• Tidak ada hasil yang ditemukan

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN ALOR

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian dan Deskrips

2.1.1. Kerangka teori keterkaitan antar sektor dan spasial.

Keterkaitan antar sektor dan antar spasial, sebenarnya bertujuan untuk mencapai suatu perubahan struktur ekonomi dan struktur wilayah yang dapat bertumbuh secara berimbang. Ada keseimbangan keterkaitan antar sektor untuk memberikan kontribusi bagi struktur ekonomi wilayah. Perubahan struktur ekonomi wilayah yang diharapkan dari dampak keterkaitan adalah pergeseran surplus produksi dan tenaga kerja subsisten dari sektor primer (pertanian, pertambangan) ke sektor sekunder (manufaktur dan konstruksi) dan sektor tersier (transportasi dan komunikasi, perdagangan, pemerintah dan jasa lainnya) Fisher (1935) sebagai orang pertama yang memperkenalkan kegiatan usaha primer, sekunder dan tersier menilai bahwa negara perlu diklasifikasikan berdasarkan proporsi tenaga kerja yang ada di tiap sektor. Kemudian Clark (1951) juga mendukung pandangan Fisher dengan kumpulan analisis data untuk mengukur dan membandingkan karakteristik ekonomi sektoral pada tingkat pendapatan per kapita yang berbeda.

Menurut Clark (1951) bahwa pada saat ekonomi negara tinggi, proporsi tenaga kerja yang terkait dengan sektor primer menurun; proporsi tenaga kerja pada sektor sekunder meningkat mencapai tingkat tertentu; proporsi tenaga kerja pada sektor tersier meningkat setelah sektor primer dan sekunder telah mencapai keseimbangan. Perubahan proporsi tenaga kerja di setiap sektor menunjukkan bahwa pergerakan tenaga kerja akan terjadi dari sektor primer menuju sektor sekunder dan tersier karena adanya perbedaan produktivitas tenaga kerja dan kemajuan teknologi di setiap kegiatan.

Teori dualisme ekonomi yang dikembangkan oleh Lewis yang diacu Rustiadi

et al. (2003) menyatakan bahwa perkembangan suatu wilayah akan mengalami

stagnasi bila hanya satu sektor saja di kembangkan. Misalkan perkembangan sektor pertanian yang tanpa diikuti oleh perkembangan sektor industri akan memperburuk tawar-menawar (term of trade) sektor pertanian tersebut akibat kelebihan produksi atau tenaga kerja, akhirnya pendapatan disektor pertanian menjadi anjlok (depresif) dan rangsangan penanaman modal dan pembaharuan menjadi tidak terangsang.

Demikian juga pembangunan ekonomi yang dipusatkan pada industri yang mengabaikan pertanian, akhirnya akan menghambat proses pembangunan itu sendiri. Adanya sektor industri yang mampu menampung surplus produksi pertanian akan meningkatkan pendapatan sektor pertanian. Demikian juga bila terjadi surplus tenaga kerja di sektor pertanian yang dapat ditampung di sektor industri akan menjaga tingkat pendapatan yang tinggi di sektor pertanian. Tingkat pendapatan yang tinggi merangsang berbagai kebutuhan akan barang- barang non pertanian. Demikian juga perkembangan sektor pertanian dan industri pengolahan tanpa diikuti sektor ekonomi lain seperti sektor Perbankan, swasta serta sektor infrastruktur dalam menopang kegiatan pertanian dan industri pengolahan mengakibatkan pertumbuhan ekonomi wilayah menjadi stagnan. Misalnya pembangunan sektor infrastruktur yang tidak memadai dalam mendukung sektor pertanian dan industri maka pergerakan ekonomi wilayah menjadi tidak efisien.

Laporan Bappenas (2002), mengisyaratkan bahwa Sektor infrastruktur dituntut untuk makin mampu berperan mendukung pergerakan orang, barang dan jasa nasional demi mendukung timbulnya perekonomian nasional dan pengembangan wilayah dan sekaligus mempersempit kesenjangan pembangunan antar daerah. Infrastruktur dituntut untuk memiliki korelasi yang tinggi dengan pertumbuhan ekonomi wilayah, kesesuaian tata ruang, dan kelestarian lingkungan hidup. Pembangunan infrastruktur harus menjadi salah satu alternatif bagi pemulihan pertumbuhan ekonomi pasca krisis 1997 untuk dapat menyerap banyak tenaga kerja, membangkitkan sektor riil, dan memicu produksi dan konsumsi masyarakat serta dapat mengurangi kesenjangan antar daerah dan mengurangi kemiskinan.

Sehubungan dengan itu Sipayung (2000) menyatakan bahwa sektor pertanian dan non petanian merupakan suatu sistem dalam perekonomian oleh karena itu sektor pertanian dengan sektor non pertanian memiliki keterkaitan ekonomi yang saling mempengaruhi kinerja kedua sektor.

Rangrajan (1982) menyatakan bahwa terdapat 5 (lima) mekanisme keterkaitan ekonomi antara sektor pertanian dan non petanian sebagai berikut

:Pertama, sektor pertanian dan non pertanian menghasilkan bahan baku bagi

sektor non pertanian. Produksi sektor pertanian berupa bahan pangan dan non pangan merupakan input utama dari sektor non petanian seperti industri pengolahan hasil pertanian dan perdagangan, restoran. Ke dua, sektor non

pertanian menghasilkan input yang diperlukan oleh sektor pertanian. Pupuk, pestisida, mesin peralatan pertanian dan berbagai jenis jasa merupakan hasil sektor non pertanian yang menjadi input sektor pertanian. Ke tiga, sektor pertanian (rumahtangga pertanian) merupakan pasar bagi output akhir sektor non pertanian. Bahan pangan olahan, sandang dan papan serta berbagai jenis jasa-jasa merupakan hasil sektor non pertanian di konsumsi oleh rumahtangga pertanian. Ke empat, keterkaitan melalui tabungan pemerintah dan investasi publik. Peningkatan output sektor akan secara langsung meningkatkan penerimaan pajak tak langsung pemerintah yang selanjutnya digunakan untuk membiayai investasi publik. Peningkatan investasi publik ini akan meningkatkan permintaan barang-barang modal yang dihasilkan sektor non pertanian. Kelima, keterkaitan melalui prilaku investasi swasta. Harga komoditas pertanian yang relatif rendah dan stabil, akan merangsang investasi swasta pada sektor non pertanian. Hal ini disebabkan karena naik turunnya harga komoditas pertanian baik melalui kenaikan atau penurunan biaya bahan baku maupun upah tenaga kerja. Dengan keterkaitan demikian, pertumbuhan sektor pertanian dengan pertumbuhan sektor non pertanian secara teoritis akan saling mendukung pertumbuhan ekonomi secara agregat.

Namun demikian berbagai hasil studi emperis menggambakan bahwa keterkaitan sektor pertanian dengan sektor non pertanian menunjukkan keterkaitan yang lemah dimana antara pertumbuhan sektor pertanian dengan sektor non pertanian cenderung menurunkan peranan sektor pertanian dalam pembentukan PDB. Namun belum menunjukkan faktor-faktor apa yang dapat menyebabkan lemahnya keterkaitan tersebut.

Penurunan pangsa sektor pertanian dalam perekonomian yang bertumbuh disebabkan oleh tiga faktor utama yaitu penurunan harga relatif komoditas pertanian terhadap harga produk non pertanian, perbedaan laju perubahan teknologi dan perubahan relatif faktor produksi (Martin and Warr, 1993).

Budiharsono (1996) mengemukakan bahwa terjadinya penyimpangan pola normal transformasi struktur produksi antar daerah terutama disebabkan karena relatif kecilnya keterkaitan antar sektor pertanian dan dengan sektor industri. Dari hasil analisis dengan menggunakan model input-output ternyata keterkaitan sektor pertanian dengan sektor industri relatif kecil. Sedangkan salah satu ukuran kemajuan suatu daerah adalah adanya keseimbangan antar sektor pertanian dan industri (Todaro, 1978).

2.1.2. Kerangka teori kesenjangan dan keberimbangan pembangunan