BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.5. Kerangka Berpikir
Gambar 1.
Dampaknya wanita mendapat label negatif
Pria Wanita
Dewasa Awal
Bonding Initiation Experimenting
Intensifying Integration
Hubungan Romantis terbentuk
Memulai pendekatan
Menunggu di dekati Memiliki kebutuhan untuk
membentuk hubungan intim
Proses Pembentukan Hubungan berdasarkan Relational Development Model
Terdapat peran gender
Yang terjadi secara umum Yang terjadi pada sebagian
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. PENELITAN KUALITATIF
Penelitian ini menggunakan metodologi kualitatif. Menurut Creswell, (2012) penelitian kualitatif adalah metode-metode untuk mengeksplorasi dan memahami makna yang dianggap berasal dari masalah sosial atau kemanusiaan. Ada pun jenis penelitian kualitatif yang digunakan adalah studi kasus interinsik. Studi kasus adalah sebuah penelitian kualitatif yang bertujuan untuk memehami latar belakang suatu persoalan atau interaksi individu di dalam suatu unit sosial atau kelompok secara mendalam, utuh, holistic, intensif dan alami (Yusuf, 2014).
Sementara studi kasus interinsik menurut Poerwandari (2009) adalah penelitian yang dilakukan karena ketertarikan untuk memahami suatu kasus tanpa dimaksudkan untuk menghasilkan konsep/teori dan generalisasi. Yusuf (2014) menyebutkan bahwa penelitian ini biasanya ditujukan untuk meneliti kasus-kasus biasa seperti sifat, karakteristik atau masalah individu. Penggunaan penelitian jenis bertujuan agar penelitian ini mampu menggambarkan pembentukan hubungan romantis yang sifatnya subjektif secara lebih dalam. Varderber dan Varderber (1995) menyatakan bahwa meski para ilmuwan setuju bahwa hubungan terbentuk dengan melewati tahap-tahap tertentu tetapi tidak ada hubungan yang berkembang dengan cara yang persis sama.
3.2. SUBJEK PENELITIAN
Poerwandari (2009) mengungkapkan bahwa penelitian kualitatif memiliki fokus pada kedalaman dan proses, sehingga penelitian kualitatif cenderung dilakukan dengan jumlah kasus sedikit. Berdasarkan tujuan penelitian dan uraian diatas, jumlah subjek penelitian ini adalah tiga orang. Hal tersebut juga tidak luput dari keterbatasan kemampuan peneliti sendiri. Ada pun karakteristik dari subjek penelitian ini adalah:
1. Wanita dan pria berusia 21-30 tahun 2. Sudah memiliki hubungan romantis.
3.3. TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah pengambilan sampel berfokus pada intensitas. Pengambilan sampel berfokus pada intensitas berguna untuk memproleh data yang kaya mengenai suatu fenomena yang diinginkan. Pada teknik pengambilan sampel ini, sampel yang digunakan adalah kasus-kasus yang diperkirakan mewakili fenomena secara intens (Poerwandari, 2009).
3.4. METODE PENGAMBILAN DATA
Metode pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara.
Banister, dkk (dalam Poerwandari, 2009) mengungkapkan wawancara adalah percakapan dan tanya jawab yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu.
Wawancara kualitatif menurutnya dilakukan apabila peneliti bermaksud untuk memperoleh tentang makna-makna subjektif yang dipahami individu berkenaan
dengan topik yang diteliti, dan bermaksud melakukan eksplorasi terhadap isu tersebut, suatu hal yang tidak dapat dilakukan dengan pendekatan lain.
Adapun jenis wawancara yang dilakukan adalah wawancara dengan pedoman umum. Wawancara dengan pedoman umum maksudnya adalah proses wawancara yang penelitinya dilengkapi pedoman wawancara yang sangat umum.
Pedoman tersebut mencantumkan isu-isu yang harus diliput tanpa menentukan urutan pertanyaan, bahkan mungkin saja tanpa bentuk pertanyaan eksplisit.
Pedoman tersebut berfungsi hanya untuk mengingatkan peneliti mengenai aspek yang harus dibahas sekaligus menjadi daftar checklist apakah aspek yang relevan tersebut telah dibicarakan (Patton dalam Poerwandari, 2009).
3.5. LOKASI PENELITIAN
Penelitian mengenai pembentukan hubungan romantis ditinjau dari Relational Development Model pada wanita yang memulai pendekatan ini di lakukan di Kota Medan. Pemilihan lokasi ini semata-mata mempertimbangkan keterbatasan penulis dalam menjangkau lokasi sumber data.
3.6. INSTRUMEN PENELITIAN 3.6.1. Pedoman Wawancara
Pedoman wawancara yang peneliti buat bersifat umum. Pedoman tersebut mencantumkan isu-isu yang harus diliput tanpa menentukan urutan pertanyaan, bahkan mungkin saja tanpa bentuk pertanyaan eksplisit.
Pedoman tersebut berfungsi hanya untuk mengingatkan peneliti mengenai
aspek yang harus dibahas sekaligus menjadi daftar checklist apakah aspek yang relevan tersebut telah dibicarakan (Patton dalam Poerwandari, 2009).
3.6.2. Alat Perekam Suara
Alat perekam suara digunakan untuk mereka seluruh percakapan selama proses pengambil data dilakukan. Alat ini berfungsi membantu penulis dalam mendokumentasikan hasil pembicaraan yang akan di analisis.
Penggunaan alat perekam suara digunakan dengan izin dari subjek penelitian.
3.7. ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA
Analisis data dilakukan dengan cara mengkoding seluruh verbatim yang ada. Koding bertujuan untuk mengorganisasi dan mensistematisasi data secara lengkap dan detail sehingga memunculkan gambaran tentang topik sehingga penulis dapat menemukan makna dari data yang telah dikumpulkan (Poerwandari, 2009). Kemudian, interpretasi data dilakukan untuk memahami data secara lebih ekstensif dan mendalam. Proses yang dilakukan dengan menggunakan langkah-langkah metodis dan teoritis serta memasukkan data ke dalam konteks konseptual yang telah ditetapkan (Poerwandari, 2009).
3.8. PROSES PENELITIAN 3.8.1. Persiapan Penelitian
Tahap ini peneliti melakukan pre-eliminary research untuk mencari permasalahan yang cukup menarik untuk diteliti. Setelah merumuskan masalah, kemudian peneliti mencari berbagai literatur untuk menjadi referensi peneliti memulai penelitian. Peneliti juga mempersiapkan segala alat, bahan dan instrument penelitian seperti alat perekam dan pedoman wawancara.
3.8.2. Pelaksanaan Penelitian
Tahap pelaksanaan penelitian terdiri dari proses pengambil data, dan pemindahan data dalam bentuk transkrip verbatim, melakukan koding, analisis dan analisa tematik. Setelah itu, tahap penulisan laporan yang terdiri dari hasil serta pembahasan. Lalu, akhirnya menarik kesimpulan dan memberikan saran.
BAB IV
ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL PENELITIAN
Pada bab ini akan cantumkan hasil analisis wawancara dalam bentuk narasi serta pembahasannya. Analisis wawancara ini berfungsi untuk memberikan gambaran dalam memahami “Dinamika Pembentukan Hubungan Romantis Berdasarkan Relational Development Model”. Hasil data akan diolah dengan cara dijabarkan, dianalisa, dan diinterpretasi berdasarkan keterangan masing-masing responden. Setelah itu, hasil analisis akan dibahas dengan teori-teori yang telah dijabarkan pada bab sebelumnya.
Proses analisis data dilakukan dengan melakukan data coding atau pengodean data. Pengodean data ini dilakukan untuk memudahkan peneliti dalam mengorganisasikan, menganalisa dan menginterpretasikan data. Adapun contoh kode yang diguanakan adalah W1.P1.V.A_No8. Kode tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: W1 diartikan sebagai wawancara pertama; P1/L1 merupakan kode jenis kelamin responden yaitu: perempuan (P) dan laki-laki (L), dan 1 artinya responden pertama; V merupakan inisial nama responden; A_No8 berarti analisis dapat ditemukan di baris nomor delapan.
4.1. Deskripsi Data
Tabel 1.
Gambaran Umum Responden Penelitian Keterangan Nama
(Inisial)
Usia Jenis Kelamin
Umur Hubungan
Suku
Responden 1 V 22 P 1 tahun Padang
Responden 2 K 22 P 2,5 tahun Karo
Responden 3 Y 21 L 6 bulan Batak
Simalungun
4.1.1. Responden 1 a. Hasil Observasi
1. Wawancara Ke-1
Wawancara pertama ini dilakukan pada Selasa, 02 Oktober 2018, pukul 19.30 hingga 20.35. Adapun durasi wawancaranya adalah 62 menit 49 detik.
Wawancara dilakukan di rumah responden, tepatnya di kamar pribadi milik responden. Pemilihan waktu dan tempat ini disesuikan dengan waktu luang dan keinginan responden. Kamar pribadi dianggap responden sebagai sebagai tempat yang nyaman karena menyediakan privasi.
Kamar responden berukuran 3x3 meter. Kamar tersebut didominasi warna pink yang diasumsikan peneliti sebagai warna kesukaan responden.
Tedapat sebuah lemari pakaian di dinding bagian kanan pintu masuk. Meja pendek sebagai meja belajar dan diatasnya banyak tumpukan buku. Terdapat tempat tidur 3 kaki dengan sprei berwarna pink bermotif beruang. Tempat tidur ini dijadikan tempat duduk saat peneliti melakukan wawancara dengan responden. Diatas tempat tidur itu juga, diletakkan meja lipat yang digunakan untuk meletakkan ponsel dan panduan wawancara. Ponsel digunakan sebagai
voice recorder atau alat perekam suara selama wawancara dilakukan.
Disamping kanan atas tempat tidur, terdapat rak kayu yang berisikan kosmetik-kosmetik milik responden.
Waktu yang sudah menunjukkan malam hari membuat responden berpenampilan sangat santai. Ia menggunakan kaus abu-abu dengan lis hitam.
Bajunya bermotif seragam tim baseball. Responden menggunakan celana tidur berawarna abu-abu. Rambut responden digerai kemudian saat wawancara dilakukan ia menggulung rambutnya ke atas. Secara fisik, responden tampak lebih berisi karena tingginya yang lebih kurang hanya 155 cm. Pada hari itu, kondisi fisik responden tampak sehat, walau sebenarnya responden sedang mengalami flu.
Pada saat menyambut kedatangan peneliti, responden tampak semangat, terlihat dari gerakan tubuhnya yang enerjik menyuruh peneliti masuk dan segera mengajak ke kamar responden. Pada awal dilakukan wawancara, responden menyuarakan kebingungannya dalam bersikap di wawancara ini. Ia berpikir bahwa wawancara ini harus dilakukan dengan serius dan tegang. Kemudian, peneliti meyakinkan responden untuk bersikap santai dan sewajarnya orang mengobrol. Boleh sambil tertawa jika lucu dan menangis jika memang ingin menangis, dan sebagainya. Saat menit-menit awal, responden sering tertawa. Ia juga terkadang menunjukkan sikap malu-malu yang dapat dilihat dari menutupi dan mengusap wajahnya dengan kedua tangannya. Sambil menjawab, responden sering menumpukan pipinya di tangan kanan. Hal yang paling sering dilakukan oleh responden adalah
memiringkan tubuhnya ke kanan, kemudian tegak lagi, lalu menumpukan wajahnya ke kedua tangannya dan tegak lagi. Ia juga terkadang memeluk guling atau memangkunya.
Ekspresi responden dilihat dari wajah, gerak dan mimik selama berbicara menunjukkan wajah yang cerah. Matanya membulat, bibirnya terangkat kadang-kadang pipinya memerah. Namun, di tengah-tengah wawancara mata responden memerah. Air matanya keluar hanya sampai di pelupuk mata, tidak menetes ke pipi. Wajah responden tampak menegang keningnya berkerut, tetapi bibirnya tetap terangkat naik. Sambil sedikit tertawa, responden mengatakan, “kan, mau nangis.” Tidak lama kemudian reponden menangis, air matanya jatuh ke pipi. Ia mengusap matanya yang berair dan mengeringkannya sebanyak tiga kali. Responden menangis tetapi ia tetap terus bercerita. Ketika dia bisa menghentikan tangisnya, responden mengusap matanya sekali lagi, mengeringkan air matanya dengan jemarinya.
Terkadang hal-hal yang mengganggu juga terjadi, misalnya responden bergerak terlalu jauh dari alat perekam, membuat peneliti harus memindahkan alat perekam untuk memastikan suara responden terdengar. Sementara, peneliti beberapa kali harus mengecek jam di ponsel untuk memantau waktu agar wawancara tidak selesai terlalu malam. Akhirnya, wawancara dihentikan ketika mencapai durasi satu jam dan waktu menunjukkan pukul setengah sembilan malam.
2. Wawancara Ke-2
Wawancara kedua dilakukan pada Selasa, 16 Oktober 2018. Wawancara dilakukan di sebuah coffee shop yang berlokasi di Mall Center Point, Medan.
Peneliti dan responden datang bersama dan sampai di lokasi pukul 14.34 tetapi wawancara baru dimulai pukul 14.54. Durasi wawancara kedua ini adalah 55 menit. Pemilihan tempat juga masih berdasarkan permintaan responden yang ingin wawancara kedua dilakukan di sore hari sambil menikmati suasana kafe agar lebih santai dan nyaman serta sambil berjalan-jalan. Sebenarnya, wawancara kedua sudah dijadwalkan pada Jumat, 12 Oktober 2018, tetapi 13 menit 43 detik wawancara berjalan, responden memiliki keperluan mendadak sehingga harus meninggalkan lokasi pertemuan. Jadi total durasi wawancara kedua adalah 68 menit 43 detik.
Wawancara kedua ini dilakukan diluar rumah sehingga responden tampil lebih rapi. Responden juga menggunakan jilbab. Jilbab yang digunakan berawarna cream dan bermotif polkadot cokelat tua dengan aksen color block berwarna cokelat merah dan oranye. Responden menggunakan baju kemeja berwarna pink salem dan celana kain hitam. Ia juga menggunakan tote-bag berwarna hijau botol. Responden memang berpenampilan formal karena baru saja pulang dari kampus.
Coffee shop yang dipilih adalah sebuah coffee shop kecil. Hanya berisikan 10 meja. Terdiri dari 5 meja untuk dua orang, 4 meja untuk 4 orang dan sebuah meja untuk delapan orang. Peneliti dan reponden diarahkan ke sebuah meja untuk 4 orang, yang merupakan satu-satunya meja yang kosong.
Responden dan peneliti memilih duduk disebuah sofa panjang yang agak
sedikit tertutup karena ada dinding sekitar 60 cm di bagian kanan dan kirinya.
Peniliti dan responden memilih duduk berdampingan agar bisa mengobrol dengan suara kecil tetapi tetap terdengar. Pada awalnya, peneliti menumpukkan dua buah bantal sofa diantara peneliti dan responden untuk menempatkan ponsel sebagai alat perekam suara. Namun, karena orang yang mengobrol cukup banyak, peneliti memutuskan untuk memegang ponsel dan memposisikannya di depan wajah responden. Durasi wawancara yang panjang membuat responden terkadang menawari untuk bergantian memegang recorder tersebut.
Pada wawancara kali ini, responden tidak lagi menangis. Ia lebih banyak tertawa. Responden juga tampak lebih banyak mengeluarkan emosi kesal. Tampak dari responden yang banyak mengeluarkan suara mendesis dan menggeram. Kemudian ia juga banyak menepuk-nepuk bantal dan meghantam telapak tangan kirinya dengan kepalan tangan kanannya.
Responden juga menunjukkan raut heran dengan menyipitkan mata, mengerutkan kening dan melambai-lambaikan tangannya disamping kepala.
Namun, diwawancara kali ini, responden banyak terdistraksi dengan pesan-pesan yang masuk di ponselnya.
b. Hasil Wawancara 1. Latar belakang
Responden pertama ini adalah seorang perempuan berusia 22 tahun berinisial V. V merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Responden merupakan
mahasiswi semester 9 di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Saat ini ia sedang mempersiapkan seminar proposal skripsinya.
Saat ini ia sedang menjalin hubungan dengan D yang sudah berlangsung selama satu tahun. D merupakan mahasiswa USU Fakultas Ilmu Komputer. Walaupun V sudah satu tahun menjalin komitmen dengan D, sesungguhnya V dan D sudah kenal sejak 4 tahun yang lalu. Mereka menjalani masa pendekatan selama 3 tahun dan berpacaran selama satu tahun.
Sebelumnya, V sudah pernah berpacaran sebanyak lima kali dengan lama hubungan yang bervariasi, paling lama adalah dua tahun.
“Ada yang … eum, yang bener ya, yang lama. Eee, dua bulan, tujuh bulan, setahun lebih, dua tahun, yang terakhir ini udah setahun.”
(W1.P1.V.A_No34)
V bertemu dengan D masih pada masa SMA. V dan D berbeda sekolah. V dikenal karena berasal dari sekolah elit yang terletak ditengah kota. Sekolah V terkenal dengan anak-anak orang kaya dan sombong-sombong.
“Orang-orang kan tahu anak-anak situ yang sombong-sombong lah, apa yang gimana.”
(W1.P1.V.A_No177)
Selain sekolahnya yang terkenal dengan stereotip tersebut, keluarga V juga berkecukupan sehingga membuat V dianggap sama dengan kebanyakan anak-anak di sekolahnya karena V selalu tampak menggunakan mobil kemanapun ia pergi.
“waktu itu aku di antar naik mobil sama mantan aku. Terus aku juga pernah karena sore malam gitu kan, aku bawak mobil ke les.”
(W1.P1.V.A_No181b) Padahal, sebenarnya V sendiri bukanlah orang yang seperti itu. V memang pendiam dan tidak mudah menyapa orang yang tidak dikenal, tetapi jika sudah kenal, V adalah anak yang sangat baik dan perhatian.
“… Padahal aku memang kalau dari awal, orang ga nyapa aku duluan, aku gak bakalan nyapa. Tapi kalau udah di sapa, udah temenan ya aku yang baik kali gitu....”
(W1.P1.V.A_No179b) Selama menjalani pendekatan dengan D, V juga banyak didekati dengan laki-laki lainnya. V pun terkadang menyambut laki-laki yang berusaha mendekatinya sebagai pengalihan isu jika D sedang menghilang tidak ada kabar.
“Karena dia nggak nge-chat aku. Jadi ya daripada aku bosen. Terus aku ladenin aja (mereka).”
(W2.P1.V.A_No346) Perjalanan pendekatan V dengan D tidaklah mudah. Selama tiga tahun pendekatan, hubungan mereka terkadang dekat, terkadang sangat renggang. V bahkan sempat membenci D karena menghilang begitu saja. Perasaan benci itu membuat V malas menghubungi D dan membuat hubungan mereka semakin renggang. Padahal V masih sering melihat D aktif di sosial media. V berpikiran bahwa D tidak lagi mau berhubungan dengan V. V sering bingung apa sebenarnya harus ia lakukan dengan D. Bahkan ia sampai menangis diam-diam, padahal V bukanlah orang yang mudah menangis karena pria.
“Aku orangnya jarang kali nangisin cowok. Aku orangnya cengeng kali kalau soal, kalau soal keluarga. Bukan keluarga sih. Kek nengok video-video yang sedih-sedih gitu sering nangis. Tapi kalau karena
laki-laki aku gak pernah nangis. Kalau nangis tu kayak yang udah sakit kali gitu.”
(W2.P1.V.A_No428)
Dari pengalamannya bersama D ini, ada sebuah pelajaran yang didapat V yaitu: kedepannya dia akan lebih berhati-hati dan mudah menaruh hati.
“Gak ada sih. Ya awalnya tu, aturan kalau tau bakalan lama kali kayak gini... tapi kan, kalau ini kan, lama di tungguin ujung-ujungnya jadian kan. Coba kalau lama ditungguin ujung-ujungnya ya tetap lama-lama gitu aja. Kek yang maunya tu sebelum tambah sayang, tambah berharap sama dia, kalau dari awal tu udah mencium bau-bau kecuek-cuekan, udah tinggalin aja. Daripada.... daripada makin suka terus mau ngelepas tu payah.”
(W2.P1.V.A_No424) 2. Dinamika Pembentukan Hubungan Romantis
Saat itu, masa SMA sudah hampir usai. V disibukkan dengan persiapan ujian Nasional dan ujian masuk kuliah. Sebuah tempat bimbangan belajar di daerah Glugur, Medan Barat menjadi tempat pilihan V untuk membantunya mempersiapkan dirinya. Selain jadwal les, V pun sering menambah jam belajarnya dengan mengikuti jam diskusi diluar hari lesnya. Saat itulah, V melihat sosok laki-laki berperawakan tinggi, badannya tidak gemuk tapi juga tidak kurus, sesuai dengan preferensi V, dan dia juga berkulit putih. Fisiknya yang sesuai dengan tipe ideal menurut V membuat V tertarik untuk mengetahui siapa sosok tersebut.
“Karena masuk dikriteria tipe aku….”
(W1.P1.V.A_No73)
“Putih. Berbadan gitu, gak kurus tapi gak gendut. Ehm, tinggi lumayanlah ya standart tapi tinggi, gak tinggi kali. Terus ya karena putih.”
(W1.P1.V.A_No75)
Rasa tertarik dan penasaran ingin mengenal sosok tersebut membuat V memberanikan dirinya bertanya pada temannya mengenai sosok yang ditemu V tadi.
“Gak tau. Karena dari awal udah penasaran gitu…”
. (W2.P1.V.A_No98)
“Pas sekali ketemu langsug “itu siapa? kenalin lah.” gitu.” .
(W2.P1.V.A_No106) Teman V mengatakan bahwa laki-laki tersebut adalah D, teman dekatnya di sekolah. Mengetahui bahwa temannya adalah teman dekat D, maka V memberanikan diri untuk meminta tolong dengan temannya tersebut untuk mengenalkannya pada D.
“Tapi memang, temennya yang cowok, yang bareng sama dia itu temennya V. Terus V bilang sama temen V yang cewek, yang temen V kali, itu namanya siapa? Tahu gak? Oh tahu, itu namanya ini.
Yaudah, kenalin lah, V bilang kek gitu. Yaudah, nanti aku kenalin ya.”
(W1.P1.V.A_No81a-c) V yang berbeda jadwal les dengan D, membuat V sulit berjumpa dengan D, sehingga menurut V, jika dia tidak meminta tolong untuk dikenalkan, maka mereka berdua tidak akan bisa berkenalan.
“Tapi karena sama yang kali ini, kalau enggak aku yang minta kenalin, kayak mana kami bisa kenal? “
(W2.P1.V.A_No122a)
Padahal sebelumnya, V tidak pernah meminta dikenalkan dengan cowok pada teman-temannya.
“Enggak. Biasanya memang datang sendiri atau dia yang mau kenalan.”
(W2.P1.V.A_No96)
Beruntung, teman V bersedia mengenalkan V kepada D. Apalagi temannya tahu, V baru saja putus dan berharap dengan mempunyai kenalan baru, V bisa melupakan mantannya.
“Enggak (keberatan). Langsung ngenalin. Karena dia tau aku baru putus, supaya aku move on. Terus dia juga tau si cowok ini, ee, gak ada pacar.”
(W2.P1.V.A_No120) Temannya juga berbagi informasi bahwa D tidak memiliki pacar dan juga belum pernah pacaran. Temannya juga mengatakan bahwa D adalah orang baik. Hal-hal tersebut membuat V semakin yakin untuk minta dikenalkan dengan D.
“Oh, aku langsung nanya, baik gak nih orangnya? Baik kok baik. Ada ceweknya? Gak ada sih setau aku, dia gak pernah pacaran. Katanya gitu. Terus kaya yang, Oh baguslah, kalau gitu kan, lagi gak ada pacar terus gak pernah dekatin cewek, eh pernah sekali ngedeketin cewek cuma gak pernah pacaran, gak ada mantannya. Jadi yaudah, kaya yaudah gak apa-apa nih deket sama dia.”
(W1.P1.V.A_No89)
Ternyata D juga bersedia dikenalkan dengan V. Bahkan, sebenarnya D sudah mengetahui V. V memang dikenal karena berasal dari sekolah swasta elit dan berbeda dari kebanyakan anak-anak murid yang mengikuti bimbel di tempat tersebut.
“Iya, dia langsung bilang, oh yang anak sekolah 'ini?' Soalnya kan Cuma V yang di situ kan yang enggak satu sekolah sama mereka.”
(W1.P1.V.A_No93a-b)
D bahkan sudah pernah melihat V bersama mantan pacarnya.
Walaupun sempat bertanya-tanya mengapa V yang notabene termasuk anak populer bisa meminta kenalan dengan D.
“Eee, iya iya tahu kok. Kok bisa pula dia bisa minta kenalin?”
(W1.P1.V.A_No95)
Akhirnya seminggu setelah V meminta tolong untuk dikenalkan, D menghubungi V lewat applikasi obrolan daring, LINE.
“Sebenarnya bisa langsung. Cuma karena V lagi gak di Medan, lagi di Singapore, gak beli kartu, minta kenalinnya kek satu minggu lah.
Pas udah balik ke Medan langsung di chat sama dia”
(W1.P1.V.A_No87)
Dari percakapan pertama mereka, V bisa menilai D adalah orang baik karena ucapannya yang sopan serta D selalu membalas pesannya dengan cepat. Selain itu, V juga mencari tahu D lewat sosial media. Dari Instagram, V menilai bahwa penilaiannya tentang wajah D tidak salah, D benar-benar menarik secara fisik. Kemudian, dari Instagram juga, V mengetahui bahwa D suka bermain bola. Dari twitter, V bisa mengetahui sedikit tentang teman-teman D. Menurut V, D masuk ke dalam kategori ideal bagi V, yaitu tidak berperilaku yang macam-macam, tidak merokok, jarang keluar rumah, taat beragama dan juga pintar.
Dua bulan pertama berkenalan, D selalu menunjukkan perhatiannya, meski hanya sebatas lewat komunikasi daring. D selalu berbagi kabar dengan V. Komunikasi mereka sangat intens, hampir 24 jam selalu berbagi kabar.
Jika V tidak membalas pesannya lewat applikasi obrolan daring, maka D selalu menelepon atau mengirimkan sms kepada V. Memang, setelah tamat SMA dan bimbel sudah usai, mereka tidak lagi bertemu secara tatap muka.