• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III: PRAKTIK POLITIK ISLAM: KEPEMIMPINAN

B. Kepemimpinan Umar Ibn Khattab

Umar bin Khatttab lahir pada tahun 513 M dari suku Kuraisy yang terpandang. Sebelum memeluk Islam ia dipanggil dengan Abu Hafs. Setelah memeluk agama Islam ia mendapat gelar al-Faruq. Ketika muda Umar adalah sosok pegulat dan orator yang ulung dan telah mengetahui baca tulis. Sedang profesinya adalah berdagang. Selain itu Umar juga berprofesi sebagai duta bagi sukunya jika terjadi perselisihan antara sukunya dengan suku-suku lain. Ia juga memiliki temperamen yang keras, kemauan yang kuat, dan pemberani. Dengan latar belakang yang demikian dapat dipahami jika nabi Muhammad dalam satu doanya berharap agar Islam dapat diperkuat dengan Islamnya salah satu dari Umar, seperti

doa rasul: “Ya Allah kuatkanlah Islam dengan salah sorang dari dua orang Umar, yaitu ‘Amru ibnu Hisyam atau Umar ibnul Khattab.” Doa nabi Muhammad dikabulkan setelah lima tahun nabi berdakwah di Makkah.8

1. Pengangkatan Umar Ibnu Khattab menjadi Khalifah

Menjelang wafatnya, atau 15 hari setelah mengalami sakit, Abu Bakar Siddik bermusyawarah dengan sejumlah sahabat membincangkan tentang pergantian dirinya sebagai khalifah. Calon yang ditunjuk adalah Umar bin Khattab. Jadi jika Abu Bakar terpilih sebagai khalifah dengan cara aklamasi, maka Umar dipih berdasarkan penunjukkan penguasa sebelumnya dalam rapat terbatas. Sahabat-sahabat yang diajak bermusyawarah secara terbatas oleh Abu Bakar adalah: Abdur Rahman bin Auf, Usman bin Affan, Usaid bin Hudair al Ansari, Sa’id bin Zaid, dan Talhah bin Ubaidillah. Setelah Abu Bakar yakin pilihannya disepakati oleh para sahabat senior, Abu Bakar kemudian memanggil Usman bin Affan untuk mencatat wasiat atau pesan tentang penggantiannya. Isi wasiat itu adalah bahwa setelah Abu Bakar wafat Umar bin Khattab ditunjuk sebagai pemimpin umat dan kepala pemerintahan.9

Mengenai proses pengangkatan Umar ini dapat diketahui lewat ath-Thabari.10 Dikatakan bahwa Abu Bakar memanggil Abdurrahman bin Auf seraya berkata: “Apa pendapatmu tentang Umar?”. Dia menjawab, “Wahai khalifah Rasulullah, dia adalah laki-laki terbaik yang terlihat”. Kemudian Abu Bakar memanggil Utsman bin Affan, dan berkata, “Apa pendapatmu tentang Umar?” Dia menjawab, “Demi Allah yang aku tahu bahwa sisi dalamnya lebih baik daripada penampilan luarnya, dan bahwasanya tidak ada di antara Kami yang dapat menyamainya.” Kemudian Abu Bakar memanggil sahabat yang lainnya dan bermusyawarah dalam masalah ini. Setelah melihat bahwa mereka semua sependapat dengannya dalam masalah ini, Abu Bakar mendiktekan kepada Usman bin Affan surat wasiatnya yang tertulis sebagai berikut, “Dengan nama Allah Yang Maha

8 A. Syalabi, hlm. 203; informasi ditail tentang Umar ini dapat dilihat dalam Taha Husain, Dua Tokoh Besar dalam Sejarah Islam (Jakarta: Pustaka Jaya, 1986).

9 Ensiklopedi Tematis, hlm. 39.

10 At-Thabari, juz 3, hlm. 428-429; Syed Mahmudunnasir, Islam It’s Concepts & History (New Delhi: Kitab Bhavan, 1981), hlm. 170.

Pengasih lagi Maha Penyayang. Inilah yang diwasiatkan oleh Abu Bakar kepada kaum muslimin. Amma ba’du, sesungguhnya aku telah menunjuk untuk kalian Umar ibnul Khattab sebagai khalifah pengganti, demi kebaikan kalian.” Kemudian sebagaimana disebutkan oleh at-lhabari, Abu Bakar memandang khalayak ramai (setelah mendiktekan wasiat itu), seraya berkata, “Apakah kalian rela dengan orang yang aku tunjuk sebagai khalifah untuk kalian? Demi Allah , sesungguhnya aku tidak melakukan ini tanpa urun rembug, dan aku juga tidak menunjuk sanak kerabat, dan sesungguhnya aku telah menunjuk Umar Ibnu Khattab sebagai khalifah untuk kalian. Maka dengarkanlah dia dan taatilah.” Merekapun menawab serentak, “Sami`na wa amha`na (kami mendengar dan kami taati).” Penunjukan ini didasarkan beberapa pertimbangan. Pertama boleh jadi Abu Bakar tidak ingin kasus setelah wafatnya Nabi umat Islam hampir mengalami konflik besar karena persoalan suksesi. Oleh sebab itu, untuk menghindari potensi konflik serupa, Abu Bakar menunjuk penggantinya secara definitif. Kedua, sebelum wafatnya Abu bakar, umat Islam sedang bertempur melawan dua adikuasa. Inilah pertempuran yang paling besar, paling sengit pada masa itu di dalam sejarah Islam. Dalam keadaan yang demikian, seandainya terjadi konflik kepemimpinan di pusat, tentu dapat mengganggu kosentrasi pasukan yang sedang bertempur.

Dalam hal ini dapat dipahami jika Abu bakar menunjuk Umar sebagai penggantinya sebelum ia wafat, untuk menghindari konflik kepentingan terkait tentang kekuasaan, bahkan antar elit-elit penguasa maupun antar suku-suku yang ada pada masa itu. Berdasarkan hal ini secara politik strategi ataupun langkah yang dilakukan Abu Bakar ini cukup berarti dalam menopang stabilitas negara maupun gaung kebesaran negara di mata dunia. Setelah dibaiat Umar memakai gelar Amîr al-Mukmin (pemimpin orang beriman).

2. Kebijkan Politik Kenegaraan Umar Ibn Khattab

Di antara kebjakan-kebijakan politik kenegaraan yang dilakukan oleh Umar Ibnu Khattab antara lain:

1) Ekspansi ke Persia

meneruskan kebijakan-kebijakan yang sebelumnya sudah ditempuh pada masa Abu Bakar. Salah satu kebijakan tersebut adalah peperangan melawan memperebutkan wilayah Hira, salah satu kawasan Sasanid Persia. Jadi, jika Abu Bakar fokus pada kebijakan-kebijakan internal karena memang kondisinya pada masa itu demikian genting, maka Umar melakukan kebijakan-kebijakan keluar atau ekspansi. Ekspansi yang dilakukan Umar adalah terutama perlawanan atau peperangan terhadap Persia, seperti tampak pada perang Namarraq, al-Jasr (jembatan), Qadisiya, dan Jalula. Dengan dikuasainya wilayah-wilayah tersebut dari Persia, maka seluruh wilayah-wilayah tersebut menjadi wilayah kekuasaan negara Islam. Ada sejumlah alasan mengapa umat Islam terlibat konflik dan akhirnya mengadakan Peperangan atau penaklukan terhadap wilayah-wilayah Sasanid Persia. Pertama, adalah alasan stabilitas keamanan. Ketika negara Islam Madinah baru tumbuh di bawah kepemimpinan Nabi Muhammad bangsa Persia menghhina utusan yang dikirim nabi Muhammad ke Persia. Rajanya waktu itu bernama Khusroes II. Kemarahan umat Islam ini semakin bertambah, ketika ternyata bangsa Persia terbukti menghasut bahkan memberikan bantuan militer dalam melawan negara Madinah. Oleh sebab itu sangat beralasan jika kemudian negara Madinah ini melakukan penaklukan terhadap kekuasaan Persia. Apalagi memang secara geografis wilayah-wilayah tersebut sangat strategis dalam konteks hubungan dengan suku-suku Arab lainnya. Kedua, adalah alasan ekonomi. Kawasan Persia, terutama Irak adalah wilayah yang sangat subur, karena diapit oleh dua sungai, yakni Tigris dan Euprhat. Posisi demikian menyebabkan daerah Irak adalah daerah yang makmur yang sangat potensial bagi sumber pendapatan negara.11

2) Ekspansi ke Bizantium

Byzantine adalah salah satu wilayah kekuasaan Romawi di Timur yang meliputi Syria, Palestina dan Mesir. Kaisarnya bernama Heracklius. Hubungan antara negara Madinah pimpinan nabi Muhammad dan Bizantium ini awalnya cukup bagus, yakni dengan penerimaan yang

11 K. Ali, A Study of Islamic History, hlm. 104; dan mengenai jalannya pertempuran atau peperangan yang dilakukan pada masa Umar ini dapat dilihat dalam Syed Mahmudunnasir, Islam Its Concepts, hlm. 171-182.

baik atas delegasi yang dikirim nabi Muhammad ke daerah ini oleh Heraclius. Akan tetapi di Syria, delegasi yang dikirim Nabi Muhammad ke daerah ini dibunuh. Sejak masa inilah hubungan keduanya yakni antara Bizantium dan negara Madinah cenderung memburuk. Situasi ini diperburuk dengan keterlibatan Heraclius dalam menyulut suku-suku Badui di daerah perbatasan di Syria dan Palestina untuk melawan kekuasaan negara Madinah pada masa Abu Bakar. Jadi hal inilah yang menyulut permusuhan antara Bizantium dan negara Madinah, yakni perlakuan yang tidak baik sebagai negara tetangga, dan ancaman stabilitas keamanan. Faktor selanjutnya adalah alasan ekonomi. kawasan-kawasan yang dikuasai Bizantium, seperti Syria, Mesir, dan Palestina adalah daerah yang sangat subur. Keadaan demikian memberi andil yang sangat besar bagi kemakmuran masyarakatnya. Sementara di sisi lain di Arabia, wilayah kekuasaan Islam adalah wilayah yang sebagian besar adalah gurun. Kesuburan dan kemakmuran wilayah ini menjadi daya tarik tersendiri bagi penaklukan oleh negara Madinah.

Meskipun demikian hubungan antara pemerintahan Madinah dengan Bizantium tidak selamanya dalam keadaan konflik. Apalagi ketika Jerusalem berada di bawah taklukan negara Madinah, para penguasa Islam berusaha untuk memperbaiki kehidupan rakyat, melakukannya dengan adil dan penuh tanggung jawab.

3. Sistem Pemerintahan Umar Ibnu Khattab

Kebijakan Umar yang dianggap monumental selain ekspansi adalah mendirikan sebuah sistem administrasi pemerintahan. Umar membagi wilayah negara menjadi sejumlah Propinsi. Masing-masing propinsi ini diketuai oleh seorang gubernur (wali atau amîr), yakni: Gubernur Makkah, Madinah, Jazirah, Basrah, Mesir, dan Palestina. Seorang penguasa propinsi (wali) juga seorang panglima militer sekaligus sebagai imam agama. Mereka bertanggungjawab langsung kepada khalifah. Masing-masing propinsi terdiri dari distrik-distrik (Kabupaten) yang dikepalai oleh seorang ‘amil. Umar juga mendirikan majelis Syuro/penasehat (MPR). Selain itu ia juga mendirikan suatu lembaga keuangan yang disebut dengan “Diwan”.Diwan ini ada dari tingkat pusat hingga daerah untuk mengoptimalkan pendapatan negara. Pendapatan negara pada masa Umar ini adalah:

Zakat, Jizyah, Kharaj, Ghanimah, dan Fay’. Selain itu khalifah Umar juga menetapkan sumber pendapatan negara dari al-Usyr (1/10) yang dipungut dari tanah perkebunan yang luas, pajak perniagaan dari para saudagar non muslim, dan zakat kuda.

Sumber pendapatan negara tersebut selain digunakan untuk kepentingan umum, juga digunakan untuk masyarakat kecil, untuk keluarga, dan kerabat nabi, serta kesejahteraan pasukan. Dengan kata lain semua warga negara laki- laki dan perempuan seluruhnya mendapat santunan dari keuangan negara dan semuanya itu tercatat di dalam catatan dewan keuangan. Porsi terbesar dari dana santunan tersebut adalah para janda dan keluarga dekat nabi yang masing-masing menerima 10.000 dirham, pejuang muslim yang turut dalam perang Badar 5000 dirham, yang turut dalam perang Uhud sebesar 4000 dirham, dan 3000 dirham bagi mualaf yang memeluk Islam sebelum periode penaklukkan Makkah. Dana pensiun tersebut diberikan setiap tahun. Sementara pasukan pasukan Islam (tentara) diberi tunjangan 500 – 600 dirham / bulan.12 Berdasarkan hal tersebut di atas dapat dikatakan bahwa Umar adalah peletak sistem adminnistrasi pemerintahan Islam, pendiri lembaga syura (DPR), dan memulai sistem pensiun bagi warga Madinah.

Kepemimpinan Umar dalam memerintah negara Madinah seperti digambarkan oleh Syed Mahmudunnasir telah menyulap wilayah negara Islam yang masih bayi menjadi kekaisaran yang besar dan kekuatan yang paling besar di dunia pada masa itu.13 Dalam 10 tahun kepemimpinannya wilayah yang ditaklukkan meliputi, Irak, Iran, Syria, Palestina, dan Mesir. Kepemimpinannya memperlihatkan ciri yang menonjol dari eranya adalah Umar sosok pemimpin yang memiliki visi ke depan yang jelas. Hal ini terlihat dari langkah-langkah ekspansi yang kemudian menyulap negara Madinah yang lokal menjadi bersifat imperium global. Demikian juga ia telah menjadikan Madinah dari corak kepemimpinan tradisional Arab yang tekstual kesukuan, kemudian mengkonsolidasikannya menjadi menjadi bangsa Arab yang kuat dan berperadaban. Dalam mewujudkan misinya itu ia melakukan pembersihan terhadap kelompok-kelompok kepentingan yang dianggap dapat mengganggu.

12 K.Ali, A Study of Islamic History, hlm. 117.

Bangsa Yahudi di Khaibar dan Nasrani di Najran diberikan pilihan-pilihan. Pilihan tersebut adalah antara tetap tinggal di wilayah kekekuasaan negara Madinah dengan aturan dan perundang-undangan Islam atau meninggalkan Madinah dengan segenap kompensasi yang diperlukan, seperti ganti rugi tanah. Hal ini dilakukan Umar setelah melihat gejala yang jelas dari kelompok Yahudi dan Nasrani yang sudah mempersiapkan perang. Dengan demikian kedua kelompok ini (Yahudi dan Nasrani) diberi pilihan yang manusiawi atas pertimbangan politik kenegaraan. Dari sisi sifat pemerintahannya, sistem kenegaraan hingga pada masa Umar ini masih murni pemerintahan militer. Dalam sistem ini setiap muslim Arab adalah tentara. Akan tetapi pada saat yang bersamaan, Umar juga telah menerapkan apa yang pada era modern disebut dengan demokrasi. Unsur-unsur demokrasi yang penting seperti kebebasan, penghargaan terhadap HAM, kontrol terhadap pemerintahan oleh rakyat, kebebasan, keadilan, dan penentuan kepala daerah berdasarkan pemilihan. Prinsip-prinsip demokrasi ini diterapkan yang kadang-kadang juga disesuaikan dengan kondisi-kondisi khas wilayah Arab pada masa itu. Bukti dari hal ini adalah bahwa Umar membentuk dua lembaga penasehat. Lembaga penasehat yang pertama seperti majelis umum yang melakukan sidang-sidang terkait dengan kepentingan yang bersifat umum. Lembaga penasehat kedua bersifat khsus yakni yang penting-penting saja, seperti masalah pengangkatan dan pemecatan pejabat negara. Selain itu, setiap warga negara memiliki satu suara dalam pemerintahan negara.

Para pejabat negara pada level propinsi seperti gubernur atau pada level distrik seperti kabupaten sering diangkat melalui pemilihan. Umar juga menjamin hak setiap orang dan warga masyarakat bebas untuk menggunakan kemerdekaannya itu secara luas. Hal yang lebih penting adalah bahwa khalifah tidak memberikan hak istimewa tertentu. Bahkan khalifah sendiri tidak memiliki pengawal. Khalifah tidak memiliki istana dan pakaian kebesaran, demikian juga untuk pejabat di tingkat yang lebih rendah. Sehingga tidak ada perbedaan antara penguasa dan rakyat. Pejabat tidak memposisikan diri dengan mengambil jarak dengan rakyat. Rakyat kapan dan dimana saja bebas untuk menyampaikan aspirasinya kepada pejabat, termasuk kepada khalifah.

Cukup banyak banyak terobosan-terobosan yang dilakukan Umar sebagai sosok pemimpin negara Madinah yang dapat menjadi inspirasi

generasi sekarang. Terobosan-terobosan tersebut antara lain, peletak dasar administrasi pemerintahan Islam, memperkenalkan sistem sensus, memperkenalkan sistem jaminan pensiun, memperkenalkan kalender hijriah, membentuk dewan keuangan negara, membangun sistem irigasi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan petani dan lain-lain.

Umar berkuasa selama lebih kurang 10 tahun, syarat dengan pembaharuan-pembaharuan yang dilakukannya untuk kemakmuran rakyat. Begitupun, masih terdapat juga pihak-pihak yang tidak senang dengan Umar. Di antara mereka inilah yang akhirnya berhasil membunuh Umar, yakni Abu Lukluk pada tahun 23 H H / 643 M. Dalam literatur lain14 disebut bahwa ia mati di tangan Feroz seorang budak dari bangsa Persia. Feroz datang kepada Umar untuk mengadukan nasib yang menimpanya, yakni beban pajak yang sangat berat dari majikannya. Keesokan harinya ketika umat Islam hendak salat di masjid Nabawi, Feroz berhasil menyusup. Baru saja Umar memulai salatnya Feroz tiba-tiba menikam dari belakang. Akhirnya Umarpun tewas dengan sangat menggenaskan. Menurut Amir Ali sebagaimana dikutip oleh K. Ali, kematian Umar merupakan duka besar bagi umat Islam. Umar memang berwatak keras dalam memerintah, tetapi sangat bijaksana dalam memimpin masyarakat Arab Madinah yang cendrung susah diatur. Sosok Umar seperti benteng yang kokoh yang melindungi rakyatnya dari setiap bahaya yang mengancam. Kematian Umar ini merupakan pembunuhan politik pertama dalam sejarah Islam. Generasi mendatang dapat memetik ibrah dari kepribadian dan kepemimpinan Umar dalam memajukan warna negara Madinah seperti: visi yang jelas, ketegasan, kejujuran, keadilan, kesederhanaan, inovatif atau seringkali melakukan pembaruan-pembaruan atau terobosan-terobosan, keberpihakan terhadap rakyat kecil, dan penghargaan terhadap HAM. Umar memang berwatak keras, tapi sangat lembut terhadap rakyatnya. Umar meminpin tidak hanya dengan akal fikiran, tapi juga dengan hati sanubari yang paling dalam. Tipe pemimpin seperti Umar inilah yang diperlukan oleh umat Islam yang sedang mengalami sejumlah persoalan kebangsaan, seperti kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan, serta tindak penyelewengan (Korupsi) yang merajalela oleh hampir semua lapisan masyarakat dan penguasa.