Berkaitan dengan pandangan tentang pendayagunaan menurut Uswatun
Hasanah bahwa, keberhasilan amil dalam mendayagunakan dana zakat tidak hanya
ditentukan oleh amil itu sendiri tetapi ditentukan pula mustahik. Dalam hal ini amil
harus memberikan penyuluhan kepada mustahik sehingga termotivasi untuk memiliki
49
etos kerja.. Selain itu kepada mereka yang telah berusaha secara ekonomi dengan
modal dana zakat yang diberikan, maka harus diberi bimbingan dan pengawasan terus
menerus. Menurutnya, untuk mendukung gagasan ini sangat membutuhkan tenaga dan
dana yang tidak sedikit.50
Berdasarkan pandangan di atas, menunjukkan dua hal. Pertama, keber hasilan
pendayagunaan dana zakat sangat ditentukan oleh amil atau pengelola zakat dan
mustahik. Kedua, terdapat langkah‐langkah yang harus dilakukan bagi pengelola zakat
untukdikem bangkan kepada mustahik. Pandangan ini menunjukkan bahwa amil zakat
memegang peranan yang sangat besar dalam mendayagunakan dana zakat. Dalam
kaitan ini Yusuf Qardâwy (1985) menyatakan bahwa salah satu syarat bagi amil dalam
hal ini pengelola zakat yakni kemampuan untuk melaksanakan tugas. Menurutnya,
kejujuran yang dikembangkan oleh mereka, tidak memadai jika tidak diikuti dengan
kempuan untuk bekerja.51
Gagasan Yusuf Qardâwy (1985) mengenai amil, dalam kitab fikihnya, terkesan
masih bersifat individual, namun jika ditelaah lebih jauh, memberikan pandangan bahwa
ia juga menekankan pada aspek kelembagaan atau amil dalam arti kolektifitas
organisatoris. Pandangan ini terlihat ketika ia menetapkan dasar‐dasar struktur bagi
organisasi pengelola zakat. Menurutnya, struktur organisasi pengelola zakat pada
bagian pembagian harus mempunyai cabang di daerah dengan dilengkapi bagian khusus
yang menangani : urusan fakir, orang tua dan para janda yang telah mampu bekerja,
orang‐orang yang berhutang serta urusan
penyiaran Islam di negara non muslim.52
Selain gagasan Yusuf Qardâwy di atas tentang dasar‐dasar organisasi pengelola
zakat, maka pandangan Afzalur Rahman (1992), memberikan penekanan yang lebih
tajam tentang eksistensi pengelola zakat. Menurutnya, agar zakat dapat berpengaruh
terhadap pembangunan ekonomi, maka diperlukan badan zakat. Menurutnya, bantuan
keuangan yang diberikan kepada mustahik harus diberikan sedemikian rupa sehingga
tidak menjadikan mereka bermalas‐malasan dan mengalami ketergantungan, dan
kepada mereka yang tidak dapat bekerja
50
Uswatun Hasanah, “Zakat dan Keadilan Sosial...” Tesis, 1980, h. 176. 51
Yusuf Qardâwy, Fiqh Zakat. Penerjemah Didin Hafidhuddin, dkk. (Bandung: Mizan, 1999), cet. V, h. 552.
52
dengan alasan tertentu diberikan bantuan pula.53
Pandangan Afzalur Rahman yang memberikan penekanan aspek ke lembagaan
pengelolaan zakat, sejalan dengan Didin Hafidhuddin Ma’turidi (2007) yang menetapkan
bahwa orientasi pengelola zakat bukanlah pada profit, tetapi pada pemberdayaan
masyarakat lemah. Menurutnya, pengelola zakat diharapkan memberdayakan potensi
masyarakat melalui pendayagunaan dana zakat.54
Adapun alur kerangka pikir penelitian terlampir
I. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan dan data Kepustakaan
Penelitian ini bersifat kwalitatif deskriptif dengan menggunakan pende katan
tertentu. Pertama, pendekatan Ilmu Sejarah Hukum Islam. Penggunaan pendekatan ini,
karena penelitian akan mengemukakan uraian yang dibangun dengan mengacu pada
pola Rasul dalam mendayagunakan zakat dan pemahaman terhadap ayat‐ayat al‐Qur’an
sebaga sumber hukum Islam yang berkaitan dengan pendayagunaan zakat. Kedua, sosiologis dan dengannya akan dibangun argumen‐argumen yang berkaitan dengan
aspek‐aspek sosial di antaranya berkenaan dengan pertimbangan Badan Amil Zakat
Nasional dalam perumusan kebijakan. Ketiga ilmu manajemen, karena dalam
penelitian ini dibangun analisis yang berkaitan dengan manajemen organisasi
Badan Amil Zakat
Nasional dalam pendayagunaan zakat. Data kepustakan berupa ayat al‐Qur’an, Hadits,
pendapat ulama dan pakar serta hasil‐hasil penelitian. 2. Studi Lapangan Penelitian
Sebagaimana dikemukakan dalam rumusan masalah, maka penelitian ini
menjadikan Badan Amil Zakat Nasional sebagai objek penelitian. Namun demikian,
untuk melihat kondisi pendayagunaan zakat di Indonesia, guna menambah wawasan
penulis, maka dilakukan survey terhadap sejumlah badan amil zakat daerah (BAZDA)
provinsi dan badan amil zakat (LAZ) di tingkat nasional yaitu Dompet Dhuafa Republika
53
Afzalur Rahman, Doktrin ekonomi Islam, Jilid III, diterjemahkan Soeroyo dan Nastangin, (Yogyakarta: Dana Bhakti Prima, 2002), cet. II, h. 331.
54
Didin Hafidhuddin Ma’turidi, Peran Pembiayaan Syari’ah dalam Pembangunan Pertanian di Indonesia, Orasi Pengukuhan Guru Besar, (Bogor: IPB, 2007), h. 61.
(DDR). Penetuan BAZDA dan LAZ sebagai objek survey dilakukan dengan sampling purposive.55
Menurut data di Badan Amil Zakat Nasional tahun 2005, jumlah Badan Amil
Zakat Daerah ngkat provinsi sebanyak 30 buah. Sampel dimaksud ditetapkan
sebanyak lima (5) buah yaitu : Baitul Mal Provinsi Nanggro Aceh Darusalam, Bazda
Provinsi Banten, Bazda Provinsi Jawa Tengah, Bazda Provinsi DI. Yogyakarta, Bazda
Provinsi Kalimantan Timur. Penetapan sampel terbanyak berada di Pulau Jawa.
Penetapan ini dikarenakan, Badan Amil Zakat Nasional berada di Pulau Jawa dan
kelompok mustahik yang berhubungan dengannya mayoritas tersebar di Pulau ini.
Pertimbangan lain adalah keterwakilan geografis dan wilayah.
Data yang diperoleh dalam penelitian ini dilakukan dengan dua cara. Pertama, kajian dokumentasi. Dokumentasi yang dikaji pada Badan Amil Zakat Nasional adalah
dokumentasi yang diterbitkan olehnya dan penerbit lainnya dan dipandang merupakan
dokumentasi56 resmi Badan Amil Zakat Nasional. Dokumentasi dimaksud yaitu: (1)
Buku Annual Report 2006; (2) Buku Ringkasan Mengapa & Bagaimana
Membayar Zakat ; (3) Laporan
Pertanggungjawaban Pengurus Badan Amil Zakat Periode 2004‐2007; (4) Pidato
Sambutan Serah terima Badan Amil Zakat Nasional (Kepengurusan Periode I); (5) Risalah
Silaturahmi RAKORNAS I pada tahun 2002, Badan dan Lembaga Amil Zakat Nasional
seluruh Indonesia diterbitkan Departemen Agama RI; (6) Buku Anda Bertanya tentang
Zakat, Infak & Sedekah Kami Menjawab; (7) Buku Pedoman Pembentukan Unit
Pengumpul Zakat (UPZ) & Unit Penyalur Zakat (USZ), (8) BAZNAS News Media Zakat;
(9) Majalah BAZNAS; (10) Brosur‐brosur Badan Amil Zakat Nasional; (11) Buku Fiqih
Zakat di Indonesia. Untuk buku yang terakhir ini walaupun masih bersifat draf karena
diproyeksikan untuk berlaku seluruh Indonesia, namun secara internal kelembagaan,
telah dijadikan acuan dalam pendayagunaan zakat.
Adapun dokumen yang dikaji untuk BAZDA Provinsi dan LAZ tingkat
55
Sampling purposive, merupakan “teknik penentuan sampel dengan petimbangan
tertentu.” Sugiyono, Metode Penelitian Bisnis, (Bandung: Alfabeta, 2005), cet. VIII h. 78. 56
Terkait dengan penggunaan dokumen sebagai sumber data, Robert K. Yin menyatakan bahwa “Untuk studi kasus, penggunaan dokumen yang paling penting adalah mendukung dan menambah bukti dari sumber-sumber lain....” Robert K. Yin, Case Study Research Design and Methods, diterjemahkan Studi Kasus Desain & Metode, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), h. 104.
nasional secara umum meliputi: profil kelembagaan dan laporan keuangan tentang
pendayagunaan zakat.
Kedua, wawancara dilakakukan secara langsung dan tidak langsung. Seluruh
informan yang ditetapkan dalam sampel untuk Badan Amil Zakat Nasional dan LAZ
dilakukan secara langsung, karena informan berkedudukan di Jakarta, sedang informan
pada BAZDA Provinsi pada umumnya dilakukan dengan tidak langsung, yaitu hanya
menggunakan hand phone dan internet.
Untuk memastikan data yang diterima valid, maka informan yang ditetapkan
adalah setingkat dengan pimpinan Badan Amil Zakat Nasional dan BAZDA serta LAZ.
Dalam perakteknya, penggantian informan sulit dihindari karena alasan internal
kelembagaan sampel. Karenanya, terdapat beberapa informan yang menyalahi kriteria
ini. Penggantian informan merupakan penetapan dari pimpinan Badan Amil Zakat
Nasional dan BAZDA sampel. Agar wawancara dapat berjalan dengan baik, maka baik
model tatap muka maupun menggunakan hand phone, daftar pertanyaan terlebih
dahulu diberikan kepada informan.
3. Konsep Pengukuran (Indikator) Pendayagunaan Zakat
Konsep pengukuran (indikator) ini penting, karena akan menjadi acuan
dalam melakukan evaluasi penelitian ini.
Pendayagunaan, secara sederhana dinilai sebagai suatu aktifitas manajemen
yang memanfaatkan sumber daya untuk memperoleh hasil yang maksimal sesuai
dengan tujuan organisasi. Karenanya, secara konsepsional ia mengandung tiga dimensi
yaitu kemampuan, proses, hasil. Zakat sebagai salah satu rukun rukun Islam,
merupakan aktifitas keagamaan,