ada beberapa klasifikasi lain pada anak tuna netra, salah atunya berdasarkan kelainan-kelainan yang terjadi pada mata, yaitu:

1) Myopia : penglihatan jarak dekat, bayangan tidak focus, dan jatuh di

(65)

commit to user

lxv

2) Hyperopia : penglihatan jarak jauh, bayangan tidak focus dan jatuh di

depan retina.penglihatan akan jelas jika objek dijauhkan. Untuk proses penglihatan pada penderita hyperopia digunakan kaca mata koreksi dengan lensa positif.

3) Astigmatisme : penyimpangan atau penglihatan kabur yang disebabkan

ketidak beresan pada kornea mata atau pada permukaan lain pada bola mata sehingga bayangan benda, baik pada jarak dekat maupun jauh tidak terfokus jatuh pada retina. Untuk membantu proses penglihatan pada penderita astigmatisme digunakan kacamata koreksi dengan lensa silindris.

a. Ciri-ciri Anak Tuna Netra 1) Buta Total

a) Fisik

Jika dilihat secara fisik, keadaan anak tuna netra tidak berbeda dengan anak normal pada umumnya.yang menjadi perbedaan nyata adalah pada organ tubuh penglihatannya meskipun terkadang anak tuna netra yang terlihat seperti anak normal. Beberapa gejala buta total yang dapat terlihat secara fisik adalah

(66)

commit to user

lxvi

f. Gerakan mata tak beraturan dan cepat g. Mata selalu berair (mengeluarkan air mata)

h. Pembengkaan pada kulit tempat tumbuh bulu mata.

b) Prilaku

Anak tuna netra biasanya menunjukkan prilaku tertentu yang cenderung berlebihan. Gangguan perilaku tersebut bias dilihat pada tingkah laku anak semenjak dini adalah

a. Mengosok mata secara berlebihan

b. Menutup atau melindungi mata sebelah, memiringkan kepala, atau mencondongkan kepala ke depan.

c. Sukar membaca atau dalam mengerjakan pekerjaan lain yang sangat memerlukan penggunaan mata.

d. Berkedip lebih banyak daripada biasanya atau lekas merah apabila mengerjakan suatu pekerjaan.

e. Membawa bukunya ke dekat mata.

f. Tidak dapat melihat benda-benda yang agak jauh. g. Menyipitkan mata atau mengerutkan dahi.

h. Tidak tertarik merhatiannya pada objek penglihatan atau pada tugas-tugas yang memerlukan penglihatan, seperti gambar atau membaca.

(67)

commit to user

lxvii

j. Menghindari dan tugas-tugas yang memerlukan penglihatan atau memerlukan penglihatan jarak jauh.

k. Penjelasan lainya berdasarkan adanya beberapa keluhan seperti mata gatal,panas, atau meras ingin mengaruk karena gatal, banyak mengeluh tentang ketidakmampuan dalam melihat, merasa pusing atau sakit kepala dan kabur atau penglihatan ganda.

c) Psikis

Bukan hanya perilaku yang berlebihan saja yang menjadi cirri-ciri anak tunanetra. Dalam mengembangkan kepribadian juga memiliki hambatan. Ciri-ciri psikis anak tuna netra :

a. Perasaan mudah tersinggung yang dirasakan oleh tuna netra disebabkan kurangnya rangsangan visual yang diterimanya sehingga dia merasa emosional ketika seseorang membicarakan hal-hal yang tidak bias dia lakukan. Selain pengalaman kegagalan yang kerap dirasakannya juga membuat emosinya semakin tidak stabil.

(68)

commit to user

lxviii

mengenal dan mengerti bahwa tidak senua orang jahat terhadap mereka.

c. Ketergantungan yang berlebihan, anak tuna netra memeng harus dibantu dalam melakukan suatu hal.namun tak perlu semua kegiatan dibantu.

2) Low Vision.

a. Menulis dan membaca dengan jarak yang sangat dekat. b. Hanya dapat membaca huruf yang berukuran besar.

c. Mata tampak lain, terlihat putih ditengah mata (katarak) atau kornea (bagian bening di depan mata) terlihat berkabut.

d. Terlihat tidak menatap lurus ke depan.

e. Memicingkan mata atau mengerutkan kening terutama dicahaya terang atau saat mencoba melihat sesuatu.

f. Lebih sulit melihat pada malam hari daripada siang ahari.

g. Pernah menjalani operasi mata dan atau memakai kaca mata yang sangat tebal, tetapi masih tidak dapat melihat dengan jelas. b. Factor Penyebab Tunanetra.

Gambar

gambaran secara utuh seperti utuh apa yang ada dalam dimensi
gambar atau membaca.
Gambar I : Jadwal Kegiatan
Gambar 2. Gambar tahapan Analisis data Model Interaktif
+7

Referensi

Dokumen terkait

Karena keterbatasan tenaga dan waktu dari beberapa masalah yang ada maka peneliti mengajukan rumusan masalah hanya pada ”Apakah dengan menggunakan alat peraga

ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Tiska (2012: 46) dalam jurnal yang berjudul “Hubungan antara Kesepian dan Kebutuhan Afiliasi pada

Lingkungan kerja pada aspek manajemen, kepemimpinan dan budaya; kendali terhadap praktek berhubungan dengan kinerja perawat pelaksana, sedangkan kendali terhadap beban kerja

(b) Efektu funtzional potentziala zuten SNPak aukeratu genituen: aminoa- zido-aldaketa, aldizkako mozte-itsastea, geneen promotorean dauden trans- kripzio-faktoreen

Hal ini menunjukkan bahwa lebih banyak responden yang kurang setuju siswa-siswi yang bisa membaca pasti mampu menulis karya sastra. Pada pernyataan nomor sepuluh terlihat bahwa

Siregar, K., Buku Pedoman Kerja Praktek Program Pendidikan Sarjana Ekstensi, Departemen Teknik Industri USU, Medan, 2013. Yunaz, H., Teknologi Peleburan

[r]

Kuesioner AHP menggunakan matriks banding berpasangan antara hasil metode kano dengan karakteristik teknis medical latex glove yang diperoleh dari hasil wawancara dengan