• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dalam Kerangka Kerjasama Bilateral, Regional dan Multilateral

KERJASAMA INTERNASIONAL DALAM PENANGANAN AKSI KEJAHATAN DI SELAT MALAKA DAN SELAT SINGAPURA

4.1. Penanganan Aksi Kejahatan di Selat Malaka dan Selat Singapura

4.1.2. Dalam Kerangka Kerjasama Bilateral, Regional dan Multilateral

Secara khusus, terdapat tiga prinsip menyangkut

kerjasama meningkatkan keamanan dan keselamatan

pelayaran di Selat Malaka dan Selat Singapura yaitu (i) tanggung jawab utama bagi keamanan dan keselamatan atas Selat Malaka dan Selat Singapura berada pada littoral states (Indonesia, Malaysia dan Singapura); (ii) ada peran bagi semua stakeholders dalam kerjasama mengenai keamanan dan keselamatan maritim (negara pengguna, industri angkutan laut dan organisasi internasional); dan (iii) kerjasama berdasarkan konsultasi dan sesuai dengan ketentuan Hukum Internasional45. Kerjasama internasional untuk meningkatkan

keamanan dan keselamatan pelayaran di Selat Malaka dan Selat Singapura dilakukan dengan tetap menghormati kedaulatan dan integritas teritorial littoral states.

Dalam kerangka kerjasama internasional tersebut, Singapura, Indonesia dan negara-negara pantai lainnya secara bersama-sama telah menjalin kerjasama baik dalam lingkup kecil (bilateral/trilateral) maupun dalam lingkup yang lebih luas

44

John Mo, Options to Combat Maritime Piracy in Southeast Asea, Ocean Development & Internastional Law, 2002

45

Pidato pembukaan oleh Mr. Teo Chee Hean, Menteri Pertahanan Singapura, pada Pertemuan ASEAN Regional Forum, “Regional Cooperation in Maritime Security, 2-4 Maret 2005 di Singapura.

(ASEAN atau dengan negara diluar kawasan). Adapun bentuk-bentuk kerjasama tersebut antara lain:

 Memorandum of Understanding on Port State Control in the

Asia-Pacific Region (Tokyo MoU). MoU ini secara politis

mendorong kerjasama dan harmonisasi antar port state untuk meningkatkan keamanan di laut serta melindungi lingkungan laut. Namun MoU ini tidak mengikat secara hukum, sehingga dibutuhkan komitmen politik yang kuat dari negara-negara penandatangan, termasuk Indonesia, Malaysia dan Singapura untuk melaksanakannya.

 ASEAN tetap menjadi salah satu pilar pendekatan ketiga negara dalam rangka menjaga keamanan maritim Asia Tenggara. Dalam hal ini, negara-negara ASEAN sangat menyadari bahwa kestabilan kawasan akan sangat tergantung pada kestabilan aspek politik, ekonomi, sosbud dan keamanan. Namun dalam aspek kestabilan keamanan kawasan, negara-negara ASEAN masih memerlukan waktu untuk mengevaluasi kembali komitmen dan strategi kerjasamanya, khususnya untuk masalah keamanan di laut ini, mengingat masih banyaknya perbedaan kepentingan diantara negara-negara anggota. Adapun komitmen hukum dan politik yang telah dilakukan oleh negara-negara ASEAN adalah:

- Kerjasama maritim antara negara-negara ASEAN telah dinyatakan dalam KTT ASEAN 2003 dan ditegaskan kembali pada Pertemuan Menteri Luar Negeri ASEAN di

Jakarta 2004, yang menyatakan bahwa “maritim cooperation is vital to the evolution of the ASEAN Security Community

- The ASEAN Declaraction on Transnastional Crime.

Deklarasi ini merupakan kesepakatan dari negara-negara

ASEAN untuk memperkuat kerjasama regional

menghadapi terorisme, penyelundupan, pencucian uang, dan peredaran obat bius.

- Manila Declaration on the Prevention and Control of Transnastional Crime. Deklarasi ini bertujuan mengembangkan strategi dalam rangka memberantas organisasi kriminal dan jaringannya, di mana masing-masing negara ASEAN didorong untuk segera mengkaji ulang, mengharmonisasikan dan menciptakan peraturan-peraturan dan melakukan penegakan hukum.

- The ASEAN Plan of Action to Combat Transnational Crime yang ditetapkan pada pertemuan Menteri

Kehakiman ASEAN, Mei 2002,

- Dalam rangka menciptakan hubungan yang kuat di

antara negara ASEAN, maka dibentuklah ASEAN

Community yang terdiri dari ASEAN Security Community,

ASEAN Economic Community, dan ASEAN Socio-Cultural Community. Dalam konsep ASEAN Security Community (ASC) ini diharapkan dapat tercipta suatu keamanan kawasan yang komprehensif dan terpadu,

dimana dalam salah satu butir dari plan of action dari ASC tersebut negara-negara ASEAN sepakat untuk meningkatkan kerjasama pada masalah-masalah keamanan non-traditional dan keamanan maritim.

- ASEAN juga telah mengadakan kerjasama di bidang

keamanan laut dengan Uni Eropa melalui ASEAN-EU Experts Group Meeting on Maritime Security. Adapun tujuan dari pertemuan ini adalah forum tukar pikiran antara penegak hukum dan aparat terkait dalam hal masalah maritime security.

- Kerjasama ASEAN-AS: “Joint Declaration for

Cooperation to Combat International Terrorism”, Agustus 2002, yang kemudian ditindaklanjuti dengan lokakarya

ASEAN-AS tentang “Joint Workshop on Enhancing

Maritime Anti-Piracy and Counter Terrorism Cooperation in the ASEAN Region”, April 2004. ASEAN dan AS dalam hal ini akan membentuk skema kerja anti terorisme di mana AS akan membantu melindungi pelayaran di Selat Malaka dan berbagi informasi intelijen

- Selain mengadakan pertemuan-pertemuan rutin yang

membahas kerjasama regional dalam hal keamanan maritim, ASEAN dan negara mitra yang tergabung dalam ARF telah menandatangani Statement on Cooperation

 Singapura dan Indonesia mempunyai pengaturan bersama (1992) untuk melakukan patroli terkoordinasi dan hot pursuit guna memerangi piracy dan armed robbery di laut. Namun pada perkembangan terakhir mengenai hal ini, Indonesia berkeinginan untuk memperluas konteks kerjasama ini baik dari sisi pihak-pihak terkait (seperti Bea Cukai) maupun

wilayah yang dicakup dalam melakukan patroli

terkoordinasi. Singapura sampai saat ini belum menanggapi usulan tersebut.

 Dalam skema kerjasama patroli terkoordinasi, Singapura,

Indonesia dan Malaysia telah melakukan patroli

terkoordinasi secara teratur di Selat Malaka dan Selat Singapura untuk meningkatkan pengamanan di jalur transportasi laut terpadat di dunia itu. Dalam kerjasama patroli terkoordinasi itu, masing-masing negara akan memberikan informasi tentang kejadian-kejadian yang ada di Selat Malaka secara real time. TNI/Angkatan-Laut sejak Juli 2004 telah melakukan patroli terkoordinasi dengan Angkatan Laut Malaysia dan Singapura di perairan Selat Malaka dalam upaya mengantisipasi dan membasmi para perompak laut dan teroris. Kerjasama ini masih dianggap belum efektif karena masing-masing angkatan laut belum dapat leluasa melakukan pengejaran, terutama apabila pengejaran tersebut masuk ke wilayah negara lain.

 Dalam kerangka “Regional Cooperation Agreement on

Combating Piracy and Armed Robbery against Ship in Asia” yang melibatkan negara-negara ASEAN, Korsel, Jepang,

India, Bangladesh, Srilanka, dan China, telah disepakati perlunya dibentuk suatu Information Sharing Center (ISC). ISC ini adalah suatu pusat informasi yang bertujuan untuk saling tukar menukar informasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan aksi kejahatan di perairan Asia. Kerjasama yang disponsori oleh Jepang ini, merupakan salah satu bentuk perhatian yang besar dari user states terhadap keamanan laut di Asia yang menjadi jalur-jalur perdagangan mereka. Namun dalam perkembangannya, pada pertemuan tanggal 11 Nopember 2004 di Tokyo, setelah melalui proses perdebatan yang panjang, telah diputuskan secara voting bahwa Singapura menjadi tuan rumah Information Sharing Center. Dalam hal ini Indonesia sangat keberatan dengan cara pengambilan keputusan tersebut karena tidak dilakukan secara konsensus. Namun demikian hal ini tidak mengurangi komitmen Indonesia untuk tetap menjaga kemananan di Selat Malaka bersama

littoral states lainnya.

 Setelah terjadinya serangan 11 September 2001, IMO telah mengeluarkan International Ship and Port Security (ISPS)

Code dan mulai berlaku 1 Juli 2004. ISPS Code merupakan

ketentuan yang komprehensif dan wajib dipenuhi dalam pengoperasian kapal dan pelabuhan. Ketentuan ini bertujuan membentuk suatu sistem yang standard dan konsisten dalam hal mengantisipasi resiko dan memastikan bahwa semua negara anggota telah melakukan segala

tindakan pencegahan kegiatan-kegiatan ilegal yang

pelabuhan. Semua kapal/pelabuhan diwajibkan memenuhi persyaratan a.l. adanya ship/port security plans, ship/port

security officers, dan peralatan-peralatan tertentu yang

harus tersedia, persyaratan komunikasi antara kapal dan pelabuhan, standar dan prosedur keamanan kapal dan pelabuhan serta melakukan pelatihan mengenai prosedur dan rencana keamanan. Namun demikian permasalahan yang akan dihadapi adalah pelaksanaan dari ISPS Code ini tergantung dari kesungguhan dari aparat yang berwenang dari masing-masing negara untuk secara konsisten melaksanakan dan mematuhi ketentuan yang telah ditetapkan.

 Masih menyangkut peran IMO, Indonesia akan menjadi tuan rumah dan sekaligus sebagai co-sponsor bersama-sama

dengan IMO dalam penyelenggaraan pertemuan

internasional yang direncanakan pada September 2005 untuk membicarakan cara-cara meningkatkan keamanan, keselamatan dan proteksi lingkungan laut di Selat Malaka dan Selat Singapura.

Selain adanya upaya-upaya melalui kerjasama

internasional, Pemerintah Indonesia juga telah berupaya untuk melakukan pembenahan dan penyesuaian agar kerjasama-kerjasama internasional tersebut dapat berjalan efektif. Upaya-upaya tersebut antara lain dengan mengkaji kemungkinan pembentukan Coast Guard dimana prosesnya

saat ini masih dalam proses pembahasan. Selama

dilakukan peningkatan koordinasi melalui penyempurnaan BAKORKAMLA yang dibentuk pada 19 Desember 1972.

Penyempurnaan BAKORKAMLA ini diharapkan dapat

mensinergikan upaya pengawasan dan penegakan hukum nasional secara terpadu oleh instansi Pemerintah. Indonesia juga telah membentuk Pusat Komando dan Pengendalian (Puskodal) di Batam, yang dilengkapi dengan Unit Anti Perompak.46

4.2. Hambatan-Hambatan Dalam Pemberantasan Aksi Kejahatan di