E. Keaslian Penelitian
1. Teori Sistem sebagaiGrand Theory ( Teori dasar )
Sistem hukum menggambarkan berbagai norma hukum. Norma-norma hukum dapat ditemukan dalam undang-undang, dan peraturan-peraturan pelaksanaannya, termasuk norma yang terdapat dalam putusan hakim. Sistem hukum merupakan transformasi suatu gejala sosial menjadi norma hukum.
20Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum,( Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1999), Halaman 253
21Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum,(Jakarta : UI Press, 1986), Halaman. 121
Teori Sistem Hukum di kemukakan oleh Lawrence M. Friedman menyatakan bahwa suatu sistem hukum mengandung tiga komponen yaitu :
a. Legal Structure ( Struktur Hukum ) b. Legal Substance ( Substansi Hukum ) c. Legal Culture( Budaya Hukum )22
Structure Menurut Friedman adalah “The Structure of a System its Skeletal Framework; it is the Permanent shape, the institutional body of the system, the tough, rigid bones that keep the process following within bounds”. Struktur adalah bagian dari sistem hukum yang bergerak didalam suatu mekanisme, berkaitan dengan lembaga pembuat undang – undang, pengadilan, penyidikan, dan berbagai badan yang diberi wewenang untuk menerapkan dan menegakkan hukum. Structure adalah kerangka atau rangkanya sistem hukum, bagian yang tetap bertahan, bagian yang memberikan semacam bentuk dan batasan terhadap keseluruhan bangunan hukum. Struktur hukum termanifestasikan dalam bentuk lembaga – lembaga atau individu petugas pelaksana lembaga tersebut. Lawrence M. Friedman memberi contoh struktur sebagai Mahkamah Angung Amerika Serikat dengan sembilan Hakim Agung didalamnya. Struktur hukum ini termasuk di dalamnya struktur institusi penegakan hukum, seperti Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan.23
Subtance menurut Friedman adalah “the substance is composed of substantive rules and rules about how institution should be have”,Substance yaitu aturan, norma, dan pola perilaku nyata manusia yang berada dalam sistem tersebut, yang dapat berbentuk Inconcreto, atau norma hukum individuyang berkembang dalam masyarakat, hukum yang hidup dalam masyarakat (Living law). Maupun hukum
22Soerjono Soekanto, Faktor – faktor yang mempengaruhi penegakan Hukum, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2002), Halaman. 3
23Lawrence M. Friedman, Hukum Amerika ; Sebuah Pengantar, Penerjemah : Wishnu Basuji, ( Jakarta : Tatanusa, 2001), Halaman. 6 - 12
Inabstracto, atau norma hukum umum yang tertaung dalam kitab undang–undang (Law in Book).24
Pada Konteks Indonesia substansi peraturan perundang–undangan khususnya peraturan hukum dalam bentuk tertulis, sebaiknya disusun secara taat asas, harmoni dan sinkron dengan nilai–nilai yang terkandung dalam pancasila dan UUD 1945. Hal tersebut harus dilakukan dengan mengabstraksi nilai – nilai yang terkandung dalam pancasila dan UUD 1945, dan kemudian menderivasi sejumlah asas untuk dijadikan landasan pembentukan undang–undang.25 Berkaitan dengan hal tersebut, substansi hukum yang dilahirkan tentu harus dapat mencegah terjadinya pertentangan atau bentrokan diantara kepentingan manusia (Conflic of human interest), dan sekaligus dapat memberikan tuntunan tentang bagaimana seseorang harus bertindak agar kepentingan manusia terlindungi, dengan disertai sanksi supaya terjamin.26
Culture adalah “ the legal Culture, system – their beliefs, values, ideas, and expectation”. Cultur yaitu sikap manusia terhadap hukum dan sistem hukum, kepercayaan, nilai, pemikiran, serta harapannya, kultur atau budaya hukum berupa sikap tindak masyarakat beserta nilai – nilai yang dianutnya, atau dapat juga dikatakan, bahwa budaya hukum adalah keseluruhan jalinan nilai sosial yang berkaitan dengan hukum beserta nilai – nilai yang dianutnya, atau dapat juga dikatakan, bahwa budaya hukum adalah keseluruhan jalinan nilai sosial yang berkaitan dengan hukum beserta sikap tidak yang mempengaruhi hukum, seperti adanya rasa malu, rasa bersalah apabila melanggar hukum dan sebagainya.27
24 Lawrence M. Friedman, Ibid,. Halaman. 6 – 12
25 Syafruddin Kalo, Penegakan Hukum yang menjamin Kepastian Hukum dan rasa keadilan Masyarakat, diunduh dari www.academia.edu. Pada Tgl. 28 Februari 2017, Halaman. 6
26Sudikno Metokusumo, Bunga Rampai Ilmu Hukum,(Yogyakarta : Penerbit Liberty, 1986), Halaman. 107
27Lawrence M. Friedman, Op. Cit. Halaman. 8
Budaya hukum merupakan unsur penting dalam sistem hukum, karena budaya hukum memperlihatkan pemikiran dan kekuatan masyarakat yang menentukan bagai hukum tersebut ditaati, dihindari, atau disalahgunakan. Lawrence M. Friedman menjelaskan pentingnya budaya hukum dengan memberikan kiasan filosofis ikan dengan air “ without legal culture, the legal system is inert, a dead fish lying a basket, not a living fish swimming in its sea”. Hukum tanpa budaya hukum adalah seperti ikan mati dalam suatu ember, bukan ikan yang hidup berenang di samudra sebagai wahananya.28
Setiap masyarakat, setiap daerah, setiap kelompok memiliki budaya hukum (Legal Culture) masing–masing, mereka memiliki sikap dan pandangan terhadap hukum yang tidak selalu sama. Dengan kata lain ide, pandangan, dan sikap masyarakat terhadap hukum di pengaruhi oleh sub culture seperti suku, atau etnik, usia , jenis kelamin, atau sosial ekonomi, kebanggaan , pekerjaan dan pendapatan, kedudukan dan kepentingan, lingkungan dan agama.29
28Lawrence M. Friedman, Ibid, Halaman. 9
29Lawrence M. Friedman, Ibid.
Budaya hukum sebagai wujud pemikiran dalam masyarakat terhadap hukum akan berubah sesuai dengan perubahan sikap, pandangan serta nilai yang dihayati oleh anggota masyarakat. Karenanya pemahaman akan budaya hukum suatu masyarakat harus memperhatikan secara menyeluruh aspek–aspek kemasyarkatan dari masyarakat yang bersangkutan dan proses perubahan serta perkembangan yang terjadi didalamnya.Karenanya teori hukum (Legal Theory) dalam kerangka ini merupakan budaya silang, bagaimanapun
arti dari hak, kebebasan, dan keadilan akan berbeda secara substansial dari satu budaya ke kebudayaan lain.30
Menurut teori pidana dijatuhkan semata – mata karena orang telah melakukan suatu kejahatan atau tindak pidana. Pidana merupaka akibat mutlak yang harus ada bagai suatu pembalasan kepada orang yang melakukan kejahatan. Jadi dasar pembenar dari pidana terletak pada adanya atau terjadinya kejahatan itu sendiri. Menurut Johannes Andeaes tujuan utama dari pidana menurut teori Absolut atau Teori Pembalasan ialah untuk memuaskan tuntutan keadilan (To satisfy the claim of justice) sedangkan pengaruh–
pengarugnya yang mengguntungkan adalah sekunder jadi menurut nya bahwa pidana yang dijatuhkan semata–mata untuk mencari keadilan dengan melakukan pembalasan.