• Tidak ada hasil yang ditemukan

TERHADAP ANAK

H. Inventarisasi Peraturan Pidana terkait Tindak Pidana Kekerasan Seksual Terhadap Anak

1. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

kekerasan seksual dalam Undang-undang Perlindungan anak tidak memberikan defenisi khusus kekerasan seksual secara jelas, akan tetapi makna kekerasan seksual dapat dijumpai didalam didalam Kitab undang-undang hukum pidana (KUHP) pada pasal 285 dan pasal 289. Didalam pasal 285 ditentukan bahwa barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan istrinya berhubungan seksual dengan dia, dihukum, karena memperkosa, dengan hukuman penjara selama-lamanya 12 tahun.87

pasal 289 KUHP disebutkan barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang melakukan atau membiarkan melakukan pada dirinya perbuatan cabul, dihukum karena merusak kesopanan dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan tahun.88

Menurut R.Soesilo yang dimaksud dengan dengan perbuatan cabul, sebagaimana disebutkan didalam pasal 289 KUHP, adalah segala perbuatan yang melanggar kesusilaan (kesopanan) atau perbuatan keji yang semua ada kaitannya dengan nafsu birahi kelamin, misalnya cium-ciuman, meraba-raba anggota kemaluan,

87 Ismantoro Dwi yuwono, Op.Cit. Halaman. 1

88Ibid. Halaman. 1

dan semua bentuk-bentuk perbuatan cabul dan persetubuhan termasuk dalam pegertian ini89

Berdasarkan atas apa yang telah disampaikan tersebut, maka dapat dipahami bahwa unsur-unsur yang ada didalam pengertian kekerasan seksual dan terkandung didalam pasa 285 dan 289 KUHP terdiri dari unsur ancaman, memaksa, dan memperkosa.90

Mengancamadalah tindakan menakut nakuti, tujuan dari tindakan ini adalah agar pihak lain bertindak sesuai dengan keinginan pihak yang menakut-nakuti.Misalnya, seorang anak yang menolak untuk melakukan tindakan senonoh yang diperintahkan oleh orang dewasa. Kemudian, Memaksa adalah perintah dari satu pihak agar pihak lain mengerjakan sesuat yang diinginkannya. Walaupun pihak lain tidak mau mengerjakannya, namun pihak yang memberikan perintah mengharuskan pihak lain untuk mengerjakannya.Selanjunya, Memperkosa adalah memasukkan secara paksa penis kedalam vagina atau dubur. Jadi,istilah memperkosa ini memiliki kandungan pengertian yang sama dengan memaksa, yakni sama-sama bentuk dan tindakan, hanya bedanya tindakan memaksa belum tentu berbentuk persetubuhan.sedangkan memperkosa sudah pasti berbentuk persetubuhan terlepas dari persetubuhan itu dilakukan antara orang dewasa atau antara orang dewasa dengan anak.91

89 R. Soesilo, KItab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) serta komentar-komentarnya lengkap pasal demi pasal,(Bogor : Politeia, 1996). Halaman. 212 dilihat di buku Ismantoro Dwi Yuwono, Ibid. Halaman. 2

90 Ismantoro Dwi Yuwono, Op.Cit.Halaman. 2

91Ibid. Halaman. 3-4

Berangkat dari unsur-unsur yang terkandung didalam pengertian kekerasan seksual tersebut, maka kita dapat mengelompokkan kekerasan seksual kedalam 2 kelompok besar sifat dari kekerasan itu, yakni 1. Kekerasan dalam bentuk Verbal ( mengancam) dan 2. Kekerasan dalam bentuk tindakan konkrit ( memaksa dan Memperkosa), 2 point tersebut disebut dengan serangan sexsual.92

Kemudian dalam pasal 287 ayat (2) KUHP, disebutkan bahwa kekerasan seksual terhadap anak termasuk kepada delik aduan, sebagai berikut : penuntutan Secara normative, aturan mengenai kekerasan seksual terhadap anak di dalam KUHP diatur sebagai berikut dalam pasan 287 ayat (1) KUHP, Yakni :

Barang siapa bersetubuh dengan perempuan yang bukan istrinya, sedang diketahuinya atau patut harus disangkakannya, bahwa umur perempuan itu belum cukum 15 tahun kalau tidak nyata berapa umurnya, bahwa perempuan itu belum masanya untuk dikawin, dihukum penjara selama Sembilan tahun.

Dari bunyi pasal 287 ayat (1) KUHP tersebut dapat dipahami bahwa hukum pidana berusaha memberikan perlindungan Normatif terhadap anak dari kekerasan seksual dalam bentuk pemerkosaan yang datangnya berasal dari orang dewasa.

Dengan menentukan bahwa orang dewasa diancam dengan hukuman pidana penjara selama 9 tahun apabila pemerkosa anak yang belum cukup umur dibawah 15 tahun atau diperkirakan masih belum belum cukup umur itu artinya KUHP menilai persetubuhan antara orang dewasa dengan anak akan berdampak secara fisik dan psikologis anak. Karena dampak merusak inilah KUHP kemudian memberikan penilaian bahwa tindakan ini adalah tindakan yang jahat dan harus dihukum.

92Ibid. Halaman. 2

hanya dilakukan atas pengaduan kecuali jika umur nya perempuan itu belum 12 tahun atau jika ada salah satu hal yang tersebut pada pasal 291 dan 294.

Pada pasal 291 KUHP, ancaman hukuman diperberat menjadi 12 tahun jika mengakibatkan luka parah dan 15 tahun, jika pidana tersebut mengakibatkan kematian.

Sedangkan, pada pasal 294 adalah sebagai berikut :

Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya yan belum dewasa, anak tiri atau anak pungutan, anak peliharaannya, atau dengan seseorang yang belum dewasa yang dipercayakan padanya untuk ditanggung, dididik atau dijaga, atau dengan bujang atau sebawahannya yang belum dewasa, dihukum penjara selama-lamanya tujuh tahun.

Berdasarkan bunyi dari kedua pasal tersebut diatas, dapat dipahami bahwa delik aduan dapat berubah menjadi delik murni (delik yang tanpa permintaan menuntut, Negara akan segera bertindak untuk melakukan pemeriksaan), jika hubungan seksual yang dilakukan orang dewasa dengan anak-anak masuk kategori anak yang berada dibawah usia 12 Tahun. Kemudian, berada di atas usia 12 tahun atau 15 tahun dengan syarat hubungan seksual tersebut menyebabkan luka parah hingga kematian. Dan apabila hubungan seksual tersebut dilakukan oleh orang tua kepada anak kandungnya sendiri, anak tirinya, anak angkatnya, anak asuhnya atau anak yang dipercayakan untul didikan dan dirawat

Secara umum larangan pemerkosaan terhadap kaum perempuan (baik perempuam dewasa dan anak-anak) diatur dalam Pasal 285 KUHP, sebagai berikut:

“Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan istrinya bersetubuh dengan dia, dihukum, karena memperkosa, dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun.”

Kemudian, dalam KUHP juga mengatur kekerasan seksual yang dilakukan dengan cara membujuk atau merayu agar melakukan sesuatu(berhubungan seksual) tanpa secara paksa atau melalui iming-iming. Mengenai hal tersebut diatur di dalam:

Pasal 290 Ayat 3e KUHP, yaitu: “Dengan hukuman penjara selama-lamanya tujuh tahun dihukum: Barang siapa membujuk (menggoda) seseorang, yaitu diketahui atau patut harus disangkanya, bahwa umur orang itu belum cukup 15 tahun atau kalau tidak nyata berapa umurnya, bahwa orang itu belum masanya belum kawin, akan melakukan atau membiarkan dilakukan pada dirinya perbuatan cabul, atau akan bersetubuh dengan orang lain dengan tiada kawin.

Pasal 293 Ayat (1) KUHP, yaitu:

“barang siapa dengan memberi atau menjanjikan uang atau barang, menyalahgunakan pembawa yang timbul dari hubungan keadaan, atau dengan penyesatan sengaja menggerakkan seorang belum dewasa dan baik tingkahlakunya untuk melakukan atau mebiarkan dilakukan perbuatan cabul dengan dia, padahal tentang belum kedewasaannya, diketahui atau selayaknya harus diduganya, diancam dengan pidana paling laam lima tahun”.

Pasal 290 Ayat (2) KUHP, yaitu: “Dengan hukuman penjara selama-lamanya tujuh tahun dihukum:

barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang padahal diketahuinya atau sepatutnyaharus diduganya, bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak jelas, yang bersangkutan belum waktunya untuk dikawin.”

Pasal 290 Ayat (3) KUHP, yaitu: “Dengan hukuman penjara selama-lamanya tujuh tahun dihukum:

barang siapa membujuk seseorang yang diketahuinya atau sepatutnya harus didunganya bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak jelas yang bersangkutan atau kutan belum waktunya untuk dikawin, untuk

melakukan atau mebiarkan dilakukan perbuatan cabul, atau bersetubuh diluar perkawinan dengan orang lain.

Kemudian, adanya kekerasan seksual terhadap anak didalam lingkungan rumah tangga, terbagi menjadi dua kategori yakni pemerkosaan suami terhadap istrinya yang masih anak-anak dan pemerkosaan orang tua terhadap anak asuhnya.

Yang dilarang dalam KUHP hanyalah menyetubuhinya bukan tentang menikahinya, sebagaimana hal tersebut diatur dalam Pasal 288 Ayat (1), sebagai berikut,

Barang siapa dalam perkawinan bersetubuh dengan seorang wanita yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa yang bersangkutan belum waktuya untuk dikawin, apbila perbuatan mengakibatkan luka-luka diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Perbuatan cabul dalam kategori terhadap anak asuhnya diatur dalam Pasal 294 Ayat (1) KUHP, yaitu,

Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya, tirinya, anak angkatnya, anak dibawah pengawasannya yang belum dewasa, atau dengan orang yang belum dewasa yang pemeliharaannya, pendidikan atau penjagaannya dia yang belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

Kejahatan yang menyebabkan atau mempermudah anak untuk berbuat cabul diatur di dalam Pasal 295 Ayat (1) sub-ayat 1 dan 2, yaitu sub-ayat 1:

diancam : dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan dilakukannya perbuatan cabul oleh anaknya, anak tirinya, anak angkatnya, atau anak dibawah pengawasannya yang belum dewasa, atau oleh orang yang belum dewasa yang pemeliharaanya, pendidikan atau penjagaannya diserahkan kepadanya, ataupun oleh bujangnya atau bawahnya yang belum cukup umur, dengan orang lain;

sub- ayat 2 :

diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun barangsiapa dengan sengaja menghubungkan atau memudahkan perbuatan cabul, kecuali yang

tersebut dalam butir 1 diatas, yang dilakukan oleh orang yang di ketahuinya belum dewasa atau yang sepatutnya harus diduganya demikian, dengan orang lain.

Uraian pasal-pasal dalam KUHP yang mengatur tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak dapat dilihat di tabel berikut :

Tabel 1 :

Uraian Pasal-pasal dalam KUHP Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual Terhadap anak

No Pasal Jenis Tindak Pidana Sanksi Pidana

1 Pasal 285 Kekerasan atau ancaman memaksa berhubungan seksual

Penjara selama-lamanya 12 tahun 2 Pasal 287 Bersetubuh dengan perempuan yan belum

cukup umur 15 tahun

Penjara selama 9 tahun 3 Pasal 289 Kekerasan atau ancaman kekerasan

memaksa melakukan atau membiarkan perbuatan cabul

Penjara selama-lamanya 9 tahun 4 Pasal 290 Membujuk seseorang yang umurnya belum

15 tahun untuk melakukan atau membiarkan dilakukan pada dirinya perbuatan cabul atau bersetubuh diluar perkawina dengan orang lain

Penjara paling lama 7 tahun

5 Pasal 293 Memberi atau menjanjikan uang atau barang untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul dengan dia, seseorang yang belum dewasa

Penjara Paling lama 5 tahun

6 Pasal 294 Melakukan perbuatan cabul dengan anaknya, tirinya, anak angkatnya, anak dibawah pengawasannya yang belum dewasa

Penjara Paling lama 7 tahun

7 Pasal 295 Kejahatan yang menyebakan atau memudahkan perbuatan cabul yang di kerjakan oleh anak

Penjara paling lama 15 tahun

2. Undang-undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak

Perbuatan cabul adalah suatu perbuatan yang mutlak melangggar kesusilaan.Perilaku seksual terhadap anak merupakan salah satu masalah dalam ruang lingkup penelantaran anak. Apabila penelantaran anak segala ekses-eksesnya tidak segera ditangani, maka tidak dapat disangkal lagi akan masa depan bangsa akan suram. Alasan apapun yang menjadikan penyebab anak-anak dalam perilaku seksual adalah perilaku penyimpangan.Perilaku seksual yang melibatkan anak-anak baik untuk tujuan objek seksual maupun untuk komersial memberikan pengaruh negative bagi perkembangan anak.

Semakin meluas dan maraknya kasus tindak pidana yang melibatkan anak sebagai korban maka semakin mendorong tercapainya kewajiban dalam pemenuhan tugas perlindungan anak beserta perkembangannta. Sebagai implementasinya, pemerintah kemudian mengesahkan undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentag perlindungan anak yang kemudian dilakukan perubahan terhadap beberapa ketentuannya yang menjadi undang-undang nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. Anak dan perempuan merupakan posisi rentan menjadi korban kekerasan seksual.Dalam hal ini efektivitas undang-undang perlindungan anak dalam memberikan perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban kekerasan seksual dikaitkan dengan faktor-faktor terjadinya kekerasan seksual tersebut. Sejauh ini, ketentuan-ketentuan dalam undang-undang perlindungan anak yang menyangkut perlindungan hukum terhadap anak korban perdagangan

Perbuatan kekerasan seksual terhadap anak merupakan suatu tindak pidana yang telah diatur dalam undang-undang No.35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang–undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UUPA) Oleh karena itu maka perlu terlebih dahulu diuraikan mengenai dasar perbuatan kekerasan Seksual kepada anak sehingga menjadi sebuah tindak pidana yang dilarang dan diancam dengan Pidana.

klasifikasi yang dilakukan para ahli, tindakan kekerasan atau pelanggaran terhadap hak anak tersebut dapat terwujud setidaknya dalam empat bentuk.93 Pertama, Kekerasan Fisik adalah peyiksaan, pemukulan, dan penganiayaan terhadap anak, dengan atau tampa menggunakan benda-benda tertentu, yang menimbulkan luka-luka fisik atau kematian pada anak. Kedua, kekerasan Psikis meliputi penghardikan, penyampaian kata-kata kasar dan kotor, memperlihatkan buku, gambar, atau film pornografi pada anak. Ketiga, Kekerasan Seksual dapat berupa perlakuan pra kontak seksual antara anak dengan orang yang lebih besar (melalui kata, sentuhan, gambar visual,exhibitionism), maupun perlakuan kontak seksual secara langsung antara anak dengan orang dewasa (Incest, Perkosaan, Eksploitasi seksual). Keempat, kekerasan secara social, dapat mencakup penelantaran anak dan eksploitasi anak.94

Adapun didalam undang-undang No.35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang–undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UUPA) terdapat

93. Ibid. Halaman. 29

94 Abu Huraerah,Op.Cit.Halaman. 37

bentuk-bentuk kekerasan terhadap anak berupa tindak pidana yang dapat dilihat di pasal-pasal berikut :

Pasal 76 A Point (a) berbunyi :

memperlakukan Anak secara diskriminatif yang mengakibatkan Anak mengalami kerugian, baik materiil maupun moril sehingga menghambat fungsi sosialnya ;

Pasal 76 A Point (b) Berbunyi :

memperlakukan Anak Penyandang Disabilitas secara diskriminatif.

Pasal 76 B

Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melibatkan, menyuruh melibatkan Anak dalam situasi perlakuan salah dan penelantaran.

Pasal 76 C

Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut sertamelakukan Kekerasan terhadap Anak.

Pasal 76 D

Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan memaksa Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.

Pasal 76 E

Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.

Pasal 6 F

Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan penculikan, penjualan, dan/atau perdagangan Anak.

Pasal 76 G

Setiap Orang dilarang menghalang-halangi Anak untuk menikmati budayanya sendiri, mengakui dan melaksanakan ajaran agamanya dan/atau menggunakan bahasanya sendiri tanpa mengabaikan akses pembangunan Masyarakat dan budaya.

Pasal 76 H

Setiap Orang dilarang merekrut atau memperalat Anak untuk kepentingan militer dan/atau lainnya dan membiarkan Anak tanpa perlindungan jiwa.

Pasal 76 I

Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan eksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual terhadap Anak.

Pasal 76 J

ayat (1) berbunyi : Setiap Orang dilarang dengan sengaja menempatkan, membiarkan, melibatkan, menyuruh melibatkan Anak dalam penyalahgunaan, serta produksi dan distribusi narkotika dan/atau psikotropika.

Pasal 76 J

ayat (2) berbunyi : Setiap Orang dilarang dengan sengaja menempatkan, membiarkan, melibatkan, menyuruh melibatkan Anak dalam penyalahgunaan, serta produksi dan distribusi alkohol dan zat adiktif lainnya.”

Merujuk dari pasal-pasal yang terdapat dalam Undang-Undang Perlindungan Anak No. 35 Tahun 2014 tersebut diatas, maka dapat diketahui bahwa Tindak Kekerasan terhadap anak berupa :

1. tindakan Diskriminatif, 2. penelantaran,

3. kekerasan terhadap anak,

4. melakukan Kekerasan melakukan persetubuhan, 5. membiarkan perbuatan cabul,

6. penculikan,

7. perdangangan anak,

8. menghalangi anak untuk menikmati budayanya sendiri

Perlu di ketahui bahwa Kekerasan seksual adalah praktik hubungan seksual yang dilakukan dengan cara-cara kekerasan, bertentangan dengan ajaran dan nilai – nilai agama serta melanggar hukum yang berlaku. Kekerasan ditujukan untuk membuktikan bahwa pelakunya memiliki kekuatan, baik fisik maupun non fisik. Dan kekuatannya dapat dijadikan alat untuk melakukan usaha-usaha jahatnya tersebut.95

Wahid dan irfan memandang bahwa kekerasan seksual merupakan istilah yang menunjukkan pada perilaku seksual deviatif atau hubungan seksual yang menyimpang merugikan pihak korban dan merusak Kedamaian di tengah masyarakat.Adanya kekerasan seksual yang terjadi, maka penderitaan bagi korbannya telah menjadi akibat serius yang membutuhkan perhatian.96

Selanjutnya Masalah kekerasan seksual merupakan salah satu bentuk kejahatan yang melecehkan dan menodai harkat kemanusiaan, serta patut dikategorikan sebagai jenis kejahatan melawan kemanusiaan.97

Salah satu praktik seks yang dinilai menyimpang adalah bentuk kekerasan seksual. Artinya praktik hubungan seksual yang dilakukan dengan cara kekerasan, diluar ikatan perkawinan yang sah dan bertentangan dengan ajaran islam. Kekerasan

95Abu Huraerah, Op.Cit.Halaman. 60

96Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Seksual (Advokasi atas Hak Asasi Perempuan),(Bandung : Refika Aditama, 2001). Halaman. 32

97Ibid. Halaman. 25

di tonjolkan untuk membuktikan pelakunya memiliki kekuatan fisik yang lebih, atau kekuatan fisiknya dijadikan alat untuk memperlancar usaha-usaha jahatnya.98

Mengingat Kekerasan seksual terhadap anak adalah pelibatan anak dalam kegiatan seksual, anak disini ialah mengacu pada ketentuan Pasal 330 BW yaitu anak adalah orang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum menikah,

Terkait dengan kekerasan seksual terhadap anak hal ini perlu dibedakan antara orang dewasa dan anak, orang dikatakan dewasa atau masih anak-anak dapat dilihat dari tiga sudut pandang yakni kedewasaan , sudut pandang biologis, keewasaan dalam sudut pandang Psikologis dan kedewasaan dalam sudut pandang hukum.

99 kemudian dimana ia sendiri tidak sepenuhnya memahami, atau tidak mampu memberi persetujuan. Kekerasan seksual ditandai dengan adanya aktivitas seksual antara anak dengan orang dewasa atau anak lain.Aktivitas tersebut ditunjukkan untuk memberikan kepuasan bagi orang tersebut. Kekerasan seksual meliputi eksploitasi seksual dalam konstitusi atau pornografi, pemaksaan anak untuk melihat kegiatan seksual, memperlihatkan kemaluan kepada anak untuk tujuan kepuasan seksual,stimulasi seksual, perabaan, memaksa anak untuk memegang kemaluan orang lain, hubungan seksual, perkosaan, hubungan seksual yang dilakukan oleh orang yang mempunyai hubungan darah atau (incest) dan sodomi100

98Ibid, Halaman. 32

99 Andika Wijaya dan Wida Peace Ananta, Darurat Kejahatan Seksual, (Jakarta : Sinar Grafika, 2016). Halaman. 80

100 Departemen kesehatan Republik Indonesia, 2007

Adapun dari bentuk-bentuk tindak pidana yang termasuk dalam kekerasan seksual terhadap anak, yaitu :101

1. Perkosaaan102 2. Sodomi103 3. Oral seks104 4. Sexsual Gesture105 5. Sexual Remark106 6. Pelecehan seksual107

7. Sunat Klitoris pada anak Perempuan108

kejahatan terhadap anak-anak ini dilakukan oleh pelaku yang lebih dewasa dengan modus yang beraneka ragam. Ada yang menggunakan cara membujuk korban dengan diberi sejumlah uang, membelikan sesuatu yang diinginkan korban, atau memang sengaja diajak pelaku untuk bermain bersama kemudian pelaku melakukan kekerasan terhadap mereka. Dengan modus-modus tersebut pelaku kemudian melakukan kejahatan di tempat yang dirasa aman.

Selanjutnya, langkah normatif dalam Undang-undang Perlindungan Anak sebagai undang-undang khusus dalam perlindungan terhadap hak-hak anak telah mengatur macam-macam bentuk hukuman bagi pelaku kekerasan Seksual Terhadap anak, didalam Undang–undang Perlindungan anakNo. 35 tahun 2014 tentang

101 Ismantoro Dwi Yuwono, Op.Cit.Halaman7

102Pemerkosaaan dimaknai sebagai serangan dalam bentuk pemaksaan hubungan seksual.Dalam serangan seksual itu ada upaya paksa, kekerasan, tekanan psikologis, penyalahgunaan kekuasaan, atau mengambil kesmpatan dari lingkungan yang penuh paksaan.Pencabulan sering diidentikkan dengan perkosaan dalam hukum Indonesia.

103 Sodomi adalah pencabulan dengan sesama jenis kelamin atau degan binatang

104 Oral seks merupakan Kegiatan yang melibatkan mulut dengan daerah genetil

105Sexual gesture adalah serangan seksual secara visual termasuk eksibisionisme.

106Sexual Remark adalah serangan seksual verbal.

107Pelecehan seksual adalah perilaku pendekatan yang terkait dengan seks yang tidak diinginkan, termasuk permintaan untuk melakukan seks, dan perilaku lainnya yang secara verbal maupun fisik merujuk pada seks

108Memotong sedikit alat kelamin (klitoris) sampai berdarah dan tidak perlu membuangnya.

Perubahan atas undang-undang No. 23 tahun 2002, didalam Undang tersebut digolongkan menjadi beberapa jenis sanksi, yakni :

1. Orang Dewasa yang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan oranglain yang terdapat di dalam pasal 81 UU No. 35 Tahun 2014

“setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 76D dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp.

5000.000.000,00 (lima milyar Rupiah)

2. Orang dewasa yang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul yang terdapat didalam pasal 82 UU No. 35 Tahun 2014.

“setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 76E dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp.

5000.000.000,00 (lima milyar Rupiah)

3. Orang dewasa yang Menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan penculikan, penjualan, dan/atau perdagangan anak terdapat didalam pasal 83 UU No. 35 tahun 2014.

“Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagimana dimaksud dalam pasal 76 F dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp.

60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.

300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah)”

4. Orang dewasa yang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan eksploitasi secara ekonomi

dan/atau seksual terhadap anak terdapat didalam pasal 88 UU. No. 35 Tahun 2014.

“setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 75I, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepulu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)

3. Undang–Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan