• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kerangka Etnografi Hymes

Dalam dokumen Khasanah Bahasa Lirik Lagu Anak (Halaman 38-55)

BAB II PENGERTIAN, KARAKTERISTIK

2.7. Kerangka Etnografi Hymes

Berbagai tema dan tujuan muncul ketika lirik lagu di - ciptakan. Penciptaan lirik lagu yang tepat tema dan tujuan- nya akan menjadikan lagu dapat diteruima dengan baik oleh penyanyi dan pendengar. Berbagai fungsi bahasa akan terwujud dengan penciptaan lirik lagu tersebut. Fungsi bahasa yang diajukan oleh Leech (1977:47) ada lima, yaitu fungsi informative, ekspresif, direktif, estesis, dan fatis. Fungsi tersebut akan terjabar lebih detail dalam bentuk apa kah hanya sebagai hiburan saja, ataukah untuk mem- bujuk, mempengaruhi, mengajari esutau, mengenal kan alam, mengenalkan bunyi, dan lain-lain. Jadi, pencipta lirik lagu harus dapat menentukan dengan tepat apa yang ingin disampaikannya melalui lagu tersebut. Hal ini se- perti yang dikatakan Wardaugh (1990:251) bahwa bagai- mana menyampaikan sama pentingnya apa yang akan di- sampaikan. Untuk keberhasilan penyampaian pesan perlu diperhatikan berbagai faktor sosial yang mempe nga ruhi pertuturan sebagaimana disebutkan Holmes (1992:1) Bahwa seseorang berbicara dipengaruhi oleh siapa yang di ajak bertutur, siapa pendengarnya, dimana kita ber tutur dan bagaimana perasaan penutur. Hal senada juga di ung- kapkan oleh Suwito (1981:34) bahwa pemi lih an tindak tutur sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti bahasa yang digunakan ketika ia bertutur, dan struktur yang bagaimana tuturan diungkapkan. Jika pen cipta lagu dapat memenuhi semua itu, maka apa yang ingin disam paikannya akan

terwujud dengan baik dalam bentuk lirik lagu yang diiringi musik.

Perbedaan bentuk bahasa tersebut dikaji dalam ranah sosiolinguistik. Tagliamonte (2012: 2-3) mengatakan bahwa variasi bahasa merupakan hal yang biasa ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, baik melalui bahasa lisan yang kita dengar sehari­hari dalam berbagai aktfitas maupun bahasa tulis yang terdapat dalam koran. Munculnya variasi bentuk bahasa atau tuturan tersebut dikarenakan salah satunya adalah karena penutur yang berbeda yang bermaksud me- nyampaikan hal yang sama. Bentuk yang berbeda tersebut bisa jadi karena bahasa yang digunakan adalah bahasa yang tidak standar, variasi dialektal suatu bahasa, atau pun register suatu bahasa. Untuk itu diperlukan suatu kajian sosiolinguistik yang dapat mencermati perbedaan tuturan atau bentuk tersebut untuk menunjukkan bahwa variasi bahasa tersebut dapat menunjukan fungsi dan tujuan yang sama dalam berbahasa. Atau bahkan sebaliknya, sebuah bentuk tuturan mungkin memiliki fungsi yang berbeda- beda ketika dituturkan oleh orang yangberbeda dalam si- tuasi yang berbeda pula.

Untuk itu Hymes (1974 dalam Wardaugh, 2006: 247) meng ajukan suatu kerangka etnografi yang digunakan untuk menganalisis berbagai faktor dalam bertutur yang di sebutnya sebagai Ethnography of a Communication event (Etnografi tindak tutur). Menurut Hymes, etnografi ini men deskripsikan berbagai faktor yang sesuai dalam mema- hami bagaimana suatu tindak tutur dapat mencapai tujuan komunikasi tersebut. Etnografi ini dapat dikatakan sebagai

suatu metode menganalisis diskursus dalam ilmu linguistik yang berbeda dengan etnografi pada umumnya. Hal ini karena Etnografi tindak tutur menganalisis bahasa dan budaya tidak sebagai hal yang terpisah, melainkan sebagai suatu kesatuan yang saling berhubungan. Sejalan dengan Hymes, Littlejohn dan Foss (2005) mengatakan bahwa budaya dapat disampaikan melalui komunikasi berbagai cara. Namun komunikasi yang digunakan tersebut harus menggunakan kode yang dapat dipahami bersama, pe- nutur-penuturnya juga harus paham akan kode tersebut, latar belakangnya, bentuk pesan yang disampaikan, topik- nya, dan juga situasi yang melatarbelakangi terjadinya tindak tutur dalam komunikasi tersebut. Untuk itu, Hymes mengajukan delapan komponen yang dianggap berpe- ngaruh terhadap pemilihan kode dalam bertutur. Kom po- nen-komponen tersebut digunakan untuk membantu meng- identifikasi dan menandai interaksi linguistik agar tututran yang dihasilkan diujarkan dengan bahasa yang benar. Dalam arti, yang dicermati tidak hanya kosa kata dan struktur kalimatnya, melainkan ketepatan konteks peng- gunakan pilihan katanya juga. Dalam tulisan ini, model yang diajukan oleh Hymes digunakan untuk memahami bentuk lirik lagu, pemilihan katanya, fungsi dan alasan dari lagu yang diciptakan apakah dapat memenuhi tujuan yang memang diharapkan dari diciptakannya lagu anak-anak. Hymes menggunakan akronim SPEAKING untuk menja- barkan faktor-faktor tersebut.

1. Setting and Scene (latar belakang dan suasana tutur) Setting merupakan tempat berlangsungnya perca-

kapan, lingkungan fisik, dan scene adalah kondisi psikologis atau suasana serta kondisi cultural atau latar belakang kejadian tersebut. Pada situasi tertentu, parti sipan dapat dengan bebas mengubah scene karena tingkat formalitasnya juga berubah, atau karena aktifitas yang dilakukan berubah.

2. Partisipant (peserta tutur)

Peserta tutur atau orang-orang yang terlibat dalam per- tuturan meliputi speaker, yaitu orang yang mengatakan (baik langsung maupun tidak langsung), addressor, yaitu orang yang menjadi sumber pertuturan, addressee adalah orang yang terlibat dalam pertuturan, hearer/ audience adalah pihak ketiga yang hadir mendengar- kan pertuturan tersebut.

3. Ends (tujuan)

Tujuan yang ingin dicapai dalam situasi tertentu. Se- buah tuturan maungkin sekali dimaksudkan untuk menyampaikan informasi atau sebuah pikiran. Berang- kali pula tuturan itu digunakan untuk merayu, mem- bujuk, mendapatkan kesan, dan sebagainya, bahkan mungkin juga digunakan untuk mengubah perilaku seseorang (Rahardi, 2001:31).

4. Act sequence (pokok tuturan)

Pokok tuturan merupakan bagian dari komponen tutur yang tidak pernah tetap. Perubahan tersebut ber pe- nga ruh terhadap bahasa yang dipilihnya.

5. Key (nada tutur)

Tone, sikap, spirit dalam penyampaian peserta tuturan yaitu menunjuk npada nada, cara dan motivasi ketika

suatu tindakan dapat dilakukan dalam bertutur. Nada tersebut bisa menunjuk pada nada santai, serius, meng- ejek, meyindir, lucu, dan lain-lain.

6. Instrumentalities (sarana tutur)

Sarana tutur menunjuk pada saluran tutur dan bentuk tutur. Saluran tutur adalah alat yang muncul ketika penutur bertutur dan tuturan tersebut sampai kepada mitra tutur. Sarana tersebut dapat berupa saluran lisan, tertulis, bahkan lewat sandi atau kode tertentu. Bentuk tutur dapat berupa bahasa, yakni bahasa sebagai sistem yang mandiri, baik dialek maupun variasi bahasa lain- nya (Rahardi, 2001:33)

7. Norm of Interaction and Interpretation (Norma interaksi dan interpretasi)

Norma tertentu yang terlibat dalam pertuturan dan bagai mana orang lain menilai norma tersebut.

8. Genre (jenis tutur)

Jenis tutur menunjuk pada jenis-jenis wacana, apakah berupa puisi, lagu, peribahasa, doa, ritual, dan lain-lain.

B

ab ini mendeskripsikan bentuk kebahasaan lirik lagu anak-anak. Pradopo (1996:5) menyatakn bahwa untuk menunjukkan ciri atau sifat bahasa sastra, dalam penelitian ini objek adalah bahasa lirik lagu anak, dapat diilihat gaya bahasanya. Gaya bahasa adalah penggunaan bahasa se cara khusus yang menimbulkan efek tertentu, khusunya efek estetis. Dari beragamnya bentuk kebahasaan yang diguna- kan, ternyata penulis menemukan bentuk-bentuk yang kekerapan penggunaannya cukup tinggi. Bentuk tersebut berupa bentuk yang berbeda dari tata bahasa normative yang ada. Hal ini sejalan dengan yang dinyatakan oleh Pradopo (1996:6) bahwa pada umumnya gaya bahasa ter- sebut merupakan penyimpangan dari bahasa normative. Gaya bahasa itu berhubungan dengan unsur-unsur : into nasi, bunyi, kata, dan kalimat. Wujud formal inilah yang dianalisis beserta efek apa yang ditimbulkan oleh peng gunaannya. Pencipta lirik lagu tersebut bertujuan meningkatkan, baik nilai estetik, puitis maupun daya eks presif yang disesuaikan dengan metode lagu. Bentuk-bentuk tersebut diantaranya adalah pemendekan kata, asonansi, aliterasi, penghilangan

BAB III

BENTUK KEBAHASAAN LIRIK

LAGU ANAK-ANAK

prefiks, pengulangan, onomatope, penggunaan kosa­kata tertentu, penggunaan kalimat inverse, dan lain-lain.

3 1 Pemendekan kata

Pemendekan kata dalam lirik lagu anak-anak sering terjadi. Kondisi ini ditujukan untuk memperoleh kese laras- an kata dalam lirik dengan melodi. Berikut adalah contoh yang dapat dicermati.

(1) turunlah bulan walau sebentar

‘kan kubisikan satu harapan … (BI)

Kata ‘kan pada lirik (1) seharusnya ditulis dan diucap- kan dengan akan, tetapi untuk keselarasan lirik dengan melodi, bunyi vokal /a/ dihilangkan sehingga kata tersebut diucapkan’kan. Penghilangan vokal /a/ yang lain terdapat pada bait berikut.

(2) jalannya berliku-liku, rintangan terbelah banyak semua akan berlalu ‘pabila tiba di puncak (MGN)

Pada lirik (2) kata ‘pabila digunakan menggantikan kata apabila dengan menghilangkan vokal /a/. Hal ini tentu saja ditujukan untuk memperoleh keselarasn anatar lirik dengan melodi.

Penghilangan vokal selain/a/ di antaranya adalah peng hilangan vokal /e/ yang merupakan bentuk peringkas- an atau pemendekan kata.

(3) hai anak ajaib, slalu jadi impian hai anak ajaib, selalu banyak teman

hai anak ajaib, slalu jadi idola

hai anak ajaib, memang slalu jenaka (Aaj)

Pada bait (3) di atas bentuk slalu menggantikan bentuk selalu digunakan pada baris pertama, ketiga, dan keempat. Penghilangan bunyi /e/ ditujukan untuk menyelaraskan lirik dan melodu, sementara pada baris kedua bentuk selalu tetap dipertahankan karena lirik dan melodi sudah di- anggap liris.

(4) setiap hari ku bawa ternak ke padang rumput di kaki bukit

rumputnya hijau subur dan banyak

ternakku makan tak pernah s’dikit (AG)

Pada bait (4), terdapat dua macam pemendekan kata dengan cara penghilangan vokal. Pada baris pertama, kata ku seharusnya berasal dari kata aku yang telah dihilangkan vokal /a/ nya. Penghilangan yang lain terdapat pada baris ketiga yaitu kata s’dikit harusnya memiliki voka /e/ di- antara konsonan /s/ dan /d/. penghilangan kedua macam vokal tersebut sebagai bentuk pemendekan kata tentu saja karena diperlukannya keselarasan bunyi lirik lagu dengan melodi.

3 2 Asonansi

Asonansi dalah persamaan atau perulangan bunyi vokal yang terrdapat dalam tiap baris. Bunyi yang demi- kian berfungsi untuk mennambah rasa yang lebih dan mem perlancar ucapan serta meperindah bunyi yang ada

dalam suatu lirik lagu. Keraf (1984:30) menyatakan bahwa asonansi dalam suatu lirik diciptakan untuk memperoleh efek estetika dalam suatu larik yang dibatasi suatu jeda dengan baris lain.

(5) Diobok-obok airnya diobok obok

Ada ikannya kecil-kecil pada mabok (AR) (6) Mau tahu artinya bolo-bolo

Bolo-bolo bukanya kue bolu (Blo)

Perulangan vokal /o/ terjadi pda data (5) dan (6) dalam suatu baris dan bahkan dilanjutkan pada baris yang meng ikutinya. Dapat dirasakan bahwa dengan adanya perulangan bunyi tersebut, lirik, dan melodi menjadi lebih berirama dan indah.

(7) bulan oh bulan indah nian menawan

engkau hiasan Tuhan penerang malam (BI)

Asonansi dala lirik (7) adallah perulangan vokal /a/. dengan perulangan vokal yang sama, lirik akan lebih mudah diucapkan serta memiliki nilai estetis yang lebih. Aso nansi dapt pula terjadi pada vokal lain.

(8) Hatiku sedih hatiku gundah tak ingin berpisah Hatiku bertanya hatiku curiga

Mungkinkah ku temui kebahagiaan

seperti di sini (AaB)

Dalam lirik (8) vokal /i/ diulang dalam baris yang sama dan bahkan dilanjutkan hingga baris berikutnya. Ke adaan ini menjadi8kan lirik tersebut lebih harmonis.

Persamaan bunyi vokal dapat dikombinasikan dalam satu baris. Hal ini tentu saja atas kehendak pencipta untuk memperoleh kesesuaian dan keindahan persajakn. Dengan demikian akan muncul bunyi yang menarik, enak didengar serta dinyanyikan.

(9) Aku adalah anak gembala selalu riang serta gembira

Karena aku rajin bekerja tak pernah malas

ataupun lengah (AG)

Perpaduan asonansi vokal /a/ dan /ǝ/ terlihat pada lirik (9) di atas. Terdapat pula perpaduan vokal yang lain- nya. Perhatikan lirik berikut.

(10) Menjulang puncak gunung menyentuh langit biru Memanggil hati yang murung apalah yang ditunggu (MGN)

Pada lirik (10), perulangan vokal yang ada berupa kom- binasi tiga vokal dalam satu baris yang dilanjutkan pada baris berikutnya sebagai irama persajakan. Perulangan vokal tersebut adalah /u/, /a/ dan /i/.

3 3 Aliterasi

Aliterasi adalah persamaan bunyi konsonan yang ter- dapat dalam tiap baris dalam suatu lirik. Fungsi aliterasi sama dengan asonansi, yaitu memperdalam rasa, mem per- lancar ucapan dan memperindah bunyi lirik lagu yang di- nyanyikan. Berikut adalah bentuk-bentuk aliterasi dalam lirik lagu anak-anak.

(11) Jangan pusing mikirin kucing

Jangan pusing mikirin anjing (JgN)

Pada lirik (11) terdapat aliterasi konsonan /n/ dan /ŋ/ yang berirama sehingga memudahkan pengucapan serta memperindah irama.

(12) Pergilah sedih, pergilah resah Jauhkanlah aku dari salah prasangka

Pergilah gundah, jauhlah resah (Ld)

Dalam lirik (12) terdapat kombinasi asonansi pada kon sonan /l/ dan /h/. Pengulangan konsonan yang sama dalam satu baris, bahkan lebih dalam suatu persajakan men- jadikan lirik tersebut lebih indah.

(5) Di obok-obok airnya di obok-obok

Ada ikannya kecil-kecil pada mabok (AR)

Untuk lirik (5) sebelumnya dijelaskan terjadi asonansi, ternyata secara bersamaan juga menggunakan perulangan konsonan /b/ dan /k/.

3.4. Penghilangan Prefiks

Proses pembentukan kata salah satunya adalah proses afiksasi atau penambahan afiks dalam satu kata. Yang di­ maksud afiks adalah suatu satuan gramatik yang di dalam suatu kata merupakan unsur yang bukan pokok kata yang memiliki kesanggupan melekat pada satuan-satuan dan untuk membentuk kata baru (Ramlan, 1985:55). Dalam lirik lagu anak­anak terjadi penghilangan afiks, terutama

prefiks yang paling sering muncul. Tujuan penghilangan prefix adalah untuk membuat lirik lagu memiliki irama yang liris dengan melodi. Melodi adalah susunan deret suara yang teratur dan berirama (Kusbini, 1953:62, dalam Pradopo 2002). Selain itu penghilangan prefix juga akan mem pertinggi nilai keindahan dengan adanya kata-kata yang tidak biasa. Alasan lain yang muncul, pada anak- anak, bentuk bahasa yang lebih sinskat tentulah yang lebih disukai kerena mereka belum memerlukan banyak pe ma- haman akan struktur.

(13) Saat orang sedang bersedih kau buatnya

tertawa ha (Aaj) (14) Kalau sambil dengar musik, lonjak tambah enak

(LLT) (15) Hey baby…baby…bala…bala…siapa ingin jadi juara

(BB)

3 5 Pengulangan

Pengulangan adalah proses pengulangan kata, baik secara utuh maupun sebagian. Hasil pengulangan itu di sebut kata ulang dan satuan yang diulang disebut bentuk dasar. Dalam lirik lagu anak-anak, banyak ditemukan ben- tuk pengulangan.

(21) Saya mau lihat gedung-gedung bertingkat

(SKLt) (22) Nyamuk-Nyamuk nakal, semut-semut nakal

(23) Bulet-bulet bolong tengahe, yang ini namanya kue donat (Dn) (24) Dingin-dingin dimandiin, jadi masuk angin (AR) (25) Lonjak-lonjak aku suka lonjak-lonjak (LLJ) (26) Jalan-jalanke Bali (PBI)

Dalam data (21), (22), (23), (24), (25), dan (26) terdapat pengulangan seluruh, yaitu pengulangan segala bentuk dasar. Pengulangan kata tersebut dapat terjadi pada kata benda seperti dalam data (21) pada kata semut-semut dan (22) pada kata Nyamuk-nyamuk; dapat pula terjadi pada kata sifat seperti yang ada dalam data (23) pada kata bulet-bulet dan data (24) pada kata dingin-dingin, dan dapat pula terjadi pada kata kerja seperti pada data (25) pada kata lonjak-lonjak dan (26) pada kata jalan-jalan.

(27) Kentang diulek-ulek pake campur daging,

yang ini namanya perkedel KwK) (28) Disemprot-semprot airnya disemprot-semprot

(AR) (29) Diputer-puter airnya diputer-puter

(AR) (30) Diputer-puter kerannya diputer-puter

(AR)

Pengulangan sebagian juga banyak terjadi dalam lirik lagu anak-anak. Hal ini dapat dilihat dalam data (27), (28), (29), dan (30) secara berurutan mempunyai bentuk dasar sebagai berikut diulek, tertawa, bercanda, disemprot, dan diputer.

Sementara pengulangan yang berkombinasi dengan pem bubuhan afiks tidak banyak terjadi, demikian pula peng ulangan dengan perubahan fonem.

Pengulangan yang terjadi dalam lirik lagu anak-anak lebih luas lagi terjadi berkali-kali dalam satu bait lagu atau bahkan dalam satu keseluruhan lagu. Pengulangan ter- sebut dapat berupa kata, frasa, ataupun kalimat. Hal ini me nunjukkan bentuk kesederhanaan bentuk kalimat lirik lagu anak­anak, selain juga memanfaatkan efisiensi bahasa. Dengan kata, frasa, atau kalimat yang sama yang diulang- ulang, anak, sebagai konsumen utama, dapat dengan mudah baik menyanyikan maupun memahami maksud yang ter- kandung di dalamnya.

(31) Keripik-singkong, keripik singkong

Noni paling doyan

Keripik singkong, keripik singkong

Enak, gurih rasanya (KS) (32) Senyumku … bolo bolo

Mataku … bolo bolo

Bibirku … bolo bolo

Bodiku … bolo bolo (Blo) Anak yang gendut ya bolo bolo

Anak yang cantik ya bolo bolo

Anak yang centil ya bolo bolo Kata oom papa T. Bob ako bolo boloi

(33) Hai, anak ajaib slalu jadi impian Hai, anak ajaib slalu banyak teman

Saat orang butuh ditolong kau bagai malaikat Saat orang bersedih kau buatnya tertawa ha

(Aaj)

(34) Lonjak-lonjak aku suka lonjak-lonjak Lonjak-lonjak biar cepet tinggi

Biar aku cepet jadi jagoan Jago lonjak-lonjak

Cepet jadi jago

Jadi jagaon lonjak-lonjak (Llj) (35) Kwek kwek kwek goyang-goyang

Menari di pantae

Kwek kwek kwek goyang-goyang

Menari rame-rame (KwK)

Pada kutipan bait diatas, yaitu pada lagu (31) “Keripik Singkong”, (32) “Bolo-bolo”, (33) “Anak Ajaib”, (34) “Lonjak- lonjak”, dan (35) “Kwek-Kwek Goyang-goyang” ter dapat pengulangan kata, frasa, dan kalimat yang sama. Bentuk yang sama yang diulang-ulang menunjukkan ke seder ha- naan lirik yang mempermudah anak-anak baik ketika me- nyanyikan maupun memahaminya.

3 6 Alih Kode

Anggota masyarakat kita adalah masyarakat dwi- bahasa. Edward (1994: 72) menyatakan bahwa setiap orang adalah individu dwibahasa, dimana setiap orang pasti me- ngetahui bahaasa selain bahasanya meskipun hanya bebe- rapa kata. Dalam masyarakat yang demikian hampir tidak mungkin seorang penutur menggunakan satu bahsa secara mutlak murni tanpa ada pemanfaatan bahasa atau unsur bahasa yang lain. Salah satu hal yang terjadi dngan adanya fenomena ini adalah terjadinya alih kode sebagai salah satu aspek saling ketergantungan (language dependency) dalam masyarakat dwibahasa atau multibahasa.

Alih kode adalah peristiwa peralihan dari kode satu ke kode yang lain. Peristiwa alih kode mungkin berupa alih varian, alih ragam alih gaya atau alih register. Peralihan demikian dapat diamati lewat tingkat-tingkat tatabunti, tata kata, tatabentuk, tatakalimat, ataupun tatawacananya. (Suwito, 1985:69). Appel (1976:99, dalam Suwito,1985:69) memberikan batasan alih kode sebagai gejala peralihan pe- makaian bahasa karena situasi.

(23) Bulet-bulet bolong tengahe, namanya kue donat

(Dn)

(30) Diputer-puter kerannya diputer-puter

(AR)

(36) Lit…lit…tulalit…lagi hepi dengerin music (LLT) (37) Lonjak-lonjak biar cepet tinggi (LLJ)

Pada data (23), (30), (36), dan(37) ditemukan alih kode pada tatanan bunyi, yaitu perubahan bunyi /a/ menjadi /ǝ/ mengikuti dialek Jakarta. Perubahan ini dimungkinkan karena pencipta lirik dan atau penyanyi adalah pengguna dialek Jakarta.

(23) Bulet-bulet bolong tengahe, yang ini

namanya kue donat (Dn) (24) Dingin-dingin dimandiin, jadi masuk angin (AR) (36) Lit…lit…tulalit…lagi haepi dengerin musik (LLT) (38) Jangan pusing mikirin kucing (JgN)

Sementara pada data (23), (24), (36),dan (38) juga ter- dapat alih kode, yaitu alih kode pada tataran morfologis bahasa daerah. Pada data (23) kata tengahe terpengaruh

bahasa jawa yang seharusnya dalam bahasa Indonesia dapat digunakan afiks­nya menjadi tengahnya. Sedang pada data (24), (36), dan (38) kata-kata dimandiin, didengerin, dan mikirin terjadi karena akhiran –in dialek Jakarta, yang dalam bahasa Indonesia seharunya berbentuk sufiks –kan, me­ kan, menjadi dimandikan, mendengarkan, dan memikirkan. Di- mungkinkan juga pencipta lagu dan atau penyanyi adalah pengguna Bahasa Jawa dan dialek Jakarta dan mereka ingin menunjukkan keinformalan bentuk tuturan mereka.

Alih kode terakhir yang terjadi adalah pada tata kata. Dalam bahasa Indonesia, tidak jarang terjadi penyerapan leksikon bahasa daerah atau bahasa asing.

(36) lit … lit … tulalit … lagi hepi

dengerin musik (LLT) (39) Abang tukang bakso cepat dong kemari

sudah tak tahan lagi (TKb) (40) Satu mangkuk saja duaratus perak (TKb) (41) Keripik Singkong, keripik singkong,

noni paling doyan (KS) (42) Bisa jadi apa wae yang penting bikin

mama papa senang (LLJ) (43) Bodiku … bolo-bolo (ABB)

Jika pencipta lirik dan atau penyanyi lagu menggu- na kan atau bahkan menguasai bahasa selain bahasa Indo- nesia, maka dalam tuturannya juga akan terselip kata-kata dalam bahasa lain. Pada data (36),dan (43), terdapat kata hepi dan bodiku yang merupakan bahasa Inggris, tetapi di- tulis dengan ejaan yang di-Indonesiakan yaitu happy dan body, menggantikan kata senang dan badan. Kemudian

pada data (39), (40), dan (41), terdapat kata dong, perak, dan doyan yang merupakan kosa kata dialek Jakarta, yaitu dong bermakna penegas, perak menggantikan rupiah, dan doyan menggantikan suka. Pada data (42) terdapat kosa kata bahasa Jawa yaitu apa wae menggantikankata apa saja.

Dari beberapa contoh diatas, alih kode dimunculkan untuk membangkitkan rasa humor atau menyegarkan sua sana misalnya pada data (42), dan juga untuk sekedar gengssi menunjukkan kemampuan pencipta atau penyanyi menguasai bahasa selain bahasa Indonesia.

Dalam dokumen Khasanah Bahasa Lirik Lagu Anak (Halaman 38-55)

Dokumen terkait