• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kerangka Kerja Strategic Marketing Plus 2000

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1. Kerangka Kerja Strategic Marketing Plus 2000

Kerangka kerja Strategic Marketing Plus 2000 melibatkan unsur company (perusahaan), customer (pelanggan), competitor (pesaing), dan change (perubahan) secara terintegrasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Ohmae (1983) dalam Kartajaya et al. (2002) yang menyebutkan bahwa terdapat tiga pemain yang harus diperhatikan untuk menyusun strategi, yaitu company, customer, dan competitor. Ketiga elemen ini secara kolektif disebut sebagai strategic triangle. Selain itu, D’Aveni (1994) dalam Kartajaya et al.

(2002) menyebutkan bahwa change dalam lingkungan bisnis yang cepat dan sangat dinamis telah memaksa perusahaan untuk terus secara aktif merumuskan strategi guna mendapatkan sumber-sumber dalam mencapai keunggulan kompetitif.

Kerangka kerja Strategic Marketing Plus 2000 digunakan sebagai landasan untuk memodifikasi strategi dan taktik pemasaran serta meningkatkan nilai perusahaan. Tujuan dilakukannya analisis Strategic Marketing Plus 2000 adalah untuk mendapatkan gambaran umum situasi lingkungan bisnis yang mempengaruhi perusahaan serta kondisi internal dari perusahaan tersebut. Lingkungan bisnis (industri) terdiri atas unsur customer, competitor, dan change yang menghasilkan Competitive Setting Profile (CSP). Sedangkan kondisi internal perusahaan disebut Company Alignment Profile (CAP) yang terdiri atas komponen strategi, taktik, dan nilai pemasaran dari perusahaan.

Hasil analisis Strategic Marketing Plus 2000 bersifat kualitatif dan kuantitatif. Menurut Kartajaya et al. (2002), instrumen yang bersifat kuantitatif pada umumnya memiliki beberapa keuntungan dan keunggulan dibandingkan instrumen yang hanya bersifat kualitatif. Pertama, instrumen yang bersifat kuantitatif pada umumnya lebih mudah dievaluasi reliabilitas dan validitasnya. Kedua, hasil analisis yang bersifat kuantitatif memberikan kemudahan bagi para praktisi pemasaran untuk melakukan benchmarking dan

34 melihat perubahan dari setiap variabel yang diukur dari waktu ke waktu.

Ketiga, ketika hasil analisis eksternal dan internal dibandingkan, pengukuran secara kuantitatif akan memberikan gambaran terhadap kesenjangan yang bersifat kuantitatif pula. Dengan demikian, hasil analisis tidak hanya memberikan informasi mengenai arah kesenjangan tetapi juga besarnya jarak dari kesenjangan tersebut. Informasi seperti ini akan lebih bernilai dan sangat penting bagi top manajemen sebagai masukan untuk menentukan seberapa jauh harus melakukan modifikasi terhadap strategi dan taktik pemasaran pada perusahaan.

3.1.1.1. Analisis Situasi Persaingan

Perusahaan dapat melihat tingkat pesaingan bisnis yang sedang dihadapinya melalui Competitive Setting Index (CSI) yang diperoleh dari analisis CSP. Terdapat lima tingkatan situasi persaingan yang dihadapi oleh perusahaan, yaitu: stabil (stable), terganggu (interrupted), rumit (complicated), canggih (sophisticated), dan kacau (chaos). Tabel 10 menunjukkan pergeseran situasi persaingan bisnis yang memiliki tingkat minimum 2C dan maksimum 4C berdasarkan kondisi Customer (C1), Competitor (C3), dan Change (C4).

Tabel 10. Situasi Persaingan Bisnis Berdasarkan CSP Competitive

(C4) None Gradual Continuous Discontinuous Surprising Sumber: Kartajaya et al. (2002)

Situasi persaingan 2C menunjukkan kondisi yang bersifat stabil.

Perusahaan dapat dengan tenang melayani konsumen tanpa takut terganggu dengan pesaing maupun perubahan lingkungan bisnis, karena yang berada

35 dalam industri hanya Customer (C1) dan Company (C2). Dengan demikian, perusahaan dapat memperlakukan konsumen hanya sebagai pembeli (buyer).

Bagi perusahaan yang berada pada situasi persaingan 2C, yang terpenting adalah transaksi, bukan hubungan jangka panjang. Pembeli berada dalam posisi yang sangat lemah sehingga harus menerima produk atau jasa apapun yang dihasilkan perusahaan karena mereka tidak mempunyai pilihan lain.

Situasi ini merupakan kondisi industri yang bersifat monopoli.

Situasi persaingan yang terganggu (interrupted) terjadi bila pesaing (C3) sudah mulai ada tetapi masih lemah posisinya. Pada situasi persaingan 2,5C ini, perubahan (C4) juga sudah mulai muncul secara bertahap (gradual).

Dengan demikian, perlakuan perusahaan terhadap konsumen harus mulai meningkat. Bila sebelumnya konsumen hanya diperlakukan sebagai pembeli (buyer), pada kondisi ini perusahaan memperlakukan mereka sebagai konsumen (consumer) yang tidak hanya membeli tetapi mengkonsumsi produk atau jasa yang dijual.

Apabila perubahan (C4) sudah semakin kontinyu, maka pesaing (C3) menjadi kuat posisinya. Situasi persaingan pada saat seperti ini telah berubah menjadi rumit (3C). Dengan demikian, Customer (C1) harus dianggap sebagai pelanggan yang penting bagi perusahaan agar mereka tidak beralih ke pesaing.

Selain itu, perusahaan harus membuat strategi bersaing yang tepat karena konsumen memiliki posisi tawar yang kuat dalam menentukan pilihan produk yang dikonsumsinya.

Perubahan yang semakin sulit ditebak (discontinuous) memacu situasi persaingan bergeser dari 3C menjadi 3,5C yaitu situasi persaingan yang canggih (sophisticated). Change (C4) yang diskontinyu mengindikasikan bahwa perubahan yang terjadi di masa depan seakan-akan tidak berhubungan dengan masa lalu. Hal ini mengakibatkan informasi masa lalu yang biasanya digunakan untuk memprediksi masa depan menjadi kurang relevan. Situasi 3,5C membuat Competitor (C3) menjadi semakin ganas (wild) dengan melakukan strategi yang sangat berbeda dari strategi konvensional. Pada situasi persaingan ini, konsumen harus diperlakukan sebagai klien yang diperhatikan lebih dari sekedar pelanggan biasa.

36 Pada situasi persaingan 4C, semua komponen “C” telah sangat aktif.

Competitor dapat menjadi tak terlihat (invisible) karena banyaknya pesaing baru yang dianggap sebagai pesaing tidak langsung, strategi pemasaran yang tidak menggunakan media massa, dan pesaing global luar negeri yang memberikan semakin banyak pilihan kepada pembeli dengan berbagai cara serta menggunakan teknologi telekomunikasi dan informasi yang canggih.

Change (C4) sering kali membuat kejutan (surprise). Situasi kacau (chaos) ini menyebabkan perusahaan (C2) harus memperlakukan pelanggan sebagai mitra kerja (partner). Perusahaan tidak bisa hanya sekedar berjualan, tetapi harus berinteraksi dengan konsumen demi kepentingan bersama. Perusahaan akan berhasil memenangkan persaingan bila mengusahakan situasi win-win dengan konsumennya.

3.1.1.2. Analisis Tipe Orientasi Pemasaran Perusahaan

Perusahaan (Company/C2) dapat melihat tipe orientasi pemasarannya melalui Company Alignment Index (CAI) yang diperoleh dari analisis CAP.

Masing-masing tipe orientasi pemasaran menurut kerangka kerja Strategic Marketing Plus 2000 memiliki karakteristik tersendiri sesuai dengan faktor-faktor kunci kesuksesan tertentu (Tabel 11). Adapun karakteristik dasar dari setiap tipe orientasi pemasaran perusahaan adalah sebagai berikut:

1. Production Oriented Company

Perusahaan yang berorientasi produksi sesuai untuk situasi persaingan yang masih bersifat 2C (stabil). Pada tipe perusahaan ini, fungsi produksi merupakan fungsi yang paling penting, sedangkan fungsi lainnya hanya dianggap sebagai penunjang. Hal yang ingin dicapai oleh perusahaan adalah efisiensi operasi, standarisasi produk, dan distribusi massal. Pada situasi persaingan 2C, tipe perusahaan yang lebih berfokus pada produksi dapat sukses karena belum ada pesaing dan tidak ada perubahan dalam lingkungan. Dalam hal ini, pembeli harus menerima produk standar yang dibuat dan membelinya di tempat yang telah ditentukan.

37 2. Selling Oriented Company

Pada saat industri telah berubah dan situasi persaingan bergeser menjadi 2,5C (terganggu) maka perusahaan harus menitikberatkan strategi pemasarannya pada cara penjualan yang persuasif, memperhatikan fitur produk, dan meningkatkan promosi massal. Perusahaan harus selalu meyakinkan konsumen untuk membeli produk mereka dengan memperbaiki produksi secara terus menerus. Perusahaan juga harus tetap mempromosikan produk untuk menjaga loyalitas konsumen agar tidak beralih ke pesaing. Dalam hal ini, peran fungsi penjualan menjadi lebih penting dibandingkan dengan fungsi produksi.

3. Marketing Oriented Company

Perusahaan yang berorientasi pemasaran dibutuhkan ketika situasi persaingan telah berubah menjadi 3C (rumit). Pada saat seperti ini, pesaing telah memiliki posisi yang kuat dan perubahan lingkungan berlangsung secara kontinyu. Hal tersebut menyebabkan konsumen memiliki banyak pilihan karena keberadaan informasi yang transparan. Perusahaan yang berada pada situasi ini tidak menjual produknya ke keseluruhan pasar, tetapi mulai memilih segmen pasar yang paling efektif untuk dilayani.

Produk yang dibuat perusahaan harus dapat berbeda dengan produk lainnya yang ada di pasaran dan menyesuaikan dengan kebutuhan konsumen. Selain itu, perusahaan perlu melakukan promosi secara seimbang kepada pemakai langsung (end-user) serta kepada agen maupun pengecer produknya. Dengan demikian, pemasaran menjadi fungsi yang paling dominan dalam perusahaan tersebut.

4. Market Driven Company

Perusahaan yang berada pada situasi persaingan 3,5C (canggih) harus menjadi spesialis untuk melayani sebuah atau beberapa fragmen pasar.

Kunci sukses bagi perusahaan dalam situasi ini adalah menyediakan produk khusus, sehingga konsumen dilayani secara khusus layaknya seorang klien. Bila sebuah produk yang sama ingin dipasarkan dalam beberapa fragmen pasar, maka harus ada beberapa elemen pemasaran yang dibuat berbeda sesuai dengan karakteristik masing-masing fragmen pasar.

38 5. Customer Driven Company

Perusahaan pada situasi persaingan 4C (kacau) harus memberikan pelayanan khusus terhadap konsumennya. Pelayanan tersebut harus bersifat individual sehingga produk dibuat sesuai dengan kebutuhan masing-masing individu konsumen. Perusahaan harus melakukan hubungan pemasaran di mana komunikasi bersifat interaktif dua arah untuk saling bertukar informasi dengan konsumen secara terus menerus.

Basis data mengenai konsumen diperlukan untuk melakukan komunikasi seperti ini. Bisnis apapun dalam situasi 4C harus menempatkan dirinya sebagai bisnis jasa yang memberikan pelayanan prima kepada konsumen.

Oleh karena itu, perusahaan berada pada posisi penyedia jasa (service provider) yang melayani konsumen sebagai mitranya.

Tabel 11. Tipe Orientasi Pemasaran Perusahaan dan Faktor Kunci Kesuksesannya

Company (C2) Type of Company Key Successful Factors Producer (2C) Product oriented Service- provider (4C) Customer driven

 Database accountability

 Product customization

 Interactive communication Sumber: Kartajaya et al. (2002)

3.1.1.3. Analisis Kesenjangan

Analisis kesenjangan (gap) dilakukan dengan cara membandingkan nilai rata-rata yang didapat dari situasi lingkungan bisnis (CSI) dan

faktor-39 faktor internal perusahaan (CAI). Analisis kesenjangan dilakukan agar perusahaan dapat mengetahui kesesuaian strategi pemasaran yang diterapkannya dengan situasi lingkungan bisnis yang dihadapi. Terdapat tiga kemungkinan dalam hasil analisis ini, yaitu:

1. Apabila CAI < CSI, artinya terjadi kesenjangan negatif.

Situasi ini mengharuskan perusahaan untuk melakukan berbagai tindakan dalam rangka mengejar ketinggalan dari setiap perubahan yang terjadi di lingkungan bisnisnya. Hal ini dimaksudkan agar perusahaan dapat beradaptasi dengan perubahan yang akan terjadi di masa mendatang.

2. Apabila CAI = CSI, artinya adalah kesenjangan nihil.

Pada situasi ini, perusahaan berada pada titik yang sama dengan situasi lingkungan bisnis yang dihadapinya. Dengan demikian, perusahaan dinilai siap untuk menghadapi situasi persaingan yang akan terjadi di masa mendatang.

3. Apabila CAI > CSI, artinya terjadi kesenjangan positif.

Bagi perusahaan yang pangsa pasarnya kecil, kesenjangan positif menunjukkan bahwa perusahaan terlalu jauh dalam melakukan tindakan antisipatif atas perubahan akibat persaingan yang akan terjadi di masa mendatang. Sedangkan bagi perusahaan yang pangsa pasarnya besar, hal ini memiliki arti yang baik, di mana perusahaan dipandang siap menghadapi situasi persaingan yang akan terjadi di masa mendatang.