• Tidak ada hasil yang ditemukan

E. Keaslian Penelitian

2. Kerangka Konsepsi

48Barda Nawawi Arief, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana Buku I, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1998). Halaman. 44 – 45

49Barda Nawawi Arief,Ibid.Halaman. 45

dan/atau diuraikan dalam karya ilmiah.50 Suatu konsep merupakan bukan gejala yang akan diteliti, akan tetapi merupakan abstraksi dari gejala tersebut.51 Gejala itu biasanya fakta, sedangkan konsep merupakan suatu uraian mengenai hubungan – hubungan dalam fakta tersebut, penerapan konsep adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi antara bisnis dan realitas.52

a. Hukuman Denda

Oleh karena itu, kerangka konsep digunakan untuk menghindari perbedaan pengertian dari istilah yang digunakan. Hal ini sangat penting dan bermanfaat pada pembahasan berikutnya sebagai pedoman kerangka berpikir untuk memperoleh gambaran tentang penelitian. adapun kerangka konsep tersbut, yaitu :

Pidana denda adalah salah satu dari pidana pokok dalam stelsel pidana Indonesia. Pidana denda adalah merupakan salah satu jenis pidana pokok yang diancamkan dan terutama ditujukan terhadap harta kekayaan atau harta benda dari seseorang pelaku karena melanggar ketentuan Undang-undang Hukum Pidana yang berlaku.53

50Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum,(jakarta: Sinar Grafika, 2016). Halaman. 79

51H.M.Hamdan,Pembaharuan Hukum Tentang Alasan Penghapusan Pidana,(Medan : USU Press, 2008) Halaman. 79

52Muhammad Ainul Syamsul, Penjatuhan Pidana dan Dua Prinsip Dasar Hukum Pidana,(Jakarta : Prenadamedia Group, 2016), Halaman. 68

53Aisah, Eksistensi Pidana Denda dalam Sistem KUHP, Lex Crime Vol. IV/No. 1/Jan-Mar/2015, Halaman. 215, diunduh pada Tgl. 3 Maret 2017

Adapun pidana denda adalah merupakan salah satu jenis pidana yang termuat dalam Kitab Undang-undangHukum Pidana (KUHP) yang bertujuan untuk membebani seseorang yangmelanggar ketentuan KUHP dengan membayar sejumlah uang atau harta kekayaan

tertentu agar dirasakan sebagai suatu kerugian oleh pembuatnya sendiri sehingga ketertiban di masyarakat itu pulih kembali.54

b. Sistem Pemidanaan

“Sistem” dalam kamus umum bahasa Indonesia mengandung dua arti yaitu seperangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas, dan juga dapat diartikan sebagai susunan yang teratur dari pada pandangan, teori, asas dan sebagainya atau diartikan pula sistem itu “metode”.55

“Pemidanaan” atau pemberian/ penjatuhan pidana oleh hakim yang oleh Sudarto dikatakan berasal dari istilah penghukuman dalam pengertian yang sempit. Lebih lanjut dikatakan “Penghukuman” yang demikian mempunyai makna “sentence” atau “veroordeling”.

Dari pengertian Sistem tersebut dapat ditarik suatu makna bahwa sebuah sistem mengandung keterpaduan atau beberapa unsur atau faktor sebagai pendukungnya sehingga menjadi sebuah sistem.

56

Hulsman pernah mengemukakan bahwa sistem pemidanaan (the sentencing system) adalah “aturan perundang- undangan yang berhubungan dengan sanksi pidana dan pemidanaan (the statutory rules relating to penal sanctions and punishment).57

54Aisah, ibid

55Yrama Widya,Kamus Umum Bahasa Indonesi,(Bandung: Grafika,2003). Halaman.565

56Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-teori dan Kebijakan Pidana,(Bandung : Alumni,1998).

Halaman. 1

57 L.H.C. Hulsman, The Dutch Criminal Justice System from A Comparative Legal Perspective dalam Buku Barda Nawawi Arief, Perkembangan Sistem Pemidanaan, Bahan Penataran Nasional Hukum dan Kriminologi XI Tahun 2005, Halaman. 1.

selanjutnya dijelaskan oleh Barda Nawawi Arief apabila pengertian “pemidanaan” diartikan sebagai suatu “pemberian atau

penjatuhan pidana” maka pengertian sistem pemidanaan dapat dilihat dari 2 (dua) sudut :58

a. Keseluruhan sistem (aturan perundang undangan) untuk pemidanaan.

b. Keseluruhan sistem (aturan perundang undangan) untuk pemberian/penjatuhan dan pelaksanaan pidana.

Dari pengertian sistem pemidanaan di atas dapat dikatakan bahwa keseluruhan aturan perundang-undangan yang ada dalam KUHP dan yang di luar KUHP yang bersifat khusus semuanya merupakan sistem pemidanaan.

Sistem Pemidanaan yang dituangkan perumusannya di dalam. undang-undang pada hakikatnya merupakan suatu sistem kewenangan menjatuhkan pidana. Dari pernyataan tersebut secara implisit terkandung makna bahwa sistem pemidanaan memuat kebijakan yang mengatur dan membatasi hak dan kewenangan pejabat/ aparat negara di dalam mengenakan/menjatuhkan pidana. Di samping itu sistem pemidanaan juga mengatur hak/ kewenangan warga masyarakat pada umumnya.59

Sistem pemidanaan adalah sebagai bagian dari mekanisme penegakan hukum (pidana) maka pemidanaan yang biasa juga diartikan“pemberian pidana” tidak lain merupakan suatu “proses kebijakan” yang sengaja

58 Barda Nawawi Arief, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana,(Bandung: Citra Aditya Bakti, 1998).Halaman. 114

59Barda Nawawi Arief, Ibid. Halaman 2

direncanakan. Artinya pemberian pidana itu untuk benar-benar dapat terwujud direncanakan melalui beberapa tahap yaitu:60

a. Tahap penetapan pidana oleh pembuat undang-undang;

b. Tahap pemberian pidana oleh badan yang berwenang; dan

c. Tahap pelaksanaan pidana oleh instansi pelaksana yang berwenang.

Keterpaduan dari ketiga tahapan di atas yang menjadikan sebuah sistem dan tahap penetapan pidana memegang peranan yang penting di dalam mencapai tujuan di bidang pemidanaan dan tahap ini harus merupakan tahap perencanaan yang matang dan yang memberi arah pada tahap-tahap berikutnya yaitu tahap penerapan pidana dan tahap pelaksanaan pidana

c. Korban

Menurut Arif Gosita Korban adalah mereka yang menderita jasmaniah dan rohaniah sebagai akibat tindakan orang lain , yang mencari pemenuhan kepentingan diri sendiri atau orang lain, yang bertentangan dengan kepentingan dan hak asasi yang menderita. Pengertian korban disini, dapa berarti sebagai individu atau kelompok baik swasta maupun pemerintah61

Korban dalam lingkup viktimologi memiliki arti yang luas karena tidak hanya terbatas pada individu yang secara nyata menderita kerugian, tetapi juga kelompok, korporasi, swasta, maupun pemerintah, sedangkan yang dimaksud dengan akibat penimbulan korban adalah sikap atau tindakan korban dan/atau

60 Barda Nawawi Arief, Teori-teori dan Kebijakan Pidana: Masalah Pemidanaan Sehubungan dengan Perkembangan Delik-delik Khusus dalam Masyarakat Modern,(Bandung : Alumni,1992).Halaman. 91.

61Arif Gosita, Masalah Korban Kejahatan Kumpulan Karangan,(Jakarta : Akademika Pressindo, 1993) Halaman. 63 dalam buku H. Siswanto Sunarso,Viktimologi dalam Sistem Peradilan Pidana,(Jakarta: Sinar Grafika, 2015) Halaman. 31

pihak pelaku serta mereka yang secara langsung tidak terlibat dalam terjadinya suatu kejahatan.62

d. Kekerasan Seksual

Kekerasan Seksual adalah kontak seksual yang tidak dikehendaki oleh salah satu pihak.63Secara umum yang dimaksud dengan Kekerasan Seksual adalah kontak seksual yang tidak dikehendaki oleh salah satu pihak.64

Berdasarkan dua pasal tersbut maka dapat dipahami bahwa unsur–unsur yang ada di dalam pengertian kekerasan seksual yaitu terdiri dari unsur ancaman, memaksa dan memperkosa.

Sementara menurut Lyness kekerasan seksual terhadap anak meliputi tindakan menyentuh atau mencium organ seksual anak, tindakan seksual atau pemerkosaan terhadap anak, memperlihatkan media/benda porno, menunjukkan alat kelamin pada anak dan sebagainya.

Kekerasan seksual terletak pada ancaman dan pemaksaan. didalam kitab undang –undang hukum pidana ( KUHP ) pengertian kekerasan seksual dapat ditemui didalam pasal 285 dan pasal 289.

65

e. Perlindungan Korban

Perlindungan korban dikaitkan dengan salah satu tujuan pemidanaan, yaitu penyelesaian Konflik. Penyelesaian Konflik yang ditimbulkan oleh

62H. Siswanto Sunarso,Viktimologi dalam Sistem Peradilan Pidana,(Jakarta: Sinar Grafika, 2015) Halaman. 1

63Ismantoro Dwi Yuwono, Penerapan Hukum Dalam Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak,(Yogyakarta, Pustaka Yustisia, 2015). Halaman.1

64Ismantoro Dwi Yuwono, Ibid.

65Ismantoro Dwi Yuwono, Ibid. Halaman. 2

adanya tindak pidana, memulihkan keseimbangan dan mendatangkan rasa damai dalam masyarkat. Hal ini juga diadopsi dalam rancangan Konsep KUHP Nasional yang Baru (Pasal 47 ayat 1 Ke-3)66

f. Ganti rugi

Ganti rugi terhadap korban Kekerasan seksual Terhadap anak telah diatur didalam UU No.35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang – undang No. 23 Tahun 2002 pada pasal 71 D yang dikenal yaitu Restitusi

Restitusi adalah Salah satu bentuk ganti rugi terhadap korban tindak pidana. Restitusi sesuai dengan Prinsip Pemulihan dalam Keadaan Semula (restutio in integrum) adalah suatu upaya bahwa korban kejahatan haruslah dikembalikan pada kondisi semula sebelum kejahatan terjadimeski didasari bahwa tidak akan mungkin korban kembali pada kondisi semula. Prinsip ini menegaskanbahwa bentuk pemulihan kepada korban haruslah selengkap mungkin dan mencakup berbagai aspek yang ditimbulkan dari akibat kejahatan. Dengan restitusi, maka korban dapat dipulihkan kebebasan, hak-hak hukum, status sosial, kehidupan keluarga dan kewarganegaraan, kembali ke tempat tinggalnya, pemulihan pekerjaannya, serta dipulihkan asetnya.

Dalam praktik hampir di banyak negara konsep restitusi ini dikembangkan dandiberikan pula kepada korban kejahatan atas penderitaan mereka sebagai korban tindak pidana.Dalam konsep ini maka korban dan keluarganya harus

66Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana,(Bandung : Citra Aditya Bakti, 1996) Halaman. 153-154 dalam buku C. Maya Indah,Perlindungan Korban : Suatu Presfektif Viktimologi dan kriminologi, edisi kedua,(Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2014), Halaman. 112

mendapatkan ganti kerugian yang adil dan tepat dariorang bersalah atau pihak ketiga yang bertanggungjawab. Ganti kerugian ini akan mencakup pengembalian harta milik atau pembayaran atas kerusakan atau kerugian yang diderita, penggantian biaya-biaya yang timbul sebagai akibat jatuhnya korban, penyediaan jasa dan hak-hak pemulihan67

g. Viktimologi

Selanjutnya, dalam Penjelasan UU No. 35 Tahun 2014 Pasal 71 D yang dimaksud dengan Restitusi adalah pembayaran ganti kerugian yang dibebankan kepada pelaku beradasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap atas kerugian materil dan/atau imateril yang diderita korban atau ahli warisnya.

Pengertian Viktimologi berasal dari bahasa latin victima yang artinya Korban dan Logos artinya ilmu. Secara terminologi, viktimologi berarti suatu studi yang mempelajari tentang korban, penyebab timbulnya korban dan akibat-akibat penimbulan korban yang merupakan masalah manusia sebagai suatu kenyataan sosial.68