• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEPALA RUANGAN RUMAH SAKIT DI MEDAN

Dalam dokumen Perilaku Caring Perawat dan Kepuasan Pas (Halaman 77-81)

Dewi Frintiana Silaban*, Albiner Siagian**, Diah Arruum***

*Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

**Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara ***Dosen Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

Abstrak

Konflik merupakan perselisihan internal atau eksternal akibat adanya perbedaan gagasan, nilai, atau perasaan antara dua orang atau lebih yang akan terjadi secara alami di dalam organisasi. Menangani konflik dengan efektif akan meningkatkan pertumbuhan personal dan sangat membantu dalam memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas pada pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan gaya manajemen konflik berdasarkan karakteristik demografi kepala ruangan Rumah Sakit di Medan dengan menggunakan desain komparatif. Penelitian ini dilakukan di dua Rumah Sakit Pemerintah yang terbesar di Medan. Sampel penelitian ini berjumlah 54 orang yang merupakan semua kepala ruangan di kedua Rumah Sakit tersebut. Statistik deskriptif digunakan untuk menganalisis karakteristik demografi dan gaya manajemen konflik. Untuk menguji perbedaan gaya manajemen konflik obliging, avoiding dan dominating dilakukan uji one way ANOVA dan uji t tidak berpasangan, sedangkan untuk menguji perbedaan gaya manajemen konflik integrating dan compromising dilakukan uji Kruskal-Wallis dan Mann-Whitney. Penelitian ini menemukan bahwa karakteristik demografi kepala ruangan Rumah Sakit di Medan mayoritas berumur 41-50 tahun (64,8 %), mayoritas berjenis kelamin perempuan (94,4 %), mayoritas memiliki masa kerja •'3d 16 tahun (77,8 %), dan mayoritas berpendidikan Sarjana (69,8 %). Pada rentang rerata 1,00-5,00 maka ditemukan bahwa gaya manjemen konflik yang digunakan oleh kepala ruangan secara berurutan rerata paling tinggi sampai paling rendah adalah integrating (mean 4,42; SD 0,44), compromising (mean 4,37; SD 0,55), obliging (mean 3,36; SD 0,53), avoiding (mean 2,78; SD 0,60), dan dominating (mean 2,44; SD 0,54). Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa ada perbedaan secara signifikan gaya obliging berdasarkan jenis kelamin kepala ruangan Rumah Sakit di Medan. Akan tetapi tidak ada perbedaan secara signifikan gaya integrating, dominating, avoiding, dan compromising berdasarkan umur, berdasarkan masa kerja, dan berdasarkan tingkat pendidikan. Disarankan kepada kepala ruangan agar secara terus-menerus mempelajari manajemen konflik, sehingga dapat menerapkannya pada situasi tepat selama menjalankan tugas dan perannya sebagai kepala ruangan.

Kata kunci: manajemen konflik, kepala ruangan.

Abstract

Conflict defined as internal or external dispute caused by difference in ideas, values or feeling beetwen two or more persons in organization. Conflict will occure naturally. Resolving conflict effectively promote environment that stimulates personal growth and assist in providing quality patient care. The purpose of this reseacrh was to identify the differences of conflict management style based on demographic characteristics of head nurses in general hospital in Medan. This research was conducted in two largest government general hospitals in Medan. The samples of this research were 54 of head nurses of those two hospitals. Descriptive statistics was used to analyze demographic charactersitics and conflict management style. One way ANOVA and independent t-test was using to analyze the difference of obliging, avoiding and dominating based on demographic characteristics, whereas Kruskal-Wallis and Mann-Whitney test was using for integrating and compromising. This research revealed that the majority of the head nurses demographic chararactersitics were 41-50 years in age (64,8%), female (94,4%), tenure •'3d 16 years (77,8%), and bachelor degree (69,8%). In the range of 1.00 to 5.00, the mean score of conflict management style in rank order were integrating (4,42; SD 0,44), compromising (4,37; SD 0,55), obliging (3,36; SD 0,53), avoiding (2,78; SD 0,60), dan dominating (2,44; SD 0,54). This research revealed that sex was statistically different in choosing obliging style, but not to integrating, dominating, avoiding, and compromising based on the rest of domographic caractersitics. It is suggested that head nurses keep learnig about conflict management, so that they can applied it on the right situation through their duties and role as head nurse.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah komparatif dengan pendekatan pengamatan sewaktu (cross-sectional), yang dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan dan Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Kota Medan. Populasi dalam penelitian ini adalah kepala ruangan Rumah Sakit di Medan, sedangkan populasi terjangkau adalah kepala ruangan di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan dan Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Kota Medan pada tahun 2013 yang berjumlah 54 orang.

Alat pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner The Rahim Organizational Conflict Inventory–II (ROCI–II). ROCI–II terdiri dari 28 pernyataan yang sudah valid dan reliabel. Hasil uji validitas konstruksi menunjukkan factor loading yang dicapai adalah •'3d 0,4. Sedangkan hasil uji reliabilitas menggunakan Chronbach's alpha didapatkan 0,77 . Setelah dilakukan uji reliabilitas pada 30 orang kepala ruangan didapat nilai alpha sebesar 0,78, sehingga dapat disimpulkan instrumen ini reliabel.

Teknik statistik deskriptif digunakan untuk mengana- lisis data gaya manajemen konflik kepala ruangan rumah sakit di Medan. Untuk menguji perbedaan gaya manajemen konflik obliging, avoiding dan dominating dilakukan uji ANOVA dan independent t-test, sedangkan untuk menguji perbedaan gaya manajemen konflik integrating dan compromising dilakukan uji Kruskal- Wallis dan Mann-Whitney.

Penelitian ini telah disetujui oleh Komisi Etik Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

HASIL PENELITIAN

Karakteristik demografi kepala ruangan di Rumah Sakit.

Hasil penelitian pada tabel 1. menunjukkan bahwa mayoritas kepala ruangan berumur 41-50 sebanyak 64,8%, jenis kelamin perempuan sebanyak 94,4%, memiliki tingkat pendidikan sarjana 68,5% dan masa kerja • 16 tahunsebanyak 77,8%.

Tabel 1. Karakteristik demografi kepala ruangan di Rumah Sakit (N=54)

Gaya manajemen konflik kepala ruangan di Rumah Sakit.

Pada gambar 1. di bawah ini dapat dilihat rerata skor gaya manajemen konflik kepala ruangan rumah sakit di Medan.

Gambar 1. Nilai rerata gaya manajemen konflik pada kepala ruangan Rumah Sakit di Medan (N=54).

Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa gaya manajemen konflik yang sering digunakan oleh kepala

ruangan adalah integrating (mean 4,42; SD 0,44),

kemudian diikuti oleh compromising (mean 4,37; SD 0,55), obliging (mean 3,36; SD 0,53), avoiding (mean 2,78; SD 0,60), dan dominating (mean 2,44; SD 0,54).

Perbedaan gaya manajemen konflik berdasarkan karakteristik demografi kepala ruangan di Rumah Sakit.

Penelitian ini menemukan bahwa gaya manajemen konflik tidak berbeda signifikan berdasarkan umur kepala ruangan.

Penelitian ini menemukan bahwa gaya manajemen konflik berbeda yang secara signifikan berdasarkan jenis kelamin kepala ruangan adalah obliging, dengan nilai p=0,005. Rerata skor obliging pada laki-laki adalah 2,56 sedangkan pada perempuan 3,41.

Penelitian ini menemukan bahwa gaya manajemen konflik tidak berbeda secara signifikan berdasarkan masa kerja kepala ruangan.

Penelitian ini menemukan bahwa gaya manajemen konflik tidak berbeda secara signifikan berdasarkan tingkat pendidikan kepala ruangan.

PEMBAHASAN

Karakteristik Demografi Kepala Ruangan

Hasil penelitian menemukan bahwa mayoritas kepala ruangan berumur 41-50 tahun sebanyak 66%, diikuti oleh umur >50 tahun sebanyak 24,1%. Hal ini memperlihatkan bahwa lebih dari 70% kepala ruangan Rumah Sakit di Medan berumur 41 tahun ke atas. Berdasarkan jenis kelamin ditemukan bahwa yang paling banyak adalah perempuan berjumlah 51 orang (94,4%). Sesuai dengan sejarah keperawatan, data ini memperlihatkan bahwa profesi perawat sampai saat ini masih lebih banyak dilaksanakan oleh perempuan.

% 11,1 64,8 24,1 5,6 94,4 31,5 68,5 0,0 0,0 3,7 18,5 77,8 N 6 35 13 3 51 17 37 0 0 2 10 42 Karakteristik Demografi Umur < 40 tahun 41 - 50 tahun > 50 tahun Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Tingkat Pendidikan Diploma III Sarjana Magister Masa Kerja < 5 tahun 6 - 10 tahun 11 - 15 tahun > 16 tahun No. 1. 2. 3. 4.

4.42

4.37

3.36

2.78

2.44

5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 Integrating Compro-

Berdasarkan tingkat pendidikan ditemukan bahwa mayoritas tingkat pendidikan kepala ruangan adalah sarjana sebanyak 69,8%, diploma 30,2%, dan tidak ada magister. Bila dibandingkan dengan tingkat pendidikan kepala ruangan di beberapa negara lain, tingkat pendidikan kepala ruangan strata magister di Medan masih tergolong rendah.

Berdasarkan masa kerja ditemukan bahwa masa kerja kepala ruangan mayoritas 16-20 tahun sebanyak 41 orang (77,4%), diikuti oleh masa kerja selama 11-15 tahun (18,5%) dan tidak ada masa kerja < tahun. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa untuk menjadi seorang kepala ruangan di Rumah Sakit mayoritas perawat harus bekerja selama minimal 11 tahun.

Gaya Manajemen Konflik Kepala Ruangan di Rumah Sakit

1. Integrating

Dari hasil penelitian ditemukan bahwa gaya manajemen konflik yang paling sering digunakan oleh kepala ruangan adalah integrating (4,42; SD 0,44). Menurut integrating sering juga disebut problem solving. Dalam gaya ini ditemukan adanya keterbukaan, bertukar informasi, mencari alternatif, dan mencari perbedaan untuk mencapai suatu solusi efektif yang dapat diterima oleh kedua pihak. Menurut Valentine (2001) penggunaan yang jarang gaya integrating mengindikasikan bahwa perbedaan pendapat tidak dianggap sebagai proses pembelajaran dan problem solving.

2. Compromising

Compromising merupakan pilihan kedua yang paling banyak digunakan oleh kepala ruangan Rumah Sakit pada penelitian ini (4,37; SD 0,55).Menurut gaya ini ini sangat berguna ketika tujuan pihak yang sedang konflik saling eksklusif atau kedua pihak (seperti manajer dan karyawan) sama kuatnya dan menemukan jalan buntu dalam proses negosiasi. Menurut Valentine (2001) sering menggunakan gaya compromising merupakan indikasi fokus utama pada aspek praktik. Gaya ini dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan bersifat sementara, akan tetapi tidak tepat digunakan untuk menghadapi isu-isu yang yang sangat penting seperti prinsip, nilai, tujuan jangka panjang, dan kesejahteraan organisasi.

3. Obliging

Obliging merupakan gaya manajemen konflik yang menempati peringkat ketiga pada penelitian ini (3,36; SD 0,53). Menurut gaya ini perlu digunakan ketika satu pihak berkeinginan memberikan sesuatu kepada pihak lain dengan harapan dapat mendapatkan keuntungan dari pihak lain pada saat dibutuhkan. Valentine (2001) menyatakan bahwa penggunaan yang jarang gaya ini merupakan suatu indikasi adanya kesulitan untuk melepaskan suatu isu, kesulitan untuk menentukan tujuan yang baik, dan kesulitan menerima bahwa seseorang

telah berbuat kesalahan.

4. Avoiding

Avoiding berada pada urutan keempat sebagai gaya manajemen konflik pada penelitian ini ((2,78; SD 0,60). Menurut Rahim (2001) orang yang avoiding adalah orang yang gagal memenuhi keinginan dirinya sendiri dan gagal juga memenuhi keinginan Menurut Valentine (2001) penggunaan yang sering gaya ini mengindikasikan bahwa keputusan terhadap masalah yang penting tidak langsung diperdebatkan, tapi dibiarkan datang dengan sendirinya.

5. Dominating

Dominating merupakan posisi terakhir dari kelima gaya manajemen konflik pada penelitian ini (2,44; SD 0,54). Penelitian ini menyimpulkan bahwa kepala ruangan jarang menggunakan kekuasaan untuk menyelesaikan suatu konflik di Rumah Sakit. Hal ini didukung oleh berbagai hasil penelitian ditemukan bahwa masih banyak perawat manajer dan perawat pelaksana memilih obliging pada posisi terakhir dan tidak pernah pada posisi pertama . Selain itu, Valentine (2001) menyatakan bahwa penggunaan yang jarang gaya ini mengindikasikan bahwa adanya kesulitan untuk mempertahankan suatu isu. Hal ini dapat disebabkan tidak memiliki kekuasaan dan keterampilan.

Dalam suatu organisasi, individu yang mampu menangani konflik secara efektif dianggap sebagai komunikator yang efektif dan pemimpin yang mumpuni (capable). Mereka yang tidak dapat menangani konflik dengan secara efektif akan mengalami hambatan untuk mencapai tujuan organisasi, mempertahankan relasi yang positif dan keterpaduan atau kedekatan, dan problem solving .

Perbedaan Gaya Manajemen Konflik Berdasarkan Karakteristik Demografi Kepala Ruangan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari keempat karakteristik demografi (umur, jenis kelamin, masa kerja, dan tingkat pendidikan), ditemukan bahwa hanya jenis kelamin yang berbeda secara signifikan dalam pemilihan gaya manajemen konflik, yaitu gaya obliging (p=0,005). Hasil penelitian ini hampir sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Hendel et al. (2005) pada perawat manejer di lima Rumah Sakit Umum di Israel. Dia menemukan bahwa mayoritas karakteristik demografi tidak ada korelasi secara signifikan dengan pemilihan gaya manajemen konflik. Karakteristik demografi yang signifikan mempengaruhi gaya manajemen konflik hanya masa kerja, makin lama masa kerja maka makin sering

perawat manejer menggunakan gaya integrating

(p=0,032).

Hasil penelitian Al-Hamdan, Shukri, & Anthony ( 2011) menemukan bahwa tingkat pendidikan berbeda secara signifikan pada gaya manajemen konflik dominating dan obliging (secara berurutan nilai p=0,006

Perbedaan Gaya Manajemen Konflik berdasarkan Karakteristik Demografi Kepala Ruangan Rumah Sakit di Medan

dan p=0,003. Karakteristik demografi lain yang secara signifikan mempengaruhi gaya manajemen konflik adalah jenis kelamin, dimana rerata skor compromising laki- laki lebih tinggi dibandingkan perempuan dengan nilai p=0,009.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian mengenai Perbedaan Gaya Manajemen Konflik Berdasarkan Karakteristik Demografi Kepala Ruangan Rumah Sakit di Medan dapat disimpulkan bahwa secara berurutan mulai paling tinggi sampai paling rendah, gaya manjemen konflik yang digunakan oleh kepala ruangan Rumah Sakit di

Medan adalah integrating, compromising, obliging,

avoiding, dominating.

Gaya manajemen konflik yang berbeda signifikan adalah obliging berdasarkan jenis kelamin kepala ruangan Rumah Sakit di Medan, sedangkan yang lainnya tidak ada perbedaan secara signifikan.

Disarankan kepada setiap kepala ruangan rumah sakit agar secara berkelanjutan mempelajari manajemen konflik, sehingga dapat menggunakan gaya manajemen konflik yang tepat pada situasi yang tepat.

DAFTAR PUSTAKA

l-Hamdan, Z., Shukri, R., & Anthony, D. (2011). Conflict management styles used by nurse managers in the Sultanate of Oman. Journal of clinical nursing, 20(3-4), 571–80.

Almost, J. (2006). Conflict within nursing work

environments: concept analysis. Journal of

advanced nursing, 53(4), 444–53.

Cavanagh, S. J. (1991). The conflict management style of staff nurses and nurse managers. Journal of

advanced nursing, 16(10), 1254–60.

Gross, M. A., & Guerrero, L. K. (2000). Managing conflict appropriately and effectively•'3f: An application of the competence mdoel to Rahim’s organizational conflict styles. International Journal of Conflict Management, 11(3), 200–226.

Hendel, T., Fish, M., & Galon, V. (2005). Leadership style and choice of strategy in conflict management among Israeli nurse managers in general hospitals. Journal of nursing management, (2000), 137–146.

Kelly, J. (2006). An overview of conflict. Dimensions of Critical Care Nursing, 25(1).

Kunaviktikul, W., Nuntasupawat, R., & Srisuphan, W. (2000). Relationships among conflict, conflict management, job satisfaction, intent to stay, and turnover of professional nurses in Thailand. Nursing and Health Sciences, 2, 9–16.

Marquis, B. L., & Huston, C. J. (2010). Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan. Teori & Aplikasi (4th ed.). Jakarta: EGC.

Morrison, J. (2008). The relationship between emotional intelligence competencies and preferred conflict-

•'90handling styles. Journal of Nursing

Management, 16, 974–983.

Rahim, M. A. (1983). A measure of styles of handling interpersonal conflict. Academy of Management journal. Academy of Management, 26(2), 368–76.

Rahim, M. A. (2001). Managing Conflict in Organizations (3rd ed.). Westport, Connecticut: Greenwood Publishing Group.

Whitworth, B. S. (2008). Is there a relationship between personality type and preferred conflict-handling styles? An exploratory study of registered nurses in southern Mississippi. Journal of nursing management, 16(8), 921–32.

Woodtli, A. O. (1987). Deans of nursing: perceived sources of conflict and conflict-handling modes. The Journal of nursing education, 26(7), 272–7.

berdasarkan Karakteristik Demografi Kepala Ruangan Rumah Sakit di Medan Dewi Frintiana Silaban, dkk

Pendahuluan

Luka merupakan suatu kerusakan integritas kulit yang dapat terjadi ketika kulit terpapar suhu atau pH, zat kimia, gesekan, trauma tekanan dan radiasi. Respon tubuh terhadap berbagai cedera dengan proses pemulihan yang kompleks dan dinamis yang menghasilkan pemuli- han anatomi dan fungsi secara terus menerus disebut

dengan penyembuhan luka (Black, 2001). Fenomena yang terjadi di Indonesia, sebagian besar perawat percaya bahwa penyembuhan luka yang terbaik adalah dengan membuat lingkungan luka tetap kering dan menggunakan cara konvensional untuk merawat luka (Junaidi, 2009). Selain itu, perhatian terhadap wound care masih sangat kurang karena perawat di Indonesia masih menggunakan

PENGARUH APLIKASI MODERN DRESSING

TERHADAP KEPUASAN PASIEN

Dalam dokumen Perilaku Caring Perawat dan Kepuasan Pas (Halaman 77-81)